ABSTRAK
Pernikahan menurut Islam bertujuan memperoleh kedamaian,
kecintaan, dan kasih sayang. Dalam akad pernikahan terdapat
syarat dan rukun yang harus dipenuhi. Salah satu rukun akad
pernikahan menurut jumhur ulama adalah harus dihadiri oleh dua
orang saksi yang adil. Tetapi kehadiran saksi dalam akad
pernikahan tersebut terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama,
Undang-Undang Perkawinan, dan Kompilasi Hukum Islam.
Penelitian ini mendapatkan sebuah kesimpulan bahwa: Status
saksi nikah menurut pendapat empat madzhab adalah sebagai
berikut: menurut Madzhab Hanafi, saksi merupakan rukun dalam
akad nikah, tetapi menurutnya untuk menjadi saksi dalam
pernikahan tidak disyaratkan harus orang yang adil, menurutnya
pernikahan yang disaksikan oleh dua orang laki-laki sekalipun fasik
atau dengan seorang laki-laki dan dua orang perempuan hukumnya
adalah sah. Madzhab Maliki berpendapat bahwa saksi bukan
merupakan rukun dalam akad pernikahan, sesungguhnya yang
menjadi
syarat
adalah
pemberitahuan.
Madzhab
Syafi`i
berpendapat bahwa saksi merupakan rukun dalam akad nikah.
Pernikahan tersebut harus diakadkan di hadapan dua orang saksi
laki-laki yang adil. Madzhab Hanbali berpendapat, saksi tidak
termasuk rukun nikah. Pernikahan yang tanpa di hadiri oleh saksi
hukumnya tetap sah. Karena Nabi Muhammad SAW pernah
memerdekakan Shafiyah dan menikahinya tanpa disaksikan
seorang saksi. Status saksi nikah menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 1974 adalah saksi wajib ada dalam akad nikah. Hal itu sesuai
pada pasal 26 ayat 1 yang berbunyi: Perkawinan yang
dilangsungkan dimuka pegawai pencatat perkawinan yang tidak
berwenang, wali-nikah yang tidak sah atau yang dilangsungkan
tanpa dihadiri oleh 2 (dua) orang saksi dapat dimintakan
pembatalannya oleh para keluarga dalam garis keturunan lurus
keatas dari suami atau isteri, jaksa dan suami atau isteri.
Sedangkan status saksi dalam akad nikah menurut KHI adalah
sebagai rukun, yakni dalam akad nikah harus disaksikan oleh dua
orang saksi sebagaimana terdapat pada bagian keempat Pasal 24
1
TUJUAN
pernikahan menurut konsepsi Islam terdapat syarat-syarat
dan rukun-rukun yang harus ditempuh, karena tanpa memenui
aturan yang ada, maka pernikahan dianggap tidak sah. adapun
syarat pernikahan agak tersamar dengan rukun pernikahan itu
sendiri. Sebagaimana kita ketahui, syarat dan rukun itu berbeda,
syarat adalah sesuatu yang harus ada dalam suatu perbuatan,
namun berada di luar perbuatan itu. Sedangkan rukun adalah, suatu
yang harus ada dan menjadi bagian dari perbuatan tersebut. Di
antara rukun nikah yang banyak di perdebatkan adalah masalah
status saksi dalam akad pernikahan.1 Berkaitan dengan masalah
tersebut dapat di jelaskan tujuan penelitian adalah ntuk
menjelaskan bagaimana status saksi nikah menurut hukum islam
dan hukum positif.
METODOLOGI
Penelitian ini menggunakan
penelitian pustaka (library
research). Penelitian ini bertujuan untuk mengumpulkan data dan
informasi dengan
bantuan bermacam-macam material yang
terdapat di ruangan perpustakaan, seperti: buku-buku, majalah,
dokumen, catatan, kisah-kisah sejarah dan
lain-lainnya. Pada
hakekatnya data yang diperoleh dengan penelitian perpustakaan
ini dapat dijadikan landasan dasar dan alat utama bagi
pelaksanaan penelitian. Penelitian ini dikatakan juga sebagai
penelitian yang membahas data-data sekunder.2 Riset pustaka tidak
hanya sekedar urusan membaca dan mencatat literatur
1Rahmat Hakim, Hukum, hlm. 82
TEMUAN
A. Saksi nikah menurut pendapat Madzhab Hanaf
Berbicara tentang saksi dalam akad nikah banyak terjadi
perbedaan pendapat, hal itu terjadi karena pebedaan dalam
memahami al-Qur`an dan al-Hadits, sehingga istinbath hukumnya
juga berbeda. Adapun pendapat madzhab hanafi adalah sebagai
berikut: dalam kitab al-Ikhtiyar lita`lil al-Mukhtar dijelaskan,
Pernikahan orang Islam hukumnya tidak akan terjadi (tidak
sah) kecuali dihadiri (disaksikan) oleh dua orang laki-laki atau
satu laki-laki dan dua orang perempuan. wajib didalam diri
seorang saksi adanya sifat merdeka, dan Islam. Dan tidak
)
(
)
(
Pernikahan orang Islam hukumnya tidak sah tanpa di saksikan
oleh dua saksi yang merdeka, Islam, baligh, dan berakal.
