Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN

Kematian karena diare di negara berkembang terjadi terutama pada anak-anak berusia kurang
dari 5 tahun, dimana dua pertiga diantaranya tinggal di daerah yang buruk, kumuh, dan padat
dengan tingkat pendidikan yang rendah, serta kurangnya fasilitas kesehatan. Di Amerika
Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena infeksi
berkurang. Sementara dibeberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukkan diare akut
karena infeksi masih menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa
yang datang berobat ke rumah sakit.1
Pengobatan diare secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu pengobatan
simptomatik dan kausatif. Pada pengobatan simptomatik digunakan obat-obat yang
mempunyai daya kerja mengurangi peristaltik langsung ke usus atau memproteksi,
menciutkan lapisan permukaan usus (astringensia), dan zat-zat yang dapat menyerap racun
yang dihasilkan.

Page 1 of 45

BAB II
ISI

2.1 Anatomi
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan membentang dari pilorus
hingga katup ileosekal. Panjang usus halus pada orang hidup sekitar 12 kaki (3,6 m) dan
hampir 22 kaki (6,6 m) pada kadaver (akibat relaksasi). Usus ini mengisi bagian tengah dan
bawah rongga abdomen. Ujung proksimal berdiameter sekitar 3,8 cm, tetapi makin ke bawah
garis tengahnya semakin berkurang sampai menjadi sekitar 2,5 cm.1
Usus halus dibagi menjadi duodenum, jejunum, dan ileum. Panjang duodenum adalah sekitar
25 cm, mulai dari pilorus sampai jejunum. Pemisahan duodenum dan jejunum ditandai oleh
adanya ligamentum Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dextra
diafragma dekat hiatus esofagus dan berinsersio pada perbatasan antara duodenum dan
jejunum. Ligamentum ini berperan sebagai ligamentum suspensorium (penggantung). Sekitar
dua per lima dari sisa usus halus adalah jejunum, dan tiga per lima bagian akhirnya adalah
ileum. Jejunum terletak di regio midabdominalis sinistra, sedangkan ileum cenderung terletak
di regio abdominalis dextra sebelah bawah. Masuknya kimus ke dalam usus halus diatur oleh
sfingter pilorus, sedangkan pengeluaran zat yang telah tercerna ke dalam usus besar diatur
oleh katup ileosekal. Katup ileosekal juga mencegah terjadinya refluks isi usus besar ke
dalam usus halus.1
Apendiks vermiformis berbentuk tabung buntu berukuran sebesar jari kelingking yang
terletak pada daerah ileosekal, yaitu pada apeks sekum. Peradangan atau ruptura struktur ini
merupakan penyebab penting kematian pada orang muda, walaupun frekuensinya kini lebih
jarang menyebabkan kematian dibandingkan dengan masa sebelum ditemukannya antibiotik.
Dinding usus halus terdiri atas 4 lapisan dasar. Yang paling luar (lapisan serosa) dibentuk oleh
peritoneum. Peritoneum mempunyai lapisan viseral dan parietal, dan ruang yang terletak di
antara lapisan-lapisan ini disebut sebagai rongga peritoneum. Peritoneum melipat dan
meliputi hampir seluruh visera abdomen.
Nama-nama khusus telah diberikan pada lipatan-lipatan peritoneum. Mesennterium
merupakan lipatan peritoneum lebar menyerupai kipas yang menggantung jejunum dan ileum
Page 2 of 45

dari dinding posterior abdomen, dan memungkinkan usus bergerak dengan leluasa.
Mesenterium menyokong pembuluh darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Omentum
majus merupakan lapisan ganda peritoneum yang menggantung dari kurvatura major
lambung dan berjalan turun di depan visera abdomen menyerupai celemek. Omentum
biasanya mengandung banyak lemak dan kelenjar limfe yang membantu melindungi rongga
peritoneum terhadap infeksi. Omentum minus merupakan lipatan peritoneum yang terbentang
dari kurvatura minor lambung dan bagian atas duodenum, menuju ke hati, membentuk
ligamentum suspensorium hepatogastrika, dan ligamentum hepatoduodenale. Salah satu
fungsi penting peritoneum adalah mencegah gesekan antara organ-organ yang berdekatan
dengan cara menyekresi cairan serosa yang berperan sebagai pelumas. Peradangan
peritoneum disebut sebagai peritonitis dan dapat merupakan sekuele berat akibat peradangan
atau perforasi usus. Setelah peritonitis atau pembedahan abdomen, dapat-dapat terjadi
perlekatan-perlekatan (pita-pita fibrosa) dan kadang-kadang menyebabkan obstruksi usus.
Otot yang melapisi usus halus mempunyai dua lapisan: lapisan luar terdiri atas serabutserabut longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut
longitudinal yang lebih tipis, dan lapisan dalam terdiri atas serabut-serabut sirkular. Penataan
yang demikian membantu gerakan peristaltik usus halus. Lapisan submukosa terdiri atas
jaringan ikat, sedangkan lapisan mukosa bagian dalam tebal serta banyak mengandung
pembuluh darah dan kelenjar.1
Usus halus dicirikan dengan adanya tiga struktur yang sangat menambah luas permukaan
danmembantu fungsi utamanya yaitu absorpsi. Lapisan mukosa dan submukosa membentuk
lipatan-lipatn sirkular yang disebut sebagai valvula koniventes (ipatan Kerckring) yang
menonjol ke dalam lumen sekitar 3 10 mm. Adanya lipatan-lipatan ini menyebabkan
gambaran usus halus menyerupai bulu pada pemeriksaan radiografi. Vili merupakan tonjolantonjolan mukosa seperti jari-jari yang jumlahnya sekitar empat atau lima juta dan terdapat di
sepanjang usus halus. Vili panjangnya 0,5 sampai 1,5 mm (dapat terlihat secara makroskopis)
dan menyebabkan gambaran mukosa menjadi menyerupai beludru. Mikrovili merupakan
tonjolan menyerupai jari-jari yang panjangnya sekitar 1 mm pada permukaan luar setiap
vilus. Mikrovili terlihat dengan pemeriksaan mikroskop elektron dan tampak sebagai brush
border pada pemeriksaan mikroskop cahaya. Bila lapisan permukaan usus halus ini rata,
maka luas permukaannya hanya sekitar 2.000 cm2. Valvula koniventes, vili, dan mikrovili
sama-sama menambah luas permukaan absorpsi hingga 1,6 juta cm 2, yaitu meningkat sekitar
seribu kali lipat. Penyakit-penyakit usus halus yang menyebabkan terjadinya atrofi dan
Page 3 of 45

pendataran vili, sangat mengurangi luas permukaan absorpsi dan mengakibatkan terjadinya
malabsorpsi.
Struktur Vilus
Vilus merupakan unit fungsional usus halus. Tiap-tiap vilus terdiri atas saluran limfe sentral
yang disebut sebagai lakteal yang dikelilingi oleh jalinan kapiler darah dalam jaringan ikat.
Jaringan ikat sendiri dikelilingi oleh sel-sel epitel toraks. Makanan yang telah dicerna akan
masuk ke dalam lakteal yang dikelilingi dan kapiler vilus. Epitel vilus terdiri atas dua jenis
sel, sel goblet penghasil mukus, dan sel absorptif (dengan mikrovili yang menonjol dari
permukaannya), yang bertanggung jawab atas absorpsi bahan makanan yang telah tercerna.
Enzim-enzim terletak pada brush border dan menyelesaikan proses pencernaan saat
berlangsung absorpsi.
Di sekeliling vilus terdapat beberapa sumur kecil yang disebut kripte Lieberkuhn. Kripta ini
merupakan kelenjar-kelenjar usus yang menghasilkan sekret yang mengandung enzim-enzim
pencernaan. Sel-sel yang tidak berdiferensiasi di dalam kripta Lieberkuhn, berproliferasi
cepat dan bermigrasi ke ujung vilus, tempat menjadi sel-sel absorptif. Pada ujung vilus, selsel ini akan lepas ke dalam usus. Pematangan dan migrasi sel dari kripta ke ujung vilus hanya
membutuhkan waktu selama 5 - 7 hari. Diperkirakan sekitar 20 50 juta sel epitel dilepaskan
ke dalam lumen usus setiap menit. Laju pergantian sel tinggi (tercepat dalam tubuh), sehingga
epitel usus sangat rentan terhadap perubahan proliferasi sel. Obat-obat sitotoksik yang
diberikan untuk kanker atau leukemia menghambat pembelahan sel, mengakibatkan atrofi
mukosa dan pemendekan kripta maupun vili. Penderita yang mendapat obat-obat ini sering
mengalami ulserasi pada saluran gastrointestinal. Pada sprue, villi dapat memendek atau
hilang.
Perdarahan dan persarafan
Arteria mesenterica superior dicabangkan dari aorta tepat di bawah arteria seliaka. Arteria ini
mendarahi seluruh usus halus kecuali duodenum yang diperdarahi oleh arteria
gastroduodenalis dan cabangnya, arteria pankreatikoduodenalis superior. Darah dikembalikan
lewat vena mesenterika superior yang menyatu dengan vena lienalis membentuk vena porta.
Usus halus dipersarafi oleh cabang-cabang sistem saraf otonom. Rangsangan parasimpatis
merangsang aktivitas sekresi dan motilitas, dan rangsangan simpatis menghantarkan nyeri,
sedangkan serabut-serabut parasimpatis mengatur refleks usus. Suplai saraf intrinsik, yang
Page 4 of 45

menimbulkan fungsi motorik, berjalan melalui pleksus Auerbach yang terletak dalam lapisan
muskularis, dan pleksus Meissner di lapisan submukosa.
Usus besar atau kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar 1,5 m (5
kaki) yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar sudah pasti lebih
besar daripada usus kecil, yaitu sekitar 6,5 cm (2,5 inci), tetapi makin dekat anus diameternya
semakin kecil.
Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal
dan apendiks yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tida inci
pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam
sekum dan mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.
Kolon dibagi lagi menjadi kolon asenden, transversum, desenden, dan sigmoid. Tempat kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut disebut sebagai
fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan
membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri sewaktu kolon
sigmoid bersatu dengan rektum, dan hal inimerupakan alasan anatomis mengapa
memosisikan penderita ke sisi saat pemberian enema. Pada posisi ini, gaya gravitasi
membantu mengalirkan air dari rektum ke fleksura sigmoid. Bagian utama usus besar yang
terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke
bagian luar tubuh). Satu inci terkahir dari rektum disebut kanalis ani dan dilindungi oleh otot
sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm.
Hampir seluruh usus besar memiliki empat lapisan morfologik seperti yang ditemukan pada
bagian usus lain. Namun demikian, ada beberapa gambaran yang khas terdapat pada usus
besar saja. Lapiran otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi terkumpul dalam tiga
pita yang disebut sebagai taenia koli. Taenia bersatu pada sigmoid distal, sehngga rektum
mempunyai satu lapisan otot longitudinal yang lengkap. Panjang taenia lebih pendek daripada
usus, sehingga usus tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut
sebagai haustra, Apendises epiploika adalah kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi
lemak dan melekat di sepanjang taenia. Lapisan mukosa usus besar jauh lebih tebal daripada
lapisan mukosa usus halus dan tidak mengandung vili atau rugae. Kripte Lieberkuhn
(kelenjar intestinal) terletak lebih dalam dan mempunyai lebih banyak sel goblet
dibandingkan dengan usus halus.

Page 5 of 45

Usus besar secara klinis dibagi menjadi belahan kiri dan kanan berdasarkan pada suplai darah
yang diterima. Arteria mesenterika superior mendarahi belahan kanan (sekum, kolon
asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum), dan arteri mesenterika inferior
mendarahi belahan kiri (sepertiga distal kolon transversum, kolon desendens, kolon sigmoid,
dan bagian proksimal rektum). Suplai darah tambahan ke rektum berasal dari arteri
hemoroidalis media dan inferior yang dicabangkan dari arteria iliaka interna dan aorta
abdominalis.
Aliran balik vena dari kolon dan rektum superior adalah melalui vena mesenterika superior,
vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior (bagian sistem portal yang
mengalirkan darah ke hati). Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena
iliaka sehingga merupakan bagian sirkulasi sistemik. Terdapat anastomosis antara vena
hemoroidalis superior, media, dan inferior, sehingga tekanan portal yang meningkat dapat
menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemoroid.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan perkecualian sfingter
eksterna yang berada dalam pengendalian voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui
saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari daerah
sakral menyuplai bagian distal. Serabut simpatis meninggalkan medula spinalis melalui saraf
splangnikus. Serabut saraf ini bersinaps dalam ganglia seliaka dan aortikorenalis, kemudian
serabut pasca ganglionik menuju kolon. Rangsangan simpatis menghambat sekresi dan
kontraksi, serta merangsang sfingter rektum. Rangangan parasimpatis mempunyai efek yang
berlawanan.

