Anda di halaman 1dari 24

TINJAUAN TEORI

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Pengertian
Edema paru adalah suatu keadaan terkumpulnya cairan
patologi diekstravaskuler dalam paru (Muttaqin, 2008)
Edema Paru adalah penimbunan cairan

serosa

atau

serosanguinosa yang berlebihan dalam ruang intersisial dan alveolus


paru (Price, 2005).
Edema paru adalah timbunan cairan abnormal dalam paru, baik
dirongga intersisialis maupun dalam alveoli (Smeltzer, 2001).
2. Etiologi
a. Sindroma Kongesti Vena: edema paru dapat terjadi karena kelebihan
cairan intravaskuler. Sindroma ini sering terjadi pada klien yang
mendapat cairan kristaloid atau darah intravena dalam jumlah besar
terutama pada klien dengan gangguan fungsi ginjal (Muttaqin, 2008).
b. Udema Neurogenik : keadaan ini terjadi pada klien dengan gangguan
system saraf pusat. Diduga dasar mekanisme edema paru
neurogenik

adalah

adanya

rangsangan

hipotalamus

yang

menyebabkan rangsangan pada system adrenergic, yang kemudian


menyebabkan pergeseran volume darah dari sirkulasi sistemik ke
sirkulasi pulmonal dan penurunan komplien ventrikel kiri (Muttaqin,
2008).
c. Perubahan permeabilitas kapiler
Infeksi (bakteri atau virus), pneumonia, reaksi imunologis dapat
terjadi peningkatan permeabilitas kapiler paru sehingga terjadi
pergesaran cairan intravaskuler ke ekstravaskuler (Price, 2005).
d. Peningkatan tekanan vaskuler paru (Price, 2005)
1) Penyebab jantung

Gagal jantung kiri, stenosis mitral, subakut endokarditis bakterial


2) Penyebab bukan jantung
Fibrosis vena pulmonalis, stenosis vena pulmonalis congenital,
penyakit oklusi vena pulmonalis.
e. Penurunan tekanan onkotik
Penyakit gagal Ginjal, gangguan hati dapat terjadi hipoalbumin
sehingga terjadi peningkatan permeabilitas kapiler (Price, 2005).
f. Penyebab campuran atau tidak diketahui
Emboli paru, bypass kardiopulmoner, kelebihan dosis narkotik (Price,
2005).
g. Keracunan inhalasi
Edema paru yang disebabkan karena inhalasi bahan kimia toksik
dapat menyebabkan lesi paru. Zat yang bersifat toksik seperti klorin,
oksida nitrogen, ozon, sulfur dioksida, oksida metalik, uap asam dan
lain-lain (Muttaqin, 2008).
3. Tanda dan gejala (Ingram and Braunwald, 1988).
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak
napas. Ini mungkin adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika
prosesnya berkembang secara perlahan, atau ia dapat mempunyai
penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema akut.
Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang
biasa

(dyspnea

on

exertion),

kepeningan, atau kelemahan.


Tingkat oksigen darah

napas
yang

yang
rendah

cepat

(tachypnea),

(hypoxia)

mungkin

terdeteksi pada pasien-pasien dengan pulmonary edema. Lebih jauh,


atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope, dokter mungkin
mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles
(suara-suara
berkoresponden
bernapas).

mendidih
pada

pendek

yang

muncratan

cairan

terputus-putus
dalam

alveoli

yang
selama

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam


3 stadium:
a. Stadium 1.
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan
kapasitas difusi gas CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya
berupa adanya sesak napas saat bekerja. Pemeriksaan fisik juga tak
jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi pada saat
inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat
inspirasi.
b. Stadium 2.
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial. Batas pembuluh
darah paru menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur
dan

septa

interlobularis

menebal

(garis

Kerley

B).

Adanya

penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial, akan lebih


memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh
karena

pengaruh

gravitasi.

Mungkin

pula

terjadi

refleks

bronkhokonstriksi. Sering terdapat takhipnea. Meskipun hal ini


merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi takhipnea juga
membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat. Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat
sedikit perubahan saja.
c. Stadium 3.

Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat


terganggu, terjadi hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak
sesak sekali dengan batuk berbuih kemerahan. Kapasitas vital dan
volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi right-to-left
intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia,
tetapi pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute
respiratory acidemia. Pada keadaan ini morphin hams digunakan
dengan hati-hati.
Edema Paru yang terjadi setelah Infark Miokard Akut biasanya
akibat hipertensi kapiler paru. Namun percobaan pada anjing yang
dilakukan ligasi arteriakoronaria, terjadi edema paru walaupun tekanan
kapiler

paru

normal,

yang

dapat

dicegah

de-ngan

pemberian

indomethacin sebelumnya. Diperkirakan bahwa dengan menghambat


cyclooxygenase

atau

cyclic

nucleotide

phosphodiesterase

akan

mengurangi edema paru sekunder akibat peningkatan permeabilitas


alveolar-kapiler; pada manusia masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Kadang kadang penderita dengan Infark Miokard Akut dan
edema paru, tekanan kapiler pasak parunya normal; hal ini mungkin
disebabkan lambatnya pembersihan cairan edema secara radiografi
meskipun tekanan kapiler paru sudah turun atau kemungkinan lain pada
beberapa penderita terjadi peningkatan permeabilitas alveolar-kapiler
paru sekunder oleh karena adanya isi sekuncup yang rendah seperti
pada cardiogenic shock lung.

4. Patofisiologi Pathway dan Respon Masalah Keperawatan


5.
Pneumonia
6.
7.

8.
Akumulasi cairan di paru-paru
9.
10.
11.
12.membran alveolokapiler
ningkatan permeabilitas
13.
Peningkatan tekanan hidrostatik
Gagal ginjal dan gg. hepar
14.
Gagal jantung kiri
15.
hipoalbuminemia
16.
Gangguan
difusi
O2
&
CO2
B3 (brain)
B2 (blood)
B1 (Breathing)
17.
Gangguan Endotelium
Kerusakan
Kapiler
Ephitelium alveolar
Ketidakmampuan memompa darah ke ventrike
18.
Peningkatan permeabilitas membarane alveokapiler
Kebocoran cairan kapiler
19.
Suplai O2 ke jantung peningkatan CO2 dan penurunan O2
20.
difusi O2Gangguan
& CO2
pertukaran Gas
Gangguan difusi O2 &Gangguan
CO2
21.
22.
Darah terhenti di atrium kiri
Kontraksi
jantung
gg.
endothelium
kapiler
Kerusakan
epitelium
alveolar
Hubungan inter endotelial
tegang
23. bocor ke alveoli
Cairan
Penurunan kesadaran
24. Kapasitas vital dan volume paru menurun
25. bernapas, tachipneu
Peningkatan usaha
Darah kembali ke paru2
26.
Cairan bocor ke intersisialis
Resiko cidera
Cairan bocor ke alveoli
27.
otein darah mengalir ke interstisial
28.
Suplai O2 ke jaringan Tekanan pengisian diastolic
29.
Sekresi yang kental
berlebihan
Napas
sesak dan berbuhi kemerahan
30. atau
Penumpukan cairan
pada akral
alveoli
Edema
MRS
Hospitalisasi
Ansietas
Sianosis,
dingin, CRT
> 2 paru
detik
31.
Infeksi pada alveoli

Volume sekuncup
Gangguan difusi O2 & CO2

perfusi jaringan perifer


Penurunan curah jantung
Ketidakefektifan pola napas
Kebersihan jalanPerubahan
napas

32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
B4 (bladder)
39.
40.
41.Suplai O2 ke ginjal
42.
43. Perfusi ginjal
44.
GFR
45.
46.
47. system renin angiotensin
Aktivasi

B5 (bowel)

Immobolisasi
Suplai O2 ke usus
Peristaltik usus menurun konstipasi
Distensi abdomen

