Anda di halaman 1dari 9

BAB I

PENDAHULUAN

Kandidiasis Intertriginosa adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut disebabkan oleh
spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida albicans berupa lesi didaerah lipatan kulit
ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan
umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. (Kuswadji.2008)
Gejala yang tersering berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa
pada lipatan kulit yang dalam. Penyakit ini terdapat di seluruh dunia, dapat menyerang semua
umur, baik laki-laki maupun perempuan. Jamur penyebabnya terdapat pada orang sehat sebagai
saprofit. Faktor resiko yang pemicu hal ini adalah kehamilan, kegemukan, endokrinopati,
penyakit kronik umur, dan imunologik. (Kuswadji.2008)
Reaksi terjadi karena adanya reaksi alergi terhadap elemen jamur atau metabolit kandida,
klinisnya biasanya bermanifestasi jauh dari tempat infeksi asal.(Madani, Fattah. 2000 & Kuswadji.
2008) Bila dilakukan pemeriksaan kerokan lesi, tidak akan ditemukan jamur penyebab. Bila lesi

kandidosis diobati, kandidin akan menyembuh. (Madani, Fattah. 2000 & Kuswadji.2008)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

DEFINISI

Kandidosis atau Kandidiasis adalah penyakit jamur, yang bersifat akut atau
subakut disebabkan oleh spesies Candida, biasanya oleh spesies Candida Albicans dan
dapat mengenai mulut, vagina, kulit, kuku, bronki, atau paru, kadang-kadang dapat
menyebabkan septikemia, endokarditis, atau meningitis. (Kuswadji.2008)
Kandidiasis Intertriginosa adalah suatu penyakit kulit akut atau subakut berupa
lesi didaerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal, lipat payudara, antara jari tangan
atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah,
dan eritematosa. (Kuswadji.2008)
Reaksi id adalah erupsi kutaneus non infektif yang menggambarkan suatu respon
alergi (reaksi imunologi) terhadap elemen jamur atau metabolitjamur yang jauh dari lesi.
(Kuswadji.2008 & Amin, Safruddin 2001)

2.2.

EPIDEMIOLOGI
Reaksi id terjadi pada 4-5% penderita. Dari suatu penilitian menunjukkan bahwa
kasus reaksi id jarang. Hanya 10 kasus dari 1500 penderita infeksi jamur. Namun pada
penelitian retrospektif yang lain didapatkan 37 kasus selama 2 tahun walaupun tidak
dilakukan tes kulit dengan antigen jamur. (Safruddin 2001)

2.3.

ETIOLOGI
Yang tersering sebagai penyebab ialah Candida albicans yang dapat diisolasi dari
kulit, mulut, selaput mukosa vagina, dan feses orang normal. (Kuswadji.2008) Sel-sel jamur
kandida berbentuk buat, lonjong, atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5. Berkembangbiak
dengan memperbanyak diri dengan spora yang tumbuh dari tunas disebut bastospora.(Safruddin
2001)

2.4.

PATOGENESIS
Mekanisme terjadinya reaksi id tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan respon
imun lokal terhadap antigen jamur yang diserap secara sistemik. Diduga sel T spesifik
antigen (bukan humoral) yang berperan terhadap autosensitasi pada beberapa penderita.
(Safruddin 2001 & Graham, Robin. Dkk. 2002)

2.5.

FAKTOR PREDISPOSISI
Infeksi kandida dapat terjadi, apabila ada faktor predisposisi baik endogen
maupun eksogen. (Kuswadji. 2008)
Faktor endogen:
1. Perubahan fisiologik
a. Kehamilan, karena perubahan pH dalam vagina.
b. Kegemukan, karena banyak keringat.
c. Endokrinopati, gangguan gula darah kulit.
d. Penyakit kronik: tuberkulosis, lupus eritematosus dengan keadaan umum yang
2.

buruk.
Umur: orang tua dan bayi lebih mudahterkena infeksi karena status imunologiknya

3.

tidak sempurna.
Imunologik: penyakit genetik.

