Anda di halaman 1dari 20

Skizofrenia Paranoid

Ferry Afero Tanama


Mahasiswa, Fakultas Kedokteran UKRIDA

I. Pendahuluan
Kalau psikosa yang berhubungan dengan sindroma otak organik disebabkan oleh
penyakit badaniah, maka pada psikosa fungsional tidak atau belum diketahui penyakit
badaniah yang berhubungan dengannya. Pada kelompok psikosa fungsiona, dapat dibagi
menjadi empat bagian besar , antara lain yaitu skizofrenia, gangguan afektif berat, gangguan
waham menetap, dan dan psikosa non organik lainnya.1
Berdasarkan skenario kasus yang telah diberikan pada pada PBL 1. Maka dalam
makalah ini akan dibahas mengenai skizofrenia. Dimana skizofrenia memiliki subkelompoksubkelompok lagi. Subkelompok tersebut berdasarkan ICD 10 terdiri dari, paranoid
(gambaran waham penganiayaan atau kebesaran); hebefrenik (tidak bertanggung jawab/tidak
dapat diperkirakan); katatonik (gejala-gejala katatonik); sederhana (penurunan fungsi
perlahan-lahan); residu (gejala-gejala negatif kronik).2 Dan dalam makalah ini akan
membahas lebih kepada skizofrenia paranoid.

II. Pembahasan
Seorang laki-laki 25 th, belum menikah, tidak bekeija, mengeluh dan merasa yakin
bahwa di dalam perutnya terdapat katak yang bergerak-gerak sehingga ia merasa mulas dan ia
berusaha untuk memuntahkan keluar. Sudah di USG dengan hasil tidak ada kelainan pada
organ-organ dalam abdomennya; tetapi ia masih tetap yakin bahwa katak itu masili ada, dan ia
minta untuk dioperasi dan dikeluarkan kataknya. Sudah diberi penjelasan oleh dokternya
bahwa itu tidak benar, ia tetap tidak percaya. Hal ini sudah dirasakan sejak 2 bulan
sebelumnya.
A. Anamnesis
Anamnesa pada pasien dapat dilakukan secara autoanamnesis maupun alloanemnesis.
Seperti biasa, anamnesa selalu didahului dengan pengambilan data identitas pasien secara
lengkap. Seperti nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, alamat dan pekerjaan, kemudian
diikuti dengan keluhan utama dan selanjutnya baru ditanyakan riwayat penyakit sekarang
yang dikeluhkannya kemudian ditanyakan riwayat penyakit dahulu dan riwayat kesehatan dan
penyakit dalam keluarga3. Semua itu sebenarnya sekaligus dalam pengambilan data riwayat
psikiatri yang ada dibahas selanjutnya.
B. Pemeriksaan
Riwayat psikiatri
1. Data pribadi pasien2,3
Ferry Afero Tanama, 10.2008.083, B1 |Jl. Arjuna Utara No.6 Jakarta Barat. fe_12_y@hotmail.com

Nama
Umur
Jenis kelamin
Status perkawinan
Pekerjaan
Agama/suku bangsa

2. Alasan merujuk3
Catat sesuai kata-kata pasien sendiri.
Catat telah berapa lama pasien mengalami keiuhan tersebut
Gunakan pertanyaan terbuka untuk mengetahui keluhan saat ini.
Biarkan pasien bercerita tanpa terputus unfuk beberapa menit pertama sebelum
melanjutkan pertanyaan.
3. Riwayat keluhan saat ini2,3
Kapan keluhan dimulai?
Apakah kemudian keiuhan berubah? Jika ya, bagaimana perubahannya?
Apakah ada kejadian sebelumnya yang memicu timbulnya keiuhan, seperti kematian,
perceraian?
Apakah terdapat gejala psikologis lainnya, seperti rasa cemas, bersalah, keinginan
bunuh diri? Apakah terdapatgejala fisik, seperti gangguan tiduratau nafsu makan, variasi
mood diurnal?
Apakah terdapat pengobatan psikologis atau obatobatan yang digunakan untuk keiuhan
saat ini? Jika ya, apakah pengobatan tersebut membantu?
Lakukan penapisan keiuhan lainnya. Semua pasien harus ditanyakan tentang adanya
keinginan bunuh diri, depresi, perilaku obsesif dan psikosis.
Apakah terdapat gejala gangguan biologis, seperti tidur (insomnia pada awal tidur,
insomnia pada pertengahan tidur, terbangun pagi lebih awal), nafsu makan (meningkat
atau menurun), variasi diurnal dalam mood, energi, libido, konsentrasi, kesedihan?
4. Riwayat Psikiatri terdahulu2,3
Apakah terdapat masaiah psikiatri yang serupa atau yang lain sebelumnya?
Catat kunjungan ke dokter umum, penggunaan layanan psikiatri atau rawat inap.
Catat kapan keluhan terjadi, berapa lama berlangsungnya dan penatalak-sanaan yang
diberikan.
5. Latar belakang pribadi2
Bagian yang panjang dari riwayat psikiatri yang dibagi dalam subbagian-subbagian.
Lakukan pendekatan pada bagian ini dengan menerangkan kepada pasien bahwa anda
ingin mengetahui lebih banyak tentang mereka agar dapat memahami masalah mereka
dan membantu mereka secara lebih baik.
2