Disyaratkan kedatangan saksi tersebut saat akad nikah terjadi,
bukan ketika saat resepsi. Disyaratkan harus merdeka, karena
4Maududi, Abdullah bin Muhammad bin, al-Ikhtiyar li al-Ta`lil al-Mukhtar, juz 3-5,
(Araby: Dar al-Fikr, t.t,), hlm. 83
5Ibid.
:
.
Menurut pendapat Abu Hanifah pernikahan hukumnya sah
dengan disaksikan oleh orang fasik, karena tujuan persaksian
adalah untuk mengumumkan saja. Adapun menurut imam
Syafi`i, Syahadah itu mempunyai dua pengertian, pertama
pengumuman dan yang kedua adalah penerimaan. Maka dari
itu disyaratkan saksi harus adil. Adapun menurut malik, kata
syahadah hanya mengandung arti pengumuman, dengan itu
ketika akad nikah di saksikan oleh dua saksi, tetapi saksi
tersebut di minta untuk merahasiakan akad tersebut, hukum
pernikahan tidak sah.7
6Yumna, Abi Bakr ibn Ali ibn Muhammad al-Haddadi al-Jauharah al-Nayyirah, juz 2
(Pakistan: Maktabah Haqqaniyyah, 800 H), hlm. 66
7Ryusdi, Ibnu, II, penerjamah Imam Ghazali, Ahmad Zaidun, Bidayah al-Mujtahid,
(Jakarta: Pustaka Amani, 1989), hlm. 17
Pada dasarnya menurut kita (madzhab hanafiyah) setiap orang
yang boleh melakukan akad dengan dirinya sendiri, maka
hukumnya boleh juga menjadi saksi. Dan setiap orang yang
patutt menjadi saksi, maka hukumnya sah menjadi saksi. dan
masih berbicara dalam masalah pernikahan, menurut kita akad
nikah hukumnya sah dengan disaksikan oleh orang fasik.8
Pernikahan orang Islam hukumnya tidak sah tanpa dihadiri oleh
dua orang saksi yang merdeka, berakal, baligh, islam, dua lakilaki atau satu laki-laki dan dua orang perempuan, baik saksi
tersebut adil atau tidak.
:
8Syarkhasi, Syam al-Din, Kitab al-Mabsuthat, (Bairut: Dar al-Ma`rifah, t.t), hlm. 31
.
Abu Tsur dan jama`ah berkata, saksi itu tidak termasuk syarat
dari syarat sahnya akad nikah dan juga tidak termasuk syarat
sempurnanya akad nikah, hal itu di lakukan oleh al-Hasan bin
Ali, diriwayatkan darinya bahwa sesungguhnya nabi menikah
tanpa di saksikan oleh saksi, tetapi kemudian mengumumkan
pernikahan tersebut.9
Sedangkan dalam kitab al-Mabsuthat dikatakan,
Malik dan ibn Abi Laily dan Ustman al-Baty Rahimahullah
berkata, saksi tidak termasuk syarat dalam akad nikah,
sesungguhnya syarat nikah adalah mengumumkan. Dan ketika
akad nikah tersebut diumumkan walau dihadapan anak-anak
kecil dan orang-orang gila, maka pernikahan hukumnya sah.10
Begitu pula di jelaskan dalam kitab al-Kafi fi al-Fiqh Ahli
Madinah al-Maliki,
9Muhammad bin Ahmad bin Muhammad bin Ahmad bin Rusydi al-Qurtubi,
Bidayah al-Mujtahid, (Lebanon Bairut: Dar al-Ma`rifah, 140 H), hlm. 18
10Syarkhasi, Syam al-Din, Kitab al-Mabsuthat, (Bairut: Dar al-Ma`rifah, t.t), hlm.
