TINJAUAN PUSTAKA
hipertensi dalam kehamilan. Pada kondisi seperti ini resiko kematian maternal dan
perinatal meningkat.5
Terminologi HELLP diperkenalkan pertama sekali oleh Weinstein (1982)
yang merupakan singkatan dari Hemolysis, Elevated Liver Enzymes dan Low
Platelet counts. Sindroma ini merupakan kumpulan dari gejala multisistem pada
pre-eklampsia berat dan eklampsia dengan karakteristik trombositopenia,
hemolisis (anemia hemolisis mikroangiopatik) dan enzim hepar yang abnormal.
Insidensi sindroma HELLP terjadi 4-12% dari kasus komplikasi pre-eklampsia.
Adanya sindroma HELLP ini merupakan salah satu indikator progresifitas yang
memburuk dari pre-eklampsia berat karena morbiditas dan mortalitas maternal
dan perintal tinggi sehingga perlu segera dilahirkan.6
Pre-eklampsia dibagi menjadi ringan dan berat. Dikategorikan berat jika
ditemukan:7
1. Tekanan darah sistolik > 160 mmHg atau diastolik > 110mmHg
2. Proteinuria > 5 gram/24 jam atau positif 3 pada pemeriksaan kuantitatif
3. Oliguria, urin 400 ml/24 jam
4. Keluhan serebral, nyeri epigastrium, gangguan penglihatan
5. Sianosis karena edema paru
6. Trombosit turun, enzim hati meningkat
protein dalam urin. Hipertensi kehamilan ini juga dapat berkembang menjadi
pre-eklampsia.
2. Hipertensi kronis.
Tingginya tekanan darah yang terjadi sebelum kehamilan usia 20 minggu atau
12 minggu setelah kelahiran.
3. Pre-eklampsia superimpose pada hipertensi kronis.
Ibu hamil dengan hipertensi kronis sebelum kehamilan dan berkembang lebih
buruk, karena memiliki protein dalam urin yang berlebihan saat kehamilan
B. EPIDEMIOLOGI
Di usia kehamilan eklampsia terjadi pada satu dari 2.000 kelahiran, di
negara miskin dan menengah terjadi 1 dari 100 dan 1 dari 1.700 kelahiran.
Eklampsia menyebabkan 50.000 kematian/tahun di seluruh dunia, 10% dari
kematian maternal.4
Di RS Dr. Sardjito selama tahun 1997-2001 kasus pre-eklampsia dan
eklampsia paling banyak terjadi yaitu 34,09% dibandingkan kasus lain seperti,
perdarahan (27,27%), infeksi (11,36%) dan lain-lain (27,28%).8
C. ETIOLOGI
Sampai dengan saat ini etiologi pasti dari pre-eklampsia/eklampsi masih
belum diketahui. Ada beberapa teori mencoba menjelaskan perkiraan etiologi dari
kelainan tersebut di atas, sehingga kelainan ini sering dikenal sebagai the diseases
of theory. Adapun teori-teori tersebut antara lain:9
D. PATOFISIOLOGI
Vasokonstriksi
merupakan
dasar
patogenesis
pre-eklampsia.
E. PATOLOGI 1
Pre-eklampsia ringan jarang sekali menyebabkan kematian ibu. Oleh
karena itu, sebagian besar pemeriksaan anatomik-patologik berasal dari penderita
eklampsia yang meninggal. Tidak ada perubahan histopatologik yang khas pada
pre-eklampsia dan eklampsia. Perdarahan, infark, nekrosis dan trombosis
pembuluh darah kecil pada penyakit ini dapat ditemukan dalam berbagai alat
tubuh. Perubahan tersebut mungkin disebabkan oleh vasospasme arteriola.
Penimbunan vibrin dalam pembuluh darah merupakan faktor penting juga dalam
patogenesis kelainan-kelainan tersebut.
Perubahan anatomi-patologik
Plasenta: pada pre-eklampsia terdapat spasme arteriola spiralis desidua
mengakibatkab menurunnya alirn darah ke plasenta. Proses penuaan plasenta
seperti menipisnya sinsitium, menebalnya dinding pembuluh darah dalam fili
karena fibrosis dan konversi mesoderm menjadi jaringan fibrotik, menjadi lebih
cepat pada pre-eklampsia.
