Anda di halaman 1dari 33

PBL SKENARIO I BERSIN DI PAGI HARI

BENING IRHAMNA/1102013057/FK.A

1. Memahami dan Menjelaskan Anatomi Saluran Nafas Atas


a. Anatomi Makro
Respirasi adalah pertukaran gas, yaitu oksigen (O 2) yang dibutuhkan tubuh untuk metabolisme
sel dan karbondioksida (CO2) yang dihasilkan dari metabolisme tersebut dikeluarkan dari tubuh
melalui paru.

Sistem Respirasi
1.
2.
3.
4.

Saluran Nafas Bagian Atas, pada bagian ini udara yang masuk ke tubuh dihangatkan,
disaring dan dilembabkan.
Saluran Nafas Bagian Bawah, bagian ini menghantarkan udara yang masuk dari saluran
bagian atas ke alveoli.
Alveoli, terjadi pertukaran gas anatara O2 dan CO2
Sirkulasi Paru, pembuluh darah arteri menuju paru, sedangkan pembuluh darah vena
meninggalkan paru.

5.

6.
7.

Paru, terdiri atas :


- Saluran Nafas Bagian Bawah
- Alveoli
- Sirkulasi Paru
Rongga Pleura, terbentuk dari dua selaput serosa, yang meluputi dinding dalam rongga
dada yang disebut pleura parietalis, dan yang meliputi paru atau pleura veseralis
Rongga dan Dinding Dada, merupakan pompa muskuloskeletal yang mengatur
pertukaran gas dalam proses respirasi

Hidung
Organ hidung merupakan organ yang pertama berfungsi dalam saluran nafas.

Hidung memiliki

2 buah nares anterior yaitu lubang hidung,


Vestibulum nasi yaitu bagian depan rongga hidung tempat muara nares anterior pada
mukosa hidung yang terdapat silia yang kasar sebagai saringan udara
Rangka hidung bagian luar dibentuk oleh tulang-tulang yaitu os nasal, processus frontalis
os maxillaris
Cavum nasi yaitu bagian dalam rongga hidung yang berbentuk terowongan. Pada dinding
cavum nasi bagian lateral terdapat tonjolan tilanh conchae nasalis 3 buah yaitu superior,
inferior dan media yang diantaranya terdapat saluran yang dinamakan meatus nasi
Septum nasi yaitu sekat antara kedua rongga hidung yang dibatasi oleh dinding yang
berasal dari tulang dan mukosa

Fungsi Hidung:

Menyalurkan udara
Menyaring udara dari benda asing
Menghangatkan udara pernafasan
Melembabkan udara pernafasan
Alat pembau
Udara yang dihirup melalui hidung akan mengalami tiga hal :
1
Dihangatkan
2
Disaring
3
Dilembabkan
Ketiga hal di atas merupakan fungsi utama dari selaput lendir respirasi, yang terdiri atas
Psedostrafied Ciliated Columnar Epitelium yang berfungsi menggerakkan partikel-partikel halus
ke arah faring sedangkan partikel yang besar akan disaring oleh bulu hidung, sel goblet dan
kelenjar serosa yang berfungsi melembabkan udara yang masuk, pembuluh darah yang berfungsi
menghangatkan udara. Ketiga hal tersebut dibantu dengan concha.
Ada tiga buah concha nasalis, yaitu:
1.
concha nasalis superior
2.
concha nasalis media
3.
concha nasalis inferior
Chonca berfungsi meningkatkan luas permukaan epitel respirasi dan sebagai turbulensi udara
dimana udara lebih banyak kontak dengan permukaan mukosa.
Tiga buah saluran keluar cairan melalui hidung yaitu:
1. meatus nasalis superior (antara concha nasalis superior dan media)
2. meatus nasalis media (antara concha media dan inferior)
3. meatus nasalis inferior (antara concha nasalis inferior dan dinding atas maxilla)
Sinus-sinus yang berhubungan dengan cavum nasi
dikenal dengan sinus paranasalis, antara lain:
1. sinus sphenoidalis, mengeluarkan sekresinya
melalui meatus superior
2. sinus frontalis, ke meatus media.
3. sinus ethmoidalis, ke meatus superior dan
media
4. sinus maxillaries, ke meatus media.
Pada sudut mata medial terdapat hubungan hidung dan
mata melalui ductus nasolacrimalis, tempat keluarnya
air mata ke hidung melalui meatus inferior. Pada

nasopharynx terdapat hubungan antara hidung dengan rongga telinga melalui Osteum
Pharyngeum Tuba Audtiva (OPTA), torus tubarius.
Dinding superior rongga hidung sempit, dibentuk lamina cribroformis ethmoidalis yang
memisahkan rongga tengkorak dengan rongga hidung. Dinding inferior dibentuk os maxilla dan
os palatinum.
Ada 2 cara pemeriksaan hidung yaitu rhinoscopy anterior dan posterior. Kalau yang
anterior, di cavum nasi di sisi lateral ada concha nasalis yang terbentuk dari tulang tipis dan
ditutupi mukusa yang mengeluarkan lendir dan di medial terlihat dinding septum nasi. Kalau
pada posterior, dapat terlihat nasofaring, choanae, bagian ujung belakang conchae nasalis media
dan inferior, juga terlihat OPTA yang berhubungan dengan telinga.
Persyarafan hidung

Bagian depan dan atas cavum nasi mendapat persyarafan sensoris dari nervus nasalis
externus dan nervus nasalis internus, nervus ethmoidalis anterior yang
dipercabangkan dari nervus opthalmicus (N.51)
Bagian bawah belakang termasuk mucusa chonchae nasalis depan di persyarafi oleh
rami nasalis posterior cabang dari nervus maxillaris
Daerah nasopharyx dan concha nasalis mendapat peryarafan sensorik dari cabang
ganglion pterygopalatinum
Serabut-serabut nervus olfactorius hanya berfungsi untuk fungsional penciuman saja

Pendarahan Hidung
Pendarahan hidung berasal dari cabang arteri carotis inetrna dan arteri carotis externa. Arteri
carotis onterna mempervabangkan arteria ophtalmica. Selanjutnya arteri ophtalmica
mempercabangkan :

arteri ethmoidalis anterior dengan cabang-cabang yaitu arteri nasalis externe dsn
lateralis serta arteri septalis anterior
Arteri ethmoidalis posterior dengan cabang-cabang yaitu artei nasalis posterior,
laterlais dan sepatal serta arteru palatinus majus

Arteri carotis externa memercabangkan areteri maxillaris. Dari arteri maxillaris


mempercabangkan arteri sphenoplatinum.
Ketiga pembuluh darah ini pada mukosa hidung membentuk anyaman kapiler pembuluh
darah yang dinamakan Plexus Kisselbach yang mudah pecah pecah oleh trauma/infeksi
sehingga sering menjadi sumber epistaksis.
Faring
Merupakan struktur seperti tuba yang menghubungkan hidung dan rongga mulut ke
laring yang berfungsi untuk menyediakan saluran pada traktus repiratorius dan traktus digestivus.
Dibagi menjadi 3 bagian, yaitu:
1. Nasofaring (terdapat Pharyngeal Tonsil dan Tuba Eustachius)

2. Orofaring (merupakan pertemuan rongga mulut dengan faring, terdapat pangkal lidah)
3. Laringofaring (terjadi persilangan antara aliran udara dan aliran makanan)

