Anda di halaman 1dari 11

ANALISA BIAYA MODAL TERHADAP KEPUTUSAN HUTANG

Aris Nurdiyanto
PENDAHULUAN
Secara umum kita selalu meyakini bahwa setiap usaha manusia adalah untuk peningkatan taraf
hidup yang lebih baik. Begitu pula bagi suatu organisasi dalam bentuk perusahaan, dalam menjalankan
usahanya memiliki suatu tujuan dan pastinya ingin mendapatkan keuntungan atau profit. Salah satu nilai
keuntungan akan di peroleh apabila melakukan investasi. Memang resiko invetasi adalah untung atau
rugi. Tetapi hal itu perlu dilakukan untuk mendapat kepastian pengembangan bisnis. Artinya keberanian
mengambil keputusan itu yang menjadi nilai lebih untuk mendapatkan keuntungan yang sepadan.
Dalam berinvestasi, suatu perusahaan tentu memerlukan sumber modal. Untuk mendapatkan
sumber modal tersebut dapat diperoleh dari modal sendiri maupun dari modal pinjaman (utang).
Adapun resiko dari peminjaman adalah muncul bunga pinjaman. Tetapi keuntungan pinjaman adalah kita
akan mendapatkan potongan pajak. Inilah yang saya rasa cukup menarik untuk dibahas lebih lanjut.
Umumnya pilihan meminjam adalah menjadi prioritas bagi perusahaan khususnya yang
berkembang. Bagaimanapun untuk investasi yang lebih besar memerlukan tambahan modal pinjaman.
Tujuannya tentu untuk memperluas jaringan usaha. Tetapi untuk memperoleh modal tersebut
mengeluarkan biaya, biaya tersebut yaitu biaya modal yang harus ditanggung oleh perusahaan
sebagai konsekuensi dari perolehan modal baik itu modal sendiri maupun
modal
pinjaman.
Umumnya kebutuhan modal dipengaruhi modal yang berasal dari pinjaman dan modal sendiri,
serta biaya modal yang diperoleh untuk investasi dari biaya bunga dan penerimaan bersih.
Bahkan secara perhitungan ekonomi ada alat ukur untuk mengetahui seberapa besar
perbandingan antara
utang dengan
modal sendiri yang digunakan untuk menghasilkan biaya modal
(rasio
leverage). Intinya
jika biaya bunga dari
pengembalian utang bisa dilunasi dan penerimaan bersih yang diterima
lebih tinggi , maka bisa menutupi biaya modal yang telah dikeluarkan untuk investasi. Atau dalam istilah
lain jika rasio leverage semakin meningkat, mengakibatkan biaya modal yang gunakan untuk investasi
meningkat.
TINJAUAN PUSTAKA
Menurut MP. Tampubolon (2008), Modal adalah dana yang digunakan untuk membiyai
pengadaan aktiva dan operasi perusahaan. Modal terdiri dari hutang, saham biasa, saham preferen, dan
laba ditahan. Perhitungan biaya penggunaan modal sangatlah penting, dengan alasan:
1. Memaksimalkan nilai perusahaan mengharuskan biaya-biaya (termasuk biaya modal) diminimumkan.
2. Keputusan penggagaran modal (capital budgetting) memerlukan suatu estimasi tentang biaya modal.
3. Keputusam-keputusan lain seperti leasing, modal kerja juga memerlukan estimasi biaya modal.
Biaya modal merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat menunjukkan
tingkat minimum laba investasi yang harus diproleh dari investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapat
menghasilkan laba investasi sekurang-kurangnya sebesar biaya yang ditanggung maka investasi itu tidak
perlu dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan dihimpun
untuk melakukan suatu investasi. Dapat pula diartikan bahwa biaya modal suatu perusahaan adalah