Retensi Na dan air oleh ginjal


Edema, peningkatan BB, produksi urine

Nafsu makan menurun

Resiko Kelebihan volume cairan

Peningkatan asam lambung

Mual, muntah
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

B6 (bone)
Suplai O2 ke jaringan otot

Metabolism anaerob
katabolisme protein dan lemak

Lemah, lelah
Intoleran aktivitas

48. Komplikasi udema paru


a. Dapat terjadi gagal nafas
b. Gagal jantung
c. Pneumonia
d. Syok septik
49.
50.
51. Pemeriksaan penunjang ( Smeltzer, 1997)
a. BGA: terjadi penurunan PaO2 dan peningkatan PCO2 akibat adanya
hipoksemia.
b. Thorax photo: tampak gambaran infiltrate alveolar tersebar di seluruh
paru menandakan adanya oedem paru.
c. Laboratorium: leukosit meningkat bila terjadi infeksi.
d. Echo Cardio Grafi: untuk mengetahui fungsi jantung. Tampak adanya
penurunan fungsi jantung yang ditandai dengan penurunan EF.
e. EKG: untuk melihat adanya takikardi supraventrikular atau atrial.
Juga untuk memprediksi adanya iskemi, IMA dan CVA yang
berhubungan dengan edema paru kardiogenik.
52.
53.
54. Penatalaksanaan medis (Price, 2005)
a. Oksigenasi
55. Oksigen diberikan dengan konsentrasi yang adekuat untuk
mengurangi hipoksia dan dispneu. Bila tanda-tanda hipoksia
menetap, oksigen harus diberikan dengan tekanan positif intermitten
atau kontinu.
b. Diuretic (contoh Lasix)
56. Diberikan secara iv untuk memberi efek diuretik yang cepat.
c. Posisi semifowler
57. Pasien diposisikan dalam posisi semifowler untuk membantu
mengurangi akhir balik vena ke jantung. Pasien diposisikan dengan

tungkai dan kaki dibawah, sebaiknya kaki menggantung sisi tempat


tidur.
d. Aminofilin
58. Bila pasien mengalami wheezing dan terjadi bronkospasme
yang berarti, maka perlu untuk merelaksasi bronkospasme
e. Morfin
59. Morfin diberikan secara intravena dalam dosis kecil untuk
mengurangi

kecemasan

dan

dispnu

sehingga

darah

dapat

didistribusikan dari sirkulasi paru ke bagian tubuh yang lain


f. Digitalis
60. Untuk meningkatkan kontraksitilitas jantung. perbaikan
kontraktilitas akan menurunkan tekanan diastole.
g. Antibiotik
61. Diberikan untuk mengatasi infeksi. Pemberian

antibiotic

sebaiknya diberikan setelah diperoleh hasil kultur dan uji kepekaan


terhadap kuman penyebab.
62.
63.
64.
65.
66.
67.
68.
69.
70.
71.
72.
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
73.
1. Pengkajian Data Fokus
a. Identitas pasien
74. Umur: bayi dan dewasa

tua

cenderung

mengalami,

dibandingkan remaja/ dewasa muda.


b. Keluhan utama: sesak napas, Mudah lelah, napas cepat dan
hipoksia.
c. Riwayat penyakit sekarang

75.

Sesak nafas, cyanosis, batuk-batuk, slem pink proty disertai

dengan demam tidak khas, keringat dingin, gelisah, takikardia, kulit


tampak pucat, dan akral dingin
d. Riwayat penyakit dahulu
76.

Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti

sepsis, penyakit paru, seperti pneumonia, emboli paru, jantung (gagal


jantung kiri, penyakit katup jantung), ginjal.
e. ADL
1) Nutrisi: sesak nafas akan membuat nafsu makan menurun
2) Eliminasi: dapat terjadi penurunan jumlah urine
3) Aktivitas istirahat: aktivitas istirahat dapat terganggu akibat adanya
sesak nafas.
4) Hygiene personal: hygiene personal tidak dapat dilakukan secara
mandiri.
f. Psikososialspiritual
77.

Pasien juga gelisah, cemas, depresi, takut, peningkatan

ketegangan. kebiasaan merokok dapat menyebabkan terjadinya


gagal jantung yang nantinya akan menimbulkan terjadinya udema
paru.
g. pemeriksaan fisik
78.

1) B1 (Breathing)

79.

Sesak nafas, dada tertekan, pernafasan cuping hidung,

hiperventilasi, batuk (produktif/ non produktif), sputum banyak,


penggunaan otot bantu pernafasan, SpO 2 , PO2 , PCO2 ,
pernafasan diafragma dan perut meningkat, laju pernafasan
meningkat, ronchi pada lapang pandang paru, kulit pucat,
cyanosis.
2) B2 (Blood)
80.

Denyut nadi meningkat, denyut jantung tidak teratur,

suara jantung tambahan, banyak keringat, suhu kulit meningkat,

kemerahan, akral dingin dan lembab, CRT> 2 detik, tekanan darah


meningkat
3) B3 (Brain)
81.