2.2 Fisiologi
Usus halus mempunyai dua fungsi utama : pencernaan, yaitu proses pemecahan makanan
menjadi bentuk yang dapat tercerna melalui kerja berbagai enzim dalam saluran
gastrointestinal, dan absorpsi bahan-bahan nutrisi dan air. Semua aktivitas lainnya mengatur
atau mempermudah berlangsungnya proses ini. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh ptialin, HCL, pepsin, mukus dan enin, dan lipase lambung terhadap makanan
yang masuk. Proses ini berlanjut dalam duodenum terutama oleh kerja enzim-enzim yang
menhidrolisis karbohidrat, lemak, dan protein menjadi zat-zat yang lebih sederhana. Mukus
juga memberikan perlindungan terhadap asam. Sekresi empedu dari hati membantu proses
Page 6 of 45

pencernaan dengan mengemulsikan lemak sehingga memberikan permukaan yang lebih luas
bagi kerja lipase.2
Kerja empedu terjadi akibat sifat deterjen asam-asam empedu yang dapat melarutkan zat-zat
lemak dengan membentuk misel. Misel merupakan agregat asam empedu dan molekulmolekul lemak. Lemak membentuk inti hidrofobik, sedangkan asam empedu karena
merupakan molekul polar, membentuk permukaan misel dengan ujung hidrofobik mengarah
ke dalam dan ujung hidrofilik menghadap ke luar menuju medium cair. Bagian sentral misel
juga melarutkan vitamin-vitamin larut lemak dan kolesterol. Jadi asam-asam lemak bebas,
gliserida, dan vitmin larut-lemak dipertahankan dalam larutan sampai dapat diabsorpsi oleh
permukaan sel epitel.
Proses pencernaan disempurnakan oleh sejumlah enzim yang terdapat dalam getah usus
(sukus enterikus). Banyak enzim-enzim ini terdapat pada brush border vili dan mencerna zatzat makanan sambil diabsorpsi. Dua hormon berperan penting dalam pengaturan pencernaan
usus. Lemak yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung
empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak
lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum menyebabkan kontraksi kandung
empedu yang diperantarai oleh kerja kolesistokinin. Hasil-hasil pencernaan protein tak
lengkap yang bersentuhan dengan mukosa duodenum merangsang sekresi getah pankreas
yang kaya enzim, hal ini diperantarai oleh kerja pankreozimin. Pankreozimin dan
kolesistokinin sekarang diduga merupakan satu hormon yang sama dengan efek berbeda;
hormon ini disebut sebagai CCK. Hormon ini dihasilkan oleh mukosa duodenum.
Asam lambung yang bersentuhan dengan mukosa usus menyebabkan dikeluarkannya hormon
lain, yaitu sekretin dan jumlah yang dikeluarkan sebanding dengan jumlah asam yang
mengalir melalui duodenum. Sekretin merangsang sekresi getah yang mengandung
bikarbonat dari pankreas, merangsang sekresi empedu dari hati, dan memperbesar CCK.
Pergerakan segmental usus halus mencampur zat-zat yang dimakan dengan sekret pankreas,
hepatobiliar, dan sekresi usus, dan pergerakan peristaltikmendorong isi dari salah satu ujung
ke ujung lain dengan kecepatan yang sesuai untuk absorpsi optimal ddan asupan kontinu isi
lambung.
Usus besar memiliki berbagai fungsi yang semuanya berkaitan dengan proses akhir isi usus.
Fungsi usus besar yang paling penting adalah absorpsi air dan elektrolit, yang sudah hampir
Page 7 of 45

selesai dalam kolon dekstra. Kolon sigmoid berfungsi sebagai reservoir yang menampung
massa feses yang sudah terdehidrasi hingga berlangsungnya defekasi.
Kolon mengabsorpsi sekitar 800 ml air per hari, bandingkan dengan usus halus yang
mengabsorpsi sekitar 8.000 ml. Namun demikian, kapasitas absorpsi usus besar adalah sekitar
.1500 hingga 2000 ml/hari. Bila jumlah ini dilampaui (misalnya akibat hantaran cairan
berlebihan dari ileum) akan mengakibatkan diare. Berat akhir feses yang dikeluarkan per hari
sekitar 200 g, dan 80 - 90% di antaranya adalah air. Sisanya terdiri dari residu makanan yang
tidak terabsorpsi, bakteri, sel epitel yang terlepas, dan mineral yang tidak terabsorpsi.
Bakteri usus besar menyintesis vitamin K dan beberapa vitamin B. Pembusukan oleh bakteri
dari sisa protein menjadi asam amino dan zat yang lebih sederhana seperti peptida, indol,
skatol, fenol, dan asam lemak. Bila asam lemak dan HCl dinetralisasi oleh bikarbonat, akan
dihasilkan karbondioksida (CO2). Pembentukan berbagai gas seperti NH3, CO2, H2, H2S, dan
CH4 membantu pemebentukan gas (flatus) dalam kolon. Beberapa substansi ini dikeluarkan
dalam feses, sedangkan zat lain diabsorpsi dan diangkut ke hati untuk diubah menjadi
senyawa yang kurang toksik dan diekskresikan melalui urin
Pada umumnya usus besar bergerak secara lambat. Gerakan usus besar yang khas gerakan
pengadukan haustra. Kantong atau haustral meregang dan dari waktu ke waktu otot sirkular
akan berkontraksi untuk mengosongkannya. Gerakan ini tidak progresif, tetapi menyebabkan
isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup waktu unttuk
terjadi absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : kontraksi lambat dan tidak teratur,
berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa haustra, dan
peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. progresif, tetapi
menyebabkan isi usus bergerak bolak-balik dan meremas-remas sehingga memberi cukup
waktu unttuk terjadi absorpsi. Terdapat dua jenis peristaltik propulsif : kontraksi lambat dan
tidak teratur, berasal dari segmen proksimal dan bergerak ke depan, menyumbat beberapa
haustra, dan peristaltik massa, merupakan kontraksi yang melibatkan segmen kolon. Gerakan
peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, akhirnya merangsang defekasi. Kejadian
ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik setelah makan,
terutama setelah makanan yang pertama kali dimakan pada hari itu..

Page 8 of 45

2.3 Histologi
Saluran Pencernaan
Sistem pencernaan terdiri atas saluran pencernaan dan kelenjar-kelenjar yang pencernaan.
Fungsi sistem pencernaan adalah memperoleh zat-zat makanan
yang dibutuhkan bagi tubuh. Struktur Histologi Umum Saluran Pencernaan Saluran
pencernaan umumnya mempunyai sifat struktural tertentu yang terdiri atas 4 lapisan utama
yaitu: lapisan mukosa, submukosa, lapisan otot, dan lapisan serosa.

Lapisan mukosa terdiri atas (1) epitel pembatas; (2) lamina propria yang terdiri dari
jaringan penyambung jarang yang kaya akan pembuluh darah kapiler dan limfe dan selsel otot polos, kadang-kadang mengandung juga kelenjar-kelenjar dan jaringan limfoid;
dan (3) muskularis mukosae.

Submukosa terdiri atas jaringan penyambung jarang dengan banyak pembuluh darah
dan limfe, pleksus saraf submukosa (juga dinamakan Meissner), dankelenjar-kelenjar
dan/atau jaringan limfoid.

Lapisan otot tersusun atas: (1) sel-sel otot polos, berdasarkan susunannya dibedakan
menjadi 2 sublapisan menurut arah utama sel-sel otot yaitu sebelah dalam (dekat lumen),
umumnya tersusun melingkar (sirkuler); pada sublapisan luar, kebanyakan memanjang
(longitudinal). (2) kumpulan saraf yang disebut pleksus mienterik (atau Auerbach), yang
terletak antara 2 sublapisan otot. (3) pembuluh darah dan limfe.

Serosa merupakan lapisan tipis yang terdiri atas (1) jaringan penyambung jarang, kaya
akan pembuluh darah dan jaringan adiposa; dan (2) epitel gepeng selapis (mesotel).

2.4 Definisi dan Klasifikasi


Diare akut adalah buang air besar dengan frekuensi yang meningkat dari biasanya atau lebih
dari tiga kali sehari dengan konsistensi tinja yang lebih lembek atau cair dan bersifat
mendadak datangnya serta berlangsung dalam waktu kurang dari 2 minggu. Diare persisten
adalah bila diare berlangsung selama 2-4 minggu. Bila berlangsung lebih dari 4 minggu
disebut sebagai diare kronik.1
Diare organik adalah bila ditemukan penyebab anatomik, bakteriologik, hormonal, atau
toksikologik. Diare fungsional bila tidak dapat ditemukan penyebab organik.

Page 9 of 45

Diare berdasarkan prosesnya dapat dibagi menjadi 4, yaitu : diare osmotik, diare sekretorik,
diare eksudatif, dan diare hipermotilitas.

2.5 Epidemiologi
Pada tahun 1995 diare akut karena infeksi sebagai penyebab kematian pada lebih dari 3 juta
penduduk dunia. Kematian karena diare akut di negara berkembang terjadi terutama pada
anak-anak berusia kurang dari 5 tahun, di mana dua pertiga di antaranya tinggal di
daerah/lingkungan yang buruk, kumuh, dan padat dengan sistem pembuangan sampah yang
tidak memenuhi syarat, keterbatasan air bersih dalam jumlah maupun distribusinya,
kurangnya sumber bahan makanan disertai cara penyimpanan yang tak memenuhi syarat,
tingkat pendidikan yang rendah, serta kurangnya fasilitas pelayanan kesehatan.2
Di Amerika Serikat dengan perbaikan sanitasi dan tingkat pendidikan, prevalensi diare karena
infeksi berkurang. Data dari Centers for Disease Control and Prevention (CDC) menunjukan
bahwa infeksi karena Salmonella, Shigella, Listeria, Escherichia coli, dan Yersinia berkurang
berkisar 20-30% berkat perhatian atas kebersihan dan keamanan makanan. Sementara di
beberapa rumah sakit di Indonesia data menunjukan diare akut karena infeksi masih
menduduki peringkat pertama sampai dengan keempat pasien dewasa yang datang berobat ke
rumah sakit.3

2.6 Etiologi
1. Virus
Merupakan penyebab diare akut terbanyak pada anak (70-80%). Beberapa jenis virus
penyebab diare akut :
Rotavirus serotype 1, 2, 8, dan 9, : pada manusia. Serotype 3 dan 4 didapati
pada hewan dan manusia. Dan serotype 5, 6, dan 7 didapati hanya pada

hewan.
Norwalk virus : terdapat pada semua usia, umumnya akibat food borne atau

water borne transmisi, dan dapat juga terjadi penularan person to person.3
Astrovirus, didapati pada anak dan dewasa
Adenovirus (type 40, 41)
Small bowel structured virus
Cytomegalovirus
Page 10 of 45

2. Bakteri
Enterotoxigenic E. coli (ETEC). Mempunyai 2 faktor virulensi yang penting
yaitu faktor kolonisasi yang menyebabkan bakteri ini melekat pada enterosit
pada usus halus dan enterotoksin (Heat Labile (HL)) dan heat stabile (HS)
yang menyebabkan sekresi cairan dan elektrolit yang menghasilkan watery
diarrhea. ETEC tidak menyebabkan kerusakan brush border atau menginvasi

mukosa.
Enterophatogenic E. coli (EPEC). Mekanisme terjadinya diare belum jelas.
Didapatinya proses perlekatan EPEC ke epitel usus menyebabkan kerusakan
dari membran mikro vili yang akan mengganggu permukaan absorpsi dan

aktivitas disakaridase.
Enteroaggregative E. coli (EaggEC). Bakteri ini melekat kuat pada mukosa
usus halus dan menyebabkan perubahan morfologi yang khas. Bagaimana
mekanisme timbulnya diare masih belum jelas, tetapi sitotoksin mungkin

memegang peranan.4
Enteroinvasive E. coli (EIEC). Secara serologi dan biokimia mirip dengan
Shigella. Seperti Shigella, EIEC melakukan penetrasi dan multiplikasi di

dalam sel epitel kolon.


Enterohemorrhagic E. coli (EHEC). EHEC memproduksi verocytotoxin (VT)
1 dan 2 yang disebut juga Shiga-like toxin yang menimbulkan edema dan
perdarahan diffuse di kolon. Pada anak sering berlanjut menjadi hemolytic-

uremic syndrome.
Shigella spp. Shigella menginvasi dan multiplikasi di dalam sel epitel kolon,
menyebabkan kematian sel mukosa dan timbulnya ulkus. Shigella jarang
masuk ke dalam aliran darah. Faktor virulensi termasuk :

smooth

lipopolysaccharide cell-wall antigen yang mempunyai aktivitas endotoksin


serta membantu proses invasi dan toksin (shiga toxin dan Shiga-like toxin)
yang bersifat sitotoksik dan neurotoksik dan mungkin menimbulkan watery

diarrhea.
Campylobacter jejuni (Helicobacter jejuni). Manusia terinfeksi melalui kontak
langsung dengan hewan (unggas, anjing, kucing, domba, dan babi atau dengan
feses hewan melalui makanan yang terkontaminasi seperti daging ayam dan
air. Kadang-kadang infeksi dapat menyebar melalui kontak langsung dengan
person to person. C.jejuni mungkin menyebabkan diare melalui invasi ke
dalam usus halus dan usus besar. Ada 2 tipe toksin yang dihasilkan, yaitu
Page 11 of 45

cytotoxin dan heat labile enterotoxin. Perubahan histopatologi yang terjadi

mirip dengan proses ulcerative colitis.


Vibrio cholerae 01 dan V. cholerae 0139. Air atau makanan yang
terkontaminasi oleh bakteri ini akan menularkan kolera. Penularan melalui
person to person jarang terjadi. V. cholerae melekat dan berkembang biak pada
mukosa usus halus dan menghasilkan enterotoksin yang menyebabkan diare.
Toksin kolera ini sangat mirip dengan heat-labile toxin (LT) dari ETEC.
Penemuan terakhir adanya enterotoksin yang lain yang mempunyai
karakteristik tersendiri, seperti Accessory Cholera Enterotoxin (ACE) dan
zonular occludens toxin (ZOT). Kedua toksin ini menyebabkan sekresi cairan

ke dalam lumen usus.5


Salmonella (non thypoid). Salmonella dapat menginvasi sel epitel usus.
Enterotoksin yang dihasilkan menyebabkan diare. Bila terjadi kerusakan

mukosa yang menimbulkan ulkus, akan terjadi bloody diarrhea.