bagian (suku rate) yang harus dikeluarkan perusahaan untuk memberi kepuasan pada para investornya
pada tingkat risiko tertentu.
Biaya modal yang tepat untuk semua keputusan adalah rata-rata tertimbang dari seluruh
komponen modal (Weighted Cost of Capital atau WACC). Namun tidak semua komponen modal
diperhitungkan dalam menentukan WACC. Hutang dagang (accounts payable) tidak diperhitungkan
dalam perhitungan WACC. Hutang wesel (notes payable) ata hutang jangka pendek yang berbunga
(Short-term Interest-bearing debt) dimasukkan dalam perhitungan WACC hanya jika hutang tersebut
merupakan bagian dari pembelanjaan tetap perusahaan bukan merupakan pembelanjaan sementara.
Pada umumnya hutang jangka panjang dari modal sendiri merupakan unsur untuk menghitung
WACC. Dengan demikian kita harus menghitung:
1) Biaya Hutang (cost of debt),
2) Biaya laba ditahan (cost of retained earning),
3) Biaya saham Biasa Baru (cost of new common stock), dan
4) Biaya Saham Preferen (cost of preferred stock). Biaya modal harus dihitung berdasarkan suatu basis
setelah pajak (after tax basis) karena arus kas setelah pajak adalah yang paling relefan untuk keputusan
investasi.
Biaya modal adalah tingkat pendapatan minimum yang di persyaratkan pemilik modal (I Made
Sudana; 2011). Sedangkan menurut Warsono (2002) bahwa biaya modal dapat di definisikan sebagai
biaya peluang atas penggunaan dana investasi untuk di incestasikan dalam proyek proyek baru.
Menurut Sutrisno (2001) biaya modal hdala semua biaya yang secara riil dikeluarkan oleh preusan
dalam rangka mendapatkan sumber dana. Dimana biaya yang dikeluarkan ini bisa bersifat eksplisit
seperti biaya bunga atau implisit yang akan keluar dimasa datang seperti obligasi.
Biaya modal sebuah preusan bertidak sebagai penghubung antara keputusan pembiayaan dan
invetasinya. Istilah biaya modal sering digunakan yang dapat dipertukarkan dengan tingkat pengembalian
yang diinginkan perusahaan, tingkat batas investasi baru, tingkat diskonto untuk mengevaluasi suatu
perusahaan baru, dan biaya peluang pendanaan perusahaan. Tetapi konsep dasarnya tetap sama, yaitu
biaya modal adalah tingkat yang harus di dapat pada sebuah proyek investasi baru jika proyek tersebut
dimaksutkan untuk meningkatkan nilai investasi pemegang saham. (Keown, dkk; 2010).
Faktor-Faktor Yang Menentukan Biaya Modal
Menurut Warsono (2002), besar kecilnya biaya modal baik untuk perusahaan atau proyek khusus
di pengaruhi oleh beberapa factor. Faktor penting yang mempengaruhi biaya modal antara lain:
a. Keadaan-keadaan umum perekonomian. Kondisi ekonomi secara makro seperti tingkat pertumbuhan
ekonomi dan inflasi sangat mempengaruhi biaya modal. Faktor ini juga menentukan tingkat bebas risiko
atau tingkat hasil tanpa risiko.
b. Kondisi pasar (Daya jual saham suatu perusahaan). Jika daya jual saham meningkat, tingkat hasil
minimum para investor akan turun dan biaya modal perusahaaan akan rendah.
c. Keputusan-keputusan operasi dan pembiayaan yang dibuat manajemen. Jika manajemen menyetujui
penanaman modal berisiko tinggi atau memanfaatkan utang dan saham khusus secara ekstensif, tingkat
risiko perusahaan bertambah. Para investor selanjutnya meminta tingkat hasil minimum yang lebih tinggi
sehingga biaya modal perusahaan meningkat pula.
d. Besarnya pembiayaan yang diperlukan. Permintaan modal dalam jumlah besar akan meningkatkan biaya
modal perusahaan.

