Anda di halaman 1dari 7

23

Hak untuk hidup, hak untuk tidak disiksa,hak kemerdekaan pikiran dan hati nurani,hak beragama, hak
untuk tidak diperbudak,hak untuk diakui sebagai pribadi di hadapanhukum, dan hak untuk tidak
dituntut atasdasar hukum yang berlaku surut adalah hak asasi manusia yang tidak dapat
dikurangidalam keadaan apapun.aktif dan tidak membuka peluang digunakannyaprinsip-prinsip
hukum internasional seperti yang tertuang dalam Pasal 11 (2) DUHAM dan Pasal15 (1-2) ICCPR.
Dengan keberadaan pasal inimenutup peluang menyeret para pelanggar HAMdi masa lalu ke
pengadilan (Republika.20/8/00)
Pasal 28 I Ayat (3) Perubahan kedua:
Identitas budaya dan hak masyarakattradisional dihormati selaras denganperkembangan zaman dan
peradaban.Pasal ini dinilai mengundang pertanyaan apa yang dimaksud dengan dihormati selaras
denganperkembangan jaman dan peradaban itu ?Penggunaan kata tradisional lebih
mengarahkepada pengertian yang sempit, yang hanyaberkaitan dengan identitas budaya,
tidak menerjemahkan secara lebih luas mencangkuphak ekonomi, sosial, budaya dan politik.
Pasal 28 J Ayat (2) Perubahan kedua:
Dalam menjalankan hak dan kebebasannya,setiap orang wajib tunduk kepadapembatasan yang
ditetapkan denganundang-undang dengan maksud semata-mata untuk menjamin pengakuan
sertapenghormatan atas hak dan kebebasanorang lain dan untuk memenuhi tuntutanyang adil sesuai
dengan pertimbanganmoral, nilai-nilai agama, keamanan, danketertiban umum dalam suatu
masyarakatdemokratis.Pasal ini dianggap masih berkaitan dengan pasal28 I Ayat (1), klausul yang
menyatakan wajibtunduk pada pembatasan yang ditetapkan denganundang-undang. Hal ini dinilai
berdampak sangatserius, oleh karena itu keberadaan pasal ini bukanuntuk melindungi para pelanggar
HAMmelainkan untuk tempat persembunyian parapelaku pelanggaran HAM.
PertahananDanKemanananNegara
Pasal 30 Ayat (1)
Perubahan kedua:
Tiap-tiap warga negara berhak dan wajibikut serta dalam usaha pertahanan dankeamanan
negara.Dinilai dalam rumusan ini terlihat adanya paksaandari negara kepada warga negaranya untuk
ikutserta dalam usaha pertahanan negara. Seharusnyabukan menjadi kewajiban tetapi menjadi hak
dankehormatan bagi warga negara.
Pasal 30 Ayat (3) Perubahan kedua:
Tentara Nasional Indonesia terdiri atasAngkatan Darat, Angkatan Laut, danAngkatan Udara sebagai
alat negarabertugas mempertahankan, melindungi, danmemelihara keutuhan dan
kedaulatannegara.Pasal 30 Ayat (4). Kepolisian NegaraRepublik Indonesia sebagai alat negara
yang menjaga keamanan dan ketertibanmasyarakat bertugas melindungi,mengayomi, melayani
masyarakat, sertamenegakan hukum.Dari dua rumusan pasal-pasal ini, dimana sistempertahanan
dipegang oleh kekuatan TNI dansistem keamanan yang dipegang oleh POLRI.Dari kedua sistem ini
ysng perlu dicermatikemudian adalah siapa yang berwenang untuk menengahi apabila suatu saat

terjadipersinggungan antara kekuatan pertahanan dankeamanan. Dengan adanya ketentuan pasal 30


iniberarti pula harus diperhatikan ketentuanperaturan-peraturan di bawah UUD yang berkaitan dengan
TNI dan POLRI (misalnyaRUU Kepolisian) agar antara satu dengan yang lainnya tidak saling
bertentangan.
Keuangan
Pasal 23 Ayat (1) Perubahan ketiga:
Anggaran pendapatan dan belanja negarasebagai wujud dari pengelolaan keuangannegara ditetapkan
setiap tahun denganundang-undang dan dilaksanakan secaraterbuka dan bertanggung jawab
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.Terkesan MPR tidak mempunyai visi dankemampuan
untuk mengubah kalimat keduaPasal 23 Ayat (1) UUD 1945 (lama). Yang waktuOrde Lama
bermasalah, dan akan terusbermasalah. Perubahan Pasal 23 Ayat (1)disamping memberikan solusi
konflik antarapemerintah dan DPR juga dapat dijadikansalahsatu indikator sistem pemerintahan
Presiden