Gelisah, penurunan kesadaran, kejang, GCS menurun,

reflex menurun
4) B4 (Bladder)
82.
Produksi urine menurun, VU(vesika urinaria) teraba
lembek.
5) B5 (Bowel)
83.
Kadang mual, muntah, bising usus normal.
6) B6 (Bone)
84.
Lemah, cepat lelah, tonus otot menurun, sensasi nyeri
sendi berkurang.
85.
86.
2. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan

pola pernafasan berhubungan dengan sekresi

yang kental atau berlebihan sekunder akibat asma yang di tandai


dengan takipneu, pernafasan cupping hidung , nadi meningkat.
87. DS: klien mengatakan susah bernapas
88. DO: dyspnea, takhypnea, menggunakan oto bantu pernapasan,
napas pendek, adanya retraksi dinding dada.
2. Ketidakefektifan Bersihan jalan napas berhubungan dengan :
intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan
89. DS: mengeluh sesak napas
90. DO: batuk (produktif dan non produktif), ronchy, crakles,
demam, hemopitisis dan dispnea.
3. Perubahan

perfusi

jaringan

berhubungan

dengan

transport oksigen melalui alveolar dan membrane kapiler


91. DS: klien mengeluh nyeri tekan pada dada.

gangguan

92. DO: edema, penurunan nadi, warna kulit pucat, bradikardi, akral
dingin, sianosis, penurunan suplai O 2.CRT < 2 dtik, takipnea.
4. Resiko cedera berhubungan dengan kesadaran menurun.
5. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai
O2 dengan kebutuhan tubuh.
93. DS: klien mengatakan merasa letih dan merasa lemah pada
saat melalukan aktivitas.
94. DO: respon frekuensi jantung abnormal terhadap aktivitas,
ketidak nyamanan setelah beraktivitas, dispnea setelah aktivitas,
6. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan
preload, penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung.
95. DS: klien mengatakan gelisah, klien mengatakan susah BAK.
96. DO: edema, gangguan elektrolit, perubahan pola pernapasan,

penurunan tekanan vena ventrikel, peningkatan BB, produksi urine


.
7. Kostipasi berhubungan dengan berhubungan dengan imobilisasi
97. DS: klien mengatakan tidak dapat mengeluarkan veses, nyeri
pada saat devekasi.
98. DO: bising usus hiperaktif, keletihan umum, perkuisi abdomen
pekak, muntah,
8. Kebutuhan Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan muntah, anoreksia dan gangguan pencernaan.
99. DS: klien mengatakan merasa mual, kurang selera makan
100.
DO: bising usus hiperaktif, ketidak mampuan mencerna
makanan, mengeluh gangguan sensasi rasa, membran mukosa
pucat, muntah
9. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup
101.
DS:klien mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan
dan berat
102.
DO: vertigo,dispenea,adanya sianosis, aritmia,
10. Ansietas b.d hospitalisasi
103.
DS: klien merasa takut pada lingkungan yang baru
dihadapinya

104.

DO: klien tampak :-cemas,gelisah, ketakutan, bingung,

stres.
105.
106.
3. Intervensi Keperawatan
107.
a. Penurunan curah jantung b.d perubahan volume sekuncup
108. Goal: klien akan meningkatkan curah jantung yang efektif
selama dalam perawatan
109. Objektive: klien tidak akan mengalami perubahan volume
sekuncup
110. Outcomes: dalam waktu 3x 24 jam perawatan klien
1) Tidak mengeluh pusing pada saat beraktivitas ringan dan berat
2) Klien tidak akan mengalami vertigo,
3) Klien tidak akan mengalami dispenea,
4) Tidak ada sianosis,
5) Tidak ada aritmia,
111. Intervensi:
1) Ajarkan kepada pasien tentang bagaimana melakukan teknik
pengurangan stres
112.
R/. untuk

menurunkan

ansietas

dan

menghindari

komplikasi cardiac
2) Bantu pasien untuk menghindari aktifitas yang terlalu banyak
113.
R./ yang dapat meningkatkan kebutuhan oksingen mio
cardia.
3) Berikan oksingen, sesuai instruksi
114.
R/.untuk meningkatkan suplai oksingen ke mio kardium.
4) Berikan obat anti aritmia, bila diprogramkan.
115.
R/. Untuk mengurangi atau menghentikan aritmia.
5) Pantau nadi apikal dan radial sekurang-kurangnya setiap 4jam.
116.
R./. untuk mendekteksi aritmia secara lebih baik.
6) Observasi irama nadi minimal setiap 4 jam, dan laporkan ketidak
teraturannya.
117.
R/. Aritmia dapat mengindikasikan komplikasi yang
menuntut intervensi yang cepat.
118.
b. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan gangguan transport
oksigen melalui alveolar dan membran kapiler yang ditandai dengan

dispneu, CRT>2 detik, sianosis, retraksi dada, RR.12-20x/menit,


penggunaan otot bantu pernafasan.
119. Goal : Klien tidak akan mengalami

perfusi jaringan selama

dalam perawatan.
120. Objective : Klien tidak akan mengalami gangguan transport
oksigen dan membrane kapiler.
121. Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam klien akan tidak mengalami
perfusi jaringan, setelah dilakukan tindakan keperawatan dengan
kriteria hasil:
1)
2)
3)
4)
5)
6)
7)
8)