6. Riwayat keluarga2,3
Kumpulkan informasi tentang orang tua, saudara kandung serta kerabat lainnya yang
berhubungan.
Tanyakan umur, pekerjaan, lingkungan sosial, gangguan psikiatri/masalah kesehatan
lainnya dan hubungan dengan pasien.
Buatlah genogram dari informasi tadi.
7. Riwayat pribadi2
Masa kanak-kanak: riwayat kelahiran, tahap perkembangan, khususnya keterlambatan;
deskripsi masa kanak-kanak awal; atrnosfer/suasana keluarga dan rumah.
Sekolah: umur lulus; suka membolos atau menolak untuk sekolah, suka mengganggu;
hubungan dengan teman-teman sebaya, guru-guru; ujian yang dikerjakan dan
kecakapan, pendidikan lebih lanjut. Pekerjaan: datalah semua pekerjaan dan lama
bekerja, alasan berhenti, dan periode menganggur.
Riwayat hubungan dan psikoseksual: hubungan saat ini bila ada, aktifitas seksual,
orientasi seksual, masaiah seksual, pengalaman seksual pertama, pengalaman seksual
yang aneh/ kekerasan seksual. Untuk wanita catat usia menarke/meno-pause, hubungan
masa lalu yang penting, alasan hubungan tersebut berakhir.
Kebiasaan/ketergantungan: alkohol, rokokdan obat-obatan terlarang; catat jumlah,;
penggunaan saat ini dan sebelumnya; pola penggunaan; gejala/tanda ketergantungan dan
putus obat; masalah yang berkaitan, misalnya masaiah dalam pekerjaan.
Riwayat forensik: catat semua pelanggaran baik dihukum maupun tidak
Situasi sosial saat ini: tipe rumah, siapa saja yang tinggal di rumah; keadaan keuangan,
dll.
8. Kepribadian sebelum sakit (premorbid)2
Sulit untuk dinilai melalui wawancarayang singkat. Titik berat pada pola perilaku yang
konsisten selama hidup. Bagian ini harus mencantumkan masukan dari oranq lain,
karena tidak ada individu yanq mampu menggambarkan kepribadiannya sendiri secara
objektif.
Hal-hal yang mencakup: sikap kepada orang lain dalam hubungan; sikap pada diri
sendiri, misalnya menyukai diri sendiri, percaya diri; mood pre-dominan, misalnya
ceria, optimistik; menikmati aktivitas dan hal-hal yang diminati; reaksi terhadap stres,
mekanisme mengatasi masalah (coping mechanisms).
Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan umum terdiri dari pemeriksaan tanda vital dan fisik. 4 Pemeriksaan fisik
tersebut digunakan untuk memeriksa apakah ada tanda-tanda kelainan organik. Berikut ini
3

merupakan pemeriksaan fisik yang mungkin dapat dilakukan pada pasien berdasarkan kasus
di atas;
1. Inspeksi
- Kulit (psikatrik, striae, dilatasi vena, rash, lesi)
- Umbilicus (observasi kontur dan lokasi, dan tanda-tanda hernia dan inflamasi)
- Kontur abdomen (simetris, tonjolan, massa, peristaltik, pulsasi)
2. Palpasi
- Identifikasi resistensi muskuler, kelembutan abdomen, organ / massa.
- Sesuai dengan ekshalasi pernafasan.
- Identifikasi massa (lokasi, ukuran, bentuk, konsistensi, pulsasi, kelembutan)
3. Perkusi
- Identifikasi massa (solid, berisi air)
- Auskultasi
- Bruits (tekanan darah tinggi)
- Friction rubs (tumor hepar, infeksi gonokokal sekitar hepar, infark spleen). Lokasi sekitar
hepar dan spleen.4
Pemeriksaan status mental
Hindari melaporkan gambaran-gambaran yang terdahulu pada status mental, laporan
merupakan suatu potret keadaan pasien saat itu juga.2 Berikut ini hal-hal yang harus
diperhatikan dalam pemeriksaan status mental;
1. Penampilan dan perilaku
Pakaian, perawatan diri, misalnya pemakaian warna-warna dan riasan yang cerah
dapat terlihat pada pasien mania, pengabaian terlihat pada pasien depresi. Perilaku selama
wawancara: kegelisahan, kesedihan, kontak mata, mudah marah, kesesuaian, mudah
teralihkan. Psikomotor: kemiskinan, stereotipe, ritual, gerakan-gerakan abnormal lainnya.2,5
2. Bicara
Kecepatan: lambat/terbelakang, atau tertahan/tidak dapatdiinterupsi. Irama: normal,
intonasi datar atau berlebihan. Volume: berbisik, tenang, keras. Isi: mempermainkan katakata yang berlebihan, asosiasi bunyi (clang association), berbicara satu-satu suku kata
(monosyllabic), spontan atau hanya menjawab pertanyaan. Periksa juga adanya disfasia
maupun disartria.2,5
3. Mood
Amati mood pasien selama wawancara dan tanyakan juga bagaimana perasaan
mereka: (1) secara objektif/afek: kesan Anda (sesuai/tidak sesuai)depresi, elasi, eutimia,
tumpul atau datar, cemas. (2) Secara subjektif: bagaimana pasien melaporkan mood yang
dominan, depresi, elasi
NB: Di sini Anda dapat merekam gambaran-gambaran biologis dari depresi jika tidak
terdapat dalam riwayat penyakit. Cari juga apakah ada aide untuk bunuh diri.2
4. Isi Pikiran
a. Gangguan isi pikiran formal (bentuk pikiran abnormal)
4