3. Protozoa
a. Giardia lamblia. Parasit ini menginfeksi usus halus. Mekanisme patogenesis
masih belum jelas, tapi dipercayai mempengaruhi absorpsi dan metabolisme
asam empedu. Transmisi melalui rute fecal-oral. Interaksi host-parasite
dipengaruhi oleh umur, status nutrisi, endemisitas, dan status imun. Di daerah
dengan endemisitas rendah, dapat terjadi wabah dalam 5 8 hari setelah
terpapar dengan manifestasi diare akut yang disertai mual, nyeri epigastrik dan
anoreksia. Kadang-kadang dijumpai malabsorpsi dengan fatty stools, nyeri
perut, dan gembung.
b. Entamoeba histolytica. Prevalensi disentri amoeba ini bervariasi, namun
penyebarannya di seluruh dunia. Insidennya meningkat dengan bertambahnya
umur, dan terbanyak pada laki-laki dewasa. Kira-kira 90% infeksi asimtomatik
yang disebabkan oleh E. histolytica non patogenik (E. Dispar). Amebiasis
yang simtomatik dapat berupa diare yang ringan dan persisten sampai disentri
yang fulminant.
c. Cryptosporidium. Di negara yang berkembang, cryptosporidiosis 5 15% dari
kasus diare pada anak. Infeksi biasanya simtomatik pada bayi dan asimtomatik
pada anak yang lebih besar dan dewasa. Gejala klinis berupa diare akut
dengan tipe watery diarrhea, ringan dan biasanya self-limited. Pada penderita
dengan gangguan sistem kekebalan tubuh seperti pada penderita AIDS,

Page 12 of 45

cryptosporidiosis merupakan reemerging disease dengan diare yang lebih berat


dan resisten terhadap beberapa jenis antibiotik.
d. Microsporidium spp.
e. Isospora belli
f. Cyclospora cayatanensis.
4. Helminths
Strongyloides stercoralis. Kelainan pada mukosa usus akibat cacing dewasa
dan larva, menimbulkan diare.
Schistosoma spp. Cacing darah ini menimbulkan kelainan pada berbagai organ
termasuk diare dan perdarahan usus.
Capilaria philippinensis. Cacing ini ditemukan di usus halus, terutama
jejunum, menyebabkan inflamasi dan atrofi villi dengan gejala klinis watery
diarrhea dan nyeri abdomen.
Trichuris trichuria. Cacing dewasa hidup di kolon, caecum, dan appendix.
Infeksi berat dapat menimbulkan bloody diarrhea dan nyeri abdomen.
5. Alergi
6. Reaksi obat-obatan6
7. Faktor psikis.4

2.7 Patofisiologi
Diare Osmotik
Diare osmotik terjadi jika cairan di dalam usus berlebih, disebabkan karena sejumlah
besar bahan makanan yang tidak dapat diabsorbsi dalam lumen usus sehingga terjadi
hiperosmolaritas intra lumen yang menimbulkan perpindahan cairan dari plasma ke dalam
lumen. Dikatakan diare osmotik jika osmotic gap feses >125 mosmol/kg (normal <50
mosmol/kg).
Diare osmotik dapat terjadi pada keadaan maldigesti (Coeliac disease) yang
menyebabkan zat-zat nutrient tertinggal di lumen usus yang dapat menarik cairan ke lumen,
sert penggunaan bahan yang bersifat laksansia. Pada orang normal penggunaan garam
magnesium atau vitamin C atau malabsorbsi laktosa dapat menyebabkan diare osmotik. Diare
ini dapat berhenti bila pasien puasa.4
Diare Sekretorik
Diare yang terjadi bila ada gangguan transport elektrolit baik absorbs yang berkurang
maupun sekresi yang meningkat melalui dinding usus. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
Page 13 of 45

dikeluarkan bakteri.
Diare ini terjadi pada kasus kolera, pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek
atau penggunaan laksansia non osmotik. Beberapa hormone intestinal seperti gastrin,
vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik. Diare tetap
berlangsung walaupun pasien dipuasakan.
Diare Eksudatif
Diare yang terjadi akibat proses inflamasi/peradangan yang menyebabkan kerusakan
mukosa baik usus halus/usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
ataupun bersifat non infeksi seperti glutein sensitive enteropati, penyakit usus inflamasi
(irritable bowel disease, Crohns disease atau colitis ulseratif) atau akibat radiasi.
Oleh karena terjadi kerusakan dinding usus, feses dapat mengandung pus darah atau
mukus. Pada diare ini terjadi juga peningkatan beban osmotik, hipersekresi cairan akibat
peningkatan prostaglandin dan terjadi hiperperistaltik.4
Diare Hiperperistaltik/Hipermotilitas
Diare ini disebabkan oleh pergerakkan makanan/waktu transit yang cepat di dalam
saluran cerna (hipermotilitas). Jika makanan melalui usus terlalu cepat, maka tidak ada waktu
untuk penyerapan dari zat-zat nutrient dan air dari makanan.
Tipe ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, penyakit usus iritabel, diabetes mellitus
dan paska gastrektomi. Diare ini dapat disembuhkan dengan pemberian obat antimotilitas
(loperamid).

2.8 Manifestasi Klinis


Klasifikasi berdasarkan patofisiologi
Mekanisme
Diare Osmotik

Gambaran Klinis
Perbaikan keadaan diare setelah pasien puasa.
Tinja yang banyak, berlemak dan berbau busuk
Penurunan berat badan
Defisiensi nutrien

Diare

Kesenjangan osmotik pada air feses


Diare yang encer dan tetap terjadi setelah pasien puasa
Page 14 of 45

Sekretorik

Dehidrasi
Efek sistemik lain oleh hormon

Diare Eksudatif

Tidak adanya jarak osmotik pada air feses


Panas
Nyeri abdomen

Diare

Feses disertai darah, dan atau leukosit


Diare yang silih berganti dengan konstipasi

Hiperperistalti

Gejala neurologi : kelainan yang mengenai kandung kemih

Klasifikasi Dehidrasi dengan Manifestasi Klinis7


Derajat dehidrasi seseorang berdasarkan defisit berat badan, dapat digolongkan sebagai
berikut :

Dehidrasi Ringan (defisit < 5% BB)


o Keadaan umum sadar baik, rasa haus +, sirkulasi darah nadi normal,

pernapasan biasa, mata agak cekung, turgor biasa, kencing biasa.


Dehidrasi Sedang (defisit 5 10 %)
o Keadaan umum gelisah, rasa haus ++, sirkulasi darah nadi cepat (120 - 140),

pernapasan agak cepat, mata cekung, turgor agak berkurang, kencing sedikit.
Dehidrasi Berat (defisit > 10%)
o Keadaan umum apatis/koma, rasa haus +++, sirkulasi darah nadi cepat (>
140), pernapasan Kussmaul (cepat dan dalam), mata cekung sekali, turgor
kurang sekali, kencing tidak ada.

2.9 Dasar Diagnosis


Diare akut karena infeksi dapat ditegakkan diagnostic etiologinya bila anamnesis,
manifestasi klinis dan pemeriksaan penunjang menyokongnya.8
Beberapa petunjuk anamnesis yang dapat membantu diagnosis adalah bentuk feses,
makanan/minuman 6-24 jam terakhir, adakah orang lain disekitar yang menderita hal serupa,
tempat tinggal penderita, riwayat bepergian sebelumnya, dan pola kehidupan seksual.
Pada pemeriksaan fisik ditentukan keadaan umum pasien seperti kesadaran, status gizi,
tanda vital (tekanan darah, nadi, pernapasan dan suhu), derajat dehidrasi, kualitas nyeri perut,
colok dubur (pada kasus feses berdarah dan usia >50 tahun), dan identifikasi penyakit
komorbid.5
Page 15 of 45

Pada pemeriksaan penunjang dengan pemeriksaan feses rutin, darah rutin, kimia
darah. Kultur feses dilakukan pada kasus dengan dehidrasi, demam, diare berdarah, atau
setelah

hari

pengobatan

tidak

ada

perbaikan

klinis.

Pemeriksaan

sigmoidoskopi/kolonoskopi pada kasus diare berdarah bila pemeriksaan penunjang yang


sebelumnya tidak memperlihatkan penyebab yang jelas.

2.10 Komplikasi
Dehidrasi akibat bakteri patogen non invasif biasanya ringan, namun pada kondisi pasien
yang jelek tanpa memperoleh rehidrasi yang adekuat dapat menjadi nekrosis tubular akut
hingga bisa menyebabkan kematian yang diakibatkan dengan renjatan hipovolemik. Untuk
rehidrasi sendiri jika tidak mencapai hidrasi normal dapat terjadi gagal ginjal akut dan
sebaliknya jika terjadi overhidrasi bisa meninggal akibat edema paru akut.
Dehidrasi akibat bakteri patogen invasif biasanya lebih berat dibanding dengan non invasif,
dan komplikasinya semakin berat jika rehidrasinya tidak adekuat, sehingga bisa
menyebabkan gagal ginjal akut dan akan terjadi edema paru akut jika rehidrasi yang
berlebihan.
Dehidrasi akibat virus komplikasinya hampir sama dengan yang disebabkan bakteri,
kebanyakan lebih ringan. Sedangkan dehidrasi yang disebabkan protozoa biasanya lebih akut
ataupun kronik tergantung dengan banyak maupun virulensi protozoa tersebut. Bila
jumlahnya banyak dan virulensinya tinggi selain komplikasinya seperti yang disebabkan oleh
bakteri juga dapat mengakibatkan perforasi usus, peritonitis maupun terjadinya abses secara
emboli pada organ yang terseranng.9-11

2.11 Pencegahans
- Menjaga kebersihan makanan.
- Semua makanan sebaiknya dimasak terlebih dahulu
- Mencuci tangan terlebih dahulu sebelum makan

Page 16 of 45

2.12 Penatalaksanaan
2.12.1 Terapi Non Farmakologi
A. Distribusi cairan tubuh dan fungsinya
Enam puluh persen dari berat tubuh kita adalah air. Cairan tubuh dipisahkan oleh membran
sel sehingga ada yang terdapat di dalam sel (intraseluler) yang berjumlah 40 % dan ada yang
terdapat diluar sel (ekstraseluler) yang berjumlah 20 %. Cairan ekstraseluler terdiri atas
cairan interstitial yaitu cairan yang berada di ruang antar sel berjumlah 15 % dan plasma
darah yang hanya berjumlah 5 %. Selain itu juga dikenal cairan antar sel khusus disebut
cairan transeluler misalnya, cairan cerebrospinal, cairan persendian, cairan peritoneum, cairan
pleura, dan lain-lain.12
Dalam cairan tubuh terlarut zat-zat elektrolit dan non elektrolit seperti protein dan glukosa
yang mempunyai berat molekul yang berbeda. Air, elektrolit, dan asam amino bisa melintasi
membran sel dengan mudah karena berat molekulnya yang rendah, sementara makromolekul
seperti protein plasma tidak bisa melintasi dinding kapiler.
Baik cairan intraseluler maupun ekstraseluler memainkan peranan penting dalam mendukung
kehidupan. Cairan intraseluler terlibat dalam proses metabolik yang menghasilkan energi
yang berasal dari nutrien-nutrien dalam cairan tubuh, sementara cairan ekstraseluler berperan
dalam mempertahankan sistem sirkulasi, mensuplai nutrient ke dalam sel, dan membuang zat
sisa yang bersifat toksik.
B. Komposisi cairan intraseluler dan ekstraseluler
Kadar elektrolit intrasel dan ekstrasel berbeda karena terdapat membran sel yang mengatur
transport elektrolit. Cairan intraseluler terutama mengandung elektrolit berupa ion-ion kalium
(K+), magnesium (Mg++), dan Fosfat (HPO4-2). Cairan ekstraseluler mengandung terutama
natrium (Na+) dan klorida (Cl-).12
Cairan interstitial dan plasma keduanya merupakan cairan ekstraseluler, tetapi mempunyai
komposisi protein yang berbeda karena terdapat dinding kapiler yang tidak bisa dilintasi oleh
masing-masing protein.

Page 17 of 45

Tiap organ didalam tubuh tidak memiliki kandungan air yang sama. Organ yang paling
banyak kandungan airnya adalah otak diikuti ginjal, otot lurik, kulit, hati, tulang, dan lemak.
Peran Natrium
Natrium merupakan kation terpenting dalam tubuh dan terutama terdapat pada cairan
ekstraseluler. Eksresi air hampir selalu disertai dengan eksresi natrium baik lewat urin, tinja,
atau keringat, karena itu terapi dehidrasi selalu diberikan cairan infus yang mengandung
natrium.
Natrium mempertahankan tekanan osmotik tubuh dan memelihara cairan ekstraseluler
dalam keadaan konstan. Kadar Na serum normal adalah 135-145 mEq/L.12
Peran Kalium
Kalium merupakan elektrolit terpenting di cairan intraseluler. Kalium memainkan peranan
penting dalam saraf dan perangsangan otot serta penghantaran impuls listrik.
Kadar normal kalium dalam serum adalah 3-5 mEq/L. Hipokalemi menyebabkan keletihan
otot, lemas, ileus paralitik, kembung, gangguan irama jantung. Sedangkan hiperkalemi dapat
menyebabkan aritmia, tetani, dan kejang.
Kalium memiliki pengaruh kuat terhadap jantung dan ginjal, maka pemberiannya harus
hati-hati pada pasien dengan kelainan jantung dan ginjal.
C. Kebutuhan cairan per hari
Pada orang sehat asupan dan pengeluaran air seimbang. Bila terjadi gangguan
keseimbangan maka mungkin diperlukan koreksi dengan nutrisi parenteral.
Asupan air dan makanan rata-rata adalah sekitar 2000 ml, dan kira-kira 200 ml air
metabolik berasal dari metabolisme nutrien di dalam tubuh. Air dieksresikan dalam urin dan
melalui penguapan yang tidak disadari. Jumlah eksresi urin sekitar 1300 ml/hari, sedangkan
melalui penguapan yang tidak disadari (insensible evaporation) sekitar 900 ml/hari.12
Dengan perhitungan yang lebih akurat lagi dapat dicari :

Page 18 of 45

volume urin normal : 0,5-1 cc/kg/jam


Air metabolisme : Dewasa : 5 cc/kg/hari, anak 12-14 th : 5-6 cc/kg/hari, 7-11 th : 6-7
cc/kg/hari, balita : 8 cc/kg/hari
Insensible water loss IWL : Dewasa : 15 cc/kg/hari, Anak : 30-usia(th) cc/kg hari. Jika
ada kenaikan suhu : IWL + 200
Faktor-faktor modifikasi kebutuhan cairan
Kebutuhan ekstra / meningkat pada :
Demam ( 12% tiap kenaikan suhu 1C )
Hiperventilasi
Suhu lingkungan tinggi
Aktivitas ekstrim
Setiap kehilangan abnormal ( ex: diare, poliuri, dll )
Kebutuhan menurun pada :
Hipotermi ( 12% tiap penurunan suhu 1C )
Kelembaban sangat tinggi
Oligouri atau anuria
Aktivitas menurun / tidak beraktivitas
Retensi cairan ( ex: gagal jantung, gagal ginjal, dll )
Gangguan keseimbangan cairan

Page 19 of 45

Kehilangan

cairan

dapat

menyebabkan

gangguan

keseimbangan

cairan

yang

mengakibatkan dehidrasi, misalnya pada keadaan gastroenteritis, demam tinggi, pembedahan,


luka bakar, dan penyakit lain yang menyebabkan input dan output tidak seimbang.
Dehidrasi
Adalah keadaan dimana kurangnya cairan tubuh dari jumlah normal akibat kehilangan
cairan, asupan yang tidak mencukupi atau kombinasi keduanya.13
Dehidrasi dibedakan atas :
Dehidrasi hipotonik
o Kadar Na < 130 mmol/L
o Osmolaritas < 275 mOsm/L
o Letargi, kadang-kadang kejang
Dehidrasi isotonik
o Na dan osmolaritas serum normal
Dehidrasi hipertonik
o Na > 150 mmol/L
o Osmolaritas > 295 mOsm/L
o Haus, iritabel, bila Na > 165 mmol/L dapat terjadi kejang
Terapi cairan ialah tindakan untuk memelihara, mengganti cairan tubuh dalam batas-batas
fisiologis dengan cairan infus kristaloid (elektrolit) atau koloid (plasma ekspander) secara
intravena.
Terapi cairan berfungsi untuk mengganti defisit cairan saat puasa sebelum dan sesudah
pembedahan, mengganti kebutuhan rutin saat pembedahan, mengganti perdarahan yang
terjadi, dan mengganti cairan yang pindah ke rongga ketiga.13
Page 20 of 45

Terapi cairan resusitasi


Terapi cairan resusitasi ditujukan untuk menggantikan kehilangan akut cairan tubuh atau
ekspansi cepat dari cairan intravaskuler untuk memperbaiki perfusi jaringan. Misalnya pada
keadaan syok dan luka bakar. Terapi cairan resusitasi dapat dilakukan dengan pemberian
infus Normal Saline (NS), Ringer Asetat (RA), atau Ringer laktat (RL) sebanyak 20 ml/kg
selama 30-60 menit. Pada syok hemoragik bisa diberikan 2-3 L dalam 10 menit.
Terapi rumatan
Terapi rumatan bertujuan memelihara keseimbangan cairan tubuh dan nutrisi. Orang dewasa
rata-rata membutuhkan cairan 30-35 ml/kgBB/hari dan elektrolit utama Na+=1-2
mmol/kgBB/haridan K+= 1mmol/kgBB/hari. Kebutuhan tersebut merupakan pengganti
cairan yang hilang akibat pembentukan urine, sekresi gastrointestinal, keringat (lewat kulit)
dan

pengeluaran

lewat

paru

atau

dikenal

dengan

insensible

water

losses.