Laring
Larynx adalah organ yang berperan sebagai spincter pelindung pada sistem pernafasan dan
berperan dalam pembentukan suara. Terletak setinggi vertebrae cervicalis 4,5 dan 6 di
bawah lidah dan tulang os hyoid (batas dagu dan leher), di bagian depan terdapat otot-otot
dan bagian lateral di tutupi kelenjar thyroid.
Rangka larynx terbentuk
oleh tulang dan tulang
rawan yang dihubungkan
oleh membrane dan
ligamentum serta
digerakkan oleh otot-otot
larynx.
Larynx merupakan ruang
yang berbentuk rongga
yang disebut dengan
cavitas larynges. Pada
bagian atasnya disebut
sebagai pintu larynx yang
dikenal dengan aditus
larynges dan bagian
bawah lebih kecil dan
terbentuk oleh cartilage
cricoid yang berbentuk lingkaran.
Bagian-bagian larynx
Os hyoid (I buah)
Terbentuk dari jaringan tulang, seperti besi telapak kuda
Mempunyai 2 buah cornus majus dan minus
Dapat diraba pada batas antara batas atas leher dengan pertengahan dagu
Berfungsi sebagai tempat perlekatan otot mulut dan cartilage thyroid
Cartilage thyroid (1 buah)
Terletak di bagian depan dan dapat diraba tonojlan yang dikenal dengan
prominens larynges atau adams apple
Melekat ke atas dengan os hyoid dan kebawah dengan cartilage cricoid, ke
belakang dengan cartilage arytenoid
Mempunyai cornus superior dan inerior
Cartilage arytenoid (2 buah)

Terletak dari lamina cartilagp throid dan di atas dari cartilage cricoid
Bentuk seperti burung penguin, adsa cartlago cornulata dan cuneiforme
Epiglottis (1 buah)
Tulang rawan bebrbentuk sendok yang terletak di bawah radix lingue
Berfungsi membuka dan menutup aditus larynges
Mempunyai lipatan Plica epiglotica mediana dan lateralis, lekukan di sisi
kiri dan kanan disebut sebagai vaellecula
Pada waktu biasa epigotis terbuka dan menutup pada waktu menelan
Cartilage cricoid
Batas bawah cartilage thyroid
Batas bawah adalah cincin pertama trachea

Otot-otot larynx

Otot extrinsic larynx


Berfungsi untuk menarik larynx ke atas dan ke bawah selama proses menelan. Pada
umunya otot-oto melekat pada os Hyoid melalui membrane throhyoidea dan terjadi
gerakan larynx. Otot-otot ini terbagi 2 yaitu
Otot-otot Elevator (otot-otot suprahyoid), otot yang berinsertio pada os hyoid
yaitu M. Digastricus, M. Stylohyodus, M. Mylohyodeus dan M.
Geniohyoideus
Otot-otot Depresor (otot-otot Infrahyoid), otot yang berorigo pada os hyoid
yaitu M. Thyrohyoid, M. Sternohyoideus dan M. Omyhyoideus

Otot-otot intrinsic larynx


M. Arytenoideus obliq dan M. Arytenoideus epiglotica
Berfungsi untuk mengecilkan aditus laryngis
M. Thyroepiglotica
Untuk melebarkan aditus laryngis
M. Cricothyroideus
Untuk menegangkan pita suara (plica vocalis)
M. Thyroarytenoideus
Untuk melemaskan pita suara
M. Cricoarytenoideus Posterior
Untuk abduksi pita suara (membuka rima glottis)
M. Cricoarytenoideus Lateralis
Untuk adduksi pita suara (menutup rima glottis)
M. Arytenoideus Tranversus
Untuk mendekatkan kedua cartilage arytenoid

Persyarafan Larynx
Otot-otot larynx mendapat persyarafan dari cabang nervus vagus yaitu dari nervus
recurrent larynges sinistra dan dextra. Khusus nervus recurrent larynges sinistra l=terlihat naik ke
larynx setelah melingkar pada arcus aorta, naik ke larynx di sisi trachea, sedangkan sebelah
kanan tidak.
b. Anatomi Mikro
Rongga hidung
Rongga hidung terdiri atas vestibulum dan fosa nasalis. Pada vestibulum di sekitar nares
terdapat kelenjar sebasea dan vibrisa (bulu hidung). Epitel di dalam vestibulum
merupakan epitel respirasi sebelum memasuki fosa nasalis. Pada fosa nasalis (cavum
nasi) yang dibagi dua oleh septum nasi pada garis medial, terdapat konka (superior,
media, inferior) pada masing-masing dinding lateralnya. Konka media dan inferior
ditutupi oleh epitel respirasi, sedangkan konka superior ditutupi oleh epitel olfaktorius
yang khusus untuk fungsi menghidu/membaui. Epitel olfaktorius tersebut terdiri atas sel
penyokong/sel sustentakuler, sel olfaktorius (neuron bipolar dengan dendrit yang
melebar di permukaan epitel olfaktorius dan bersilia, berfungsi sebagai reseptor dan
memiliki akson yang bersinaps dengan neuron olfaktorius otak), sel basal (berbentuk
piramid) dan kelenjar Bowman pada lamina propria. Kelenjar Bowman menghasilkan
sekret yang membersihkan silia sel olfaktorius sehingga memudahkan akses neuron untuk
membaui zat-zat. Adanya vibrisa, konka dan vaskularisasi yang khas pada rongga hidung
membuat setiap udara yang masuk mengalami pembersihan, pelembapan dan
penghangatan sebelum masuk lebih jauh.

Silia berfungsi untuk mendorong lendir ke arah nasofaring untuk tertelan atau
dikeluarkan (batuk) .Sel goblet dan kelenjar campur di lamina propria mnghasilkan
sekret, untuk menjaga kelembaban hidung dan menangkap partikel debu halus . Di
bawah epitel chonca inferior terdapat swell bodies, merupakan fleksus vonosus untuk
menghangatkan udara inspirasi epitel olfaktori, khas pada konka superior

Sinus paranasalis
Terdiri atas sinus frontalis, sinus maksilaris, sinus ethmoidales dan sinus sphenoid, semuanya
berhubungan langsung dengan rongga hidung. Sinus-sinus tersebut dilapisi oleh epitel respirasi
yang lebih tipis dan mengandung sel goblet yang lebih sedikit serta lamina propria yang
mengandung sedikit kelenjar kecil penghasil mukus yang menyatu dengan periosteum.
Aktivitas silia mendorong mukus ke rongga hidung.
Faring
Nasofaring dilapisi oleh epitel respirasi pada bagian yang berkontak dengan palatum mole,
sedangkan orofaring dilapisi epitel tipe skuamosa/gepeng.
Terdiri dari :

Nasofaring (epitel bertingkat torak bersilia, dengan sel


goblet)
Orofaring (epitel berlapis gepeng dengan lapisan
tanduk)
Laringofaring (epitel bervariasi)

Laring
Laring merupakan bagian yang menghubungkan faring dengan trakea. Pada lamina propria
laring terdapat tulang rawan hialin dan elastin yang berfungsi sebagai katup yang mencegah
masuknya makanan dan sebagai alat penghasil suara pada fungsi fonasi. Epiglotis merupakan
juluran dari tepian laring, meluas ke faring dan memiliki permukaan lingual dan laringeal.
Bagian lingual dan apikal epiglotis ditutupi oleh epitel gepeng berlapis, sedangkan permukaan
laringeal ditutupi oleh epitel respirasi bertingkat bersilindris bersilia. Di bawah epitel terdapat
kelenjar campuran mukosa dan serosa.
Di bawah epiglotis, mukosanya membentuk dua lipatan yang meluas ke dalam lumen laring:
pasangan lipatan atas membentuk pita suara palsu (plika vestibularis) yang terdiri dari epitel
respirasi dan kelenjar serosa, serta di lipatan bawah membentuk pita suara sejati yang terdiri
dari epitel berlapis gepeng, ligamentum vokalis (serat elastin) dan muskulus vokalis (otot
rangka). Otot muskulus vokalis akan membantu terbentuknya suara dengan frekuensi yang
berbeda-beda.

Tulang rawan yang lebih besar (tulang rawan hyalin):


Thyroid
Cricoid
Arytenoid
Tulang rawan yang kecil (tulang rawan elastis):
Epiglottis

Cuneiform
Corniculata
Ujung arytenoid
2. Memahami dan Menjelaskan Fisiologi Pernafasan
Pernafasan atau ekspirasi adalah menghirup udara dari luar yang mengandung O2 (oksigen)
kedalam tubuh serta menghembuskan udara yang banyak mengandung CO2 (karbon dioksida)
sebagai sisa dari oksidasi keluar tubuh. Penghisapan ini disebut inspirasi dan menghembuskan
disebut ekspirasi (Syaifuddin,1996).
Fungsi pernafasan adalah
1. Mengambil oksigen kemudian dibawa oleh darah keseluruh tubuh (sel-selnya) untuk
mengadakan pembakaran.
2. Mengeluarkan karbon dioksida yang terjadi sebagai sisa pembakaran, kemudian dibawa
oleh darah ke paru-paru untuk dibuang (karena tidak berguna lagi oleh tubuh).
3. dan melembabkan udara (Syaifuddin, 1996)
Fungsi utama:
1.