Pasien tidak mengikuti susunan yang umum dalam komunikasi dan akibatnya
pembicaraan menjadi kurang berarti. Biasanya pada skizofrenia.
Derailment (gerakan Knight): terdapat kekacauan kata-kala secara tiba-tiba dari waktu
ke waktu, yang seharusnya sesuai, namun tidak dalam konteks ini (jalannya isi pikiran
menjadi keluar jalur).
Circumstantiality (asosiasi ionggar): isi pikiran menjadi somar-samar dan tampak
campur aduk.
Bloking isi pikiran: sensasi-sensasi isi pikiran tiba-tiba berhenti.2
b. Tempo isi pikiran abnormal
Akselerasi (isi pikiran ditekan, Sight of ideas dapat timbul tanpa penekanan untuk
bicara) atau retordasi.
c. Kepemilikan isi pikiran abnormal
Pasien merasa pikirannya dikendalikan oleh sesuatu dari luarpenarikan isi pikiran,
insersi, penyiaran (merasa pikiran seseorang ditarik oleh orang lain).
d. Isi pikiran abnormal
Preokupasi/ide yang berlebihan (ide-ide ini sangat kuat dan dominan dan tidak selalu
tidak logis atau tidak layak secara budaya). Obsesi, kompulsi, ruminasi. Trias kognitif
Beck, pandangan negatif terhadap diri, dunia dan masa depan.2
5. Waham-waham (delusi)
Waham adalah kepercayaan yang salah, tidak mudah digoyahkan, di luar sistem
kepercayaan sosial dan budaya normal seorang individu.2,5 Tipe-tipe waham:
Grandiose (kebesaran): percaya bahwa mereka memiliki kemampuan dan misi khusus.
Poverty (kemiskinan): percaya bahwa mereka telah dibuat miskin.
Guilt (rasa bersalah): percaya bahwa mereka telah melakukan kejahatan dan pantos
dihukum.
Nihilistic (ketidakberadaan): percaya bahwa mereka tidak berarfi afau tidak ada.
Hypochondriacal: percaya bahwa mereka mengidap suatu penyakit fistk.
Persecutory (penganiayaan): percaya bahwa semua orang berkonspirasi melawan mereka.
Reference (referensi): percaya bahwa mereka dipengaruhi oleh maja-lah/televisi.
Jealousy (kecemburuan): percaya bahwa pasangan mereka tidak setia meskipun tidak ada
buktinya.
Amorous (penuh cinta): percaya bahwa orang lain sedang jatuh cinta dengan mereka.
Infestation (serbuan): percaya bahwa mereka diserbu oleh serangga atau parasit.
Passivity experiences: percaya bahwa mereka disuruh melakukan se-suatu, atau
merasakan emosi-emosi, atau dikendalikan dari iuar; somatic passivitymerasa seolaholah mereka dipindahkan dari luar.2
Waham kemungkinan sesuai

dengan

mood,

misalnya

waham

kebesaran,

penganiayaan dalam moodelasi; waham hipokondrik, kemiskinan, bersalah, dan nihilistic


dalam mood depresi. Waham dapatdiklasifikasikan menjadi primer dan sekunder:
Waham primer timbul 'entah dari mana' tanpa ada contoh yang dapat diidentifikasi.
5

Waham sekunder timbul dari mood yang mendasari, fenomena psikosis atau kerusakan
kognisi dan dapat dipahami dalam konteks tersebut. Waham ini timbul ketika berusaha
memahami kejadian penyakit primernya. 2
6. Persepsi2,6
Gangguan sensorik: sensitivitas terhadap suara atau warna meningkdt.
Ilusi: salah menginterpretasikan stimuli yang normal.
Halusinasi: persepsi yang salah tanpa adanya stimulus apapun; merasa hal itu berasal dari
luar dirinya.
Pendengaran: suara-suara orang kedua langsung diarahkan kepada
pasien. Tanyakan waktu terjadi, pemicu, jumlah suara, orang pertama atau kedua,
misalnya suara tersebut mungkin mengatakan "saya tidak berguna".
Penglihatan
Penciuman: biasanya bau yang tidak sedap
Pengecapan: biasanya suatu perasaan bahwa sesuatu terasa berbeda dan ini
diinterpretasikan sebagai akibat peracunan.
Sensasi somatik: misalnya, sensasi adanya serangga di bawah kulitatau gerakan sendisendi
Pemeriksaan penunjang
1. Brain imaging7
a. CT-scan -- atrofi kortikal pada 10-35% pasien; pembesaran ventrikel III dan lateral pada
10-50% pasien; atrofi vermis serebelar dan turunnya radiodensitas parenkim otak.
Mungkin ada korelasi antara CT abnormal dan adanya gejala negatif (misal, afek datar,
withdrawal sosial, retardasi psikomotor, kurang motivasi), gangguan neuropsikiatrik,
naiknya frekuensi gejala ekstrapiramid akibat obat antipsikotik, dan riwayat premorbid
lebih buruk.
b. Positron emission tomography (PET) -- pada sebagian penderita dapat ditemukan
turunnya metabolism lobus frontal dan parietal, metabolisme posterior relatif tinggi, dan
lateralitas abnormal.
c. Aliran darah serebral (CBF = cerebral blood flow) -- pada sebagian penderita, dapat
ditemukan kadar istirahat aliran frontal turun, aliran darah parietal naik, dan aliran darah
otak keseluruhan turun. Bila studi PET dan CBF digabungkan dengan CT-scan,
disfungsi lobus frontal paling jelas terlibat. Disfungsi lobus frontal mungkin sekunder
terhadap patologi tempat lain di otak.
2. EEG7
Umumnya pasien skizofren memiliki EEG normal tapi sebagian menunjukkan turunnya
aktivitas alfa dan naiknya aktivitas teta dan delta; gangguan paroksismal; dan naiknya
kepekaan terhadap prosedur aktivasi, misal deprivasi tidur.
3. Laboratorium5
6

Tidak ada hasil laboratorium karakteristik ditemukan dalam skizofrenia. Seperti pada
pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium ini dapat digunakan untuk menyingkirkan
dugaan-dugaan kelainan yang berhubungan dengan sistem tubuh pasien sendiri.
Pemeriksaan rutin berikut yang harus dilakukan pada semua pasien, pada awal penyakit
dan secara berkala setelah itu, pemeriksaan itu antara lain;
- Hitung darah lengkap
- Hati, tiroid, dan tes fungsi ginjal
- Elektrolit, glukosa, B12, folat, dan kalsium.
- Jika sejarah pasien memberikan alasan untuk mencurigai, memeriksa HIV; RPR,
ceruloplasmin, ANA, urin untuk kultur dan sensitivitas dan / atau obat-obatan dari
penyiksaan; am kortisol, dan koleksi urin 24 jam untuk porfirin, tembaga, atau logam
berat.
- Jika pasien adalah wanita usia subur, tes kehamilan itu penting.
- Jika kecurigaan kuat neurosifilis ada, tes treponemal tertentu dapat membantu.