24
atau Parlementer. (Arifin.MI. 26/3)
Pasal 23 Ayat (2) Perubahan ketiga:
Rancangan undang-undang anggaranpendapatan dan belanja negara diajukanoleh Presiden untuk
dibahas bersamaDewan Perwakilan Rakyat denganmemperhatikan pertimbangan DewanPerwakilan
DaerahDinilai tidak mencerminkan kedaulatan rakyatsebagai wujud dari pengelolaan keuangan
negara,dimana hak begroting DPR (menetapkanotorisasi kepada pemerintahan untuk melaksanakan
APBN yang sudah disetujuinya)tidak adalagi. Selain itu rumusan ini jugamenambah panjang
pelemahan DPD yang dibedakan dengan DPR. (Arifin. MI.26/3)
Pasal 23 Ayat (3) Perubahan ketiga:
Apabila Dewan Perwakilan Rakyat tidak menyetujui rancangan anggaran pendapatandan belanja
negara yang diusulkan olehPresiden, Pemerintah menjalankanAnggaran Pendapatan dan Belanja
Negaratahun yang lalu.Rumusan yang menyebutkan kata-kataPemerintah menjalankan APBN yang
lalu.Secara logika tidak mungkin menjalankan APBNtahun yang lalu sementara situasi dan
kondisipasti berubah serta berbeda. Selain itumengubah kata Pemerintah dengan Presidendalam
perubahan ketiga, dianggap sia-sia dansamasekali tidak berguna karena pengertianpemerintah adalah
sama dengan Presiden dalamUUD 1945.Pasal 23 ini secara keseluruhan dinilai tidak memiliki
landasan filosofi, ilmu pengetahuan, danhukum yang kuat serta tidak visioner. Sebabuntuk mengubah
masalah pengertian keuangannegara belum ada kesatuan pendapat diantarapemerintah, BPK dan para
politisi. Hal inisemakin menambah kesan MPR tidak menguasaiatau tidak ingin terlibat dalam
masalah yang sulit.(Arifin. 23/3)
Pasal 23 A Perubahan ketiga:
Pajak dan pungutan lain yang bersifatmemaksa untuk keperluan negara diaturdengan undangundang.Pasal dinilai tidak memperlihatkan syarat, semuamasalah seharusnya mendapat tempat dan
tidak boleh tersisa. Pasal ini masih ada substansi yang tertinggal atau tersisa, pertanyaannya
dimanapasal 23 B dan 23 D berada? ini jelas menunjukanketidaksiapan dan ketidakmampuan MPR.
BPK
Pasal 23 E Ayat (1) Perubahan ketiga:
Untuk memeriksa pengelolaan dantanggung jawab tentang keuangan negaradiadakan satu Badan
Pemeriksa Keuanganyang bebas dan mandiri.Rumusan ini dianggap tidak visioner,
merupakankemunduran visi MPR dalam merumuskan fungsiBPK, rumusan untuk memeriksa
pengelolaan dantanggung jawab tentang keuangan negara dapatdiartikan bahwa BPK tidaklagi hanya
memeriksasecara post audit, tetapi juga pre audit. Selain itukata bebas dan mandiri sudah merupakan
syaratmutlak bahwa pemeriksa baru dapatmelaksanakan fungsinya secara objektif apabilalembaga
tersebut independen, hal ini dianggapkata-kata klise ala P4 Orde Baru.
Pendidikan dankebudayaan
Pasal 31 Ayat (2)
Perubahan keempat:

Setiap warga negara wajib mengikutipendidikan dasar dan pemerintah wajibmembiayainyaRumusan


kata wajib berarti ada sanksinya bilaada anak yang mengikuti pendidikan dasar,sehingga perlu
diganti dengan kata diberikanhak yang seluas-luasnya. Tapi kata wajib bagipemerintah untuk
membiayai pendidikan dasartetap dipertahankan.
Perekonomian
Pasal 33 Ayat (3) Perubahan keempat:
Perumusan MPR ini dinilai tidak sejalan dengan