Faktor Eksogen:
1. Iklim, panas, dan kelembaban penyebabkan perspirasi meningkat.
2. Kebersihan kulit.
3. Kebiasaan berendam kaki dalam air yang terlalu lama menimbulkan maserasi dan
memudahkan masuknya jamur.
4. Kontak dengan penderita, misalnya pada thrush, balanopostitis.
2.6.

DIAGNOSIS
Menegakkan diagnosa pada penyakit ini berdasakan gambaran klinis dan pemeriksaan
laboratorium.

Lesi pada kandida terdapat didaerah lipatan kulit ketiak, lipat paha, intergluteal,
lipat payudara, antara jari tangan atau kaki, glans penis, dan umbilikus, berupa bercak
yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa. Lesi tersebut dikelilingi oleh satelit

berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang bila pecah meninggalkan
daerah yang erosif, dengan pinggir yang kasar dan berkembang seperti lesi primer.
(Kuswadji. 2008)
Sedangkan reaksi id berupa vesikel-vesikel yang bergerombol yang gatal, kadang-

kadang nyeri dan terdapat pada sela jari tangan atau bagian dimana saja diseluruh tubuh.
Kadang-kadang kandidid hanya berupa skuama halus sehngga mudah salah diagnosa.
(Madani, Fattah. 2000 & Kuswadji. 2008 & Amin, Safruddin 2001)
Pemeriksaan Laboratorium:

1. Pemeriksaan langsung
Kerokan kulit atau usapan mukokutan diperiksa dengan larutan KOH 10%
atau dengan pewarnaan Gram, terlihat sel ragi, blastospora, atau hifa semu.
(Madani, Fattah. 2000 & Siregar R.S. 2004 & Kuswadji. 2008) Pada reaksi id tes ini

kurang memberikan nilai diagnostik karena, tidak akan ditemukan jamur


penyebab. (Siregar R.S. 2004)
2. Pemeriksaan biakan
Bahan yang akan diperiksa ditananam dalam agar dekstrosa glukosa
Sabouraud, dapat pula agar ini dibubuhi antibiotik (kloramfenikol) untuk
mencegah pertumbuhan bakteri. Pembenihan disimpan dalam suhu kamar atau
lemari suhu 370C, koloni tumbuh setelah 24-48 jam, berupa yeast like colony.
Identifiksasi Candida Albicans dilakukan dengan mebiakkan tumbuhan tersebut
pada corn meal agar. (Kuswadji.2008) Ditemukan koloni coklat mengkilat,
permukaan basah (koloni ragi). (Madani, Fattah. 2000 & Siregar R.S. 2004)
3.

Uji kulit dengan kandidin


Jika dilakukan uji kulit dengan kandidin (antigen kandida) memberi hasil
positif. (Kuswadji. 2008)

2.7.

DIAGNOSIS BANDING
a.
b.
c.
d.

Erupsi Obat
Reaksi id terhadap dermatofitosis
Reaksi id terhadap skabies
Reaksi id terhadap pedikulosis kapitis

2.8.

PENATALAKSANAAN (Amin, Safruddin. Dkk. 2004. & Kuswadji. 2008)


Umum
1. Menghindari atau menghilangkan faktor predisposisi.
2. Menjaga Kebersihan diri
Khusus
Topikal
1. Larutan ungu gentian 1/2-1% untuk selaput lendir, 1-2% untuk kulit, dioleskan
sehari 2 kali selama 3 hari
Nistatin
Amfoterisin B
Grup azol antara lain:
a) Mikonazol 2% berupa krim atau bedak
b) Klortrimazol 1% berupa bedak, larutan dan krim
5. Kortikosteroid topikal
6. Antripruritus dan emolien bila diperlukan
Sistemik
Pada bentuk yang berat mungkin memerlukan kortikosteroid sistemik dan
2.
3.
4.

antibiotik bila terdapat infeksi bakteri sekunder.


2.9.