Untuk anak digunakan rumus Holiday Segar 4:2:1


4 ml/kg/jam untuk 10 kg pertama
2 ml/kg/jam untuk 10 kg kedua
1 ml/kg/jam tambahan untuk sisa berat badan
Jenis-Jenis Cairan
1. Cairan Kristaloid
Cairan ini mempunyai komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Cairan kristaloid
bila diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyata sama efektifnya seperti
pemberian cairan koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler. Waktu paruh cairan
kristaloid di ruang intravaskuler sekitar 20-30 menit.
Larutan Ringer Laktat merupakan cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untuk
resusitasi cairan walau agak hipotonis dengan susunan yang hampir menyerupai cairan
intravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut akan mengalami metabolisme di
hati menjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan adalah NaCl 0,9%,
tetapi bila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
Page 21 of 45

hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan


klorida.
Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana kristaloid akan lebih banyak
menyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid sebaiknya dipilih
untuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel.13
Pada suatu penelitian mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit larutan
kristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibat terganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang
mendapat infus 1 liter NaCl 0,9Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihan juga dapat
menyebabkan edema otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.
2. Cairan Koloid
Disebut juga sebagai cairan pengganti plasma atau biasa disebut plasma substitute atau
plasma expander. Di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung bertahan
agak lama (waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena itu koloid sering
digunakan untuk resusitasi cairan secara cepat terutama pada syok hipovolemik/hermorhagik
atau pada penderita dengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein yang banyak
(misal luka bakar).
Berdasarkan pembuatannya, terdapat 2 jenis larutan koloid:
a. Koloid alami:
Yaitu fraksi protein plasma 5% dan albumin manusia ( 5 dan 2,5%). Dibuat dengan cara
memanaskan plasma atau plasenta 60C selama 10 jam untuk membunuh virus hepatitis
dan virus lainnya. Fraksi protein plasma selain mengandung albumin (83%) juga
mengandung alfa globulin dan beta globulin.
b.

Koloid sintetis:

1. Dextran:

Page 22 of 45

Dextran 40 (Rheomacrodex) dengan berat molekul 40.000 dan Dextran 70 (Macrodex)


dengan berat molekul 60.000-70.000 diproduksi oleh bakteri Leuconostoc mesenteroides B
yang tumbuh dalam media sukrosa. Walaupun Dextran 70 merupakan volume expander yang
lebih baik dibandingkan dengan Dextran 40, tetapi Dextran 40 mampu memperbaiki aliran
darah lewat sirkulasi mikro karena dapat menurunkan kekentalan (viskositas) darah. Selain
itu Dextran mempunyai efek anti trombotik yang dapat mengurangi platelet adhesiveness,
menekan aktivitas faktor VIII, meningkatkan fibrinolisis dan melancarkan aliran darah.
Pemberian Dextran melebihi 20 ml/kgBB/hari dapat mengganggu cross match, waktu
perdarahan memanjang (Dextran 40) dan gagal ginjal. Dextran dapat menimbulkan reaksi
anafilaktik yang dapat dicegah yaitu dengan memberikan Dextran 1 (Promit) terlebih dahulu.
2. Hydroxylethyl Starch (Heta starch)
Tersedia dalam larutan 6% dengan berat molekul 10.000 1.000.000, rata-rata 71.000,
osmolaritas 310 mOsm/L dan tekanan onkotik 30 30 mmHg. Pemberian 500 ml larutan ini
pada orang normal akan dikeluarkan 46% lewat urin dalam waktu 2 hari dan sisanya 64%
dalam waktu 8 hari. Larutan koloid ini juga dapat menimbulkan reaksi anafilaktik dan dapat
meningkatkan kadar serum amilase ( walau jarang). Low molecullar weight Hydroxylethyl
starch (Penta-Starch) mirip Heta starch, mampu mengembangkan volume plasma hingga 1,5
kali volume yang diberikan dan berlangsung selama 12 jam. Karena potensinya sebagai
plasma volume expander yang besar dengan toksisitas yang rendah dan tidak mengganggu
koagulasi maka Penta starch dipilih sebagai koloid untuk resusitasi cairan pada penderita
gawat.
3. Gelatin
Larutan koloid 3,5-4% dalam balanced electrolyte dengan berat molekul rata-rata 35.000
dibuat dari hidrolisa kolagen binatang. Ada 3 macam gelatin, yaitu:
- Modified fluid gelatin (Plasmion dan Hemacell)
- Urea linked gelatin
- Oxypoly gelatin
Pertimbangan dalam resusitasi cairan :
Page 23 of 45

1. Medikasi harus diberikan secara iv selama resusitasi


2. Perubahan Na dapat menyebabkan hiponatremi yang serius. Na serum harus
dimonitor, terutama pada pemberian infus dalam volume besar.
3. Transfusi diberikan bila hematokrit < 30
4. Insulin infus diberikan bila kadar gula darah > 200 mg%
5. Histamin H2-blocker dan antacid sebaiknya diberikan untuk menjaga pH lambung 7,0
Prinsip menentukan jumlah cairan yang akan diberikan yaitu sesuai dengan jumlah cairan
yang keluar dari tubuh. Macam-macam pemberian cairan.
a) BJ plasma dengan rumus :
BJ plasma1,025
Kebutu h an cairan=
berat badan 4 ml
0,001
b) Metode Pierce berdasarkan klinis :
a. Dehidrasi ringan, kebutuhan cairan = 5% X berat badan (kg)
b. Dehidrasi sedang, kebutuhan cairan = 8% X berat badan (kg)
c. Dehidrasi berat, kebutuhan cairan = 10% X berat badan (kg)
c) Metode Daldiyono berdasarkan skor klinis antara lain13
SKOR PENILAIAN KLINIS DEHIDRASI (SKORING DALDIYONO)
KLINIS
Rasa haus/muntah

SKOR
1

Tekanan darah sistolik 60-90 mmHg

Tekanan darah sistolik <60 mmHg

Frekuensi nadi >120x/menit

Kesadaran apati

Kesadaran somnolen, spoor atau koma

Frekuensi napas >30x/menit

Facies cholerica

Vox cholerica

Turgor kulit menurun

Washer womans hand

Ekstremitas dingin

Sianosis

Umur 50-60 tahun

NILAI

Page 24 of 45

Umur >60 tahun


Kebutu h an cairan=

2
skor
10 kgBB 1 liter
15

Bila skor kurang dari 3 dan tidak ada syok, maka hanya diberikan cairan peroral (sebanyak
mungkin sedikit demi sedikit). Bila skor lebih atau sama 3 disertai syok diberikan cairan per
intravena. Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral, melalui selang nasogastrik
atau intravena.
Bila dehidrasi sedang/berat sebaiknya pasien diberikan cairan melalui infus pembuluh darah.
Sedangkan dehidrasi ringan/sedang pada pasien masih dapat diberikan cairan per oral, atau
selang nasogastrik, kecuali bila ada kontra indikasi atau oral/saluran cerna atas tak dapat
dipakai. Pemberian per oral diberikan larutan oralit yang hipotonik dengan komposisi 29 g
glukosa, 3,5 g NaCl, 2,5 g Natrium Bikarbonat, dan 1,5 g KCl setiap liter. Contoh oralit
generik, renalyte, pharolit, dll.
Pemberian cairan dehidrasi terbagi atas :
a) Dua jam pertama (tahap rehidrasi inisial) : jumlah total kebutuhan cairan menurut
rumus BJ plasma atau skor Daldiyono diberikan langsung dalam 2 jam iniagar
tercapai rehidrasi optimal secepat mungkin.
b) Satu jam berikut/jam ke-3 (tahap kedua) pemberian diberikan berdasarkan kehilangan
cairan selama 2 jam pemberian cairan rehidrasi rehidrasi inisial sebelumnya. Bila
tidak ada syok atau skor Daldiyono kurang dari 3 dapat diganti cairan per oral.
c) Jam berikutnya pemberian cairan diberikan berdasarkan kehilangan cairan melalui
tinja dan Insensible Water Loss (IWL).
Diet.
Pasien diare tidak dianjurkan puasa, kecuali bila muntah-muntah hebat. Pasien dianjurkan
justru minum minuman sari buah, teh, minuman tidak bergas, makanan mudah dicerna seperti
pisang, nasi, keripik, dan sup. Susu sapi harus dihindari karena adanya defisiensi laktase
transien yang disebabkan oleh infeksi virus dan bakteri. Minuman berkafein dan alkohol
harus dihindari karena dapat meningkatkan motilitas dan sekresi usus.

Resusitasi Cairan pada Anak


Page 25 of 45

Derajat Dehidrasi Penilaian A B C 1. Lihat : Keadaan Umum Mata Rasa Haus Baik, sadar
Normal Minum biasa tidak haus * Gelisah Cekung * Haus, ingin minum banyak * Lesu,
lunglai atau tidak sadar Sangat cekung dan kering * Malas minum atau tidak bisa minum 2.
Periksa turgor kulit Kembali cepat * Kembali lambat * Kembali sangat lambat 3. Derajat
dehidrasi Tanpa dehidrasi Dehidrasi ringan/sedang bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih
tanda lain Dehidrasi berat Bila ada 1 tanda * ditambah 1 atau lebih tanda lain 4. Terapi
Rencana terapi A Rencana terapi B Rencana terapi C Tabel 2.1 Cara menilai derajat dehidrasi
(1) Derajat dehidrasi dinilai sesuai dengan tanda dan gejala yang mencerminkan jumlah
cairan yang hilang:(1) Pada tahap awal dehidrasi, tidak ada tanda-tanda atau gejala.
Sesuai dehidrasi yang meningkat, tanda-tanda dan gejala berkembang. Awalnya termasuk:
rasa haus, gelisah atau perilaku pemarah, turgor kulit menurun, mata cekung, dan Fontanel
cekung (pada bayi). Pada dehidrasi berat, efek ini menjadi lebih jelas dan berkembang
menjadi tanda-tanda syok hipovolemik, termasuk: hilang kesadaran, kurangnya urin, lembab
dingin ekstremitas, denyut nadi yang cepat dan lemah denyut (nadi a. radialis mungkin tidak
terdeteksi), rendah atau tidak terdeteksinya tekanan darah, dan Sianosis perifer. Dapat terjadi
kematian yang cepat jika tidak dimulai rehidrasi dengan cepat. (1) Kekurangan cairan pada
anak dapat diperkirakan sebagai berikut : Pengukuran Kekurangan Cairan (%) Berat Badan
Kekurangan Cairan dalam ml/Kg Berat Badan Tidak Dehidrasi <5% <50> Diare Sedang 510% 50-100 ml/kg Diare Berat >10% >100 ml/kg Tabel 2.2 Hubungan Derajat Dehidrasi
Dengan Perkiraan Jumlah Cairan yang Hilang(1) 2.2.4 Diagnosis Masalah Penting Lainnya
Mendiagnosis disentri: jika tinja mengandung darah merah atau ibu mengatakan dia melihat
darah. (1) Mendiagnosis diare persisten: jika diare mulai setidaknya 14 hari yang lalu (dan
setiap periode tanpa diare telah tidak melebihi dua hari). (1) Mendiagnosis gizi buruk: jika
berat badan-untuk-panjang, atau berat badan-untuk-umur, dengan menggunakan berat badan
anak setelah rehidrasi, menunjukkan kekurangan gizi sedang atau berat, atau ada edema
dengan membuang-buang otot atau anak telah jelas marasmus. (1) Mendiagnosis serius usus
non-infeksi: berbasis, misalnya, pada tanda-tanda pneumonia atau sepsis; di daerah dengan
falciparum malaria, demam atau riwayat demam baru-baru ini cukup untuk menjadikan
pasien tersangka dan diobati malaria. Jika dicurigai sepsis atau meningitis, anak harus dirujuk
ke rumah sakit. (1) 2.3 PENATALAKSANAAN DIARE AKUT (TANPA DARAH) Tujuan
daripada pengobatan diare akut secara objektif ialah :(1) Mencegah dehidrasi, jika tidak ada
tanda-tanda dehidrasi Mengobati dehidrasi, jika ada Mencegah kerusakan nutrisi, dengan
memberi makanan selama dan setelah dehidrasi,dan mengurangi durasi dan keparahan
diare, dan timbulnya pada episode mendatang, dengan memberikan suplemen zinc. 2.3.1
Page 26 of 45