Ginjal: organ ini besarnya normal atau dapat membengkak. Pada pre-eklampsia
terdapat kelainan glomerolus, hiperplasi sel-sel jukstaglomerular, kelainan pada
tubulus henle, dan spasme pembuluh darah ke glomerolus. Perubahan-perubahan
tersebutlah tampaknya yang menyebabkan proteinuria dan mungkin berhubungan
dengan retensi garam dan air. Sesudah persalinan berakhir, sebagian besar
perubahan yang digambarkan menghilang.
10
Hati: organ ini besarnya normal dengan tempat perdarahan yang tidak teratur.
Tidak ada hubungan antara beratnya penyakit pre-eklampsia dan luasnya
perubahan pada hati.
Otak: pada penyakit yang belum lanjut hanya ditemukan edema dan anemia pada
korteks serebri, pada keadaan lanjut dapat ditemukan perdarahan.
Retina: kelainan yang ditemukan pada retina ialah spasme pada arteriola dekat
diskus optikus. Terlihat edema pada diskus optikus dan retina.
Paru-paru: terdapat tanda edema perubahan karena bronkopneumonia sebagai
akibat aspirasi.
Jantung: pada eklampsia mengalami perubahan degeneratif pada miokardium.
Sering ditemukan degenerasi lemak dan cloudy swelling serta nekrosis dan
perdarahan.
F. FAKTOR RISIKO
Pre-eklampsia hanya terjadi pada saat hamil, sehingga faktor risikonya, antara
lain:7
a. Riwayat keluarga pre-eklampsia
Ibu hamil dengan sejarah keluarga menderita pre-eklampsia akan
meningkatkan risiko ikut terkena pre-eklampsia.
b.
Kehamilan pertama
Di kehamilan pertama, risiko mengalami pre-eklampsia jauh lebih tinggi.
11
c. Usia
Ibu hamil berusia di atas 35 tahun akan lebih besar risikonya menderita preeklampsia.
d. Obesitas
Pre-eklampsia lebih banyak menyerang ibu hamil yang mengalami obesitas
e. Kehamilan kembar.
Mengandung bayi kembar juga meningkatkan risiko pre-eklampsia
f. Kehamilan dengan diabetes.
Wanita dengan diabetes saat hamil memiliki risiko pre-eklampsia seiring
perkembangan kehamilan
g. Riwayat hipertensi.
Kondisi sebelum hamil seperti hipertensi kronis, diabetes, penyakit ginjal atau
lupus, akan meningkatkan risiko terkena pre-eklampsia
Penelitian di tahun 2006 terhadap ibu hamil dengan kadar protein tinggi,
diketahui mempengaruhi perkembangan dan fungsi pembuluh darah. Kesimpulan
ini membantah teori pre-eklampsia yang disebabkan akibat ketidaknormalan
pembuluh darah menuju plasenta. Tetapi pemeriksaan darah tetap merupakan alat
yang efektif untuk mendiagnosa pre-eklampsia.7
Pada ibu pre-eklampsia bahaya yang mengancam janin adalah prematur,
berat badan lahir rendah hingga kematian janin. Bahaya ibu adalah gagal jantung,
perdarahan otak, kerusakan mata, gagal hati dan ginjal, perdarahan hingga
meninggal. Satu-satunya terapi adalah menghentikan kehamilan, karena dengan
tanpa kehamilan penyakit ini akan perlahan berhenti sendirinya. Tetapi
12
G. GEJALA KLINIK
a. Pre-eklampsia
Gambaran klinis penderita pre-eklampsia sangat bervariasi, dari penderita
tanpa gejala klinik sampai penderita dengan gajala klinik yang sangat progresif,
berkembang dengan cepat dan membahayakan nyawa penderita. Pada preeklampsia umumnya perubahan patogenik telah lebih dahulu terjadi mendahului
manifestasi klinik. 10
Dalam pengelolaan klinis, pre-eklampsia dibagi sebagai berikut :10
1. Disebut pre-eklampsia ringan jika ditemukan:
- Tekanan darah 140/90 mmHg, tetapi kurang dari 160/110 mmHg