Klien tidak akan mengalami nyeri tekan pada dada


Tidak akan mengalami edema,
Nadi normal (55-90x/mnt),
Warna kulit normal,
Akral hangat,
Tidak mengalami sianosis,
CRT < 3 dtik,
Tidak ada takipnea.

122. Intervensi:
1) Jelaskan kepada klien tindakan yang akan diberikan kepada
klien.
123.

Rasional: Pengetahuan yang cukup akan meningkatkan

peran serta dan ketelibatan pasien dan keluarga dalam tindakan


keperawatan yang akan dilakukan.
2) Beri posisi semi fowler
124.
Rasional: meningkatkan

inspirasi

dan

memperbaiki

ventilasi
3) Minta pasien untuk tetap beristirahat
125.
Rasional: mencegah peningkatan penggunaan oksigen
sehingga dapat memperparah kekurangn oksigen dijaringan.
4) Observasi kondisi yang dirasakan oleh pasien yaitu dispneu,
CRT>2

detik,

sianosis,

retraksi

penggunaan otot bantu pernafasan

dada,

RR.12-20x/menit,

126.

Rasional

perbaikan

kondisi

mengindikasikan

adekuatnya pemenuhan kebutuhan oksigen.


5) Kolaborasi dalam pemberian: oksigen tekanan tinggi.
127.
Rasional:
oksigen
diberikan
untuk
membantu
pemenuhan kebutuhan oksigen yang kurang.
128.
129.
c. Ketidak efektifan pola nafas berhubungan

dengan

retensi

secret/produksi secret yang banyak yang ditandai dengan ekspansi


paru tidak maksimal, ronkhi +, takipnoe, batuk dengan secret yang
sulit dikeluarkan
130. Goal : Klien akan mempertahankan keefektifan poal napas
selama dalam perawatan.
131. Objective : Klien tidak akan mengalami retensi secret selama
dalam perawatan.
132. Outcomes : Dalam waktu 3 x 24 jam perawatan klien
menunjukkan pola nafas efektif

setelah dilakukan tindakan

keperawatan dengan kriteria hasil:


1) Klien tidak akan mengalami sesak napas
2) Napas normal 12-20x/mnt,
3) Tidak menggunakan otot bantu pernapasan,
4) Tidak ada retraksi dinding dada.
133. Intervensi:
1) Motivasi pasien untuk nafas dalam dan batuk efektif, fisio terapi
nafas
134.

R/ Untuk memudahkan secret keluar dan memudahkan

upaya bernafas dalam dan meningkatkan drainase secret untuk


memudahkan pembersihan nafas.
2) Auskultasi bunyi nafas
135.
R/ Bunyi nafas menurun/tak ada bila jalan nafas
obstruksi sekunder
3) Berikan posisi semi fowler
136.
R/ Posisi semi fowler memungkinkan ekspansi paru dan
memudahkan untuk bernafas.
4) Obsevasi frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada

137.

R/ Frekuensi nafas biasanya meningkat dan sesak terjadi

karena adanya peningkatan kerja nafas, ekspansi dada terbatas


berhubungan dengan atelektasis.
5) Kolaborasi dalam pemberian oksigen
138.
R/ Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja
nafas.
139.
d. Ketidakefektifan

Bersihan

jalan

napas

berhubungan

dengan:

intubasi, ventilasi, proses penyakit, kelemahan dan kelelahan


140. Goal : klien akan mempertahankan keefektifan bersihan jalan
napas selama dalam perawatan.
141. Objective : klien tidak akan mengalami intubasi,ventilasi, proses
penyakit, kelemahan dan kelelahan selama perawatan.
142. Outcomes : klien tidak akn mengalami sesak napas, tidak
mengalami batuk (produktif dan non produktif), tidak ada bunyi napas
tambahan, tidak mengalami demam.
143. Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien setiap prosedur tindakan dan tujuan
dilakukan tindakan.
144.