C. Differential Diagnosis
1. Skizofrenia hebrefenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang menyolok ialah : gangguan proses berfikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor seperti
mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada hebefrenia.
Waham dan halusinasi banyak sekali.1
2. Gangguan somatoform

Sekelompok gangguan kronik yang ditandai oleh gejala fisik dimana tidak dapat
ditemukan penjelasan medis yang tepat.7,8 Pasien mengeluhkan gejala-gejala somatis dan
mencari bantuan medis. Mayoritas pasien juga mengalami depresi dan ansietas dan
somatisasi biasanya merupakan ekspresi dari distress pribadi/sosial. Kebanyakan pasien
tidak menganggap diri mereka sakit secara psikiatrik.7 Gangguan somatoform ini
dibedakan tiap subtipe, yaitu;
a. Gangguan somatisasi -- pasien memiliki riwayat gejala fisik dengan kekambuhan
multipel dan berubah-ubah secara berkala sela-ma 2 tahun yang Hdak dapat dijelaskan
sebagai suatu gangguan fisik. Bentuk kronik dikenal dengan no\ama sindrom Briquet.7
b. Gangguan nyeri somatoformis -- pasien memiliki sedikitnya 6 bulan riwayat nyeri
dengan distress berat namun tidak dapat dijelaskan sebagai suatu proses fisiologis.7,8
c. Gangguan hipokondrik -- pasien mengalami preokuposi dan ke-percayaan yang menetap
tentang adanya satu atau tebih penyakit progresif yang serius.7
7

d. Gangguan konversi ditandai oleh satu atau dua keluhan neurologis.8


e. Gangguan dismorfik tubuh ditandai oleh kepercayaan palsu tau persepsi yang
berlebihan bahwa suatu bagian tubuh mengalami cacat.8
3. Gangguan mental organik

Tampil dengan gangguan ingatan, orientasi, dan kognisi; halusinasi visual; tanda
kerusakan SSP. Banyak gangguan neurologik dan medis dapat tampil dengan gejala identik
dengan skizofrenia, termasuk gangguan mental organik diinduksi zat (misal, kokain, PCP,
infeksi SSP (misal, ensefalitis herpes), gangguan vaskular (misal, SLE), kejang parsial
kompleks (misal, epilepsi lobus temporal), dan penya-kit degeneratif (misal, korea
Huntington).7
4. Gangguan cemas menyeluruh
Adalah suatu kekhawatiran yang berlebih dan dihayati disertai berbagai gejala
somatik, yang menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi social atau pekerjaan atau
penderitaan yang jelas bagi pasien. Gejala utamanya adalah kecemasan, ketegangan
motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan kognitif.8
5. Gangguan skizofreniform

Gejala mungkin identik dengan skizofrenia, tapi lamanya kurang dari 6 bulan.
Deteriorasi juga lebih ringan dan prognosis lebih baik.7
D. Working Diagnosis
Skizofrenia adalah suatu gangguan psikosa dengan etiologi tak diketahui,1 ditandai oleh
gejala psikotik yang secara berarti mengganggu fungsi dan menyangkut gangguan dalam
perasaan, berpikir, dan perilaku. Gangguan ini kronik dan umumnya memiliki fase prodromal,
fase aktif dengan delusi, halusinasi, atau keduanya, dan suatu fase residual di mana gangguan
itu mungkin dalam keadaan remisi.2,5,7
Skizofrenia ditandai adanya distorsi pikiran dan persepsi yang mendasar dan khas, dan
adanya afek yang tidak wajar atau tumpul. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan
Jiwa di Indonesia edisi ketiga (PPDGJ III) membagi simtom skizofrenia dalam kelompokkelompok penting, dan yang sering terdapat secara bersama-sama untuk diagnosis.9 Cara
diagnosis pasien skizofrenia menrut PPGDJ III antara lain;
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala
atau lebih bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas):
a) Thought echo: isi pikiran diri sendiri yang berulang atau bergema dalam kepalanya (tidak
keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda; atau
Thought insertion or withdrawal: isi pikiran yang asing dari luar masuk ke dalam
pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari luar dirinya
(withdrawal)
8