Asumsi-Asumsi Model Biaya Modal


Masih menurut Warsono (2002) sebagai suatu konsep keuangan maka terdapat asumsi-asumsi
dalam model biaya modal, diantaranya:
1) Risiko bisnis bersifat konstan.
Risiko bisnis merupakan potensi tingkat perubahan return atas suatu investasi. Tingkat risiko bisnis dalam
suatu perusahaan ditentukan dengan kebijakan manajemen investasi. Biaya modal merupakan suatu
kriteria investasi yang hanya tepat untuk suatu investasi yang memiliki risiko bisnis setingkat dengan
aktiva-aktiva yang telah ada.
2) Risiko keuangan bersifat konstan.
Risiko keuangan didefinisikan sebagai peningkatan variasi return atas saham umum karena
bertambahnya pemanfaatan sumber pemiayaan hutang dan saham istimewa. Biaya modal dari sumber
individual merupakan fungsi dari struktur keuangan berjalan.
3) Kebijakan dividen bersifat konstan.
Asumsi ini diperlukan dalam menaksir biaya modal yang berkenaan dengan kebijakan dividen
perusahaan. Asumsi ini menyatakan bahwa rasio pembayaran dividen (dividen/laba bersih) juga konstan.
Biaya Hutang
Biaya hutang yang ditanggung perusahaan karena menggunakan sumber dana yang bersala dari
hutang Sutrisno (2001). Senada dengan hal tersebut menurut Keown, dkk (2010) menyebutkan bahwa
biaya utang adalah tingkat pengembalian yang diharapan investor atas hutang yang merupakan
pengembalian yang dituntut oleh kreditor ketika memeinjamkan uang lepada perusahaan.
Menurut Tampubolon (2008), dapat didefinisikan sebagai bagian yang harus diterima dari suatau
investasi agar tingkat hasil minimum para kreditor terpenuhi. Jika perusahaan menggunakan obligasi
sebagai sarana untuk memperoleh dana dari hutang jangka panjang, maka biaya hutang adalah sama
dengan Kd atau Yield To Maturity (YTM) yaitu tingkat keuntungan yang dinikmati oleh pemegang atau
pembeli obligasi. Biaya hutang dapat dicari dengan cara:
Harga obligasi = I (PVIFA, kd, n) + M (PVIF, kd,n)
Biaya hutang ini merupakan biaya hutang sebelum pajak (pre-tax cost). Dalam menghitung WACC, yang
relevan adalah biaya hutang setelah pajak (after-tax cost debt).
Biaya hutang sesudah pajak = Biaya hutang sebelum pajak x (1 tingkat pajak)
Biaya Laba Ditahan
Biaya laba ditahan adalah sama dengan Ks atau Tingkat keuntungan yang disyaratkan investor
pada saham biasa perusahaan yang bersangkutan. Ada 3 cara untuk menghitung Ks yaitu:
1.

Pendekatan CAPM (Capital Asset Pricing Model).


Ks = Bunga bebas resiko + premi resiko
Ks = krf + (kM krf) . bi
dimana:
Ks = tingkat keuntungan yang disyaratkan pada saham perusahaan i,
krf = bunga bebas resiko,
kM = tingkat keuntungan yang disyaratkan pada portofolio pasar/index pasar,
bi = beta (ukuran risiko sistematis) saham perusahaan i

2.

Pendekatan Discounted Cash Flow (DCF) model.


Po = D1 /(1+Ks)1 + D2/ (1+Ks)2 +.+ Dn/ (1+Ks)n
Jika dividen bertumbuh secara konstan, kita gunakan Gordon Model:
Po=D1/(Ks g)
Maka :
Ks=(D1/Po) + g
dimana:
D1 = dividen akhir periode
Po = harga saham pada wal periode
g = tingkat pertumbuhan dividen

3.

Pendekatan Bond-Yield-Plus-Risk Premium


Ks = tingkat keuntungan obligasi perusahaan + premi risiko
Membeli saham biasa pada umumnya lebih berisiko daripada membeli obligasi yang memberikan
penghasilan yang tetap dan relatif pasti. Oleh karena itu investor yang membeli saham biasa
mengharapkan suatu premi risiko diatas tingkat keuntungan obligasi. Premi risiko ini besarnya tergantung
pada kondisi perusahaan dan kondisi perekonomian.
Biaya Saham Biasa Baru
Biaya saham biasa baru atau external equity capital (Ke) lebih tinggi dari biaya laba ditahan (Ks)
karena penjualan saham baru memerlukan biaya peluncuran/emisi saham atau flotation cost. Flotation
cost akan mengurangi penerimaan perusahaan dari penjualan saham.
Gordon model dengan memperhitungkan flotation cost:
Po (1-F) = D1/(Ke g)
maka:
Ke=(D1/Po (1-F)) + g
dimana
Ke
= biaya saham biasa baru
Po
= harga jual saham
F
= flotation cost
D1
= dividen saham pada t = 1
Flotation cost adjustment = DCF Ke - DCF Ks
g
= dividend growth
Perlu diketahui bahwa untuk menaksir Ke hanya menggunakan 1 metoda yakni discounted cash
flow sedangkan untuk menghitung Ks digunakn 3 metoda. Tapi Ke dapat dihitung pula dengan metoda
CAPM dan Bond-Yield-plus-Risk premium dengan menggunakan rumus :
Ke = Ks + flotation cost adjustment
Biaya Saham Preferen
Biaya saham preferen adalah tingkat keuntungan yang dinikmati pembeli saham preferen atau Kp.