Pertahanan benda asing yang masuk saluran nafas. Partikel dengan ukuran
lebih dari 10m akan dihambat oleh bulu hidung, sedangkan partikel dengan ukuran
kurang dari 10m akan dihambat oleh silia.
Menurunkan suhu udara pernafasan agar sesuai dengan suhu tubuh
Hidung sebagai organ pembau
Melembabkan udara pernafasan untuk mencegah mengeringnya
permukaan membrane alveol.

2.
3.
4.

Fungsi tambahan:
Mengeluarkan air dan panas dari dalam tubuh.
Meningkatkan aliran balik vena, fungsi sebagai pompa
Proses berbicara, bernyanyi dan vokalisasi
Mengeluarkan, memodifikasi, mengaktifkan, dan menginaktifkan bahan yang melewati
sirkulasi pulmonal

4.

Pertukaran oksigen dan karbon dioksida antara darah dan udara berlangsung di alveolus paruparu. Pertukaran tersebut diatur oleh kecepatan dan di dalamnya aliran udara timbal balik
(pernafasan), dan tergantung pada difusi oksigen dari alveoli ke dalam darah kapiler dinding
alveoli. Hal yang sama juga berlaku untuk gas dan uap yang terhirup paru-paru merupakan jalur
masuk terpenting dari bahan-bahan berbahaya lewat udara pada paparan kerja (WHO, 1993).
Proses sistem pernafasan atau sistem respirasi berlangsung dengan beberapa tahap yaitu :
1.
2.
3.
4.
5.

Ventilasi yaitu pergerakan udara ke dalam dan keluar paru.


Pertukaran gas dalam alveoli dan darah atau disebut pernapasan luar.
Transportasi gas melalui darah.
Pertukaran gas antara darah dengan sel-sel jaringan atau disebut pernapasan dalam.
Metabolisme penggunaan O2 di dalam sel serta pembuatan CO2 yang disebut pernapasan
seluler.

Mekanisme Kerja Sistem Pernapasan


Proses terjadinya pernapasan terbagi 2 yaitu :
1. Inspirasi (menarik napas)
2. Ekspirasi (menghembus napas)
Inspirasi adalah proses yang aktif, proses ini terjadi bila tekanan intra pulmonal (intra alveol)
lebih rendah dari tekanan udara luar. Pada tekanan biasa, tekanan ini berkisar antara -1 mmHg
sampai dengan -3 mmHg. Pada inspirasi dalam tekanan intra alveoli dapat mencapai -30 mmHg.
Menurunnya tekanan intra pulmonal pada waktu inspirasi disebabkan oleh mengembangnya
rongga toraks akibat kontraksi otot-otot inspirasi.
Ekspirasi adalah proses yang pasif, proses ini berlangsung bila tekanan intra pulmonal lebih
tinggi dari pada tekanan udara luar sehingga udara bergerak keluar paru. Meningkatnya tekanan
di dalam rongga paru terjadi bila volume rongga paru mengecil akibat proses penguncupan yang
disebabkan oleh daya elastis jaringan paru. Penguncupan paru terjadi bila otot-otot inspirasi
mulai relaksasi. Pada proses ekspirasi biasa tekanan intra alveoli berkisar antara + 1 mmHg
sampai dengan + Bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan adalah bahan yang mudah
menguap dan terhirup saat kita bernafas. Tubuh memiliki mekanisme pertahanan untuk
mencegah masuknya lebih dalam bahan yang dapat mengganggu sistem pernapasan, akan tetapi
bila berlangsung cukup lama maka sistem tersebut tidak dapat lagi menahan masuknya bahan
tersebut ke dalam paru-paru. 3 mmHg (Alsagaff, 2002). Debu, aerosol dan gas iritan kuat
menyebabkan refleks batuk atau spasme laring (penghentian napas), bila zat-zat tersebut masuk
ke dalam paru-paru dapat menyebabkan bronchitis kronik, edema paru atau pneumonitis. Para
pekerja menjadi toleran terhadap paparan iritan berkadar rendah dengan meningkatkan sekresi
mucus, suatu mekanisme yang khas pada bronchitis dan juga terlihat pada perokok tembakau
(WHO, 1995).
Perbandingan gas inspirasi dan ekspirasi
Nitrogen (N2)
Oksigen (O2)
Udara inspirasi
79 %
20 %
Udara ekspirasi
79 %
16 %

Karbondiksida (CO2)
0,4 %
4%

Perubahan dalam Pernapasan.


Dalam keadaan normal, paru mengandung sekitar 2 sampai 2,5 liter udara selama siklus
respirasi, tetapi dapat diisi sampai 5,5 liter atau dikosongkan sampai tersisa 1 liter.
Alat untuk mengukur besarnya udara inspirasi dan ekspirasi adalah Spirometer.Terdapat berbagai
jenis perubahan volume dalam proses respirasi, yakni:
1. Volume Tidal (TV), adalah volume udara yang masuk atau keluar dari hidung sewaktu
bernapas dalam keadaan istirahat, sebanyak 500 Cc.
2. Volume Cadangan ekspirasi (Suplemen), yaitu volume udara ekspirasi yang masih dapat
dikeluarkan setelah ekspirasi normal (tidal), kira-kira 1250 Cc.
3. Volume cadangan inspirasi (komplemen), yaitu volume udara inspirasi yang masih dapat
dihirup setelah inspirasi normal (tidal), adalah 3000 Cc.

4. Kapasitas Vital (KV), yaitu sejumlah Volume Suplemen + Volume Tidal + Volume
Komplemen; atau sama dengan Volume Udara Maksimal yang dapat dikeluarkan dalam
sekali ekspirasi setelah inspirasi maksimal; volumenya 4750 Cc.
5. Volume Residual (VR), nilai rata-ratanya =1200 Cc). Walaupun dilakukan ekspirasi sangat
maksimal, selalu terdapat sisa udara dalam paru yang tidak dapat dikeluarkan dengan
ekspirasi biasa. Ini disebut Volume Residu.
6. Ventilasi semenit, adalah seberapa banyak udara yang dihirup atau
dihembuskan (tidak kedua-duanya) dalam waktu satu menit, selanjutnya yang
digunakan sebagai ukuran adalah udara yang dikeluarkan (Volume Ekspirasi =
VE). Jumlah ini dapat ditentukan dengan mengetahui: 1). Volume Tidal (VT), yaitu
berapa banyak jumlah udara yang dihirup dan dikeluarkan setiap daur
pernapasan; dan 2). Frekuensi bernapas, yaitu berapa kali bernapas dalam satu
menit.

3. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Secara Umum


a. Definsi
Rhinitis adalah suatu inflamasi (peradangan) pada membrane mukosa hidung.
(Dipiro,2005)
Rhinitis adalah peradangan selaput lender hidung
(Dorland,2002)
b. Klasifikasi
Menurut sifatnya dapat dibedakan menjadi:
a. Rhinitis akut (commond cold, coryza) merupakan peradangan membrane mukosa hidung
dan sinus-sinus aksesoris yang disebabkan oleh suatu virus dan bakteri. Penyakit ini
dapat mengenai hampir setiap orang pada suatu waktu dan sering kali terjadi pada musim
dingin dengan insidensi tertinggi pada awal musim hujan dan musim semi.
b. Rhinitis kronis adalah suatu peradangan kronis pada membrane mukosa yang disebabkan
oleh infeksi yang berulang karena alergi atau karena rhinitis vasomotor.

Berdasarkan penyebabnya, dapat dibedakan menjadi:


a. Rhinitis alergi
Merupakan penyakit umum yang paling banyak diderita oleh perempuan dan laki-laki
yang berusia 30 tahunan. Merupakan inflamasi mukosa saluran hidung yang disebabkan
oleh alergi terhadap partikel seperti: debu, asap, serbuk/tepung sari yang ada di udara.