Rencana Terapi A : Terapi di rumah untuk mencegah dehidrasi dan malnutrisi Anak-anak
tanpa tanda-tanda dehidrasi memerlukan tambahan cairan dan garam untuk mengganti
kehilangan cairan dan elektrolit akibat diare. Jika ini tidak diberikan, tanda-tanda dehidrasi
dapat terjadi. (1) Ibu harus diajarkan cara untuk mencegah dehidrasi di rumah dengan
memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, bagaimana mencegah kekurangan
gizi dengan terus memberi makan anak, dan mengapa tindakan-tindakan ini penting. Mereka
harus juga tahu apa tanda-tanda menunjukkan bahwa anak harus dibawa ke petugas
kesehatan. Langkah-langkah tersebut dirangkum dalam empat aturan Rencana Terapi A. (1)
Aturan 1 : Memberikan anak lebih banyak cairan daripada biasanya, untuk mencegah
dehidrasi Cairan yang diberikan adalah cairan yang mengandung garam (oralit), dapat juga
diberikan air bersih yang matang. (1) Komposisi larutan oralit baru : Natrium klorida 2,6
gram/liter Glukosa 13,5 gram/liter Kalium klorida 1,5 gram/liter Trisodium sitrat 2,9
gram/liter Komposisi larutan oralit lama : Natrium klorida 3,5 gram/liter Glukosa 20
gram/liter Kalium klorida 1,5 gram/liter Trisodium sitrat 2,55 gram/liter Dengan
menurunkan osmolaritas dengan mengurangi konsentrasi glukosa dan garam (NaCl)
dimaksudkan untuk menghindari hipertonisitas cairan selama absorpsi cairan oralit. (1)
Cairan yang mengandung garam, seperti oralit, minuman asin (seperti minuman youghert),
atau sayuran dan sup ayam dengan garam. Ajari ibu untuk memasukan garam (kurang lebih
3g/L) pada minuman yang tidak bergaram (seperti air matang, air teh, jus buah-buahan yang
tidak diberi gula) atau sup selama diare. (1) Larutan oralit yang dapat dibuat dirumah
mengandung 3g/L garam dapur (1 sendok teh penuh garam) dan 18g/L dari gula dapur
(sukrosa) sangat efektif namun tidak dianjurkan karena seringkali lupa resepnya. Minuman
yang tidak boleh diberikan ialah minuman bersoda, teh manis, jus buah-buahan yang manis.
Minuman tersebut dapat menyebabkan diare osmotik dan hipernatremia. Sedangkan kopi
tidak boleh diberikan karena bersifat diuretik. (1) Umur (tahun) Jumlah Cairan Yang Harus
Diberikan <> 50-100 ml cairan 2-10 100-200 ml > 10 > 200 atau sebanyak yang mereka mau
Tabel 2.3 Jumlah Cairan yang Harus Diberi Sesuai Umur Menurut WHO 2005 Ada sedikit
perbedaan dalam jumlah cairan yang harus diberikan dengan pedoman yang lama yaitu: Tabel
2.4 Jumlah Cairan yang Harus Diberi Sesuai Umur Menurut Depkes RI 1999 (2) Aturan 2 :
Berikan tambahan zinc (10 - 20 mg) untuk anak, setiap hari selama 10 -14 hari Zinc dapat
diberikan sebagai sirup atau tablet, dimana formulasinya tersedia dan terjangkau. Dengan
memberikan zinc segera setelah mulai diare, durasi dan tingkat keparahan episode serta risiko
dehidrasi akan berkurang. Dengan pemberian zinc selama 10 sampai 14 hari, zinc yang
hilang selama diare diganti sepenuhnya dan risiko anak memiliki episode baru diare dalam 2
Page 27 of 45

sampai 3 bulan ke depan dapat berkurang. (1) Pada pedoman penatalaksanaan diare
sebelumnya

tidak ada anjuran untuk memberikan zinc, namun pada pedoman

penatalaksanaan diare WHO 2005 ada anjuran seperti ini. Aturan 3 yaitu berikan anak
makanan untuk mencegah kurang gizi Diet bayi yang biasanya harus dilanjutkan selama diare
dan ditingkatkan setelahnya. Makanan tidak boleh ditahan dan makanan anak yang biasa
tidak boleh diencerkan. pemberian ASI harus dilanjutkan. Tujuannya adalah untuk
memberikan makanan yang kaya nutrisipada anak. Sebagian besar anak-anak dengan diare
cair mendapatkan kembali nafsu makan mereka setelah dehidrasi diperbaiki, sedangkan
orang-orang dengan diare berdarah seringkali nafsu makan tetap buruk sampai penyakitnya
sembuh. Anak-anak ini harus didorong untuk mau makan secara normal sesegera mungkin.
(1) Ketika makanan diberikan, gizi yang cukup biasanya diserap untuk mendukung
pertumbuhan dan pertambahan berat badan. Makan juga mempercepat pemulihan fungsi usus
normal, termasuk kemampuan untuk mencerna dan menyerap berbagai nutrisi. Sebaliknya,
pada anak-anak yang dibatasi makannya dan makanan yang diencerkan dapat menurunkan
berat badan, menyebabkan diare lebih lama dan lebih lambat memulihkan fungsi usus. (1)
Secara umum, makanan yang sesuai untuk anak dengan diare adalah sama dengan yang
diperlukan oleh anak-anak yang sehat. (1) o Bayi segala usia yang menyusui harus tetap
diberi kesempatan untuk menyusui sesering dan selama mereka inginkan. Bayi sering
menyusui lebih dari biasanya dan ini harus didukung. (1) o Bayi yang tidak disusui harus
diberikan susu biasa mereka makan (atau susu formula) sekurang-kurangnya setiap tiga jam,
jika mungkin dengan cangkir. (1) o Bayi di bawah usia 6 bulan yang diberi makan ASI dan
makanan lain harus diberikan ASI lebih banyak. Setelah anak tersebut sembuh dan
meningkatnya pasokan ASI, makanan lain harus diturunkan. (1) Jika anak usia minimal 6
bulan atau sudah diberikan makanan lunak, ia harus diberi sereal, sayuran dan makanan lain,
selain susu. Jika anak di atas 6 bulan dan makanan tersebut belum diberikan, maka harus
dimulai selama episode diare atau segera setelah diare berhenti. Daging, ikan atau telur harus
diberikan, jika tersedia. Makanan kaya akan kalium, seperti pisang, air kelapa hijau dan jus
buah segar akan bermanfaat. (1) Berikan anak makanan setiap tiga atau empat jam (enam kali
sehari). Makan porsi kecil yang Sering, lebih baik daripada makan banyak tetapi lebih jarang.
Setelah diare berhenti, dapat terus memberi makanan dengan energi yang sama dan
membrikan satu lagi makan tambahan daripada biasanya setiap hari selama setidaknya dua
minggu. Jika anak kekurangan gizi, makanan tambahan harus diberikan sampai anak telah
kembali berat badan normal-untuk-height. (1) Aturan 4 Bawa anak ke petugas kesehatan jika
ada tanda-tanda dehidrasi atau masalah lainnya Ibu harus membawa anaknya ke petugas
Page 28 of 45

kesehatan jika anak: Buang air besar cair sering terjadi Muntah berulang-ulang Sangat
haus Makan atau minum sedikit Demam Tinja Berdarah Anak tidak membaik dalam
tiga hari. Pedoman diare yang sebelumnya hanya mempunyai 3 aturan saja. Namun WHO
2005 menambahkan pemberian zinc pada rencana terapi A ini. 2.3.2 Rencana Terapi B: Terapi
rehidrasi oral untuk anak-anak dengan dehidrasi ringan-sedang Jika berat badan anak
diketahui maka hal ini harus digunakan untuk menentukan jumlah larutan yang tepat. Jumlah
larutan ditentukan dari berat badan (Kg) dikalikan 75 ml. Jika berat badan anak tidak
diketahui maka penentuan jumlah cairan ditentukan berdasarkan usia anak. Seperti yang
terlihat pada tabel 2.5. Jumlah Cairan yang Harus Diberikan Dalam 4 Jam Pertama Usiaa <>
4 11 bulan 12 23 bulan 2 4 tahun 5 14 tahun > 15 tahun Berat Badan <> 57.9 kg 810.9 kg 11-15.9kg 16-29.9kg > 30 kg Jumlah (ml) 200-400 400-600 600-800 800-1200 12002200 2200-4000 a Digunakan apabila tidak diketahui berat badan pasien Tabel 2.5 Pedoman
Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa dengan Dehidrasi Sedang(1) Jika pasien
menginginkan lebih banyak oralit, maka dapat diberikan. Dorong ibu untuk terus menyusui
anaknya. Untuk bayi di bawah 6 bulan yang tidak menyusui, jika menggunakan larutan
oralit WHO yang lama yang mengandung 90 mmol / L natrium, juga memberi 100-200ml air
bersih selama periode ini. Namun, jika menggunakan larutan oralit osmolaritas rendah yang
baru mengandung 75mmol / L natrium, hal ini tidak perlu menambah air bersih. (1) Edema
(bengkak) kelopak mata adalah tanda dari over-hidrasi. Jika hal ini terjadi, hentikan
penggunaan oralit, tapi dapat diberi ASI atau air putih, dan makanan. Jangan beri diuretik.
Bila edema telah hilang, lanjutkan pemberian oralit atau cairan rumah sesuai dengan Rencana
Terapi A. (1) Keluaraga harus diajarkan cara memberikan larutan oralit. Larutan dapat
diberikan pada anak-anak menggunakan sendok atau cangkir. Botol minum tidak boleh
digunakan. Untuk bayi dapat digunakan pipet atau syringe. Untuk anak <>(1) Jika tandatanda dehidrasi parah telah muncul, terapi intravena (IV) harus dimulai sesuai Rencana Terapi
C. (1) Jika anak masih memiliki tanda-tanda yang menunjukkan dehidrasi beberapa, teruskan
terapi rehidrasi oral dengan mengulangi Rencana Terapi B. Pada saat yang sama dimulai
pemberian makanan, susu dan cairan lain, seperti yang dijelaskan dalam Rencana Terapi A,
dan terus menilai kembali anak. (1) Jika tidak ada tanda-tanda dehidrasi, harus
dipertimbangkan rehidrasi telah lengkap. Bila rehidrasi adalah lengkap: v Turgor kulit normal
v Tidak haus v Urin v Anak menjadi tenang, tidak lagi mudah marah dan seringkali tertidur.
Ajarkan ibu cara untuk merawat anaknya di rumah dengan larutan oralit dan makanan seperti
pada Rencana Terapi A.(1) Dengan larutan oralit yang sebelumnya, tanda dehidrasi dapat
menetap atau muncul kembali selama pemberian oralit pada 5% anak-anak. Namun dengan
Page 29 of 45

larutan oralit osmolaritas rendah yang baru, diperkirakan kegagalan pengobatan sebelumnya
dapat berkurang menjadi 3%, atau kurang. (1) Penyebab kegagalan tersering ialah: Intake
larutan oralit yang kurang (lebih dari 15-20 ml/kg/jam), seperti yang terjadi pada beberapa
anak-anak dengan kolera Tidak cukup asupan larutan oralit karena kelelahan atau kelesuan
Sering terjadi muntah-muntah yang parah. (1) Anak-anak tersebut harus diberikan larutan
oralit dengan selang nasogastric (NG) atau larutan Ringer laktat intravena (IV) (75
ml/kg/4jam), biasanya dilakukan di rumah sakit. (1) Mulailah untuk memberikan tambahan
zinc, seperti dalam Rencana terapi A, segera setelah anak dapat makan setelah 4 jam pertama
periode rehidrasi. (1) Kecuali untuk ASI, makanan tidak boleh diberikan selama empat jam
pertama periode rehidrasi. Namun, anak-anak yang terus dalam Rencana Terapi B lebih dari
empat jam harus diberikan makanan setiap 3-4 jam seperti yang dijelaskan dalam Rencana
terapi A. Semua anak yang lebih tua dari 6 bulan harus diberikan makanan sebelum pulang.
Ini membantu untuk menekankan kepada para ibu pentingnya terus makan selama diare. (1)
Perbedaan dari rencana terapi B antara WHO tahun 2005 dan Depkes RI 1999 ialah adanya
penambahan zinc pada terapi diare menurut WHO 2005 dan adanya perbedaan untuk
menentukan jumlah cairan rehidrasi yang ditentukan berdasarkan usia. Pedoman yang dipakai
Depkes RI 1999 ialah : Tabel 2.6 Pedoman Pengobatan Dehidrasi Pada Anak dan Dewasa
dengan Dehidrasi Sedang berdasarkan Depkes RI 1999(2) 2.3.3 Rencana Terapi C : untuk
Pasien dengan Dehidrasi Berat Pengobatan bagi anak-anak dengan dehidrasi berat adalah
rehidrasi intravena cepat, mengikuti Rencana Terapi C. Jika mungkin, anak harus dirawat di
rumah sakit. Panduan untuk rehidrasi intravena diberikan dalam tabel 2.7. (1) Anak-anak
yang masih dapat minum, walaupun buruk, harus diberikan oralit secara peroral sampai infus
berjalan. Selain itu, ketika anak dapat minum tanpa kesulitan, semua anak harus mulai
menerima larutan oralit (sekitar 5 ml/kg/jam), yang biasanya dalam waktu 3-4 jam (untuk
bayi) atau 1-2 jam (untuk pasien yang lebih tua). Ini memberikan tambahan dasar dan
potasium, yang mungkin tidak dapat secara memadai disediakan oleh cairan infus. Mulai
diberi cairan i.v segera. Bila pasien dapat minum berikan oralit sampai cairan i.v dimulai.
Berikan 100 ml/Kg cairan Ringer Laktat (atau cairan normal salin bila ringer laktat tidak
tersedia) yang dibagi sebagai berikut: Tabel 2.7 Jumlah pemberian cairan secara intravena
pada pasien dehidrasi berat(1) Diulangi lagi bila denyut nadi masih lemah atau tidak teraba.
Nilai kembali penderita tiap 1-2 jam .Bila rehidrasi belum tercapai pencepat tetesan
intravena. Setelah 6 jam (bayi) atau 3 jam (anak) nilai lagi penderita mengunakan Tabel
Pernilaian Kemudian pilihlah rencana terapi yang sesuai (A,B atau C ) untuk melanjutkan
terapi. (1) Pasien harus dinilai ulang setiap 15-30 menit sampai denyut a. radialis teraba kuat.
Page 30 of 45