Kp = Dp / Pn
Dimana :
Kp
= biaya saham preferen
Dp
= dividen saham preferen tahunan
Pn
= harga saham preferen bersih yang diterima perusahaan penerbit (setelah dikurangi biaya
peluncuran saham atau flotation cost)
Weighted Average Cost Of Capital
Setelah membahas komponen mopdal secara individu baru menghitung biaya modal secara
keseluruhan yaitu menghitung Weighted Average Cost of Capital (WACC) dengan rumus:
WACC = Ka = wd.Kd (1-T) + wp.Kp + Ws (Ks atau Ke)
dimana
WACC= biaya modal rata-rata tertimbang
wd
= persentase hutang dari modal
wp
= persentase saham preferen dari modal
Ws
= persentase saham biasa atau laba ditahan dari modal
Kd
= biaya hutang
Kp
= biaya saham preferen
Ks
= biaya laba ditahan
Ke
= biaya saham biasa baru
T
= pajak (dalam persentase)
Wd, Wp, Ws didasarkan pada sasaran struktur modal (capital structure) perusahaan yang
dihitung dengan nilai pasarnya (market value). Setiap perusahaan harus memiliki suatu struktur modal
yang dapat meminimumkan biaya modal sehingga dapat memaksimumkan harga saham.
Skedul Marginal Cost Of Capital
Marginal Cost of Capital (MCC) adalah biaya memperoleh rupiah tambahan sebagai modal baru.
Pada umumnya, biaya marjinal modal akan meningkat sejalan dengan meningkatnya penggunaan modal.
Titik dimana MCC naik tersebut disebut Break Point.
Break point = jumlah laba ditahan bagian modal sendiri dalam struktur modal Skedul MCC
dengan depresiasi
Selain saham biasa baru dan laba ditahan, perusahaan dapat pula memanfaatkan
depresiasi.Depresiasi biasanya ditunjukkan untuk mengganti aktiva yang telah habis usianya. Tapi bagi
perusahaan depresiasi ini merpakan arus kas yang dapat dipergunakan untuk investasi pada aktiva
perusahaan (reinvesment). Dengan demikian, depresiasi dapat memperpanjang break point atau
menunda kenaikan WACC. Biaya penggunaan dari depresiasi (cost of depreciation) adalah sebesar
WACC sebelum perusahaaan menggunakan dana yang berasal dari emisi saham baru.

PEMBAHASAN MATERI

Dari cara pandang saya terhadap analisa atau bahasan topik yang ada di perusahaan bersumber
dari majalah ekonomi. Berikut kami sampaikan kutipan materi yang saya gunakan menjadi bahan belajar
dan analisa.
Semen Gresik Rencanakan Pinjaman untuk Kurangi Biaya Modal Anta... http://www.antaranews.com/berita/1190891610/semen-gresik-rencanakan...
Semen Gresik Rencanakan Pinjaman untuk Kurangi
Biaya Modal
Kamis, 27 September 2007 18:13 WIB | 469 Views