Macam-macam rhinitis alergi, yaitu:


1.

Rhinitis alergi musiman (Hay Fever)


Biasanya terjadi pada musim semi.Umumnya disebabkan kontak dengan allergen dari
luar rumah, seperti benang sari dari tumbuhan yang menggunakan angin untuk
penyerbukannya, debu dan polusi udara atau asap.

2.

Rhinitis alergi yang terus-menerus (perennial)


Disebabkan bukan karena musim tertentu ( serangan yang terjadi sepanjang masa
(tahunan)) diakibatkan karena kontak dengan allergen yang sering berada di rumah
misalnya kutu debu rumah, bulu binatang peliharaan serta bau-bauan yang menyengat
b. Rhinitis non alergi

Rhinitis non allergi disebabkan oleh infeksi saluran napas karena masuknya benda asing kedalam
hidung, deformitas struktural, neoplasma, dan massa, penggunaan kronik dekongestan nasal,
penggunaan kontrasepsi oral, kokain dan anti hipertensif.
Macam-macam rhinitis non alergi, yaitu:
1.

Rhinitis vasomotor

Rhinitis vasomotor adalah terdapatnya gangguan fisiologik lapisan mukosa hidung yang
disebabkan oleh bertambahnya aktivitas parasimpatis.
2.

Rhinitis medikamentosa

Rhinitis medikamentosa adalah suatu kelainan hidung berupa gangguan respon normal
vasomotor sebagai akibat pemakaian vasokonstriktor topical (obat tetes hidung atau obat semprot
hidung) dalam waktu lama dan berlebihan.
3.

Rhinitis atrofi
Rhinitis Atrofi adalah satu penyakit infeksi hidung kronik dengan tanda adanya atrofi progesif
tulang dan mukosa konka.
4. Memahami dan Menjelaskan Rhinitis Alergi

a. Definisi
Rinitis alergi adalah penyakit inflamasi yang disebabkan oleh reaksi alergi pada pasien atopi
yang sebelumnya sudah tersensitisasi dengan alergen yang sama serta dilepaskannya suatu
mediator kimia ketika terjadi paparan ulangan dengan alergen spesifik tersebut (von Pirquet,
1986). Menurut WHO ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2001, rinitis
alergi adalah kelainan pada hidung dengan gejala bersin-bersin, rinore, rasa gatal dan tersumbat
setelah mukosa hidung terpapar alergen yang diperantarai oleh IgE.
Dahulu rinitis alergi dibedakan dalam 2 macam berdasarkan sifat berlangsungnya, yaitu:
1. Rinitis alergi musiman (seasonal, hay fever, polinosis)
2. Rinitis alergi sepanjang tahun (perenial)
Gejala keduanya hampir sama, hanya berbeda dalam sifat berlangsungnya (Irawati, Kasakeyan,
Rusmono, 2008). Saat ini digunakan klasifikasi rinitis alergi berdasarkan rekomendasi dari WHO
Iniative ARIA (Allergic Rhinitis and its Impact on Asthma) tahun 2000, yaitu berdasarkan sifat
berlangsungnya dibagi menjadi :
1. Intermiten (kadang-kadang): bila gejala kurang dari 4 hari/minggu atau kurang dari 4 minggu.
2. Persisten/menetap bila gejala lebih dari 4 hari/minggu dan atau lebih dari 4 minggu.
Sedangkan untuk tingkat berat ringannya penyakit, rinitis alergi dibagi menjadi:
1. Ringan, bila tidak ditemukan gangguan tidur, gangguan aktifitas harian, bersantai,
berolahraga, belajar, bekerja dan hal-hal lain yang mengganggu.
2. Sedang atau berat bila terdapat satu atau lebih dari gangguan tersebut diatas
(Bousquet et al, 2001).
b. Etiologi

Rinitis alergi melibatkan interaksi antara lingkungan dengan predisposisi genetik dalam
perkembangan penyakitnya. Faktor genetik dan herediter sangat berperan pada ekspresi rinitis

alergi (Adams, Boies, Higler, 1997). Penyebab rinitis alergi tersering adalah alergen inhalan pada
dewasa dan ingestan pada anakanak. Pada anak-anak sering disertai gejala alergi lain, seperti
urtikaria dan gangguan pencernaan. Penyebab rinitis alergi dapat berbeda tergantung dari
klasifikasi. Beberapa pasien sensitif terhadap beberapa alergen. Alergen yang menyebabkan
rinitis alergi musiman biasanya berupa serbuk sari atau jamur. Rinitis alergi perenial (sepanjang
tahun) diantaranya debu tungau, terdapat dua spesies utama tungau yaitu Dermatophagoides
farinae dan Dermatophagoides pteronyssinus, jamur, binatang peliharaan seperti kecoa dan
binatang pengerat. Faktor resiko untuk terpaparnya debu tungau biasanya karpet serta sprai
tempat tidur, suhu yang tinggi, dan faktor kelembaban udara. Kelembaban yang tinggi
merupakan faktor resiko untuk untuk tumbuhnya jamur. Berbagai pemicu yang bisa berperan dan
memperberat adalah beberapa faktor nonspesifik diantaranya asap rokok, polusi udara, bau
aroma yang kuat atau merangsang dan perubahan cuaca (Becker, 1994).
Berdasarkan cara masuknya allergen dibagi atas:
Alergen Inhalan, yang masuk bersama dengan udara pernafasan, misalnya debu rumah, tungau,
serpihan epitel dari bulu binatang serta jamur.
Alergen Ingestan, yang masuk ke saluran cerna, berupa makanan, misalnya susu, telur, coklat,
ikan dan udang.
Alergen Injektan, yang masuk melalui suntikan atau tusukan, misalnya penisilin atau sengatan
lebah.
Alergen Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit atau jaringan mukosa, misalnya
bahan kosmetik atau perhiasan (Kaplan, 2003).
c. Manifestasi Klinik
Gejala rinitis alergi yang khas ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Sebetulnya bersin
merupakan gejala yang normal, terutama pada pagi hari atau bila terdapat kontak dengan
sejumlah besar debu. Hal ini merupakan mekanisme fisiologik, yaitu proses membersihkan
sendiri (self cleaning process). Bersin dianggap patologik, bila terjadinya lebih dari 5 kali setiap
serangan, sebagai akibat dilepaskannya histamin. Disebut juga sebagai bersin patologis
(Soepardi, Iskandar, 2004). Gejala lain ialah keluar ingus (rinore) yang encer dan banyak, hidung
tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai dengan banyak air mata keluar
(lakrimasi). Tanda-tanda alergi juga terlihat di hidung, mata, telinga, faring atau laring. Tanda
hidung termasuk lipatan hidung melintang garis hitam melintang pada tengah punggung hidung
akibat sering menggosok hidung ke atas menirukan pemberian hormat (allergic salute), pucat dan
edema mukosa hidung yang dapat muncul kebiruan. Lubang hidung bengkak. Disertai dengan
sekret mukoid atau cair. Tanda di mata termasuk edema kelopak mata, kongesti konjungtiva,
lingkar hitam dibawah mata (allergic shiner). Tanda pada telinga termasuk retraksi membran
timpani atau otitis media serosa sebagai hasil dari hambatan tuba eustachii. Tanda faringeal
termasuk faringitis granuler akibat hiperplasia submukosa jaringan limfoid. Tanda laringeal
termasuk suara serak dan edema pita suara (Bousquet, Cauwenberge, Khaltaev, ARIA Workshop
Group. WHO, 2001). Gejala lain yang tidak khas dapat berupa: batuk, sakit kepala, masalah

penciuman, mengi, penekanan pada sinus dan nyeri wajah, post nasal drip. Beberapa orang juga
mengalami lemah dan lesu, mudah marah, kehilangan nafsu makan dan sulit tidur (Harmadji,
1993).

d. Patofisiologi
Rinitis alergi merupakan suatu penyakit inflamasi yang diawali dengan tahap sensitisasi
dan diikuti dengan reaksi alergi. Reaksi alergi terdiri dari 2 fase yaitu immediate phase allergic
reaction atau reaksi alergi fase cepat (RAFC) yang berlangsung sejak kontak dengan alergen
sampai 1 jam setelahnya dan late phase allergic reaction atau reaksi alergi fase lambat (RAFL)
yang berlangsung 2-4 jam dengan puncak 6-8 jam (fase hiperreaktivitas) setelah pemaparan dan
dapat berlangsung 24-48 jam.