Rasional: dengan penjelasan pasien akan mengerti

sehingga kooperatif terhadap tindakan yang dilakukan.


2) Lakukan hisap lendir bila ronchii terdengar
145.
R/ Tekanan penghisapan tidak lebih 100-200 mmHg.
Hiperoksigenasi dengan 4-5 kali pernafasn dengan O2 100 %
dan hiperinflasi dengan 1 kali VT menggunakan resusitasi
manual

atau

ventilator.

Auskultasi

bunyi

nafas

setelah

penghisapan
3) Auskultasi bunyi nafas tiap 2-4 jam
146.
R/ Monitor produksi sekret
4) Beri fisioterapi dada sesuai indikasi
147.
R/ Fasilitasi pengenceran dan penge-luaran sekret
menuju bronkus utama.
5) Beri bronkodilator
148.
R/ Fasilitasi pengeluaran sekret menuju bronkus utama.

6) Ubah posisi, lakukan postural drainage


149.
R/ memberikan kenyamanan klien untuk bernapas
7) Monitor ventilator tekanan dinamis
150.
R/ Peningkatan tekanan tiba-tiba mungkin menunjukkan
adanya perlengketan jalan nafas
8) Monitor status hidrasi klien
151.
R/ Mencegah sekresi kental
9) Monitor humidivier dan suhu ventilator
152.
R/ Oksigen lembab merangasang pengenceran sekret.
Suhu ideal 35-37,80C.
153.
e. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung.
154. Goal: klien akan mempertahankan keseimbangan volume
cairan selama dalam perawatan.
155. Objective : klien tidak akan mengalami peningkatan preload,
penurunan kontraktilitas dan penurunan curah jantung selama dalam
perawatan.
156. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan
mempertahankan keseimbangan volume cairan dengan criteria hasil:
1) Klien tidak akan merasa gelisah
2) BAK normal
3) Tidak ada edema
4) Tidak mengalami gangguan elektrolit
5) Pernapasan normal
6) Tekanan vena ventrikel normal,bb kembali normal
7) Produksi urine normal
157. Intervensi
1) Jelaskan tentang tindakan yang akan dilakukan
158.

R/ pengetahuan yang memadai memungkinkan pasien

kooperatif terhadap tindakan keperawatan yang diberikan


2) Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran cairan
selama 24 jam.
159.
tubuh

R/ mengetahui adanya keseimbangan cairan dalam

3) Intake cairan peroral harus dibatasi.


160.

R/ intake cairan peroral yang berlebihan menyebabkan

bertambahnya volume cairan dalam tubuh sehingga dapat


memperberat terjadinya edema.
4) Timbang berat badan tiap hari
161.

R/ peningkatan berat badan menandakan tidak adanya

respon terhadap terapi dalam mengurangi kelebihan cairan.


5) Kolaborasi dalam pemberian diuretic (lasix)
162.

R/ mengatasi retensi cairan yang berlebihan dengan cara

menghambat reabsorbsi natrium dan kalium pada asenden loop


of handle dan selanjutnya dapat mengurangi preload dan tekanan
pengisian yang berlebihan.
6) Observasi :
a) Tekanan darah
163. R/ hipertensi menunjukkan kelebihan volume cairan dan
dapat menunjukkan terjadinya peningkatan kongesti paru,
gagal jantung.
b) Tanda-tanda edema, BB, kulit
164. R/ tidak adanya tanda-tanda edema, BB turun dan kulit
tidak mengkilap atau menegang menunjukkan berkurangnya
volume cairan dalam tubuh dan membaiknya fungsi kerja
jantung.
165.
f. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan muntah,
anoreksia dan gangguan pencernaan.
166. Goal :Klien akan mempertahankan status nutrisi yang adekuat
selama dalam perawatan.
167. Objective : klien tidak akan mengalami muntah, anoreksia, dan
gangguan pencernaan selama dalam perawatan.
168. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam perawatan:

1)
2)
3)
4)
5)
6)

Klien tidak mengatakan mual, selera makan kembali bertambah


Bising usus kembali normal
Mampuan mencerna makanan dengan baik
Tidak mengeluh gangguan pada sensasi rasa
Membran mukosa lembab
Tidak muntah