Jakarta (ANTARA News) - Manajemen PT Semen Gresik Tbk (SMGR) merencanakan melakukan pinjaman meski saat ini
perseroan mengaku kelebihan likuiditas yang akan digunakan menekan biaya modal yang saat ini cukup tinggi.
"Kalau kita tidak melakukan pinjaman maka biaya modal yang menjadi beban perseroan sekitar 15 persen. Namun kalau perseroan
melakukan pinjaman biaya modalnya akan berkurang. Kata Direktur Keuangan SMGR, Cholil Hasan, di Jakarta, Kamis.
Cholil mengatakan, perseroan membutuhkan pinjaman untuk ekspansi dan pengembangan usaha serta untuk mengurangi biaya
modalnya.
Dia menambahkan dana pinjaman yang dibutuhkan sampai 2009 yakni sekitar 1,3 miliar dolar AS. "Untuk tahap pertama (tahun
depan) mungkin kita butuh sekitar 200 juta dolar AS sampai 250 juta dolar AS," ujarnya.
Menurutnya bagi perseroan sangat mudah untuk mencari pinjaman sebesar 2 miliar dolar AS. Artinya pinjaman sebesar 2 miliar
dolar ini tidak akan membebani cash flow perseroan dan mengganggu operasi perseroan..
"Saat ini rasio utang terhadap ekuitas (DER) perseroan turun dari 11,7 kali menjadi 2,1 kali," kata Cholil.
Sementara itu, sepanjang semester pertama 2007 perseroan mencetak laba bersih Rp 700 miliar atau naik 9,4 persen
dibandingkan periode sama sebelumnya. Sedangkan nilai penjualannya naik 8,4 persen menjadi Rp 4,4 triliun.
Direktur Utama SMGR, Dwi Soetjipto, mengatakan bahwa target penjualan sampai akhir 2007 diperkirakan naik 8 persen
dibandingkan 2006.
Dwi mengemukakan, perseroan saat ini fokus pada efisiensi operasi. Hal ini ditunjukan dari besaran harga pokok penjualan (COGS)
yang dapat diperlihara seperti tahun lalu yakni Rp 337.900 per ton.
Menurut dia, sepanjang semester I/2007 pertumbuhan industri semen nasional rata-rata naiki 7,2 persen dari 14,6 juta ton menjadi
15,6 juta ton. Peningkatan konsumsi semen tersebut justeru terjadi di luar pulau Jawa yakni sekitar 12-16 persen, bahkan di
Kalimantan konsumsi semen naik 22,3 persen.
"Dengan kondisi tersebut SMGR masih mendominasi pasar domestik dengan pangsa pasar 45,6 persen," katanya menambahkan.
(*)
Editor: Priyambodo RHS

COPYRIGHT 2007
Ikuti berita terkini di handphone anda di m.antaranews.com

Memperhatikan uraian berita di atas, setidaknya ada 2 hal yang menarik. Pertama adalah
sebenarnya perusahaan kelebihan likuditas. Yang kedua perusahaan memiliki biaya modal yang tinggi.
Selanjutnya keputusan yang diambil adalah melakukan pinjaman dengan maksut mengurangi beban biaya
modal. Artinya adalah perusahaan berusaha mengurangi beban biaya modal dengan tetap meningkatkan
proyek atau pengembangan usaha. Pertanyaanya adalah kenapa beban biaya modal yang harus di
kurangi ?
Sesuai
pengertian
dalam
manajemen
keuangan,
Biaya Modal adalah biaya riil yang harusdikeluarkan oleh perusahaan untuk memperoleh dana baik ya
ng berasal dari hutang, saham preferen,saham biasa, maupun laba ditahan untuk mendanani suatu inv
estasi atau operasi
perusahaan.Penentuan besarnya biaya modal ini dimaksudkan untuk mengetahui berapa besarnya bia
ya riil yangharus dikeluarkan perusahaan untuk memperoleh dana yang diperlukan. Artinya jika beban
biaya modal menjadi kecil setidaknya akan membantu mengurangi beban keuangan untuk operasional.
Harapannya adalah tingkat pendapatan atau selisih pendapatan akan lebih baik.
Secara umum tentu arahnya adalah terhadap profit atau keuntungan. Tetapi juga perlu di
pahami bahwa dibutuhkan pendanaan untuk memperoleh maupun meningkatkan keuntungan itu sendiri.
Umumnya ada dua cara utama yang dapat dilakukan perusahaan untuk menaikkan modal yakni melalui
utang atau ekuitas. Ekuitas mewakili kepemilikan. Investor yang tertarik diberikan ganti rugi berupa klaim
atas laba perusahaan di masa depan. Namun, perusahaan tidak menjamin pelunasan investasi yang
telah digelontorkan. Dalam kasus diatas pilihan adalah dengan utang. Kelemahan dari sistem utang
adalah harus dibayar (kewajiban bayar). Oleh sebab itu, hal ini akan memunculkan yang namanya
resiko. Pertanyaan lebih lanjut adalah kenapa cara mengurangi beban biaya modal dengan hutang ?
Seperti diketahui bahwa terdapat keuntungan dan resiko dari hutang atau dampak positif dan
negatif, diantaranya adalah sebagai berikut :
Dampak positif
1. Akan mendisplinkan manajemen untuk mengelola arus kas perusahaan dan akan mengurangi biaya
keagenan.
2. Tingkat hutang digunakan sebagai sinyal pada investor tentang nilai perusahaan di masa datang
3. Pembayaran bunga menjadi alat untuk mengendalikan manajemen terhadap penggunaan free cash
flows yang tidak perlu.
Dampak negatif
1. Akan memunculkan resiko bangkrut / resiko keuangan.
2. Peningkatan financial distress dan biaya likuidasi
3. Hutang yang tinggi akan memungkinkan perusahaan dilakukan Leverage Buy Out
Tetapi keuntungan utama dari hutang adalah adanya efek perlindungan pajak dan biaya keagenan.
Seperti dalam pendahuluan, saya sebutkan bahwa ketika hutang memang resikonya adalah
mengembalikan. Tetapi pengembalian tersebut akan sepadan dengan nilai investasi. Tetapi yang
menguntungkan adalah dengan utang maka beban pajak akan jauh berkurang. Karena semakin tinggi nilai
hutang maka akan mengurangi tingkat pajak. Sehingga keputusan untuk hutang tersebut saya fikir tidak
buruk. Namun demikian perlu dijadikan pertimbangan agar keputusan hutang tersebut dapat lebih maximal
maka beberapa pertimbangan sebelum melakukan hutang adalah sebagai berikut :