Gambar 2.1 Patofisiologi alergi (rinitis, eczema, asma) paparan alergen pertama dan selanjutnya
(Benjamini, Coico, Sunshine, 2000).
Pada kontak pertama dengan alergen atau tahap sensitisasi, makrofag atau monosit yang
berperan sebagai sel penyaji (Antigen Presenting Cell/APC) akan menangkap alergen yang
menempel di permukaan mukosa hidung. Setelah diproses, antigen akan membentuk fragmen
pendek peptide dan bergabung dengan molekul HLA kelas II membentuk komplek peptide MHC
kelas II (Major Histocompatibility Complex) yang kemudian dipresentasikan pada sel T helper
(Th0). Kemudian sel penyaji akan melepas sitokin seperti interleukin 1 (IL-1) yang akan
mengaktifkan Th0 untuk berproliferasi menjadi Th1 dan Th2. Th2 akan menghasilkan berbagai
sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5, dan IL-13.

IL-4 dan IL-13 dapat diikat oleh reseptornya di permukaan sel limfosit B, sehingga sel
limfosit B menjadi aktif dan akan memproduksi imunoglobulin E (IgE). IgE di sirkulasi darah
akan masuk ke jaringan dan diikat oleh reseptor IgE di permukaan sel mastosit atau basofil (sel
mediator) sehingga kedua sel ini menjadi aktif. Proses ini disebut sensitisasi yang menghasilkan
sel mediator yang tersensitisasi. Bila mukosa yang sudah tersensitisasi terpapar alergen yang
sama, maka kedua rantai IgE akan mengikat alergen spesifik dan terjadi degranulasi (pecahnya
dinding sel) mastosit dan basofil dengan akibat terlepasnya mediator kimia yang sudah terbentuk
(Performed Mediators) terutama histamin. Selain histamin juga dikeluarkan Newly Formed
Mediators antara lain prostaglandin D2 (PGD2), Leukotrien D4 (LT D4), Leukotrien C4 (LT C4),
bradikinin, Platelet Activating Factor (PAF), berbagai sitokin (IL-3, IL-4, IL-5, IL-6, GM-CSF
(Granulocyte Macrophage Colony Stimulating Factor) dan lain-lain. Inilah yang disebut sebagai
Reaksi Alergi Fase Cepat (RAFC).
Histamin akan merangsang reseptor H1 pada ujung saraf vidianus sehingga menimbulkan
rasa gatal pada hidung dan bersin-bersin. Histamin juga akan menyebabkan kelenjar mukosa dan
sel goblet mengalami hipersekresi dan permeabilitas kapiler meningkat sehingga terjadi rinore.
Gejala lain adalah hidung tersumbat akibat vasodilatasi sinusoid. Selain histamin merangsang
ujung saraf Vidianus, juga menyebabkan rangsangan pada mukosa hidung sehingga terjadi
pengeluaran Inter Cellular Adhesion Molecule 1 (ICAM1).
Pada RAFC, sel mastosit juga akan melepaskan molekul kemotaktik yang menyebabkan
akumulasi sel eosinofil dan netrofil di jaringan target. Respons ini tidak berhenti sampai disini
saja, tetapi gejala akan berlanjut dan mencapai puncak 6-8 jam setelah pemaparan. Pada RAFL
ini ditandai dengan penambahan jenis dan jumlah sel inflamasi seperti eosinofil, limfosit,
netrofil, basofil dan mastosit di mukosa hidung serta peningkatan sitokin seperti IL-3, IL-4, IL-5
dan Granulocyte Macrophag Colony Stimulating Factor (GM-CSF) dan ICAM1 pada sekret
hidung. Timbulnya gejala hiperaktif atau hiperresponsif hidung adalah akibat peranan eosinofil
dengan mediator inflamasi dari granulnya seperti Eosinophilic Cationic Protein (ECP),
Eosiniphilic Derived Protein (EDP), Major Basic Protein (MBP), dan Eosinophilic Peroxidase
(EPO). Pada fase ini, selain faktor spesifik (alergen), iritasi oleh faktor non spesifik dapat
memperberat gejala seperti asap rokok, bau yang merangsang, perubahan cuaca dan kelembaban
udara yang tinggi (Irawati, Kasakayan, Rusmono, 2008).
Secara mikroskopik tampak adanya dilatasi pembuluh (vascular bad) dengan pembesaran
sel goblet dan sel pembentuk mukus. Terdapat juga pembesaran ruang interseluler dan penebalan
membran basal, serta ditemukan infiltrasi sel-sel eosinofil pada jaringan mukosa dan submukosa
hidung. Gambaran yang ditemukan terdapat pada saat serangan. Diluar keadaan serangan,
mukosa kembali normal. Akan tetapi serangan dapat terjadi terus-menerus (persisten) sepanjang
tahun, sehingga lama kelamaan terjadi perubahan yang ireversibel, yaitu terjadi proliferasi
jaringan ikat dan hiperplasia mukosa, sehingga tampak mukosa hidung menebal.
Dengan masuknya antigen asing ke dalam tubuh terjadi reaksi yang secara garis besar
terdiri dari:
1. Respon primer
Terjadi proses eliminasi dan fagositosis antigen (Ag). Reaksi ini bersifat non spesifik dan dapat
berakhir sampai disini. Bila Ag tidak berhasil seluruhnya dihilangkan, reaksi berlanjut menjadi
respon sekunder.
2. Respon sekunder

Reaksi yang terjadi bersifat spesifik, yang mempunyai tiga kemungkinan ialah sistem imunitas
seluler atau humoral atau keduanya dibangkitkan. Bila Ag berhasil dieliminasi pada tahap ini,
reaksi selesai. Bila Ag masih ada, atau memang sudah ada defek dari sistem imunologik, maka
reaksi berlanjut menjadi respon tersier.
3. Respon tersier
Reaksi imunologik yang terjadi tidak menguntungkan tubuh. Reaksi ini dapat bersifat sementara
atau menetap, tergantung dari daya eliminasi Ag oleh tubuh.
Gell dan Coombs mengklasifikasikan reaksi ini atas 4 tipe, yaitu:
tipe 1, atau reaksi anafilaksis (immediate hypersensitivity)
tipe 2 atau reaksi sitotoksik
tipe 3 atau reaksi kompleks imun
tipe 4 atau reaksi tuberculin (delayed hypersensitivity). Manifestasi klinis kerusakan jaringan
yang banyak dijumpai di bidang THT adalah tipe 1, yaitu rinitis alergi (Irawati, Kasakayan,
Rusmono, 2008).
e. Pemeriksaan Fisik dan Penunjang
1. Anamnesis
Anamnesis sangat penting, karena sering kali serangan tidak terjadi dihadapan pemeriksa.
Hampir 50% diagnosis dapat ditegakkan dari anamnesis saja. Gejala rinitis alergi yang khas
ialah terdapatnya serangan bersin berulang. Gejala lain ialah keluar hingus (rinore) yang
encer dan banyak, hidung tersumbat, hidung dan mata gatal, yang kadang-kadang disertai
dengan banyak air mata keluar (lakr imasi). Kadang-kadang keluhan hidung tersumbat
merupakan keluhan utama atau satu-satunya gejala yang diutarakan oleh pasien (Irawati,
Kasakayan, Rusmono, 2008). Perlu ditanyakan pola gejala (hilang timbul, menetap) beserta
onset dan keparahannya, identifikasi faktor predisposisi karena faktor genetik dan herediter
sangat berperan pada ekspresi rinitis alergi, respon terhadap pengobatan, kondisi lingkungan
dan pekerjaan. Rinitis alergi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, bila terdapat 2 atau
lebih gejala seperti bersin-bersin lebih 5 kali setiap serangan, hidung dan mata gatal, ingus
encer lebih dari satu jam, hidung tersumbat, dan mata merah serta berair maka dinyatakan
positif (Rusmono, Kasakayan, 1990).
2. Pemeriksaan Fisik
Pada muka biasanya didapatkan garis Dennie-Morgan dan allergic shinner, yaitu bayangan
gelap di daerah bawah mata karena stasis vena sekunder akibat obstruksi hidung (Irawati,
2002). Selain itu, dapat ditemukan juga allergic crease yaitu berupa garis melintang pada
dorsum nasi bagian sepertiga bawah. Garis ini timbul akibat hidung yang sering digosokgosok oleh punggung tangan (allergic salute). Pada pemeriksaan rinoskopi ditemukan
mukosa hidung basah, berwarna pucat atau livid dengan konka edema dan sekret yang encer
dan banyak. Perlu juga dilihat adanya kelainan septum atau polip hidung yang dapat
memperberat gejala hidung tersumbat. Selain itu, dapat pula ditemukan konjungtivis bilateral
atau penyakit yang berhubungan lainnya seperti sinusitis dan otitis media (Irawati, 2002).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. In vitro
Hitung eosinofil dalam darah tepi dapat normal atau meningkat. Demikian pula
pemeriksaan IgE total (prist-paper radio imunosorbent test) sering kali menunjukkan nilai
normal, kecuali bila tanda alergi pada pasien lebih dari satu macam penyakit, misalnya