Thought broadcasting: isi pikirannya tersiar keluar sehingga orang

lain atau umum

mengetahuinya.
b) Waham dikendalikan (delusion of control). waham dipengaruhi (delusion of influence),
atau "passivity", yang jelas merujuk pada pergerakan tubuh atau pergerakan anggota gerak,
atau pikiran, perbuatan atau perasaan (sensations) khusus; persepsi delusional;
c) Suara halusinasi yang berkomentar secara terus-menerus terha-dap perilaku pasien, atau
mendiskusikan perihal pasien di antara mereka sendiri. atau jenis suara halusinasi lain yang
berasal dari salah satu bagian rubuh;
d) Waham-waham menetap jenis lain yang menurut budayanya dianggap tidak wajar serta
sama sekaJi mustahil, seperti misal-nya mengenai identitas keagamaan atau pulitik, atau
kekuatan dan kemampuan "manusia super" (misalnya mampu mengen-dalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan makhluk asing dari dunia lain);
Atau paling sedikit gejala di bawah ini yang harus selalu ada secara jelas dalam kurun waktu
satu bulan atau lebih;
e) Halusinasi yang menetap dalam setiap modal itas. apabila disenai baik oleh waham yang
mengambang/melayang maupun yang setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang
jelas, ataupun oleh ide-ide berlebihan (over valued ideas) yang menetap, atau apabila
terjadi setiap hari selama berminggu-minggu atau berbu-lan-bulan terus-menerus;
f) Arus pikiran yang terputus atau yang mengalami sisipan (interpolasi) yang berakibat
inkoherensi atau pembicaraan yang tidak relevan, atau neologisme;
g) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), sikap tubuh tertentu
(posturing), atau fleksibilitas serea, negativisme, mutisme dan stupor;
h) Gejala-gejala negatif seperti sikap sangat masa bodo (apatis), pembicaraan yang terhenti,
dan respons emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang mengakibatkan
penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja sosial, tetapi harus jelas bahwa
semua hal tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
i) Suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu keseluruhan dari beberapa
aspek perilaku perorangan, bermanifestasi sebagai hilangnya minat, tak bertujuan, sikap
malas, sikap berdiam diri (self-absorbed attitude) dan penarikan diri secara sosial.
Adanya gejala-gejala khas tersebut diatas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih. Kondisi-kondisi yang memenuhi persyaratan gejala tersebut tetapi yang
lamanya kurang dari satu bulan (baik diobati atau tidak) harus didiagnosis pertama kali
sebagai gangguan psikosis fungsional.9
Skizofrenia paranoid
Ini adalah skizofrenia yang paling sering dijumpai. Gambaran klinis didominasi oleh
waham yang relatif stabil, sering bersifat paranoid, disertai oleh halusinasi (terutama
9

halusinasi pendengaran), dan gangguan persepsi. Gangguan afektif, kehendak, dan


pembicaraan, serta gejala katatonik tidak menonjol.
Pedoman diagnostik :
1) Kriteria Skizofrenia terpenuhi
2) Gejala tambahan :
Halusinasi yang mengancam atau memerintah pasien/halusinasi suara
Halusinasi pembauan atau gustatorik
Waham dikejar-kejar, control
Gangguan afektif, kehendak, katatonik relatif tidak nyata/tidak menonjol1,9
E. Etiologi
Karena banyak ragamnya presentasi gejala dan prognostik skizofrenia, tak ada faktor
etiologik tunggal yang dianggap kausatif. Model yang paling sering digunakan adalah model
stres-diatesis, yang mengatakan bahwa orang yang menderita skizofrenia memiliki kerentanan
biologik khas, atau diatesis, yang dicetuskan oleh stres dan menimbulkan gejala skizofrenia.
Stres mungkin biologik, genetik, psikososial, atau lingkungan.7 Berikut ini beberapa etiologi
skizofrenia yang dikemukakan beberapa para ahli;
1. Keturunan
Dapat dipastikan bahwa ada faktor keturunan yang juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga penderita
skizofrenia dan terutama anak-anak kembar satu telur. potensi untuk mendapatkan
skizofrenia diturunkan (bukan penyakit itu sendiri) melalui gene yang resesif. Potensi ini
mungkin kuat, mungkin juga lemah, tetapi selanjutnya tergantung pada lingkungan
individu itu apakah akan terjadi skizofrenia atau tidak (mirip hal genetik pada diabetes
melitus).1,5
2. Biokimia
a) Hipotesis dopamine -- Gejala skizofren sebagian disebabkan oleh aktivitas
hiperdopaminergik yang disebabkan oleh_hipersensitifnya reseptor dopamin atau
naiknya aktivitas dopamin.
b) Hipotesis norepinefrin -- aktivitas naik pada skizofren, menyebabkan naiknya sensitisasi
terhadap input sensorik.
c) Hipotesis serotonin -- metabolisme serotonin abnormal tampak terjadi pada sebagian
pasien skizofren kronik, hiper-maupun hiposerotoninemia pernah dilaporkan.
d) Feniletilamin (PEA) -- suatu amina endogen yang sangat mirip amfetamin. Bila
jumlahnya naik mungkin menimbulkan kenaikan umum kerentanan endogen terhadap
psikosis.
e) Halusinogen -- telah diusulkan bahwa amina endogen tertentu mungkin bertindak
sebagai substrat bagi metilasi.5,7
3. Psikososial
10

a) Faktor keluarga -- pasien yang keluarganya memiliki emosi ekspresi (EE) yang tinggi
memiliki angka relaps lebih tinggi daripada yang berkeluarga berekspresi emosi lebih
rendah. EE telah didefinisikan sebagai setiap perilaku yang intrusif, terlibat berlebihan,
terlepas dari itu kejam dan kritis ataukah mengontrol dan membayikan.
b) Isu psikodinamik -- adalah sangat penting untuk mengerti strcsor psikososial mana yang
mungkin spesifik untuk pasien skizofrenik masing-masing. Mengetahui bahwa stres
psikologik dan lingkungan paling mungkin mencetuskan dekompensasi psikotik pada
pasien akan mcmbantu klinisi secara suportif mengarah ke hal ini dan dalam proses itu
membantu pasien merasa dan tetap lebih terkontrol7
4. Teori infeksius7
Bukti etiologi virus lambat meliputi perubahan neuropatologik konsisten dengan
infeksi lalu: gliosis, penipisan glial, dan adanya antibodi antivirus dalam serum dan CSF
sebagian pasien skizofrenik. Naiknya frekuensi komplikasi perinatal dan sifat musiman
data kelahiran juga dapat menunjang teori infeksius
F. Epidemiologi7
1. Insiden dan prevalensi. Prevalensi, morbiditas dan keparahan presentasi lebih besar pada
area urban daripada rural. Selain itu, morbiditas dan keparahan presentasi lebih besar di
area industrialisasi daripada nonindustrialisasi.
2. Rasio seks. Pria = wanita.
3. Status sosio-ekonomi. Naiknya prevalensi di golongan sosio-ekonomi rendah.
4. Usia timbul. Umumnya antara 15-35 tahun (50% kurang dari 25 tahun). Sangat jarang
sebelum umur 10 atau sesudah 40.
5. Agama. Yahudi lebih jarang dibandingkan Protestan dan Katolik.
6. Ras. Prevalensi dilaporkan lebih tinggi di kalangan hitam dan Hispanik dibandingkan kulit
putih, tapi peneliti percaya ini mungkin mencerminkan bias pada pendiagnosis. (Dapat pula
mencerminkan lebih tinggi persentasi orang minoritas yang tinggal di golongan
sosioekonomi lebih rendah dan area urban industrialisasi.)
7. Musim. Insiden lebih tinggi di musim dingin dan awal semi (Januari-April di AS, JuliSeptember di belahan selatan).
G. Patofisiologi
Tak ada defek struktural konsisten; perubahan yang ditemui termasuk turunnya jumlah
neuron, naiknya gliosis, dan disorganisasi arsitektur neuron. Degenerasi pada sistem limbik,
khususnya amigdala, hipokampus, dan korteks singulat, serta di ganglia basal, khususnya
substansia nigra dan korteks prefrontal dorsolateral.5,7
Namun pada penderita skizofrenia, dapat ditemukan beberapa gejala yang khas. Gejala
tersebut dapat dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu gejala primer dan gejala sekunder.
11