PROGNOSIS
Umumnya baik, tergantung berat ringannya faktor predisposisi.(Kuswadji.2008)

LAPORAN KASUS
Seorang wanita berusia 21 tahun datang ke RSKD Provensi Sul-Sel datang dengan keluhan gatal
pada daerah wajah sampai ke dada, pasien jg mengeluhkan gatal pada selangkangan sampai ke
pantat. Dari anamnesis yang di dapatkan dari pasien, awalnya keluhan ini pertama dirasakan di
daerah selangkangan dan patat sekitar 1 bulan yang lalu , kemudian pasien berobat ke dokter
umun dekat rumahnya dan di berikan obat oral berupa oral hufaflox , dan topical berupa
hidrokortison asetat , setelah pemakaian obat tersebut daerah predileksi pada selangkangan dan
pantat semakin melebar dan muncul juga bercak-bercak kemerahan pada wajah dan dada pasien.
Pada pemeriksaan fisik di temukan adanya lesi berupa papul-papul dengan dasar eritem serta
pustule di daerah wajah dan dada pasien , sedangkan di daerah selangkangan dan pantat di
dapatkan lesi berupa bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah, dan eritematosa dikelilingi oleh
vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil serta lesi satelit . Pasien didiagnosis kadidiasis
intertriginosa dan erupsi obat. Pasien diterapi dengan pemberian berikan ketokonazole satu kali
sehari, cetirizine satu kali sehari , methylprednisolon tiga kali sehari , mikonazole cream pada
paha dan iflacort pada wajah.

DISKUSI
Diagnosis candidiasis intertriginosa pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis
dan pemeriksaan fisik. Pada anamnesis diketahui keluhan utama yang dialami pasien ini adalah
rasa gatal dan kemerahan pada daerah selangkangan dan pantat, yang dialami sejak 1 bulan
yang lalu,. Pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya kulit nyeri, inflamasi, erimatous dan ada
satelit vesikel/pustule, bula atau papulopustular yang pecah meninggalkan permukaan yang kasar
dengan tepi erosi.
Dari identitas pasien didapatkan wanita berumur 21 tahun , dari jenis kelamin , umur
mununjukan kesesuaian dengan teori, dimana berdasarkan teori menunjukkan bahwa kandidiasis
dapat menyerang semua umur baik laki-laki maupun perempuan. Serta di dapatkan berupa
bercak yang berbatas tegas, bersisik, basah dan eritematosa. Lesi tersebut
dikelilingi oleh satelit berupa vesikel-vesikel dan pustul-pustul kecil atau bula yang
bila pecah meninggalkan daerah yang erosif dengan pinggir yang kasar.6 Gambaran

lesi yang ditemukan ini sangat khas untuk penyakit yang disebabkan oleh jamur, yaitu
kandidiasis, dengan gejala objektif yaitu efloresensi terlihat plaque eritematous, dan ada satelit
vesikel/pustula, bula atau papulopustular yang pecah meninggalkan permukaan yang kasar
dengan tepi yang erosi.7
Selain itu pada daerah yang dikeluhkan terdapat riwayat diberikan kortikosteroid topikal.
pada anamnesa tersebut kita sudah mendapat faktor resiko dari pasien ini, bahwa beberapa faktor
memegang peranan terjadinya kandidiasis, yaitu iklim yang panas, higiene yang masih kurang,
adanya penularan di sekitarnya, penggunaan obat-obatan kortikosteroid, antibiotik dan sitostatika
yang meningkat, adanya penyakit kronik dan penyakit sistemik seperti diabetes.3
Untuk mendiagnosis sebagai suatu kandidiasis intertriginosa diperlukan anamnesis,
efflorosensi, dan pemeriksaan penunjang seperti yang telah disebutkan di atas. Dari anamnesis
dan efflorosensi saja harusnya sudah bisa mendiagnosis sebagai kansdidiasis intertriginosa, akan
tetapi ada beberapa penyulit dalam mendiagnosis sehingga muncul beberapa diagnosis banding
untuk kandidiasis intertriginosa.
Diagnosis banding pada kasus ini ialah tinea kruris yang merupakan Penyakit pada
jaringan yang mengandung zat tanduk pada lipatan paha, daerah perineum, dan sekitar anus,
yang bersifat akut atau menahun , yang disebabkan oleh T.rubrum, T.mentagrophytes, atau
E.Flocossum .6 Lesi berbatas tegas, peradangan pada tepi lebih nyata daripada daerah tengahnya.
Efloresensi terdiri atas macam-macam bentuk yang primer dan sekunder (polimorf). 10 Yang
membedakan ialah pada kandidiasis terdapat eritema berwarna merah cerah berbatas tegas
dengan satelit-satelit di sekitarnya. Predileksinya juga bukan pada daerah-daerah
yang berminyak, tetapi lebih sering pada daerah yang lembab. Selain itu, pada
pemeriksaan dengan larutan KOH 10 %, terlihat sel ragi, blastospora atau hifa
semu.6