- Proteinuria 300 mg/24 jam, atau pemeriksaan dipstick 1 + c
2. Ditegakkan diagnosa pre-eklampsia berat jika ditemukan tanda dan gejala
sebagai berikut:
- Tekanan darah pasien dalam keadaan istirahat: sistolik 160 mmHg dan
diastolik 110 mmHg
- Proteinuria 5 gr/24 jam atau dipstick 2 +
- Oligourie < 500 ml/24 jam
13
b. Eklampsia
Diperhitungkan eklampsia menyebabkan 50.000 kematian maternal di
seluruh dunia dalam satu tahun, disamping itu kematian janin dalam kandungan
dan kematian neonatal mencapai angka 34/1000. Pada penanganan penderita
eklampsia kita harus bertindak lebih aktif. Stabilisasi keadaan ibu, pembebasan
jalan nafas, sirkulasi udara, dan stabilisasi sirkulasi darah harus segera dilakukan,
terutama bila dijumpai hipoksemia dan acidemia. Kehamilan harus segera diakhiri
14
tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin setelah stabilisasi keadaan
ibu tercapai.10
Gambaran klinik penderita eklampsia biasanya lebih berat dan dapat
disertai berbagai komplikasi seperti: koma, oedema paru, gagal ginjal, solusio
plasenta, gangguan pertumbuhan janin, dan kematian janin. Oleh karena itu
penanganan penderita eklampsia harus komprehensif dan melibatkan berbagai
disiplin ilmu.10
Penderita pre-eklampsia berat yang tidak mendapat penanganan yang
memadai atau terlambat mendapat pertolongan bisa mendapat serangan kejangkejang yang disebut eklampsia. Eklampsia sering terjadi pada kehamilan
nullipara, kehamilan kembar, kehamilan mola, dan hipertensi dengan penyakit
ginjal. Lebih kurang 75% penderita eklampsia terjadi antepartum dan 25% sisanya
terjadi pasca-melahirkan. Eklampsia biasanya terjadi akibat oedema otak yang
luas, yang terjadi akibat peningkatan tekanan darah yang mendadak dan tinggi
yang akan menyebabkan kegagalan autoregulasi aliran darah. Sebelum serangan
kejang pada eklampsia biasanya didahului oleh kumpulan gejala impending
eklampsia yang dapat berupa: nyeri kepala, mata kabur, mual, muntah, dan nyeri
epigastrium, jika keadaan ini tidak segera ditanggulangi maka akan timbul kejang.
Kejang pada eklampsia dibagi menjadi 4 tingkatan yaitu :1,10
1. Tingkat awal atau aura
Keadaan ini berlangsung sekitar 30 detik. Mata penderita terbuka tanpa
melihat, kelopak mata dan tangan bergetar dan kepala diputar kekanan atau
kekiri.
15
H. DIAGNOSIS
Diagnosis dini harus dutamakan bila diinginkan angka morbiditas dan
mortalitas rendah bagi ibu dan anaknya. Walaupun terjadinya preeklampsi sulit
dicegah namun terjadinya pre-eklampsia berat dan eklampsia biasanya dapat
dihindari dengan mengenal secara dini penyakit itu dan dengan penanganan secara
sempurna.1
Pada umumnya diagnosis pre-eklampsia didasarkan atas adanya 2 trias
tanda utama, diantaranya adalah hipertensi, edema dan proteinuria. Hal ini
16
17
I. PENATALAKSANAAN
Pada dasarnya penanganan penderita pre-eklampsia dan eklampsia yang
difinitif adalah segera melahirkan bayi dan seluruh hasil konsepsi, tetapi dalam
penatalaksanaannya kita harus mempertimbangkan keadaan ibu dan janinnya,
antara lain umur kehamilan, proses perjalanan penyakit, dan seberapa jauh
keterlibatan organ.10
Tujuan penatalaksanaan pre-eklampsia dan eklampsia adalah :10
- Melahirkan bayi yang cukup bulan dan dapat hidup di luar, di samping itu
mencegah komplikasi yang dapat terjadi pada ibu.