25
Nasional DanKesejahteraanSosial
Bumi, air, angkasa, dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai olehnegara dan
dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.pertumbuhan hukum laut dan
udarainternasional. Selain itu juga tidak sejalan dantidak sesuai dengan perjuangan bangsa
Indonesiaselama hampir 50 tahun. Kata dikuasaiseharusnya juga diganti dengan diatur
untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. (HasjimDjalal. Kompas. 16/4)
Pasal 37 Ayat (3) Perubahan keempat:
Untuk mengubah pasal-pasal Undang-Undang Dasar, sidang MajelisPermusyawaratan Rakyat
dihadiri olehsekurang-kurangnya 2/3 dari jumlahanggota Majelis Permusyawaratan Rakyat.Dinilai
akan menjadi batu sandungan di masadepan, ketentuan menghadirkan 2/3 dari seluruhanggota MPR
belum tentu dapat dipenuhi. Andaiakan terpenuhi maka persyaratan 2/3 yang hadirmenyetujui
perubahan UUD adalah syarat lainyang akan menjadi persoalan. (Denny Indrayana.Kompas 22/11/00)
E Penutup
Dengan seluruh pembahasan di atas, terlihat jelas terjadi paradoks dan kekacauan yang sangatluar
biasa. System pemerintahan yang bercampur aduk antara system Presidensiil dan sistemParlementer,
soal prinsip kedaulatan rakyat yang masih mengantung di dalam struktur MPR. seluruhhasil
perubahan itu juga sama sekali tidak menyentuh persoalan dan kebutuhan setiap
kelompok masyarakat khususnya yang menjadi komunitas terbesar di negara ini. Maka tuntutan harus
segeradibentuknya komisi Konstitusi harus segera diwujudkan. setidaknya ada dua argumentasi
mengenaipentingnya pembentukan Komisi Konstitusi. Pertama, konstitusi pada haekatnya merupakan
kontrak sosial antara masyarakat dengan negara di mana pada satu sisi masyarakat merelakan diri
untuk melepaskan sebagian dari hak-haknya dan tunduk dan diatur oleh negara. Sementara di sisi
lainnya,negara juga diberi batasan-batasan tertentu dengan adanya pengakuan dan jaminan terhadap
HAMdan adanya lembaga-lembaga yang menjamin HAM dengan mengedepankan prinsip
pembatasankekuasaan dan check and balances antara lembaga-lembaga tersebut.Kedua, arti penting
sebagai kontrak sosial tersebut justru dipinggirkan oleh MPR dalamproses perubahan pertama hingga
keempat konstitusi dengan ketidak seriusan MPR dalam prosestersebut. Jika pembentukan Komisi
Konstitusi kembali diserahkan kepada BP MPR atau minimalmelalui kewenangan Badan Pekerja
MPR ditakutkan kelemahan- kelemahan yang terjadi padaamandemen atu hingga empat akan kembali
menyesatkan. Sebagaimana yang dikemukakan professorpolitik dari Colombia University, Jon Elster :
Menugaskan (reformasi konstitusi) terhadap sebuahlembaga yang juga berperan sebagai badan
legislatif, sama saja seperti menugaskannya untuk berperan sebagai hakim dalam kasus yang
menimpa dirinya sendiri. Apa yang akan terjadi diIndonesia, kasus di Bulgaria bisa menjadi cermin
dalam hal ini. Proses penyusunan konstitusi baruyang yang dilakukan oleh Parlemen- yang dimulai
tidak lama setelah rezim komunis jatuh tahun 1989dan selesai tahun 1991- ternyata menghasilkan
konstitusi yang memberikan kewenangan yang berlebihan pada dirinya sendiri. Akhirnya konstitusi
baru Bulgaria yang diharapkan menjadi faktorterjadinya proses demokratisasi, malah sering menjadi
faktor ketidak menentuan politik di negara itu.Dengan gambaran yang diungkapkan diatas dengan
kelemahan-kelemahan prose perubahanUUD 1945 yang dilakukan oleh BP MPR semakin
menguatkan argumentasi bahwa prosespembentukan Komisi Konstitusi harus dikeluarkan dari MPR.
BP MPR yang telah diberikanwewenang untuk membentuk Komisi Konstitusi, sifatnya hanya
menjadi fasilitator dan penyaringananggota Komisi Konstitusi. konsekuensinya perubahan tersebut
harus dilakukan oleh lembaga yang

26
dapat secara penuh melaksanakan prinsip-prinsip independensi serta melibatkan partisipasi
rakyat.Amandemen UUD 1945 berikut perubahannya masih jauh dari cukup sebagai
perwujudankeseluruhan kepentingan masyarakat.
Sudah saatnya diperlukan sebuah UUD lain atauKonstitusi Baru
yang akan menggantikan UUD 1945 dan menarik
proses itu keluar dari MPR melalui Komisi Konstitusi
jalur amandemen Pasal 37 UUD

Anda mungkin juga menyukai