Setelah itu, pasien harus dinilai ulang setidaknya setiap 1 (satu) jam untuk memastikan bahwa
hidrasi membaik. Jika tidak, maka infus harus diberikan lebih cepat. Lihat dan rasakan untuk
semua tanda-tanda dehidrasi: o Jika tanda-tanda dehidrasi berat masih ada, ulangi infus cairan
IV seperti yang diuraikan dalam Rencana terapi C. o Jika anak membaik (dapat minum),
tetapi masih menunjukkan tanda-tanda dari dehidrasi sedang, hentikan infus IV dan berikan
larutan oralit selama empat jam, sebagaimana ditetapkan dalam Rencana terapi B. o Jika
tidak ada tanda-tanda dehidrasi, ikuti Rencana terapi A. Ingatlah bahwa anak membutuhkan
terapi dengan larutan oralit sampai diare berhenti. (1) Jika fasilitas terapi IV tidak tersedia,
tetapi dapat diberikan dalam jangka waktu dekat (yaitu dalam waktu 30 menit), kirimlah anak
untuk pengobatan IV segera. Jika anak dapat minum, berikan ibu beberapa larutan oralit dan
tunjukkan kepadanya cara untuk memberikannya kepada anaknya selama perjalanan. (1) Jika
terapi IV tidak tersedia di dekatnya, petugas kesehatan yang telah dilatih dapat memberikan
larutan oralit menggunakan selang Naso Gastrik, dengan kecepatan 20 ml/kg BB /jam selama
6 (enam) jam (total 120 ml/kg BB). Jika perut menjadi bengkak, larutan oralit harus diberikan
perlahan-lahan sampai menjadi kurang buncit. (1) Jika tidak bisa menggunakan selang NGT
namun anak dapat minum, larutan oralit harus diberikan melalui mulut dengan kecepatan 20
ml/kg BB/jam selama 6 (enam) jam (total 120 ml / kg berat badan). Jika terlalu cepat, anak
dapat muntah berulang. Jika terjadi hal ini, maka memberikan larutan oralit secara lebih
lambat sampai muntah mereda. (1) Anak-anak menerima terapi NGT atau per oral harus
dinilai ulang paling sedikit setiap jam. Jika tanda-tanda dehidrasi tidak membaik setelah tiga
jam, anak harus segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV tersedia. (1) Kalau
tidak, jika rehidrasi maju memuaskan, anak harus dinilai ulang setelah enam jam dan
keputusan pada perawatan lebih lanjut dibuat seperti yang dijelaskan di atas untuk terapi IV
yang diberikan. (1) Jika tidak ada fasilitas NGT dan tidak dapat dilakukan secara peroral,
anak harus segera dibawa ke fasilitas terdekat di mana terapi IV atau NGT tersedia. (1) Pada
rencana terapi C tidak ada perbedaan antara WHO 2005 dengan pedoman penatalaksanaan
diare di Indonesia saat ini. 2.3.4 Gangguan Elektrolit 2.3.4.1 Hipernatremia Beberapa anak
diare terjadi dehidrasi hipernatraemia, terutama ketika diberi minuman yang hipertonik
karena mengandung gula yang berlebihan (misalnya minuman ringan) atau garam. Ini
menarik air dari jaringan dan darah anak ke dalam usus, menyebabkan konsentrasi natrium
dalam cairan ekstra-selular meningkat. Jika zat terlarut dalam minuman ini tidak sepenuhnya
terserap, air tetap berada dalam usus, dan menyebabkan diare osmotik. (1) 2.3.4.2
Hiponatremia Anak-anak diare yang kebanyakan minum air, atau air minum yang
mengandung sedikit garam, dapat terjadi hiponatremia (Na serum <130>(1) 2.3.4.3
Page 31 of 45

Hipokalemia Penggantian yang inadekuat dari kehilangan kalium selama diare dapat
menyebabkan

berkurangnya

kalium

dan

hipokalemia

(serum

<3>(1)

2.4

PENATALAKSANAAN PASIEN TERSANGKA KOLERA Kolera dibedakan dengan diare


akut penyebab lain dalam tiga cara: Terjadi dalam wabah besar yang melibatkan anak-anak
dan orang dewasa Diare cair yang banyak, dengan cepat mengarah ke dehidrasi berat
dengan syok hipovolemik Untuk kasus-kasus dehidrasi berat antibiotik yang tepat dapat
mempersingkat durasi penyakit. (1) Pengobatan awal dehidrasi dari kolera mengikuti rencana
terapi dehidrasi seperti yang sudah dijelaskan. Untuk pasien dengan dehidrasi berat dan
shock, infus intravena harus diberikan segera untuk memulihkan volume darah, dan
perbaikan dinilai dari tekanan darah yang normal dan denyut nadi radial yang kuat. (1)
Biasanya, orang dewasa dengan berat 50 kg dan dengan dehidrasi berat akan memiliki defisit
cairan kira-kira 5 (lima) liter. Dari jumlah ini, 2 (dua) liter harus diberikan dalam waktu 30
menit, dan sisanya dalam waktu tiga jam. (1) Dengan kolera, dibutuhkan oralit dalam jumlah
besar yang diperlukan untuk mengganti kehilangan akibat diare setelah dehidrasi dikoreksi.
Jumlah kehilangan cairan melalui diare sangat banyak dalam 24 jam pertama, pada pasien
dengan dehidrasi berat. Selama periode ini, rata-rata kebutuhan cairan pasien sepertiadalah
200 ml/kgBB, tapi beberapa memerlukan 350 ml/kg atau lebih. Pada pasien yang
berkelanjutan diarenya biasanya membutuhkan terapi pemeliharaan intravena menggunakan
larutan Ringer laktat dengan menambahkan kalium klorida. Tambahan kalium juga dapat
diberikan bersamaan dengan oralit segera setelah pasien dapat minum. (1) Setelah rehidrasi,
pasien harus dinilai ulang untuk mengetahui tanda-tanda dehidrasi sekurang-kurangnya setiap
1-2 jam, dan dilakukan lebih sering jika diare terjadi terus-menerus dan banyak. Jika tandatanda dehidrasi muncul kembali, larutan oralit harus diberikan lebih cepat. Jika pasien
menjadi lelah, sering muntah atau distensi perut, larutan oralit harus dihentikan dan rehidrasi
harus diberikan secara IV menggunakan larutan Ringer laktat (50 ml/kg dalam tiga jam),
dengan menambahkan kalium klorida. (1) Semua kasus dugaan kolera dengan dehidrasi berat
harus diberi antimikroba oral yang efektif untuk Vibrio cholerae di daerah (Tabel 2.8). Hal ini
dapat mengurangi volume total kehilangan cairan, menyebabkan diare berhenti dalam waktu
48 jam. Dosis pertama harus diberikan segera setelah muntah berhenti, yang biasanya 4-6 jam
setelah memulai terapi rehidrasi. (1) Penatalaksanaan diare yang disebabkan Vibrio cholerae
hampir sama dalam pemberian antibiotik pilihan namun ada perbedaan dimana cotrimosazol
tidak lagi digunakan pada pedoman yang baru, dan digantikan oleh eritromycin. (4) 2.5
PENATALAKSANAAN DIARE AKUT BERDARAH Selain itu, mereka harus dirawat
selama tiga hari dengan ciprofloxacin, atau selama lima hari dengan antimikroba oral lainnya
Page 32 of 45

yang sensitif terhadap Shigella. Hal ini karena Shigella menyebabkan episode diare berdarah
pada anak-anak, dan hampir semua episode parah. Sangat penting menentukan sensitivitas
strain lokal Shigella, karena sering terjadi resistensi antimikroba dan pola resistensi tidak
dapat diprediksi. Antimikroba yang tidak efektif untuk pengobatan Shigellosis, tidak boleh
diberikan untuk mengobati Shigellosis. Baru-baru ini direkomendasikan bahwa asam
nalidixic tidak boleh lagi digunakan untuk pengelolaan infeksi Shigella. (1) Tabel 2.8
Antibiotik yang Digunakan Untuk Mengobati Penyebab Diare Penyebab Antibiotik Pilihan
Alternatif Kolera Doxycycline Dewasa: 300 mg sekali atau Tetracycline Anak-anak: 12.5
mg/kg 4 kali per hari x 3 hari Dewasa: 500 mg 4 kali per hari x 3 hari Erythromycin Anakanak: 12.5 mg/kg 4 kali per hari x 3 hari Dewasa : 250 mg 4 kali per hari x 3 hari Disentri
Shigella Ciprofloxacin Anak: 15 mg/kg 2 kali per hari x 3 hari Dewasa: 500 mg 2 kali per
hari x 3 hari Pivmecillinam Anak-anak: 20 mg/kg 4 kali per hari x 5 hari Dewasa: 400 mg 4
kali per hari x 5 hari Ceftriaxone Anak-anak: 50-100 mg/kg 1 kali per hari IM x 2 to 5 hari
Amobiasis Metronidazole Anak-anak: 10 mg/kg 3 kali per hari x 5 hari (10 hari pada kasus
berat) Dewasa: 750 mg 3 kali per hari x 5 hari (10 hari pada kasus berat) Giardiasis
Metronidazole d Anak-anak: 5 mg/kg 3 kali per hari x 5 hari Dewasa: 250 mg 3 kali per hari
x 5 hari Diare Berdarah pada Anak Malnutrisi berat ? Berikan Antimikroba untuk Shigellab
Mulai dehidrasi, usia <> Berikan antimikroba kedua untuk shigellab Membaik dalam 2 hari ?
Rujuk ke rumah sakit ? Rujuk ke RS Selesaikan pengobatan dalam 3 hari Membaik dalam 2
hari ? Rujuk ke RS Selesaikan pengobatan dalam 3 hari Rujuk ke RS atau obati amoebiasisc
Ya Ya Ya Ya Bagan 2.1 Pengelolaan rawat jalan diare berdarah pada anak-anak di bawah usia
5 tahuna(1) a Pengobatan juga harus mencakup (i) terapi rehidrasi oral untuk mengobati atau
mencegah dehidrasi, dan (ii) teruskan makan,termasuk menyusui. b Penggunaan antimikroba
oral efektif untuk Shigella. Cukup memberikan antimikroba untuk 3 sampai 5 hari. c Jika E.
histolytica trophozoites terlihat pada pemeriksaan faeses, pengobatan amoebiasis harus
diberikan. 2.5.1 Amobiasis Amoebiasis merupakan penyebab yang jarang untuk diare cair
berdarah pada anak-anak, insidensinya kurang dari 3%. Anak-anak dengan diare berdarah
tidak boleh diobati amobiasis secara rutin. Pengobatan tersebut dilakukan jika pemeriksaan
mikroskopis faeses ditemukan tropozoit dari E. histolytica yang mengandung sel-sel darah
merah. Pengobatan antiamoeba dapat dilihat pada Tabel 2.8. (1) Tidak ada perbedaan antara
penatalaksanaan amoebiasis pada pedoman penatalaksanaan diare Indonesia saat ini dengan
WHO tahun 2005. 2.6 Penatalaksanaan Diare Persisten Diare dengan atau tanpa darah yang
dimulai secara akut dan berlangsung selama paling tidak 14 hari. Biasanya berhubungan
dengan penurunan berat badan dan sering dengan infeksi non intestinal. Diare persisten
Page 33 of 45

hampir tidak pernah terjadi pada anak yang diberi ASI eksklusif. Anak-anak yang menderita
diare persisten seringkali sudah malnutrisi sebelum diare. (1) Tujuan pengobatannya yaitu
mengembalikan berat badan dan fungsi normal usus. Terapi diare persisten meliputi : Cairan
yang cukup untuk mencegah dehidrasi sesuai dengan rencana terapi A, B,dan C. Nutrisi agar
tidak memperparah diare Suplemen vitamin dan mineral, termasuk pemberian zinc untuk
10-14 hari Antimikroba untuk mengobati infeksi. Sebagian besar anak-anak dapat diobati
dirumah dengan pengawasan yang ketat untuk memastikan adanya perbaikan. Namun,
beberapa harus dirawat di rumah sakit, sampai kondisinya stabil, diarenya berhenti dan berat
badannya naik. Ini termasuk : (1) Anak dengan infeksi serius, seperti pneumonia atau
sepsis Anak dengan tanda dehidrasi Bayi usia <> Pengobatan rutin diare persisten
dengan antimikroba tidak efektif dan tidak seharusnya diberikan. Beberapa, menderita infeksi
usus atau non usus yang membutuhkan terapi antimikroba. Diare persisten tidak akan
membaik jika penyebab infeksi belum diketahui dan diobati dengan benar. (1) Setiap anak
dengan diare persisten harus diperiksa adanya infeksi non usus, seperti pneumonia, sepsis,
Infeksi Saluran Kemih, dan otitis media. Pengobatan penyakit-penyakit tersebut harus sesuai
dengan pedoman standar. Sedangkan pengobatan untuk infeksi ususnya harus diobati setelah
diketahui penyebab dari infeksinya setelah dilakukan pemeriksaan faeses, dan diobati sesuai
dengan Tabel 2.8.(1) Infeksi yang didapat dirumah sakit seringkali terjadi. Penyakit-penyakit
ini seperti pneumonia, diare karena rotavirus, kolera, dan lainnya. Infeksi yang didapat di
rumah sakit harus dicurigai bila terdapat lesu dan sulit makan atau minum namun bukan
karena dehidrasi, atau terjadi demam, batuk, diarenya memburuk atau tanda penyakit lain
yang serius dalam 2 hari setelah dirawat. Pengobatannya harus sesuai dengan pedoman
standar. (1) 2.6.1 Memberikan Nutrisi yang Cukup Ini merupakan pengobatan yang esensial
bagi anak dengan diare persisten. Pasien yang diobati di rumah harus diobati dengan diet
yang cukup sesuai usianya, namun dengan kadar laktosa yang dibatasi. Anak yang diobati di
rumah sakit membutuhkan diet yang khusus sampai diarenya reda dan berat badannya naik.
Tujuannya yaitu 110 kalori/Kg/hari. (1) Mengobati Pasien di Rumah(1) o Lanjutkan ASI o
Jika yoghurt tersedia, berikan pada anak menggantikan susu hewan yang biasa diberikan pada
anak, yoghurt dengan kadar laktosa yang rendah lebih mudah ditoleransi. Jumlahnya 50
ml/KgBB/hari. Dapat dicampur dengan sereal anak. o Berikan makanan lain pada anak sesuai
aturan 3 rencana terapi A. o Memberikan makanan kecil yang sering, minimal 6 (enam) kali
per hari. Makanan untuk Rumah Sakit(1) Lanjutkan ASI sebanyak anak mau. Makan lainnya
harus diberikan setidaknya setelah 4-6 jam setelah rehidrasi dimulai mengikuti rencana terapi
B dan C. Anak di bawah 6 bulan v Lanjutkan ASI. Dorong ibu untuk memberikan ASI v Jika
Page 34 of 45