- Mencegah terjadinya kejang/eklampsia yang akan memperburuk keadaan ibu
hamil.
Pengelolaan
pre-eklampsia
berat
sedapat
mungkin
berusaha
18
Kategori B
kecil.
Penelitian-penelitian
pada
reproduksi
binatang
gagal
19
Kategori C
Kategori D
fetus.
Adanya bukti berisiko pada fetus manusia, namun karena
keuntungan
dalam
penggunaan
pada
wanita
hamil
maka
20
21
22
tidak ada, terdapat depresi pernafasan, atau urine output <100 ml dalam 4 jam
tersebut. Atau dapat diberikan magnesium sulfat 2-4 g/jam IV. Bila kadar
magnesium >10 mg/dl dalam waktu 4 jam setelah pemberian bolus maka dosis
rumatan dapat diturunkan. Level terapetik adalah 4,8-8,4 mg/dl.4
Dengan protokol di atas, biasanya serum magnesium akan mencapai 4-7
mg/dl pada pasien dengan distribusi volume normal dan fungsi ginjal yang
normal. Pengawasan aktual serum magnesium hanya dilakukan pada pasien
dengan gejala keracunan magnesium atau pada pasien dengan gangguan fungsi
ginjal.4
Pasien dapat mengalami kejang ketika mendapat magnesium sulfat. Bila
kejang timbul dalam 20 menit pertama setelah menerima loading dose, kejang
biasanya pendek dan tidak memerlukan pengobatan tambahan. Bila kejang timbul
>20 menit setelah pemberian load-ing dose, berikan tambahan 2-4 gram
magnesium.4
Dosis pemberian MgSO4:4
1. Dosis inisial: 4-6 g. IV bolus dalam 15-20 menit; bila kejang timbul setelah
pemberian bolus, dapat ditambahkan 2 g. IV dalam 3-5 menit. Kurang lebih
10-15% pasien mengalami kejang lagi setelah pemberian loading dosis.
2. Dosis rumatan: 2-4 g./jam IV per drip. Bila kadar magnesium > 10 mg/dl
dalam waktu 4 jam setelah pemberian per bolus maka dosis rumatan dapat
diturunkan.
Pada Magpie Study, untuk keamanan, dosis magnesium dibatasi. Dosis
awal terbatas pada 4 g. bolus IV, dilanjutkan dengan dosis rumatan 1 g./jam. Jika
23
dengan
tubokurarin,
venkuronium
dan
suksinilkolin.
Dapat
meningkatkan efek SSP dan toksisitas dari depresan SSP, betametason dan
kardiotoksisitas dari ritodrine.4
Kategori keamanan pada kehamilan : A - aman pada kehamilan.
Perhatikan selalu adanya refleks yang hilang, depresi nafas dan penurunan
urine output: Pemberian harus dihentikan bila terdapat hipermagnesia dan pasien
mungkin membutuhkan bantuan ventilasi. Depresi SSP dapat terjadi pada kadar
serum 6-8 mg/dl, hilangnya refleks tendon pada kadar 8-10 mg/dl, depresi
pernafasan pada kadar 12-17 mg/dl, koma pada kadar 13-17 mg/dl dan henti
jantung pada kadar 19-20 mg/dl. Bila terdapat tanda keracunan magnesium, dapat
diberikan kalsium glukonat 1 g. IV secara perlahan.
Magnesium sulfat harus dipikirkan untuk wanita hamil dengan eklampsia
karena harganya murah, cocok digunakan di negara yang pendapatannya rendah.