Tinjau ulang formula rasio utang. Rasio utang adalah utang yang dibagi dengan aset; yaitu
bagian utang perusahaan dibandingkan aset.

Identifikasi barang-barang dan nilai-nilai jenis utang. Utang merupakan kewajiban terhadap
perusahaan.

Identifikasi nilai-nilai dan barang-barang jenis aset. Aset dimiliki oleh perusahaan.

Hitunglah rasio utang dan aset dengan membagi keseluruhan utang dengan keseluruhan aset.

Terjemahkan rasio utang. Rasio utang yang lebih dari 1 menunjukkan bahwa sebuah perusahaan
memiliki lebih banyak utang daripada aset. Sehingga untuk mengurangi rasio utang, perusahaan
harus mengurangi utangnya dan/ atau menambah asetnya.

Kurangi rasio utang. Cara paling lazim yang ditempuh perusahaan untuk mengurangi rasio utang
mengurangi barang-barang jenis utang dan/ atau menambah barang-barang jenis aset ialah dengan
menerbitkan saham untuk menaikkan kas tanpa disertai kewajiban atas utang.
Biaya modal dapat dihitung berdasarkan biaya untuk masing-masing sumber dana atau disebut
biaya modal individual. Biaya modal individual dihitung tiap jenis modal. Artinya jika kita utang maka sudah
dapat dihitung berapa biaya yang dikeluarkan terkait hutang tersebut. Tetapi umumnya bukan hanya
sumber hutang saja perusahaan tersebut menghimpun modal. Bahkan dalam kasus diatas dimungkinkan
ada sumber modal lain. Sehingga jika memang ada sumber modal lain maka biaya modal yang dihitung
adalah biaya modal rata-rata tertimbang (Weightedf average cost of capital/WACC) dari seluruh modal
yang digunakan.
Apabila di cermati lagi manajemen Manajemen PT Semen Gresik Tbk (SMGR) memustuskan
untuk hutang tentunya telah dengan perhitungan matang. Logika sederhana yang saya pakai adalah
manajemen ingin meningkatkan profitabilitas perusahaan tinggi. Artinya keputusan pendanaan tersebut
merupakan keputusan pendanaan yang diperhitungkan mampu meminimalkan biaya modal yang harus
ditanggung oleh perusahaan. Ketika manajemen menggunakan hutang, jelas biaya modal sebesar biaya
bunga yang dibebankan oleh kreditur (pemberi kredit). Tetapi konsekuensi logis untuk jangka panjang
justru akan menguntungkan. Hal ini tentu terkait dengan pajak dan juga operasional yang dilakukan oleh
manajemen. Sehingga wajar jika kemudian selalu menekankan pada efisiensi biaya operasional sebagai
salah satu alternatif.
Keberanian mengambil keputusan sangat penting, seperti halnya yang dilakukan manajemen
PT Semen Gresik Tbk (SMGR). Saya meyakini bahwa sebelumnya telah dilakukan analisis struktur modal,
karena analisis kebijakan struktur modal tersebut membantu perusahaan untuk menentukan suatu pilihan
pendanaan yang paling baik digunakan dalam mengambil suatu keputusan misalnya akan menggunakan
pendanaan ekuitas atau hutang. Tetapi akhirnya di putuskan untuk hutang oleh Manajemen. Keputusan
struktur modal menurut Brigham & Houston (2011) secara langsung berpengaruh terhadap besarnya risiko
yang ditanggung pemegang saham serta besarnya tingkat pengembalian atau tingkat keuntungan yang
diharapkan. Keputusan struktur modal yang diambil oleh perusahaan tersebut tidak saja berpengaruh
terhadap profitabilitas perusahaan tetapi juga berpengaruh terhadaprisiko keuangan yang dihadapi
perusahaan
Konsep secara umum yang saya ketahui adalah ketika dengan adanya penggunaan utang yang
bertambah besar maka modal sendiri juga akan bertambah besar, maka resiko perusahaan juga akan
bertambah. Dan ketika utang perusahaan semakin kecil, maka biaya modal juga semakin kecil dan resiko