30-31
Pernikahan hukumnya sah tanpa dihadiri dan disaksikan oleh
saksi, hal itu menurut Malik sebagaimana sahnya akad jual beli
tanpa adanya saksi, dengan catatan ketika antara laki-laki
yang perempuan yang akad sama-sama ridha. Dan menurut
Malik yang termasuk fardhu nikah adalah mengumumkan
pernikahan tersebut, tujuannya adalah untuk menjaga nasab.11
Malik rahimahullah berkata, akad nikah hukumnya boleh tanpa
disaksikan
oleh
saksi,
tetapi
di
sunnahkan
untuk
mengumumkannya.12
C. Saksi nikah menurut pendapat Madzhab Syaf`i
Untuk selanjutnya, adalah pendapat Imam Syafi`i tentang
saksi nikah, sebagaimana imam-imam yang lain, al-Syafi`i dan para
pengikutnya juga punya pendapat tersendiri, salah satunya yang di
jelaskan dalam kitab al-Muhaddab sebagai berikut:
11Qurtuby, Abi Umar Yusuf ibn Abdullah ibn Muhammad ibn Abd al-Birri al-Namri,
al-Kafi fi Fiqh Ahl Madinah al-Maliki, (Bairut Lebanon: Dar al-Kitab al-Alamiyah,
t.t), hlm. 229
12Bashri, Abi Qasim Ubaidillah bin al-Hasan bin al-Hasan bin al-Jallab, al-Tafrig,
Juz 2, (Bairut: Dar al-`Arab al-Islami,378 H), hlm. 33
Pernikahan hukumnya tidak sah kecuali disaksikan oleh dua
orang saksi. Dan pernikahan hukumnya tidak sah tanpa
disaksikan oleh dua saksi laki-laki. Maka ketika akad nikah
disaksikan oleh satu laki-laki dan dua orang perempuan hukum
pernikahan tidak sah. Sebagaimana hadits `Aisyah radhiyallahu
anha pernikahan hukumnya tidak sah tanpa disaksikan oleh
dua saksi yang adil sebagaimana diriwayatkan oleh ibnu
Mas`ud, sesungguhnya nabi bersabda: tidak sah suatu
pernikahan kecuali adanya wali dan dua orang saksi yang
adil.13
Dan dijelaskan pula dalam kitab al-Umm,
Akad nikah harus disaksikan oleh oleh dua saksi yang adil,
ketika akad nikah kurang dari satu (hanya disaksikan oleh satu
saksi) maka pernikahan hukumnya rusak (tidak sah) dan ketika
pernikahan disaksikan oleh orang yang tidak sah kesaksiannya
walaupun orang banyak dari orang Islam atau disaksikan
13Ibrahim bin Ali bin Yusuf al-Syaerazi Abu Ishaq, al-Muhaddab fi al-Fiqh al-Imam
al-Syafi`i, Juz 2, (Bairut: Dar al-Ma`rifah, 160), hlm. 40
Akad nikah hukumnya tidak sah kecuali dihadiri oleh dua orang
saksi yang adil. Mushannif berkata dari syarat wali dan dua
orang saksi dalam perkataannya, seorang wali dan dua orang
saksi dibutuhkan adanya enam syarat, pertama Islam, kedua
baligh, ketiga berakal, keempat merdeka, kelima laki-laki dan
keenam adil.15
Di dalam kitab Minhaj al-Thalibin juga menyinggung tentang
masalah saksi,
Pernikahan hukumnya tidak sah kecuali dihadiri oleh dua orang
saksi, adapun kriteria seorang saksi harus merdeka, laki-laki,
adil, mendengar, dan melihat.16
14Syafi`i, al-Imam Muhammad bin Idris al-, al-Umm, juz 6, (Bairut: Dar al-Kutub
al-Alamiyah, 604 H), hlm. 57-59
10
Rukun nikah yang ketiga adalah persaksian, maka pernikahan
hukumnya tidak sah kecuali dihadiri oleh dua orang laki-laki
yang muslim, mukallaf, merdeka, adil, mendengar, melihat,
mampu mengetahui lisan (perkataan) dua orang yang sedang
berakad, diucapkan dalam suatu riwayat, pernikahan
hukumnya sah disaksikan oleh orang buta dengan catatan
orang buta tersebut benar-benar kenal dengan suara kedua
orang yang berakad.17
Adapun menurut kitab Mughni al-Muhtaj,
)
(
Pernikahan hukumnya tidak sah kecuali dihadiri oleh dua orang
saksi karena adanya hadits dari ibnu Hibban didalam kitab
shahihnya dari `Aisyah, tidak ada pernikahan kecuali adanya
wali dan dua orang saksi yang adil, ketika ada pernikahan
tanpa ada hal tersebut maka pernikahan hukumnya batal.18
Selanjutnya dijelaskan pula dalam kitab al-Bayan.