169. Intervensi
1) Jelaskan pentingnya asupan nutrisi bagi tubuh
170.
R/ nutrisi dapat membantu metabolisme

dalam

pembentukan antibody sehingga meningkatkan daya tahan tubuh


2) Ciptakan suasana makan yang nyaman (misal jauhkan pispot)
171.
R/ mengurangi mual dan muntah sehingga meningkatkan
nafsu makan
3) Pertahankan kebersihan mulut yang baik
172.
R/ mulut bersih memberikan rasa nyaman sehingga
nafsu makan meningkat
4) Berikan makanan porsi kecil dan sering
173.
R/ mencegah mual muntah
5) Kolaborasi dalam pemberian nutrisi parenteral (dextrose)
174.
R/ dextrose mengandung glukosa untuk memperbaiki
keseimbangan nutrisi
6) Observasi keluhan nafsu makan, BB dan keadaan umum pasien
175.
R/ peningkatan BB, nafsu makan menunjukkan adanya
perbaikan asupan nutrisi
176.
g. Intoleran aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplai O 2
dengan kebutuhan tubuh ditandai dengan sesak nafas saat
beraktifitas, RR>24x/menit, nadi>100x/menit, sianosis, kelemahan.
177. Goal : klien akan mempertahankan toleransi aktivitas selama
dalam perawatan.
178. Objective : klien tidak akan mengalami ketidakseimbangan
suplai O2 selama dalam perawatan.
179. Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam perawatan klien akan
mempertahankan toleransi aktivitas dengan criteria hasil:
1) Klien tidak akan merasa letih
2) Klien tidak merasa lemah pada saat melalukan aktivitas
3) Respon frekuensi jantung normal terhadap aktivitas

4) Merasa nyamanan setelah beraktivitas


5) tidak mengalami dispnea setelah aktivitas
180. Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien tentang keadaan dan tindakan yang akan
dilakukan
181.

Rasional:

dengan

penjelasan

pasien

memahami

kondisinya dan akan kooperatif terhadap tindakan yang akan


dilakukan
2) Ubah posisi pasien tiap beberapa waktu tertentu (miring atau
duduk)
182.

Rasional:

mobilisasi

pasif

dapat

memprtahankan

kekuatan otot/ sendi dan meningkatkan sirkulasi


3) Atur posisi slang ventilator dalam kondisi aman
183.

Rasional: slang tidak menghalangi mobilisasisehingga

pasien tidak takut untuk bergerak


4) Berkolaborasi dengan petugas fisioterapi untuk latihan pasif
184.

Rasional:

kelenturan

latihan

sendi,

rentang

mencegah

gerak

kontraktur

mempertahankan
dan

membantu

menurunkan ketegangan otot.


5) Observasi

respon fisiologis terhadap peningkatan aktifitas

(respirasi, denyut dan irama jantung,tekanan darah.)


185.

Rasional: untuk menyakinkan frekuensinya kembali

normal.
186.
h. Resiko tinggi cedera berhubungan dengan kesadaran menurun.
187. Goal : Klien tidak akan mengalami resiko cedera selama dalam
perawatan.
188. Objective : Klien tidak akan mengalami penurunan kesadaran
selama dalam perawatan.

189. Outcomes : Dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak mengalami


resiko cedera selama dalam perawatan, dengan criteria hasil:, tidak
ada tanda-tanda cidera.malnutrisi, hipoksia jaringan, fisik( misalnya:
integritas kulit tidak utuh, imobilitas fisik.)
190. Intervensi:
1) Jelaskan pada pasien dan kelurga setiap tindakan yang akan
dilakukan.
191.

Rasioanal : dengan penjelasan diharapkan pasien dan

keluarga menjadi kooperatif.


2) Anjurkan pasien minta tolong bila membutuhkan sesuatu.
192.

Rasional: supaya kebutuhan pasien terpenuhi dan

pasien tidak terlalu banyak bergerak.


3) Pasang alat pengaman/pagar di sekeliling sisi tempat tidur.
193.

Rasional: pemasangan pengaman mencegah pasien

jatuh dari tempat tidur.


4) Merubah posisi secara bertahap, terlebih dari posisi tidur ke
posisi duduk atau berdiri.
194.

Rasional: tidur dalam waktu lama mengakibatkan volume

darah yang bersirkulasi sedikit, perfusi ke otak menurun, pasien


bisa pusing saat bangun tidur.
5) Hindarkan barang-barang yang membahayakan dari sekitar
jangkauan pasien.
195.

Rasional: untuk mencegah terjadinya kecelakaan.