yang akan ditanggung oleh perusahaan semakin kecil. Penggunaan utang meningkatkan resiko
perusahaan, tetapi juga meningkatkan keuntungan perusahaan. Hanya dengan struktur
modal yang optimal akan menyeimbangkan resiko dan keuntungan perusahaan itu sendiri.
Mengutip kalimat "Saat ini rasio utang terhadap ekuitas (DER) perseroan turun dari 11,7 kali
menjadi 2,1 kali," kata Cholil. Artinya dengan perbandingan tersebut menunjukkan perusahaan memiliki
rasio leverage yang sehat, hal tersebut dapat di ketahui bahwa dengan mempertahankan
modal sendiri berada diatas modal pinjaman atau utang maka hal tersebut cermin perusahaan sehat.
Sehingga tidak berisiko tinggi bagi perusahaan khususnya risiko keuangannya. Hal yang mungkin terjadi
adalah resiko operasional, oleh karena itu wajar jika manajemen PT Semen Gresik Tbk (SMGR) kemudian
mempunyai semangat untuk meminimalisasikan pengeluaran operasional.
Memperhatikan laba yang diterima oleh PT Semen Gresik Tbk (SMGR) periode tersebut diatas
menunjukkan bahwa investasi sangat menjanjikan atau menigkat. Sehingga keputusan untuk hutang
sangat tepat. Sebagaimana kita ketahui bahwa agar perusahaan memiliki biaya modal yang baik, pada
saat
kondisi
biaya
modal
yang
digunakan untuk investasinya rendah.
Karena suatu
investasi dikatakan meningkat jika pengembalian investasinya tinggi. Dengan kata lain biaya bunga
dari utangnya bisa dilunasi kepada kreditor dan penerimaan bersih yang terima PT Semen Gresik
Tbk (SMGR) tinggi. Sehingga dapat menutupi biaya modal yang dikeluarkan untuk investasi.
Masih terkait dengan poin perbandingan rasio utang terhadap ekuitas PT Semen Gresik Tbk
(SMGR). Rasio leverage yang dihitung menggunakan debt to equity ratio sebagai perbandingan
antara
modal
sendiri
dan modal
pinjaman
dimana
modal
pinjaman
masih berada diatas modal sendiri. Artinya rasio leverage tersebut
dipergunkan
untuk membiayai
aktiva
perusahaan.
Kenaikan
dan penurunan
pada
modal
pinjaman seharusnya diimbangi oleh kenaikan dan penurunan pada modal sendiri. Kondisi debt t
o equity ratio (DER) yang baik itu pada saat terjadi penurunan karena penggunaan utang sedikit
dibandingkan modal sendirinya. Sehingga resiko yang dihadapi tidak terlalu besar untuk mengembalikan
modal pinjaman tersebut.
Berdasarkan analisa diatas, utang adalah modal yang berupa pinjaman dari pihak luar
perusahaan
yang mengharuskan
perusahaan
untuk
memberikan kompensasi berupa bunga dan pada saatnya harus dibayar kembali. Modal pinjaman
atau utang tersebut digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan yang dapat diukur menggunakan
rasio leverage. Menurut Eugene F. Brigham dan Joel F. Houston pengertian rasio leverage adalah:
Sampai sejauh mana sekuritas dengan pendapatan tetap (utang dan saham preferen) digunakan dalam
struktur modal perusahaan (2011).
Sedangkan menurut Manahan P.Tampubolon rasio leverage adalah: Merupakan alat
untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban yang besifat tetap (2008:154).
Dengan demikian rasio leverage merupakan rasio yang mengukur berapa besar sekuritas dengan
pendapatan tetap yang digunakan dalam struktur modal perusahaan dan digunakan untuk mengukur
kemampuan perusahaan untuk membayar seluruh kewajibannya. Sedangkan untuk mendapatkan
biaya modal yang dilihat pada laporan laba rugi dipengaruhi oleh biaya bunga dan penerimaan bersih.