Gejala Primer1
1. Gangguan proses pikiran (bentuk, langkah dan isi pikiran).
Pada skizofrenia inti gangguan memang terdapat pada proses pikiran. Yang terganggu
terutama ialah asosiasi. jalan pikiran pada skizofrenia sukar atau tidak dapat diikuti dan
dimengerti. Hal ini dinamakan inkoherensi. Jalan pikiran mudah dibelokkan dan hal ini
menambah inkoherensinya.
Seorang dengan skizofrenia juga mempunyai kecenderungan untuk menyamakan halhal, umpamanya seorang perawat dimarahi dan dipukuli, kemudian seorang lain yang ada di
sampingnya juga dimarahi dan dipukuli. Kadang-kadang pikiran seakan-akan berhenti, tidak
timbul idea lagi. Keadaan ini dinamakan "blocking", biasanya berlangsung beberapa detik
saja, tetapi kadang-kadang sampai beberapa hari. Bila suatu idea berulang-ulang timbul dan
diutarakan olehnya dinamakan perseverasi atau stereotipi pikiran.
Pikiran melayang ("flight of ideas") lebih sering terdapat pada mania, pada skizofrenia
lebih sering. inkoherensi. Pada inkoherensi sering tidak ada hubungan antara emosi dan
pikiran, pada pikiran melayang selalu ada efori. Pada inkoherensi biasanya jalan pikiran tidak
dapat diikuti sama sekali, pada pikiran melayang idea timbul sangat cepat, tetapi masih dapat
diikuti, masih bertujuan.

2. Gangguan afek emosi


Gangguan ini pada skizofrenia mungkin berupa :
Kedangkalan afek dan emosi ("emotional blunting"), misalnya penderita menjadi acuh-takacuh terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarganya dan
masa depannya. Perasaan halus sudah hilang.
Parathimi : apa yang seharusnya menimbulkan rasa senang dan gembira, pada penderita

timbul rasa sedih atau marah.


Paramimi : penderita merasa senang dan gembira, akan tetapi ia menangis. Parathimi dan

paramimi bersama-sama dalam bahasa Inggerfs dinamakan "incongruity of affect", dalam


bahasa Belanda hal ini dinamakan "inadequaat".
Kadang-kadang emosi dan afek serta expresinya tidak mempunyai kesatuan, umpamanya

sesudah membunuh anaknya penderita menangis berhari-hari, tetapi mulutnya tertawa.


Emosi yang berlebihan, sehingga kelihatan seperti dibuat-buat, seperti penderita sedang
bermain sandiwara.
Yang penting juga pada skizofrenia ialah hilangnya kemampuan untuk mengadakan
hubungan emosi yang baik ("emotional rapport"). Karena itu sering kita tidak dapat
merasakan perasaan penderita.

12

Karena terpecah-belahnya kepribadian, maka dua hal yang berlawanan mungkin terdapat

bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama; atau menangis
dan tertawa tentang satu hal yang sama. Ini dinamakan ambivalensi pada afek.
3. Gangguan kemauan
Banyak penderita dengan skizofrenia mempunyai kelemahan kemauan. Mereka tidak
dapat mengambil keputusan, tidak dapat bertindak dalam suatu keadaan. Mereka selalu
memberikan alasan, meskipun alasan itu tidak jelas atau tepat. Kadang-kadang penderita
melamun berhari-hari lamanya, bahkan berbulan-bulan. Perilaku demikian erat hubungannya
dengan otisme dan stupor katatonik.
Penderita skizofrenia juga memiliki sikap negativism, yaitu sikap atau perbuatan yang
negatif atau berlawanan terhadap suatu permintaan. Kemudian sikap ambivalensi kemauan :,
yaitu menghendaki dua hal yang berlawanan pada waktu yang sama, umpamanya tangan
diulurkan untuk berjabatan tangan, tetapi belum sampai tangannya sudah ditarik kembali. Jadi
sebelum suatu perbuatan selesai sudah timbul dorongan yang berlawanan. Pasien shizofren
juga memiliki otomatisme, yaitu penderita merasa kemauannya dipengaruhi oleh orang lain
atau oleh tenaga dari luar, sehingga ia melakukan sesuatu secara otomatis.
4. Gejala psikomotor
Gejala psikomotor juga dinamakan gejala-gejala katatonik atau gangguan perbuatan.
Sebetulnya gejala katatonik sering mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya
ringan saja, maka dapat dilihat gerakan-gerakan yang kurang luwes atau yang agak kaku.
Penderita dalam keadaan stupor tidak menunjukkan pergerakan sama sekali.
Mutisme dapat disebabkan oleh waham, ada sesuatu yang melarang ia berbicara.
Mungkin juga oleh karena sikapnya yang negativistik atau karena hubungan penderita dengan
dunia luar sudah hilang sama sekali sehingga ia tidak ingin mengatakan apa-apa lagi.
Sebaliknya tidak jarang penderita dalam keadaan katatoni menunjukkan hiperkinesa, ia terus
bergerak saja dan sangat gelisah. Bila penderita terus menerus berbicara saja, maka keadaan
ini dinamakan logorea. Kadang-kadang penderita menggunakan atau membuat kata-kata yang
baru : neologisme.
Penderita juga dapat berulang-ulang melakukan suatu gerakan atau sikap yang disebut
stereotipi, umpamanya menarik-narik rambutnya. Stereotipi pernbicaraan dinamakan
verbigerasi, kata atau kalimat diulang-ulangi. Hal ini sering juga terdapat pada gangguan otak
organik. Manerisme adalah stereotipi yang tertentu pada skizofrenia, yang dapat dilihat dalam
bentuk grimas pada mukanya atau keanehan berjalan dan gaya.
Gejala katalepsi ialah bila suatu posisi badan dipertahankan untuk waktu yang lama.
Flexibilitas cerea : bila anggota badan dibengkokkan terasa suatu tahanan seperti pada lilin.
13

Negativisme : menentang atau justru melakukan yang berlawanan dengan apa yang disuruh.
Penderita juga mengalami otomatisme komando (command automatism) yang di dalamnya
termasuk echolalia dan ekhopraxia.
Gejala sekunder
1. Waham
Pada skizofrenia waham sering tidak logis sama sekali. Penderita menganggap
pahamnya merupakan fakta dan tidak dapat diubah oleh siapapun. Sebaliknya ia tidak
mengubah sikapnya yang bertentangan. Misalnya penderita berwaham bahwa ia adalah raja,
namun ia mau melakukan pekerjaan kasar jika diperintah. Mayer-gross membagi waham
dalam 2 kelompok, yaitu waham primer dan waham sekunder. Waham primer timbul secara
tidak logis sama sekali, tanpa penyebab apa-apa dari luar. Waham sekunder biasanya logis
kedengarannya; dapat diikuti dan merupakan cara bagi penderita untuk menerangkan gejalagejala skizofrenia lain.1,7
2. Halusinasi
Pada skizofrenia, halusinasi timbul tanpa penurunan kesadaran dan hal ini merupakan
suatu gejala yang hampir tidak dijumpai pada keadaan lain. Paling sering pada skizofrenia
ialah halusinasi pendengaran (oditif atau akustik). Kadang-kadang terdapat halusinasi
penciuman (olfaktorik), halusinasi citarasa (gustatorik) atau halusinasi singgungan (taktil).
Halusinasi penglihatan agak jarang pada skizofrenia, lebih sering pada psikosa akut yang
berhubungan dengan sindroma otak organik.1,7
Pada penderita shizofren juga didapatkan gejala positif dan gejala negatif. Gejala positif
(positive symptom) berupa peningkatan atau distorsi dari fungsi yang normal. Gejala negatif
berupa pengurangan atau kehilangan dari fungsi normal. 2 Berikut ini tabel 1.1 yang memuat
beberapa tanda dari gejala positif dan gejala negatif;

14

Tabel 1.12
Di atas telah dibicarakan gejala-gejala. Sekali lagi, kesadaran dan inteligensi tidak
menurun pada skizofrenia. Penderita sering dapat menceritakan dengan jclas tehtang
pengalamannya dan perasaannya.3
H. Penatalaksanaan
Terapi biologis
1. Psikofarmakologi
Neroleptika dengan dosis efektif rendah lebih bermanfaat pada penderita dengan
skizofrenia yang menahun, yang dengan dosis efektif tinggi lebih berfaedah pada penderita
dengan psikomotorik yang meningkat. Pada penderita paranoid trifluoperazin rupanya lebih
berhasil. Dengan fenotiazin biasanya waham dan halusinasi hilang dalam waktu 2 - 3 minggu.
Sesudah gejala-gejala menghilang, maka dosis dipertahankan selama beberapa bulan
lagi, jika serangan itu baru yang pertama kali. Jika serangan skizofrenia itu sudah lebih dari
satu kali, maka sesudah gejala-gejala mereda, obat diberi terus selama satu atau dua tahun.1
Berikut ini jenis-jenis obat (tabel 6-7) yang mungkin dapat dipakai pada
penatalaksanaan pasien skizofrenia;

15

2. Terapi fisik (ECT)


Seperti juga dengan terapi konvulsi yang lain, cara bekerjanya elektrokonvulsi belum
diketahui dengan jelas. Dapat dikatakan bahwa terapi konvulsi dapat memperpendek serangan
skizofrenia dan mempermudah kontak dengan penderita. Akan tetapi terapi ini tidak dapat
mencegah serangan yang akan datang.1,7
3. Terapi koma insulin
Meskipun pengobatan ini tidak khusus, bila diberikan pada permulaan penyakit, hasilnya
memuaskan. Persentasi kesembuhan lebih besar bila dimulai dalam waktu 6 bulan sesudah
penderita jatuh sakit. Terapi koma insulin memberi hasil yang baik pada katatonia dan
skizofrenia paranoid.1
Psikoterapi
Obat antipsikotik saja tak seefektif jika digabung intervensi psikososial dalam terapi
pasien skizofren. Maka psikoterapi juga tidak kalah penting dalam penanganan pasien
skizofrenia. Berikut ini hal-hal yang bisa dilakukan dalam psikoterapi pasien skizofrenia:
a) Terapi perilaku
Imbalan kenanganperilaku yang dikehendaki di-pacu secara positif dengan
memberikannya imbalan berupa kenang-kenangan seperti perjalanan atau preferensi.
Tujuannya adalah memacu perilaku itu agar menggeneralisir ke dunia di luar bangsal RS.2
b) Terapi kelompok
16