selain rinitis alergi juga menderita asma bronkial atau urtikaria. Lebih bermakna adalah
dengan RAST (Radio Immuno Sorbent Test) atau ELISA (Enzyme Linked Immuno
Sorbent Assay Test). Pemeriksaan sitologi hidung, walaupun tidak dapat memastikan
diagnosis, tetap berguna sebagai pemeriksaan pelengkap. Ditemukannya eosinofil dalam
jumlah banyak menunjukkan kemungkinan alergi inhalan. Jika basofil (5 sel/lap)
mungkin disebabkan alergi makanan, sedangkan jika ditemukan sel PMN menunjukkan
adanya infeksi bakteri (Irawati, 2002).
b. In vivo

Alergen penyebab dapat dicari dengan cara pemeriksaan tes cukit kulit, uji intrakutan
atau intradermal yang tunggal atau berseri (Skin End-point Titration/SET). SET
dilakukan untuk alergen inhalan dengan menyuntikkan alergen dalam berbagai
konsentrasi yang bertingkat kepekatannya. Keuntungan SET, selain alergen penyebab
juga derajat alergi serta dosis inisial untuk desensitisasi/imunoterapi dapat diketahui
(Sumarman, 2000). Untuk alergi makanan, uji kulit seperti tersebut diatas kurang dapat
diandalkan. Diagnosis biasanya ditegakkan dengan diet eliminasi dan provokasi
(Challenge Test). Alergen ingestan secara tuntas lenyap dari tubuh dalam waktu lima
hari. Karena itu pada Challenge Test, makanan yang dicurigai diberikan pada pasien
setelah berpantang selama 5 hari, selanjutnya diamati reaksinya. Pada diet eliminasi, jenis
makanan setiap kali dihilangkan dari menu makanan sampai suatu ketika gejala
menghilang dengan meniadakan suatu jenis makanan (Irawati, 2002).
f. Diagnosis dan Diagnosis Banding
Rinitis alergika harus dibedakan dengan :
1. Rhinitis vasomotorik
2. Rhinitis medikamentosa
3. Rhinitis virus
4. Rhinitis iritan (Irritant Contact Rhinitis)
1. Rhinitis vasomotorik

Pasien-pasien dengan rhintis vasomotorik datang dengan gejala sumbatan hidung dan
sekret nasal yang jernih.gejala-gejalanya sering berhubungan dengan temperatur ,makan,paparan
terhadap bau dan zat-zat kimia atau konsumsi alkohol. Beberapa klinisi mengusulkan bahwa
regulasi otonom yang abnormal dari fungsi hidung adalah penyebabnya. Pada rhinitis vasomotor
tidak ditemukan adanya skin tes yang(+) dan tes alergen yang (+), sedangkan pada yang alergika
murni mempunyai skin tes yang (+) dan laergen yang jelas.
Rinitis alergika sering ditemukan pada pasien dengan usia < 20 tahun,sedangkan
pada rinitis vasomotor lebih banyak dijumpai pada usia > 20 tahun dan paling sering
diderita oleh perempuan.
2. Rinitis medikamentosa (Drug induced rhinitis)
Penyakit yang disebabkan karena penggunaan tetes hidung dalam jangkalama, reserpin,
klonidin, alfa metildopa, guanetidin, klorpromasin, dan fenotiasin yang lain.
3. Rhinitis Virus
Rhinitis virus sangat umum terjadi dan sering berhubungan dengan manifestasi lain
dari penyakit virus seperti sakit kepala, malaise, tubuh pegal, dan batuk. Sekret nasal
yang dihasilkan pada rhinitis viral seringnya jernih atau berwarna putih dan bisa disertai
dengan kongesti hidung dan bersin-bersin.
4. Rhinitis iritan (irritant contact rhinitis)
Karena merokok, iritasi gas, bahan kimia, debu pabrik, bahan kimia pada makanan.
Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis yang cermat,pemeriksaan alergi yang negatif.
5. Rinitis Hormonal
Beberapa penderita mengalami gejala rinitis pada saat terjadi gangguan keseimbangan hormon
(misalnya selama kehamilan, hipotiroid, pubertas, pemakaian pil KB).
Estrogen diduga menyebabkan peningkatan kadar asam hialuronat di selaput hidung.
Gejala rinitis pada kehamilan biasanya mulai timbul pada bulan kedua, terus berlangsung selama
kehamilan dan akan menghilang pada saat persalinan tiba.
Gejala utamanya adalah hidung tersumbat dan hidung meler.
Rinitis Non-Alergika Dengan Sindroma Eosinofilia
Penyakit ini diduga berhubungan dengan kelainan metabolisme prostaglandin.
Pada hasil pemeriksaan apus hidung penderitanya, ditemukan eosinofil sebanyak 10-20%.
Gejalanya berupa hidung tersumbat, bersin, hidung meler, hidung terasa gatal dan penurunan
fungsi indera penciuman (hiposmia).
6.

1.
2.

g. Tata Laksana
Pengobatan yang paling baik adalah menghindari alergen.
Antihistamin yang dipakai adalah antagonis H1 yang bekerja inhibitor
kompetitif pada reseptor H1 sel target. Merupakan lini pertama yang sering dipakai pada

rhinitis alergi. Antihistamin terbagi menjadi 2 : generasi 1 dan generasi 2. Generasi 1


bersifat lipofilik sehingga bisa menembus sawar darah ota dan plasenta. Contohnya
adalah difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin, yang bisa diberikan
secara topikal adalah azelastin.
Antihistamin generasi 2 bersifat lipofobik sulit memembus sawar darah otak. Tidak
punya efek kolinergik seperti pada generasi 1, non sedati dan antiadrenergik.
Antihistamin secara oral diabsorpsi cepat untuk mengatasi gejala pada respon fase cepat
seperti rinore, bersin, gatal tapi tidak efektif untuk mengatasi obstruksi hidung pada fase
lambat. Antihistamin non sedatif terbagi menjadi 2 menurut keamanannya. Kelompok
pertama adalah astemisol dan terfenadin. Dapat menyebabkan aritmia ventrikel, henti
jantung dan kematian mendadak. Kelompok kedua adalah loratadin, setirisin,
fexofenadin, desloratadin, levosetirisin
Preparat simpatomimetik golongan agonis adrenergik alfa dipakai sebagai dekongestan
hidung oral dengan atau tanpa kombinasi antihistamin atau topikal. Pemakaian secara
topikal hanya boleh beberapa hari karena bisa menyebabkan rhinistis medikamentosa.
Antihistamin.
Suatu zat atau obat untuk menekan reaksi histamin sebagai faktor alergen bagi tubuh.
Mekanisme menahan aktifitas sel mast untuk tidak mengalami degranulasi. Terdapat 2 blocker :
AH1 dan AH2

Antihistamin 1

Farmakodinamik :
Antagonis kompetitif pada pembuluh darah, bronkus dan bermacam-macam
otot polos. Selain itu AH1 bermanfaat untuk mengobati reaksi
hipersensitivitas atau keadaan lain yang disertai pengelepasan histamin
endogen berlebihan.