Biaya
bunga
merupakan
biaya
yang dikeluarkan perusahaan untuk diberikan kepada pemegang obligasi yang besarnya
ditentukan oleh pihak perusahaan pada saat jatuh tempo. Penerimaan bersih merupakan laba dari
selisih antara laba kotor dengan total biaya operasi dan biaya bunga. Dimana jumlah biaya operasi
ada hubungannya dengan investasi modal serta selisih merupakan faktor penting untuk menilai efisiensi
manajemen untuk menilai tingkat profitabilitas perusahaan.
KESIMPULAN
Selain nilai invetasi yang akan di kembangkan untuk meningkatkan laba, cara lain adalah dengan
menekan tingkat operasional perusahaan. Dengan demikian efiensi akan tercipta. Selain sebagai salah
satu faktor yang berpengaruh terhadap biaya modal, operasional adalah faktor penting dari efisiensi
pembiayaan / keuangan secara menyeluruh. Disinilah kesehatan perusahaan dari segi operasional juga di
nilai dalam meyelaraskan dengan keinginan investasi yang lebih besar.
Biaya modal dan hutang merupakan konsep penting dalam analisis investasi karena dapat
menunjukkan tingkat minimum laba dan efektivitas penggunaan dan ainvestasi yang diperoleh dari
investasi tersebut. Jika investasi itu tidak dapa tmenghasilkan laba investasi, maka investasi itu tidak perlu
dilakukan. Lebih mudahnya, biaya modal merupakan rata-rata biaya dana yang akan dihimpun
untuk melakukan suatu investasi.
Biaya modal saham akan meningkat dengan semakin meningkatnya hutang, tetapi penghematan
pajak akan lebih besar dibandingkan dengan penurunan nilai karena kenaikan biaya modal saham.
Penggunaan hutang yang semakin banyak akan meningkatkan biaya modal saham. Menggunakan
hutang yang lebih banyak, berarti menggunakan modal yang lebih murah yaitu biaya modal hutang lebih
kecil dibandingkan dengan biaya modal saham, sehingga akan menurunkan biaya modal rata-rata
tertimbangnya (meski biaya modal saham meningkat).
Menurut saya keputusan Manajemen PT Semen Gresik Tbk (SMGR) untuk hutang saya rasa
cukup tepat. Artinya biaya modal akan lebih rendah, sedangkan invetasi akan semakin besar. Tidak perlu
dikahawatirkan karena laba sudah dapat di perhitungkan dan ada kenaikan yang baik. Yang perlu
diperhatikan adalah biaya operasional karena kebanyakan permintaan dari luar pulau adalah yang
terbesar. Artinya operasional juga di khawatirkan akan besar pula. Adapun terkait hutang sepanjang nilai
investasi tersebut menghasilkan tingkat laba yang di inginkan maka aman. Artinya keberadaan beban
hutang dapat di pertanggung jawabkan karena hutang bisa digunakan untuk menghemat pajak, sebab
bunga bisa dipakai sebagai pengurang pajak. Pembiayaan dengan hutang sangat menguntungkan,
bahkan beberapa teori mengatakan bahwa struktur modal optimal perusahaan adalah seratus persen
hutang.
DAFTAR PUSTAKA
Bringham, E. F,, & Houston, J.F., 2011. Dasar dasar Manajemen Keuangan, jilid 2, edisi 11. Penerbit Salemba
Empat, Jakarta.
Helfert, E.A., 1991. Analisis Laporan Keuangan, edisi ketujuh. Penerbit Erlangga, Jakarta.

Keown, J.A., & Martin, J.D., & Petty, J.W., & Scott, D.F., 2010. Manajemen Keuangan, edisi 11. PT Indeks,
Jakarta.
Sudana, I. M., 2011. Manajemen Keuangan Perusahaan. Teori dan Praktik, Penerbit Erlangga, Jakarta.
Sutrisno., 2001. Manajemen Keuangan. Teori, Konsep dan Aplikasi, Penerbit Ekonisia, yogyakarta.
Tampubolon, M.P., 2008. Teori dan Praktik Manajemen Keuangan. Penerbit Andi Offset, Yogyakarta.
Warsono., 2002. Manajemen Keuangan Perusahaan. Jilid 1, Penerbit UMM Press, Malang.

Anda mungkin juga menyukai