Fokus pada dukungan dan pengembangan keterampilan sosial (aktivitas seharihari). Kelompok khususnya berguna mengurangi isolasi sosial dan menambah uji
realita.2,7
c) Terapi keluarga
Teknik terapi ini dapat secara berarti mengurangi angka relaps untuk anggota
keluarga skizofrenik. Interaksi keluarga berekspresi emosi tinggi dapat dikurangi
melalui terapi keluarga.2
d) Psikoterapi suportif
Psikoterapi berorientasi-insight tradisional tak dianjurkan dalam terapi pasien
skizofren yang berego terlalu rapuh. Terapi suportif yang dapat me-liputi nasehat,
peyakinan, edukasi, pencontohan, pem-berian batas, dan uji realita umumnya merupakan
terapi terpilih. Aturannya adalah tujuan yang dapat diterima adalah tingkatan insight yang
pas bagi pasien dan yang dapat diterimanya.2,7
I. Prognosis
Sekarang dengan pengobatan modern ternyata, bahwa bila penderita itu datang berobat
dalam tahun pertama seteiah serangan pertama, maka kira-kira sepertiga dari mereka akan
sembuh sama sekali ("full remission atau recovery''). Sepertiga yang lain dapat dikembalikan
ke masyarakat walaupun masih didapati cacat sedikit dan mereka masih harus sering diperiksa
dan diobati selanjutnya ("social recovery"). Yang sisanya biasanya mempunyai prognosa yang
jelek, mereka tidak dapat berfungsi di dalam masyarakat dan menuju kekemunduran mental,
sehingga mungkin menjadi penghuni tetap di rumah sakit jiwa.1
Untuk menetapkan prognosa kita harus mempertimbangkan semua faktor di bawah ini ;
1. Kepribadian prepsikotik : bila skizoid dan hubungan antar-manusia memang kurang
memuaskan, maka prognosa lebih jelek.1
2. Bila skizofrenia timbul secara akut, maka prognosa lebih baik daripada bila penyakit itu
mulai secara pelan-pelan.1,2,7
3. Jenis : Prognosa jenis katatonik yang paling baik dari semua jenis. Sering penderitapenderita dengan katatonia sembuh dan kembali ke kepribadian prepsikoti. Kemudian
menyusul jenis paranoid. Banyak dari penderita ini dapat dikembalikan ke masyarakat.
Hebefrenia dan skizofrenia simplex mempunyai prognosa yang sama jelek. Biasanya
penderita dengan jenis skizofrenia ini menuju ke arah kemunduran mental.1
4. Umur : Makin muda umur permulaannya, makin jelek prognosa.1,2,7
5. Pengobatan : Makin lekas diberi pengobatan, makin baik prognosanya. Dikatakan bahwa
bila terdapat faktor pencetus, seperti penyakit badaniah atau stres psikologik, maka
prognosa lebih baik.1,2
6. Faktor keturunan : prognosa menjadi lebih berat bila di dalam keluarga terdapat seorang
atau lebih yang juga menderita skizofrenia.1,2,7
17

Berikut ini faktor-faktor yang menentukan prognosis penderita skizofrenia dalam bentuk tabel
1.2;2

Tabel 1.2
J. Preventif
Dalam studi di Norwegia dan Amerika Utara, para peneliti telah menemukan bukti awal
bahwa perlakuan terhadap prodromal dari skizofrenia (fase subklinis yang merupakan
pendahulu untuk psikosis akut) dapat menunda onset psikosis atau mengurangi keparahan
penyakit.5

III.Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembelajaran yang telah dijabarkan diatas, maka saya dapat
menyimpulkan bahwa pasien yang ada dalam skenario kasus tersebut dapat didiagnosis
menderita skizofrenia dengan tipe paranoid. Jadi berdasarkan semua hal yang telah dipelajari,
dapat disimpulkan bahwa hipotesis diterima.

Daftar Pustaka
1. Maramis W.F. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Surabaya: Airlangga University Press; 1995.
h.213-34
2. Hibber Aison, Godwin Alice, Dear Frances. Rujukan Cepat Psikiatri. Dalam: Husny
Muttagin. Jakarta: EGC; 2008. h.3-9;94-101.
18

3. Surilena.

Wawancara

psikiatrik.

2008.

Diunduh

dari:

http://www.scribd.com/doc/44365433/Wawancara-psikiatri, 25 januari 2011.


4. Bickley LS. Guide to physical examination dan history taking. 8th ed. New York :
Lippincott; 2003.p.332-5.
5. Frankenburg
FD.
Schizophrenia.

24

Januari

2011.

Diunduh

dari

http://emedicine.medscape.com/article/288259-overview. 24 Januari 2011.


6. Lumbantobing SM. Neurologi Klinik Pemeriksaan Fisik dan Mental. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI; 2010. h.152-3.
7. Kaplan HI, Sadock BJ. Skizofrenia. Dalam: Wiguna IM. Buku Saku Psikiatri Klinik.
Jakarta: Binarupa Aksara; 1994. h.112-25.
8. Mansjoer Arif, et all. Gangguan Somatoform. Mansjoer Arif(eds). Kapita Selekta
Kedokteran. Jilid 1. Edisi 3. Jakarta: Media Aesculapius FKUI;2001. h.216-7.
9. Departemen Kesehatan. Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa di
Indonesia III. Cetakan pertama. Jakarta : Depkes. 1993

19

20

Anda mungkin juga menyukai