susu hewan harus diberikan maka gantilah dengan yoghurt yang diberikan dengan
menggunakan sendok, dengan kadar laktosa yang rendah atau tidak ada. Bayi yang lebih
besar atau anak-anak Gunakan standar diet menggunakan bahan-bahan lokal. Ada dua contoh
diet. Diet yang pertama mengandung laktosa yang rendah. Kedua, untuk anak-anak yang
tidak membaik dengan diet yang pertama, tidak mengandung laktosa dan rendah tepung.(1)
Diet pertama: rendah laktosa Diet ini harus dimulai secepatnya setelah anak dapat makan dan
diberikan 6 (enam) kali per hari. Beberapa anak membutuhkan NGT pada awalnya. Diet ini
menyediakan 83 Kkal/100g, 3,7 g laktosa/KgBB/hari dan 11% kalori seperti protein : (1)
Susu rendah lemak 11g (atau 85 ml) Nasi 15 g (nasi yang belu dimasak) Minyak sayur 3,5
g Gula pasir 3 g Air matang 200 ml Dengan diet ini, 130ml/Kg menyediakan
110Kkal/Kg. (1) Diet Kedua : Bebas laktosan rendah tepung Hampir 65% anak-anak
membaik setelah diberikan diet pertama. Namun bagi anak-anak yang tidak sembuh maka
dapat diberikan diet yang kedua ini. (1) Telur 64g Nasi 3 g Minyak sayur 4 g Glukosa
3 g Airmatang 200ml Dengan diet ini, 145 ml/Kg menyediakan 11 kal/Kg. (1) 2.6.2
Suplemen Multivitamin dan Mineral Anak-anak degan diare persisten haru menerima
tambahan gizi berupa multivitamin dan mineral setiap hari untuk 2 (dua) minggu. Harus
mencakup sebagian besar vitamin dan mineral meliputi anjuran dosis harian dan diberikan
minimal 2 (dua) kali sehari, yaitu : (1) Asam folat 50 ug Zinc 10 mg Vitamin A 400 ug
Tembaga 1 mg Magnesium 80 mg 2.6.3 Evaluasi Respon Terhadap Pengobatan Anak-anak
yang Diobati di Rumah Sendiri Anak harus dievaluasi setelah 7 hari, atau saat diare
memburuk atau saat timbulnya masalah lain. Pada penderita yang berat badannya naik dan
diare kurang dari 3 (tiga) kali perhari, dianjurkan mendapat diet secara normal kembali.
Mereka yang berat badannya tidak meningkat atau pada pasien diare yang tidak membaik
harus dirujuk kerumah sakit. (1) Anak-anak yang Diobati di Rumah Sakit Penderita diare
persisten harus diperiksakan setiap hari, hal-hal yang diperiksa ialah berat badan, tempertur,
intak makanan, dan jumlah diare. (1) Pengobatan yang berhasil akan menunjukkan intak
makanan yang cukup, berat badan meningkat, jumlah diare yang sedikit, dan demam turun.
(1) Kegagalan diet disebabkan karena : Peningkatan frekuensi diare (biasanya > 10 kali per
hari), sering ditandai dengan munculnya tanda dehidrasi, segera setelah diet baru diberikan.
Kegagalan untuk mendapatkan berat badannya kembali dalam 7 (tujuh) hari. Diet pertama
harus diberikan dalam 7 (tujuh) hari, kecuali terjadi kegagalan diet yang muncul lebih awal,
sehingga hentikan diet pertama dan berikan diet kedua untuk 7 (tujuh) hari. (1) Sebagaian
besar tujuan dari terapi diare persisten adalah sama, namun pada pedoman WHO tahun 2005
lebih detil menjelaskan tentang tujuan dari masing-masing terapi, seperti terapi gizi. Terapi
Page 35 of 45

gizi pada pedoman penatalaksanaan diare WHO tahun 2005 dijelaskan secara terpisah antara
terapi di rumah sendiri dan di rumah sakit, dan juga dijelaskan mengenai diet rendah laktosa
pertama dan diet bebas laktos kedua. 2.7 Penatalaksanaan Diare Dengan Malnutrisi Berat
Status hidrasi sulit dinilai disebabkan sering tampak dalam keadaan yang normal. Turgor
kulit muncul pada anak-anak dengan marasmus yang tidak memiliki lemak subkutan, mata
tampak cekung. hilangnya turgor kulit dapat ditutupi oleh edema pada anak kwashiorkor.
Sehingga tanda-tanda yang dapat dinilai ialah : kemauan untuk minum, lesu, kedinginan, dan
kelembaban ekstrimitas, kelemahan dari a. radialis, dan urin output yang sedikit (tanda
dehidrasi berat). Pada anak dengan malnutrisi berat sering tidak mungkin untuk membedakan
antar dehidrasi sedang dan berat. (1) Sulit juga untuk membedakan dehidrasi berat dengan
syok septik, karena kondisi keduanya tampak hipovolemi dan terjadi penurunan tekanan
darah. Salah satu tanda yang penting untuk membedakan dengan dehidrasi berat ialah adanya
diare cair. Anak dengan malnutrisi berat dengan tanda dehidrasi berat namun tanpa riwayat
diare cair harus diobati sebagai pasien dengan syok septik. (1) 2.7.1 Penatalaksanaan
Dehidrasi Pasien harus dirawat d rumah sakit. Rehidrasi diberikan peroral, jika sulit maka
dapat menggunakan NGT. Infus secara IV mudah menimbulkan overhidrasi dan gagal
jantung, hanya digunakan pada saat syok saja. (1) Rehidrasi oral dilakukan perlahan-lahan,
memberikan 70-100ml/Kg selama 12 jam. Mulai berikan 10 ml/Kg/jam selama 2 (dua) jam
pertama. Dapat diteruskan atau dikurangi sesuai dengan kehilangan cairan lewat diare dan
kehausan anak. Meningkatnya timbulnya edema menandaka overhidrasi. Cairan diberikan
untuk menjaga hidrasi setelah dehidrasi dikoreksi, dan harus berdasarkan jumlah kehilangan
cairan, sesuai rencana terapi A. (1) Larutan oralit lengkap tidak boleh diberikan peroral atau
melalui NGT karena terlalu banyak mengandung natrium dan sedikit kalium. Sehingga harus
diberikan dengan cara lain, yaitu ketika menggunakan larutan oralit baru yang mengandung
75 mEq/l natrium : (1) Bagi satu paket larutan oralit ke dalam 2 (dua) liter air bersih
Tambahkan 45 ml larutan kalium klorida (dari larutan berisi 100 g KCl/L) Tambahkan dan
bagi 50g sukrosa. Larutan ini menyediakan natrium yang lebih sedikit (37.5 mmol/l), lebih
banyak kalium (40 mmol/L) dan tambahan gula (25g/l), dimana efektif pada anak diare
dengan malnutrisi berat. (1) 2.7.2 Memberi Makan Ibu harus memberikan ASI dan makanan
tambahan lainnya pada anak mereka, yang dimulai seceptnya, dalam 2-3 jam setelah rehidrasi
dimulai. Makanan harus diberikan setiap 2-3 jam sekali siang dan malam. (1) Diet awal
diberikan sejak awal sampai nafsu makan anak kembali normal. Beberapa anak makan
dengan baik sejak awal terapi namun banyak penderita mendapatkan nafsu makannya
kembali setelah 3-4 hari, setelah infeksi diobati. Diet mengandung 75 Kkal/100ml dan
Page 36 of 45

meliputi : (1) Bubuk skim milk 25 gram Minyak sayur 20 gram Gula 60 gram
Bubuk nasi 60 gram Air bersih 1000 ml Kombinasikan resep dan rebus selama 5 (lima)
menit untuk memasak sereal. Anak harus menerima 130 ml/Kg/hari. Bagi anak yang tidak
dapat terpenuhi kebutuhan dietnya harus diberikan menggunakan NGT dibagi dalam 6
(enam) kali pemberian. 2.7.3 Vitamin, Mineral, dan Garam Zat di bawah ini harus
ditambahkan setiap 2 (dua) liter cairan yang dijelaskan di atas. KCl 3.6 g K3 sitrat 1.3 g
MgCl2.6H2O 1.2 g Zn asetat.2H20 130 mg CuSO4.7H2O 22 mg NaSeO4.10H2O 0.44 mg
KI 0.20 mg Vitamin A diberikan sesuai dengan bagian 2.8.2. 2.7.4 Antimikroba Semua anak
malnutrisi harus menerima antibiotik spektrum luas, seperti gentamicin dan ampicillin, untuk
beberapa hari setelah dimasukkan ke RS. Kombinasi ini atau kombinasi lainnya yang
berspektrum luas harus diberikan kepada anak dengan tanda syok septik. Anak harus dicek
setiap hari untuk infeksi lain dan kemudian diobati.(1) Perbedaan dari pedoman
penetalaksanaan diare Depkes RI tahun 1999 dan WHO tahun 2005 hampir sama, seperti dari
penatalaksanaan dehidrasi, pemberian gizi pada anak, vitamin dan mineral, juga antimikroba.
2.8 Masalah Lain yang Terkait Dengan Diare 2.8.1 Demam Demam pada anak diare dapat
disebabkan oleh infeksi lain (misalnya pneumonia, bakteremia, ISK atau otitis media). Anakanak kecil mungkin juga demam karena dehidrasi. Kehadiran demam seharusnya mendorong
pencarian penyebab infeksi lain. Hal ini penting terutama bila demam tetap ada setelah
seorang anak telah sepenuhnya terrehidrasi. (1) Anak-anak dengan demam tinggi (39 C atau
lebih) harus ditangani segera dengan menurunkan suhunya. Cara terbaik dilakukan dengan
mengobati setiap infeksi dengan antibiotik yang sesuai serta antipiretik (misalnya
parasetamol). menurunkan demam juga meningkatkan nafsu makan dan mengurangi iritasi.
(1) 2.8.2 Defisiensi Vitamin A Diare mengurangi penyerapan, dan meningkatkan kebutuhan,
vitamin A. Pada daerah penyimpanan vitamin A seringkali rendah, anak-anak dengan diare
akut atau diare persisten dapat dengan cepat terbentuk lesi kekurangan vitamin A pada mata
yaitu xerophthalmia dan bahkan menjadi buta. (1) Pada daerah seperti ini, anak-anak diare
harus diperiksa secara rutin adanya kekeruhan kornea dan lesi conjunctiva (Bitot's spot). Jika
terdapat salah satu, vitamin A per oral harus diberikan sekaligus dan pada hari berikutnya:
200 000 unit/dosis untuk usia 12 bulan sampai 5 tahun, 100 000 unit untuk usia 6 bulan
sampai 12 bulan, dan 50 000 unit untuk usia kurang dari 6 bulan. Anak-anak dengan
malnutrisi tanpa adanya lesi pada mata dan adanya riwayat campak dalam sebulan terakhir
harus diberikan terapi yang sama. Ibu juga harus diajarkan secara rutin untuk memberikan
anak-anak mereka makanan yang kaya karoten, ini termasuk buah-buahan berwarna kuning
atau oranye dan sayuran berdaun hijau gelap. Jika mungkin, telur, hati, atau lemak susu juga
Page 37 of 45

harus diberikan. (1) 2.9 Obat Antimikroba dan Obat "antidiare" 2.9.1 Obat Antimikroba
Antimikroba jangan diberikan secara rutin. Karena sulit untuk membedakan antara episode
yang secara klinis berespon, seperti diare yang disebabkan enterotoxic E. coli, dengan
penyebab lain yang tidak berespon terhadap antimikroba, seperti rotavirus atau
Cryptosporum. Bahkan untuk infeksi yang berespon secara potensial, memilih antimikroba
yang selektif membutuhkan pengetahuan tentang sensitivitas dari agen penyebab diare, dan
informasi tentang ini biasanya sulit didapat. Lebih lagi, penggunaan anti mikroba menambah
biaya pengobatan, dan berisiko menimbulkan efek samping dan meningkatkan resistensi
bakteri. (1) Antibiotik diketahui hanya berguna bagi diare berdarah (mungkin shigelosis),
suspek kolera dengan dehidrasi berat, dan infeksi non intestinal serius seperti pnemunia.
Sedangkan obat antiprotozoa jarang sekali diindikasikan. (1) 2.9.2 Obat Antidiare Obat anti
diare, walaupun sering digunakan, tidak memiliki manfaat praktis dan tidak pernah
diindikasikan untuk pengobatan diare akut pada anak-anak. Beberapa dari oabat-obat ini
berbahaya. Produk dalam kategori ini meliputi: Adsorbents (misalnya kaolin, attapulgite,
smectite, arang aktif, cholestyramine). Obat ini dipromosikan untuk perawatan diare dengan
cara mengikat dan menonaktifkan racun bakteri atau zat lain yangmenyebabkan diare, dan
obat ini dianggap untuk "melindungi" mukosa usus. Namun, Tidak ada bukti nilai praktis
dalam pengobatan rutin diare akut pada anak-anak. (1) Obat-obatan antimotilitas (misalnya
loperamide hidroklorida, diphenoxylate dengan atropin, tingtur opium, mengandung kapur
barus tingtur opium, obat penghilang rasa sakit, kodein). Obat-obatan ini yaitu opiat atau
seperti opiat dan inhibitor motilitas usus lain dapat mengurangi frekuensi diare pada orang
dewasa. Namun, obat ini tidak memperkecil volume tinja pada anak-anak. Selain itu, mereka
dapat menyebabkan ileus paralitik yang parah, yang dapat berakibat fatal, dan mereka
mungkin memperpanjang infeksi dengan menunda menghilangkan organisme penyebab.
Sedasi mungkin dapat terjadi pada dosis terapi biasa dan keracunan sistem saraf pusat telah
dilaporkan untuk beberapa obat. Tidak satu pun dari agen ini harus diberikan bayi atau anakanak dengan diare. (1) Bismut subsalisilat. Bismut subsalisilat mengurangi jumlah diare dan
keluhan diare travellers pada orang dewasa. Ketika diberikan setiap empat jam, dilaporkan
terjadi penurunan diare pada anak-anak dengan diare akut sekitar 30%. Namun, pengobatan
ini jarang dipraktekan. (1) Kombinasi obat-obatan. Banyak produk menggabungkan
adsorbents, antimikroba, obat antimotilitas obat. Produsen dapat mengklaim bahwa formulasi
ini sesuai untuk berbagai penyakit diare, namun, obat kombinasi ini tidak rasional serta
mempunyai biaya dan efek samping yang jauh lebih tinggi. Sehingga obat-obat seperti ini
tidak diperbolehkan untuk diare pada anak-anak. (1) 2.9.3 Obat Lainnya Antiemetik. ObatPage 38 of 45