16Nawawi, Muhyi al-Din Abi Zakariya Yahya bin Syaraf al-, Minhaj al-Thalibin wa
`Umdah al-Muftin, (Bairut: Dar al-Minhaj, 676 H), hlm. 375
17Dimsyiqi, Imam Abi Zakariya Yahya bin Syaraf al-Nawawi al-, Raudloh alThalibin, Juz 5, (Bairut: Dar `Alim al-Kutub, 676 H), hlm. 391-392
11
Pernikahan hukumnya tidak sah kecuali dihadiri oleh dua saksi
laki-laki yang adil, hal itu diriwayatkan dari Umar ibn Khattab
dan ali bin Abi Thalib dan Ibn Abbas dan Hasan al-Bhasri dan
ibn Musayyab dan Nakha`I dan Sya`yi dan Auza`I dan Ahmad.19
D. Saksi nikah menurut pendapat Madzhab Hanbali
Imam Ahmad Ibn Hanbal di dalam kitab al-Kafi berpendapat
tentang bagaimana hukum status saksi dalam akad nikah, menurut
pandangan dia bahwa dalam akad nikah tidak disyaratkan adanya
saksi. Pernikahan yang tanpa di hadiri oleh saksi hukumnya tetap
sah. Karena Nabi Muhammad pernah memerdekakan Shafiyah dan
menikahkannya tanpa seorang saksi. Dan juga menurut Ahmad
sesungguhnya pernikahan adalah akad mu`awadhah (serah terima)
maka tidak syaratkan adanya persaksian sebagaimana dalam akad
jual-beli.
:
Dari Ahmad, sesungguhnya persaksian itu tidak termasuk
syarat sahnya pernikahan, karena Nabi Muhammad Saw
19Yamani, Abi al-Husaini Yahya Abi al-khair ibn Salim al-Imrani al-Syafi`i, alBayan fi Madzhab al-Imam al-Syafi`i, juz 7, (Bairut: Dar al-Minhaj, 558 H), hlm.
221-226
12
:
: .
}
:
{
: .
20Qudamah, Muhammad `Abdullah Ibn Ahmad Ibn Muhammad Ibn, al-Kafii, juz
4. (Bairut: Hjr, 620 H), hlm. 238
13
.
.
Dari Ahmad, sesungguhnya akad nikah itu hukumnya sah
tanpa menghadirkan saksi. Hal itu juga dilakukan oleh Ibn
Umar, Hasan bin `Ali, Ibn Zubair, Salim, Hamzah. Dan berkata
Abdullah bin Idris, Abdul al-Rahman bin Mahdi, Yazid bin Harun,
`Anbari, Abu Tsaur, Ibn Mundir, sesuai dengan perkataan alZuhri dan Malik ketika pernikahan tersebut sudah di
umumkan.22
22Ibid.
14
Hanbal yang lainnya bahwa tidak ada satupun ketetapan dalam alQur`an dan dari Rasulullah Saw yang mewajibkan adanya saksi
dalam akad pernikahan. Jika itu diwajibkan maka hal tersebut harus
bersumber dari Nabi Saw. Padahal dalam kenyataannya nabi sendiri
pernah menikahkan seseorang tanpa menghadirkan saksi untuk
menyaksikan akad nikah tersebut, Karena sesuatu yang wajib
adanya termasuk adanya saksi dalam akad pernikahan, hukumnya
wajib untuk dipublikasikan. Kedudukan hukum tentang adanya
persyaratan saksi dalam akad pernikahan di dalam Islam adalah
lemah (dha`if), sebab tidak ada dasar hukum penetapannya di
dalam sumber hukum Islam, baik dalam al-Qur`an ataupun Sunnah.
Sedangkan hadits tentang masalah saksi nikah yang diriwayatkan
oleh al-Daruqutni,
: }
{
Tidak dipandang sah pernikahan tanpa wali dan dua orang
saksi laki-laki yang adil.23
Menyikapi hadits diatas, Imam Ahmad sepakat dengan
pendapat Ibnu Mundir di dalam kitab al-Mugni bahwa sesungguhnya
tidak ada hadits yang menjelaskan tentang disyaratkannya saksi
dalam akad nikah.
:
Ibnu Mundir berkata: tidak ada ketetapan hadits yang
menjelaskan tentang disyaratkannya saksi dalam akad nikah.24
15
:
: }
Ibnu Abd al- Birri berkata: diriwayatkan dari Nabi Muhammad
Saw tidak ada pernikahan kecuali dengan wali dan dua saksi
yang adil dari hadits yang diriwayatkan di atas dari Ibn Abbas
dan Abi Huraerah dan Ibn Umar adalah termasuk hadits dhoif.25
16
} :
:
{
Apabila mereka telah mendekati akhir iddahnya, Maka rujukilah
mereka dengan baik atau lepaskanlah mereka dengan baik dan
persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu karena
Allah. Demikianlah diberi pengajaran dengan itu orang yang
beriman kepada Allah dan hari akhirat. Barangsiapa bertakwa
27Ibid.
17
:
Yazid bin Harun berkata: Allah Swt memerintahkan persaksian
didalam jual-beli tidak didalam pernikahan, tetapi para ahli
ra`yi justru mensyaratkan persaksian didalam pernikahan.29
18
19
Arifin,
22