196.
i. Konstipasi berhubungan dengan imobilisasi.
197. Goal : klien tidak akan mengalami konstipasi selama dalam
perawatan.
198. Objective : klien tidak akan mengalami imobilisasi selama
dalam perawatan.

199. Outcomes : dalam waktu 1 x 24 jam klien tidak akan mengalami


: konstipasi dengan criteria hasil:
1) Dapat BAB dengan normal
2) Tidak mengalami nyeri saat devekasi
3) Bising usus kembali normal
4) Tidak mengalami keletihan umum
5) Tidak mengalami muntah
200. Intervensi:
1) Jelaskan kepada pasien untuk tidak mengejan saat defekasi
201.
Rasional : mengejan dapat meningkatkan kerja otot
jantung.
2) Beri diet tinggi serat.
202.
Rasional: tinggi serat akan membantu terbentuknya
feses.
3) Bantu klien mobilisasi sesuai indikasi.
203.
Rasional: mobilisasi memungkinkan

meningkatkan

peristaltic usus.
4) Kolaborasi dalam pemberian obat pencahar/ minyak pelumas
feses.
204.

Rasional:

mungkin

dibutuhkan

untuk

membantu

merangsang fungsi defekasi, kesulitan saat defekasi dapat


meningkatkan kebutuhan oksigen.
5) Observasi abdomen klien setiap 4-8 jam terhadap tanda distensi,
bising usus, flatus, dan lapor pada dokter jika terdapat perubahan
abnormal.
205.
Rasional : konstipasi dapat memicu respon valsava
sehingga menurunkan kontraktilitas miokard.
206.
j. Ansietas b.d hospitalisasi
207. Goal: klien akan menurunkan tingkat ansietas selama dalam
perawatan
208. Objective: klien tidak akan mengalami hospitalisasi selama
dalam perawatan
209. Outcomes: dalam waktu 1x 24 jam perawatan klien:
1) Tidak merasa takut pada lingkungan yang baru dihadapinya

2)
3)
4)
5)
6)

Tidak tampak cemas


Tidak tampak gelisah
Tidak takut
Tidak bingung
Tidak mengalami stres

210.
211.
212. Intervensi
1) Motivasi klien untuk mengidentifikasi dan berpartisipasi dalam
aktifitas yang ia rasa menyenangkan
213.
R/. untuk membangun rasa kontrol
2) Berikan penjelasan yang benar kepada pasien tentang semua
tindakan
214.
R/. untuk menghindari terlalu banyak informasi
3) Secara seksama, perhatikan kebutuhan fisik klien.berikan
makanan bergizi dan tingkatkan kualitas tidur disertai langkahlangkah yang memberikan rasa nyaman.
215.
R./ menciptakan kesejahtraan dan menyakinkan klien
bahwa kebutuhannya akan terpenuhi.
216.
217.
4. Implementasi Keperawatan
218.
Tindakan keperawatan dilakukan dengan mengacu pada
rencana tindakan/intervensi keperawatan yang telah ditetapkan/dibuat.
219.
220.
5. Evaluasi Keperawatan
221.
Evaluasi keperawatan dilakukan untuk menilai apakah
masalah keperawatan telah teratasi,tidak teratasi atau teratasi sebagian
dengan mengacu pada criteria evaluasi.
222.
223.
224.
225.

226.

DAFTAR PUSTAKA

227.
228.
229.

Carpenito, Lynda Juall. 1999. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.


2000. Alih Bahasa: I Made Kariasa, Ni Made Sumarwati. Jakarta:
EGC.

230.
231. Donges, Marilynn E. 1993. Rencana Asuhan Keperawatan. 2000. Alih
Bahasa: Brahm U. Jakarta: EGC.
232.
233.

Latief, Said. A, dkk. 2002. Anesthesiologi. Jakarta: Bagian


Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.

234.
235.

Muttaqin, Arif. 2008. Buku Ajar: Asuhan Keperawatan Klien


dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta: EGC.

236.
237.

Price, Sylvia Anderson. 2002. Patofisiologi: Konsep-konsep Klinis


Proses-proses Penyakit. 2005. Alih Bahasa: Brahm U. Pendit.
Jakarta: EGC

238.
239. Smeltzer, Suzanne C. 1997. Buku Ajar Keperawataan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Vol 1. 2002. Alih Bahasa: Agung
Waluyo. Jakarta: EGC.
240.
241.

Raden, Fahmi. 2010 http://forum.um.ac.id/index.php?topic=9246.0

242.

Anda mungkin juga menyukai