Farmakokinetik :
Setelah pemberian oral atau parenteral, AH1 diabsorpsi secara baik. Kadar
tertinggi terdapat pada paru-paru sedangkan pada limpa, ginjal, otak, otot, dan
kulit kadarnya lebih rendah. Tempat utama biotransformasi AH1 adalah hati.
Penggolongan AH1
AH generasi 1
Contoh : etanolamin
Etilenedamin
Piperazin
Alkilamin

Derivat fenotiazin
Keterangan : AH1 = - sedasi ringan-berat
- antimietik dan komposisi obat flu
- antimotion sickness
Indikasi AH1 berguna untuk penyakit :
1. Alergi
2. Mabuk perjalanan
3. Anastesi lokal
4. Untuk asma berbagai profilaksis
- Efek samping
Vertigo, tinitus, lelah, penat, inkoordinasi, insomnia, tremor, mulut kering,
disuria, palpitasi, hipotensi, sakit kepala, rasa berat, lemah pada tangan.

Antihistamin golongan 1 lini pertama


Pemberian dapat dalam kombinasi atau tanpa kombinasi dengan dekongestan secara
peroral.
Bersifat lipofilik, dapat menembus sawar darah otak, mempunyai efek pada SSP dan
plasenta.
Kolinergik
Sedatif :
Oral : difenhidramin, klorfeniramin, prometasin, siproheptadin
Topikal : Azelastin

Antagonis Reseptor H2 (AH2)


Contoh : simetidin dan ranitidin
Farmakodinamik
Menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangsangan reseptor H2 akan
merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian simetidin atau ranitidin
sekresi asam lambung dihambat.
Farmakokinetik
Bioavibilitas oral simetidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian intravena atau
intramuskular. Ikatan absorpsi simetidin diperlambat oleh makanan, sehingga simetidin
diberikan segera setelah makan.

Bioavibilitas ranitidin yang diberikan secara oral sekitar 50% dan meningkat pada pasien
penyakit hati.
Indikasi : efektif untuk mengatasi gejala tukak duodenum.
Efek samping : pusing, mual, malaise, libido turun, disfungsi seksual.

4.

Kortikosteroid (nasal corticosteroid spray) paling efektif untuk rhinitis alergi.

Kortikosteroid.
KORTIKOSTEROID INHALASI
Kortikosteroid terdapat dalam beberapa bentuk sediaan antara lain oral, parenteral,
dan inhalasi. Ditemukannya kortikosteroid yang larut lemak (lipid-soluble) seperti
beclomethasone, budesonide, flunisolide, fluticasone, and triamcinolone,
memungkinkan untuk mengantarkan kortikosteroid ini ke saluran pernafasan
dengan absorbsi sistemik yang minim. Pemberian kortikosteroid secara inhalasi
memiliki keuntungan yaitu diberikan dalam dosis kecil secara langsung ke saluran
pernafasan (efek lokal), sehingga tidak menimbulkan efek samping sistemik yang
serius. Biasanya, jika penggunaan secara inhalasi tidak mencukupi barulah
kortikosteroid diberikan secara oral, atau diberikan bersama dengan obat lain
(kombinasi, misalnya dengan bronkodilator). Kortikosteroid inhalasi tidak dapat
menyembuhkan asma. Pada kebanyakan pasien, asma akan kembali kambuh
beberapa minggu setelah berhenti menggunakan kortikosteroid inhalasi, walaupun
pasien telah menggunakan kortikosteroid inhalasi dengan dosis tinggi selama 2
tahun atau lebih. Kortikosteroid inhalasi tunggal juga tidak efektif untuk
pertolongan pertama pada serangan akut yang parah.
Berikut ini contoh kortikosteroid inhalasi yang tersedia di Indonesia antara lain:

Nama generic

Nama
dagang
diBentuk Sediaan
Indonesia
Beclomethasone Becloment
Inhalasi aerosol
dipropionate
(beclomethasone
dipropionate
200g/
dosis)
Budesonide
Pulmicort (budesonide Inhalasi
aerosolSerbuk
100 g, 200 g, 400 ginhalasi
/ dosis)

Dosis dan Aturan


pakai
Inhalasi
aerosol:
200g , 2 kali
seharianak: 50-100
g 2 kali sehari
Inhalasi aerosol: 200
g,
2
kali
sehariSerbuk
inhalasi: 200-1600
g / hari dalam dosis
terbagianak: 200-800
g/ hari dalam dosis
terbagi
Fluticasone
Flixotide (flutikasonInhalasi aerosol Dewasa dan anak >
propionate50 g , 125
16 tahun: 100-250
g /dosis)
g,
2
kali
sehariAnak
4-16
tahun; 50-100 g, 2
kali sehari
Dosis untuk masing-masing individu pasien dapat berbeda, sehingga harus
dikonsultasikan lebih lanjut dengan dokter, dan jangan menghentikan penggunaan
kortikosteroid secara langsung, harus secara bertahap dengan pengurangan dosis.
MEKANISME AKSI
Kortikosteroid bekerja dengan memblok enzim fosfolipase-A2, sehingga
menghambat pembentukan mediator peradangan seperti prostaglandin dan
leukotrien. Selain itu berfungsi mengurangi sekresi mukus dan menghambat
proses peradangan. Kortikosteroid tidak dapat merelaksasi otot polos jalan nafas
secara langsung tetapi dengan jalan mengurangi reaktifitas otot polos disekitar
saluran nafas, meningkatkan sirkulasi jalan nafas, dan mengurangi frekuensi
keparahan asma jika digunakan secara teratur.
INDIKASI
Kortikosteroid inhalasi secara teratur digunakan untuk mengontrol dan mencegah
gejala asma.
KONTRAINDIKASI
Kontraindikasi bagi pasien yang hipersensitifitas terhadap kortikosteroid.

EFEK SAMPING
Efek samping kortikosteroid berkisar dari rendah, parah, sampai mematikan. Hal
ini tergantung dari rute, dosis, dan frekuensi pemberiannya. Efek samping pada
pemberian kortikosteroid oral lebih besar daripada pemberian inhalasi. Pada
pemberian secara oral dapat menimbulkan katarak, osteoporosis, menghambat
pertumbuhan, berefek pada susunan saraf pusat dan gangguan mental, serta
meningkatkan resiko terkena infeksi. Kortikosteroid inhalasi secara umum lebih
aman, karena efek samping yang timbul seringkali bersifat lokal seperti
candidiasis (infeksi karena jamur candida) di sekitar mulut, dysphonia (kesulitan
berbicara), sakit tenggorokan, iritasi tenggorokan, dan batuk. Efek samping ini
dapat dihindari dengan berkumur setelah menggunakan sediaan inhalasi. Efek
samping sistemik dapat terjadi pada penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis
tinggi yaitu pertumbuhan yang terhambat pada anak-anak, osteoporosis, dan
karatak.
RESIKO KHUSUS
Pada anak-anak, penggunaan kortikosteroid inhalasi dosis tinggi menunjukkan
pertumbuhan anak yang sedikit lambat, namun asma sendiri juga dapat menunda
pubertas, dan tidak ada bukti bahwa kortikosteriod inhalasi dapat mempengaruhi
tinggi badan orang dewasa.
Hindari penggunaan kortikosteroid pada ibu hamil, karena bersifat teratogenik.
CARA PENGGUNAAN INHALER
1.
2.
3.
4.

5.

6.