Eritrasma merupakan penyakit yang sering berlokalisasi di sela paha.


Efloresensi yang sama, yaitu eritema dan skuama, pada seluruh lesi merupakan
tanda-tanda khas penyakit ini. Pemeriksaan biasanya dilakukan dengan lampu
Wood dapat menolong dengan adanya fluoresensi merah ( red coral ). 16

Penatalaksanaan untuk jamur kulit ini bekerja dengan cara menghambat jamur dengan
mengganggu aktivitas sel jamur sehingga menjadi rusak. Ada dua macam cara terapi jamur, yang
bersifat fungistatik (melemahkan) yang diberikan antara 3 minggu dan yang bersifat fungisidal
(mematikan) yang diberikan 1 2 minggu.6 Obat jamur kulit diberikan pada pasien ini berupa
krim yang dioleskan langsung pada daerah yang terinfeksi jamur yaitu mikokonazole 2% yang
dengan pemakaian 2 kali sehari setelah mandi dan obat oral yang diberikan Tablet Ketokonazole
(200 mg) 1. Pada pasien ini diberkan suatu obat jamur secara sistemik karena infeksi bersifat
rekuren. Sebagai terapi suportif pasien harus jaga kebersihan badan dengan mandi bersih. Sering
mengganti pakaian bila berkeringat, jangan memakai pakaian yang basah atau lembab. Jangan
memakai peralatan bersama-sama, untuk menghindari anggota keluarga terinfeksi. Untuk pasien
dengan hiperhidrosis dianjurkan agar memakai kaos dari bahan katun yang menyerap keringat.
Diusahakan agar tidak memakai bahan yang terbuat dari wool atau bahan sintetis. Pakaian dan
handuk agar sering diganti dan dicuci bersih.2,3,4
Pasien juga dianjurkan kontrol seminggu kemudian untuk mengetahui respon terhadap
terapi dan mengevaluasi keluhan subyektif maupun tanda obyektif yang masih ada.
Prognosis pasin ini baik. Penyakit ini dapat sembuh tetapi perlu adanya edukasi bahwa
penyakit ini dapat kambuh kembali jika imunitas penderita menurun, higiene sanitasi yang jelek.
Sehingga penderita diharuskan menjaga kesehatan dan kebersihan kulitnya. Selain penting itu
memberi edukasi kepada pasien tentang adanya komplikasi yang mungkin timbul, diantaranya
infeksi sekunder, dan lesi hiperpigmentasi.1

DAFTAR PUSTAKA

1. Amin, Safruddin. Dkk. 2004. Dermatomikosis Superfisial. Jakarta: FKUI. Hal


88

2. Graham-Brown, Robin. Dkk. 2000. Dermatologi. Bandung: Erlangga

3. Kuswadji. 2008. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. Jakarta: FKUI. Hal. 108

4. Harahap, Marwali. 2000. Ilmu Penyakit Kulit. Jakarta: Hipokrates. Hal.81

5. Siregar, R.S. 2004. Saripati Penyakit Kulit. Jakarta: EGC. Hal. 31

6. Siregar, R.S. 2005. Penyakit Jamur Kulit. Jakarta: EGC. Hal. 44

Anda mungkin juga menyukai