Pemberian intravena lebih disukai karena efek sam-pingnya lebih rendah dan
24
masalah yang disebabkan oleh tempat penyuntikan lebih sedikit. Lamanya pengobatan umumnya tidak lebih dari 24 jam, dan bila rute intravena digunakan untuk
terapi rumatan maka dosisnya jangan melebihi 1 g/jam.Pemberian dan pengawasan klinik selama pemberian magnesium sulfat dapat dilakukan oleh staf
medik, bidan dan perawat yang sudah terlatih.4
b. Fenitoin
Fenitoin telah berhasil digunakan untuk mengatasi kejang eklamptik,
namun diduga menyebabkan bradikardi dan hipotensi. Fenitoin bekerja
menstabilkan aktivitas neuron dengan menurunkan flux ion di seberang membran
depolarisasi.
Keuntungan fenitoin adalah dapat dilanjutkan secara oral untuk beberapa
hari sampai risiko kejang eklamtik berkurang. Fenitoin juga memiliki kadar
terapetik yang mudah diukur dan penggunaannya dalam jangka pendek sampai
sejauh ini tidak memberikan efek samping yang buruk pada neonatus.4
Dosis awal: 10 mg/kgbb. IV per drip dengan kecepat-an < 50 mg/min,
diikuti dengan dosis rumatan 5 mg/kgbb 2 jam kemudian.
Kontraindikasi: Hipersensitif terhadap fenitoin, blok sinoatrial, AV blok
tingkat kedua dan ketiga, sinus bradikardi, sindrom Adams-Stokes.4
Interaksi:
Amiodaron,
benzodiazepin,
kloramfenikol,
simetidin,
25
golongan
barbiturat,
diazoksid,
etanol,
rifampisin,
antasid,
charcoal,
kortikosteroid, dikumarol,disopiramid,
doksisiklin, estrogen,
26
bila diberikan terlalu cepat. Pada neonatus dapat menyebabkan depresi nafas,
hipotonia dan nafsu makan yang buruk.4
2. Antihipertensi
Hipertensi yang berasosiasi dengan eklampsia dapat dikontrol dengan
adekuat dengan menghentikan kejang. Antihipertensi digunakan bila tekanan
diastolik >110 mmHg. untuk mempertahankan tekanan diastolik pada kisaran 90100 mmHg. Antihipertensi mempunyai 2 tujuan utama:
1. Menurunkan angka kematian maternal dan kematian yang berhubungan
dengan kejang, stroke dan emboli paru
2. Menurunkan angka kematian fetus dan kematian yang disebabkan oleh IUGR,
placental abruption dan infark.
Bila tekanan darah diturunkan terlalu cepat akan menyebabkan hipoperfusi
uterus. Pembuluh darah uterus biasanya mengalami vasodilatasi maksimal dan
penurunan tekanan darah ibu akan menyebabkan penurunan perfusi uteroplasenta.
Walaupun cairan tubuh total pada pasien eklampsia berlebihan, volume
intravaskular mengalami penyusutan dan wanita dengan eklampsia sangat sensitif
pada perubahan volume cairan tubuh. Hipovolemia menyebabkan penurunan
perfusi uterus sehingga penggunaan diuretik dan zat-zat hiperosmotik harus
dihindari.4
Obat-obatan yang biasa digunakan untuk wanita hamil dengan hipertensi
adalah hidralazin dan labetalol. Nifedipin telah lama digunakan tetapi masih
kurang dapat diterima.
a. Hidralazin
27
28
puncak pada 10-20 menit, durasi kerja obat 45 menit sampai 6 jam.
Kontraindikasi: Hipersensitif pada labetalol, shock kardiogenik, edema paru,
bradikardi,
blok
atrioventrikular,
gagal
jantung
kongestif
yang
tidak
29
30
J. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terberat ialah kematian ibu dan janin, usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita eklampsia. Berikut adalah
beberapa komplikasi yang ditimbulkan pada pre-eklampsia berat dan eklampsia :1
1. Solutio Plasenta, Biasanya terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut
dan lebih sering terjadi pada pre-eklampsia.
2. Hipofibrinogemia, Kadar fibrin dalam darah yang menurun.
3. Hemolisis, Penghancuran dinding sel darah merah sehingga menyebabkan
plasma darah yang tidak berwarna menjadi merah.
31
ginjal,
kelainan
berupa
endoklrosis
glomerulus,
yaitu