obatan ini seperti prochlorperazine dan chlorpromazine, dapat menyebabkan sedasi yang
dapat mengganggu pemberian oralit. Untuk alasan ini antiemetik tidak boleh diberikan
kepada anak-anak dengan diare. Terlebih lagi, muntah akan berhenti bila anak sudah
terrehidrasi. (1) Stimulan jantung. Syok yang terjadi pada diare akut disebabkan oleh
dehidrasi dan hipovolemia. Terapi yang benar yaitu IV yang cepat diimbangi dengan infus
larutan elektrolit yang seimbang. Penggunaan stimulan jantung vasoactif dan obat-obatan
(misalnya adrenalin, nikotinamida) tidak pernah diindikasikan. (1) Darah atau plasma. Darah,
plasma atau plasma sintetik ekspander tidak pernah diindikasikan untuk anak-anak dengan
dehidrasi karena diare. Anak-anak ini memerlukan penggantian kehilangan air dan elektrolit.
Namun, perawatan ini digunakan, untuk pasien dengan hipovolemia karena syok septik. (1)
Steroid. Steroid tidak memiliki manfaat dan tidak pernah diidikasikan. (1) Obat pencahar.
Obat ini dapat membuat diare dan dehidrasi semakin parah, obat-obat ini tidak boleh
digunakan. (1) 2.10 Pencegahan Diare Pengobatan penyakit diare sangat efektif dalam
mencegah kematian, tetapi tidak memiliki dampak pada insidensi diare. Staf kesehatan yang
bekerja di fasilitas perawatan untuk mengajar anggota keluarga dan memotivasi mereka
tentang langkah-langkah pencegahan. Ibu dari anak-anak yang dirawat karena diare
cenderung sangat menerima pesan-pesan tersebut. Untuk menghindari kelebihan informasi
yang didapatkan ibu, yang terbaik adalah dengan menekankan hanya satu atau dua saja dari
poin-poin berikut, memilih yang paling sesuai untuk ibu dan anaknya. (1) 2.10.1 Air Susu Ibu
Selama 6 bulan pertama kehidupan, bayi harus mendapatkan ASI eksklusif. Ini berarti bahwa
bayi yang sehat harus diberi ASI dan tidak boleh menerima makanan atau cairan lainnya,
seperti air, teh, jus, sereal minuman, susu hewan atau formula. Bayi dengan ASI eksklusif
sangat kecil kemungkinannya untuk mendapatkan diare atau meninggal karena diare daripada
bayi yang tidak mendapatkan ASI atau ASI sebagian. Menyusui jugamelindungi terhadap
risiko alergi pada awal kehidupan, memberikan jarak dan perlindungan terhadap infeksi
selain diare (misalnya pneumonia). Menyusui harus terus diberikan sampai minimal 2 tahun.
Cara terbaik untuk praktek adalah dengan meletakkan bayi ke payudara segera setelah lahir
dan tidak memberikan cairan lain. (1) 2.10.2 Memperbaiki Cara Mempersiapkan Makanan
Makanan pelengkap biasanya harus dimulai ketika anak berusia 6 bulan. Hal ini dapat
dimulai setiap saat setelah berusia 4 bulan. Namun, jika anak tidak tumbuh memuaskan.
Memberikan makanan yang baik, memilih makanan bergizi dan menggunakan praktekpraktek yang higienis ketika mempersiapkan makanan. Pilihan makanan pelengkap akan
tergantung pola diet lokal dan pertanian, serta pada kepercayaan dan praktek-praktek yang
ada. Selain ASI (atau susu hewan), makanan lunak (seperti sereal) harus diberikan. Bila
Page 39 of 45

mungkin, telur, daging, ikan dan buah-buahan harus diberikan juga. Makanan lain, seperti
kacang-kacangan matang dan sayuran harus diberikan, terutama yang ditambahkan beberapa
minyak nabati (5-10 ml / porsi). (1) 2.10.3 Penggunaan Air Bersih Risiko diare dapat
dikurangi dengan menggunakan air bersih yang tersedia dan melindunginya dari kontaminasi.
(1) Keluarga harus: v Kumpulkan air dari sumber terbersih yang tersedia. v Tidak mandi,
mencuci, atau buang air besar di dekat sumbernya. WC harus ditempatkan lebih jauh 10
meter dan menuruni bukit. v Jauhkan binatang jauh dari sumber air. v Mengumpulkan dan
menyimpan air ke dalam wadah yang bersih; kosong dan bilas keluar wadah setiap hari,
menjaga penyimpanan dengan wadah tertutup dan tidak membiarkan anak-anak atau hewan
untuk minum dari tempat tersebut, mengambil air menggunakan gagang yang panjang dengan
tujuan agar tangan tidak menyentuh air. v Masak air yang digunakan untuk membuat
makanan atau minuman untuk anak-anak. (1) 2.10.4 Cuci Tangan Semua agen penyebab diare
dapat ditularkan melalui tangan yang telah terkontaminasi oleh feses. Risiko diare secara
substansial berkurang jika anggota keluarga melakukan praktek cuci tangan dengan benar.
Semua anggota keluarga harus mencuci tangan dengan bersih setelah buang air besar, setelah
membersihkan seorang anak yang buang air besar, setelah membuang faeses anak, sebelum
menyiapkan makanan, dan sebelum makan. Cuci tangan yang baik memerlukan penggunaan
sabun atau pengganti lokal (seperti abu atau tanah), dan air yang cukup untuk mencuci tangan
dengan bersih. (1) 2.10.5 Keamanan Makanan Makanan dapat terkontaminasi oleh penyebab
diare pada semua tahapan produksi dan persiapan, termasuk: selama masa pertumbuhan
bahan makanan (dengan menggunakan pupuk hewani), di tempat-tempat umum seperti pasar,
selama persiapan di rumah atau di restoran, dan setelah terus disiapkan tanpa didinginkan.
Masing-masing praktek-praktek keselamatan makanan juga harus ditekankan. Pendidikan
kesehatan untuk masyarakat umum harus menekankan pesan-pesan kunci berikut mengenai
persiapan dan konsumsi makanan: (1) o Jangan makan makanan mentah, kecuali rusak buahbuahan dan sayuran yang dikupas dan dimakan langsung. o Cuci tangan dengan bersih
dengan sabun setelah buang air besar dan sebelum menyiapkan makanan atau makan. o
Masak makanan sampai panas. o Makanlah makanan saat itu masih panas, atau panaskan
secara menyeluruh sebelum makan. o Cuci dan keringkan semua peralatan memasak setelah
digunakan. o Jauhkan makanan yang dimasak dan peralatan bersih secara terpisah dari
makanan mentah dan alat-alat yang berpotensi terkontaminasi. o Lindungi makanan dari lalat
terbang. 2.10.6 Penggunaan Jamban dan Pembuangan Kotoran yang Aman Sebuah
lingkungan yang tidak sehat memberikan kontribusi terhadap penyebaran penyebab diare.
Karena patogen yang menyebabkan diare diekskresikan ke dalam kotoran orang yang
Page 40 of 45

terinfeksi atau hewan, pembuangan kotoran yang tepat dapat memotong penyebaran infeksi.
Feses dapat mencemari air tempat anak-anak bermain, ibu mencuci pakaian, dan tempat
sumber air untuk pemakaian keperluan rumah tangga. Setiap keluarga harus mempunyai
jamban yang bersih dan berfungsi dengan baik. Jika tidak tersedia, keluarga harus buangair
besar di tempat yang ditunjuk dan menguburkan kotoran segera. Kotoran anak-anak
cenderung mengandung patogen diare, kotoran tersebut harus dikumpulkan segera setelah
buang air besar dan dibuang di jamban atau dikubur. (1) 2.10.7 Imunisasi Campak Imunisasi
campak secara substansial dapat mengurangi insiden dan tingkat keparahan penyakit diare.
Setiap bayi harus diimunisasi terhadap campak pada usia yang dianjurkan.
2.12.2 Terapi Farmakologi
a. Obat simptomatik: anti motilitas (diberikan bila memang diperlukan dalam waktu < 3
hari), attapulgit, dan anti emetic.
b. Antibiotik, anti jamur, anti protozoa, dan anti helminti, sangat tergantung dengan
kecurigaan etiologi :
Salmonellosis : Ciprofloxacin 2x500 mg, kotrimoxazol 2x960mg
Shigellosis : Kloramphenikol 4x500 mg, ciprofloxacin 2x500mg
Kolera : kloramphenikol 4x500mg, ciprofloxacin 2x500 mg, kotrimoxazole

2x960mg
Staphilokokus aureus : kloramphenikol 4x500 mg
Amubiasis : metronidazol 4x500mg, tetrasiklin 4x500 mg
Giardiasis : metronidazol 3x250 mg
Candidiasis : mycostatin 3x500 mg
Clostridium difficile : Metronidazol 3x500 mg
Isospora belii atau cyclospora : kotrimoxazol 3x960 mg
Cryptosporidiosis : azitromisin 1x500 mg
Schistosoma : prazikuantel 40 mg/kgBB satu kali pemberian
Strongyloides : albendazol 400mg satu kali pemberian, Ivermektin 150-

200ug/kgBB satu kali pemberian


c. Penyakit usus inflamatif
Kortikosteroid
Anti-inflamasi : sulfasalazin, 5-ASA
Anti TNF-
d. Sindrom usus iritabel
Obat anti-ansietas dan anti-depresan
Obat anti kolinergik (dicyclomine), anti spasmodik (mebeverine)
Obat anti diare (loperamid)
Obat untuk meningkatkan massa tinja (psyllium hydrophylic mucilloid)

Page 41 of 45

2.10 Prognosis
-Ad vitam dubia ad bonam (sangat dipengaruhi oleh kondisi saat pasien datang dan kecepatan
penanganan
-Ad functionam bonam
-Ad sanactionam dubia ad bonam (faktor terkait kebiasaan host dan kebersihan lingkungan
sangat berpengaruh)

Page 42 of 45

BAB III
KESIMPULAN
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan jumlah yang lebih banyak dari biasanya
(normal 100-200 ml perjam tinja), dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), dapat pula disertai frekuensi defekasi. Penyakit diare dapat
ditimbulkan oleh makanan, minuman, infeksi bakteri, parasit dan virus. Kuman penyakit
diare ditularkan melalui air dan makanan, tangan yang kotor, BAB sebarang tempat dan
lingkungan yang kurang bersih.
Diare terbagi dua berdasarkan mula dan lamanya yaitu; diare akut dan kronik. Penyakit
diare ditandai dengan adanya BAB encer, biasanya 3x atau lebih dalam sehari, disertai
muntah, badan lesu dan lemah, tidak mau makan, demam. Bahaya dari pada diare adalah
banyaknya kehilangan cairan tubuh, dan dapat menyebabkan kematian.
Usaha untuk mengatasi diare yaitu dengan cara mengganti cairan tubuh yang hilang
melalui pemberian minum, larutan oralit, biasanya juga larutan gula, garam (LGG).
Pemberian cairan dapat juga melalui intravena dan dihitung berdasarkan derajat dehidrasi
penderita. Pemberian obat-obatan dapat diberikan berdasarkan etiologi dan gejala dari
penderita.

Page 43 of 45

Daftar Pustaka
1

Setiawan B. Diare Akut Karena Infeksi. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata M. Setiati S, (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III. Edisi IV.
Jakarta: Pusat Penerbit Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI; 2006: 1772-1776.

Isselbacher, Braunwald, Wilson. Dalam: Harrisons Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit


Dalam. Volume 2. Edisi 13. Yogyakarta: EGC; 1999.

Konsensus Penatalaksanaan Diare Akut Pada Dewasa, Perkumpulan Gastroenterologi


Indonesia. 2008.

Farthing M, Lindberg G, Dite P. Acute Diarrhea. World Gastroenterology


Organisation; 2008.

Guidelines for the management of acute diarrhea; Departement of Health and Human
Services Centers for Disease Control and Prevention; 2008.

Bickley, Lynn S. Buku ajar pemeriksaan fisik & riwayat kesehatan bates. Andry
Hartono, alih bahasa. Linda Dwijayanthi, Andita Novrianti, Sherli Karolina, editors.
Edisi ke-8. Jakarta : EGC ; 2009. h. 360-1.

Latief S, Kartini, Dachlan. (editor). Terapi Cairan Pada pembedahan. Dalam :


Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi II. Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi
Intensif FKUI. 2002.h.133-140.

Pt Otsuka Indonesia. Pedoman Cairan Infus. Edisi VIII. 2003.

Attygalle D, Fluid And Electrolyte Resuscitation. Dalam : A Handbook of


Anaesthesia. Sri Lanka : College of Anaesthesiologists of Sri Lanka. 1992. h.120-130

10 Dardjat MT. (editor). Cairan Maintenanve Dalam Pembedahan. Dalam : Kumpulan


Kuliah Anestesiologi. Jakarta : Aksara Medisiana. 1985.h.351-357.
11 Suntoro A. Terapi Cairan Perioperatif. Dalam : Anestesiologi. Muhiman. (editor).
Jakarta : Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif FKUI. 1989.h.87-92.

Page 44 of 45

12 Adelmen, R.D., Solhaug, M.J., 2000. Patofisiologi Cairan Tubuh dan Terapi Cairan.
In: Behrman, R.E., Kliegman, R.M., Arvin, Ann.M., Ilmu Kesehatan Anak Nelson ed
15, jilid 2. Jakarta: EGC; 258-266.
13 Hartanto, W.W., 2007. Terapi Cairan dan Elektrolit Perioperatif. Bagian Farmakologi

Klinik dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran.

Page 45 of 45

Anda mungkin juga menyukai