Sebelum menarik nafas, buanglah nafas seluruhnya, sebanyak


mungkin
Ambillah inhaler, kemudian kocok
Peganglah inhaler, sedemikian hingga mulut inhaler terletak
dibagian bawah
Tempatkanlah inhaler dengan jarak kurang lebih dua jari di depan
mulut (jangan meletakkan mulut kita terlalu dekat dengan bagian
mulut inhaler)
Bukalah mulut dan tariklah nafas perlahan-lahan dan dalam,
bersamaan dengan menekan inhaler (waktu saat menarik nafas dan
menekan inhaler adalah waktu yang penting bagi obat untuk
bekerja secara efektif)
Segera setelah obat masuk, tahan nafas selama 10 detik (jika tidak
membawa jam, sebaiknya hitung dalam hati dari satu hingga
sepuluh)

7.

8.

5.

6.

Setelah itu, jika masih dibutuhkan dapat mengulangi menghirup


lagi seperti cara diatas, sesuai aturan pakai yang diresepkan oleh
dokter
Setelah selesai, bilas atau kumur dengan air putih untuk mencegah
efek samping yang mungkin terjadi.

Tidakan operatif. Tindakan konkotomi parsial (pemotongan sebagian konka inferior),


konkoplasti, inferior turbinoplasty perlu dipikirkan jika konka inferior hipertrofi berat
dan tidak bisa dikecilkan dengan kauterisasi memakai AgNO3 25% atau triklor asetat.
Imunoterapi
Tujuan : penurunan Ig E dan pembentukan IgG blockin antibody. Yang umum digunakan
adalah intradermal dan sublingual.Dilakukan pada alergi inhalan dengan gejala berat dan
sudah berlangsung lama serta dengan pengobatan lain tidak memberikan hasil yang
memuaskan.

Nasal dekongestan.
Dekongestan nasal adalah alfa agonis yang banyak digunakan pada pasien rinitis alergika atau
rinitis vasomotor dan pada pasien ISPA dengan rinitis akut. Obat ini menyebabkan
venokonstriksi dalam mukosa hidung melalui reseptor alfa 1 sehingga mengurangi volume
mukosa dan dengan demikian mengurangi penyumbatan hidung.
Obat golongan ini disebut obat adrenergik atau obat simptomimetik, karena obat ini merangsang
saraf simpatis. Kerja obat ini digolongkan 7 jenis :
1.

2.
3.
4.
5.
6.
7.

Perangsangan organ perifer : otot polos pembuluh darah kulit dan mukosa, misal :
vasokontriksi mukosa hidung sehingga menghilangkan pembengkakan mukosa
pada konka.
Penghambatan organ perifer : otot polos usus dan bronkus, misal : bronkodilatasi.
Perangsangan jantung : peningkatan denyut jantung dan kekuatan kontraksi.
Perangsangan Sistem Saraf Pusat : perangsangan pernapasan dan aktivitas
psikomotor.
Efek metabolik : peningkatan glikogenolisis dan lipolisis.
Efe endokrin : modulasi sekresi insulin, renin, dan hormon hipofisis.
Efek prasipnatik : peningkatan pelepasan neurotransmiter.

Obat Dekongestan Oral


1.

Efedrin

Adalah alkaloid yang terdapat dalam tumbuhan efedra. Efektif pada pemberian oral, masa
kerja panjang, efek sentralnya kuat. Bekerja pada reseptor alfa, beta 1 dan beta 2.

Efek kardiovaskular : tekanan sistolik dan diastolik meningkat, tekanan nadi membesar.
Terjadi peningkatan tekanan darah karena vasokontriksi dan stimulasi jantung. Terjadi
bronkorelaksasi yang relatif lama.
Efek sentral : insomnia, sering terjadi pada pengobatan kronik yanf dapat
diatasi dengan pemberian sedatif.
Dosis.

2.

Dewasa
Anak-anak 6-12 tahun
Anak-anak 2-5 tahun

: 60 mg/4-6 jam
: 30 mg/4-6 jam
: 15 mg/4-6 jam

Fenilpropanolamin

Dekongestan nasal yang efektif pada pemberian oral. Selain menimbulkan konstriksi
pembuluh darah mukosa hidung, juga menimbulkan konstriksi pembuluh darah lain
sehingga dapat meningkatkan tekanan darah dan menimbulkan stimulasi jantung.
Efek farmakodinamiknya menyerupai efedrin tapi kurang menimbulkan efek SSP.
Harus digunakan sangat hati-hati pada pasien hipertensi dan pada pria dengan hipertrofi
prostat.
Kombinasi obat ini dengan penghambat MAO adalah kontraindikasi. Obat ini jika
digunakan dalam dosis besar (>75 mg/hari) pada orang yang obesitas akan meningkatkan
kejadian stroke, sehingga hanya boleh digunakan dalam dosis maksimal 75 mg/hari
sebagai dekongestan.
Dosis.Dewasa
: 25 mg/4 jam
Anak-anak 6-12 tahun
: 12,5 mg/4 jam
Anak-anak 2-5 tahun : 6,25 mg/4 jam
3.

Fenilefrin

Adalah agonis selektif reseptor alfa 1 dan hanya sedikit mempengaruhi reseptor beta.
Hanya sedikit mempengaruhi jantung secara langsung dan tidak merelaksasi bronkus.
Menyebabkan konstriksi pembuluh darah kulit dan daerah splanknikus sehingga
menaikkantekanan darah.

Obat Dekongestan Topikal


Derivat imidazolin (nafazolin, tetrahidrozolin, oksimetazolin, dan xilometazolin).
Dalam bentuk spray atau inhalan. Terutama untuk rinitis akut, karena tempat kerjanya
lebih selektif. Tapi jika digunakan secara berlebihan akan menimbulkan penyumbatan
berlebihan disebut rebound congestion. Bila terlalu banyak terabsorpsi dapat
menimbulkan depresi Sistem Saraf Pusat dengan akibatkoma dan penurunan suhu tubuh
yang hebat, terutama pada bayi. Maka tidak boleh diberikan pada bayi dan anak kecil.

PENGOBATAN

Penatalaksanaan rinitis alergik pada anak terutama dilakukan dengan penghindaran alergen
penyebab dan kontrol lingkungan. Medikamentosa diberikan bila perlu, dengan antihistamin oral
sebagai obat pilihan utama. Imunoterapi pada anak diberikan secara selektif dengan tujuan
pencegahan. Jenis-jenis terapi medikamentosa akan diuraikan di bawah ini
Antihistamin-H1 oral Antihistamin-H1 oral bekerja dengan memblok reseptor H1
sehingga mempunyai aktivitas anti alergi. Obat ini tidak menyebabkan takifilaksis.
Antihistamin-H1 oral dibagi menjadi generasi pertama dan kedua. Generasi pertama
antara lain klorfeniramin dan difenhidramin, sedangkan generasi kedua yaitu
setirizin/levosetirizin dan loratadin/desloratadin. Generasi terbaru antihistamin-H1 oral
dianggap lebih baik karena mempunyai rasio efektifitas/keamanan dan farmakokinetik
yang baik, dapat diminum sekali sehari, serta bekerja cepat (kurang dari 1 jam) dalam
mengurangi gejala hidung dan mata, namun obat generasi terbaru ini kurang efektif
dalam mengatasi kongesti hidung. Efek samping antihistamin-H1 generasi pertama yaitu
sedasi dan efek antikolinergik. Sedangkan antihistamin-H1 generasi kedua sebagian besar
tidak menimbulkan sedasi, serta tidak mempunyai efek antikolinergik atau
kardiotoksisitas.
Antihistamin-H1 lokal Antihistamin-H1 lokal (misalnya azelastin dan levokobastin)
juga bekerja dengan memblok reseptor H1. Azelastin mempunyai beberapa aktivitas anti
alergik. Antihistamin-H1 lokal bekerja sangat cepat (kurang dari 30 menit) dalam
mengatasi gejala hidung atau mata. Efek samping obat ini relatif ringan. Azelastin
memberikan rasa pahit pada sebagian pasien.
Kortikosteroid intranasal Kortikosteroid intranasal (misalnya beklometason, budesonid,
flunisolid, flutikason, mometason, dan triamsinolon) dapat mengurangi hiperreaktivitas
dan inflamasi nasal. Obat ini merupakan terapi medikamentosa yang paling efektif bagi
rinitis alergik dan efektif terhadap kongesti hidung. Efeknya akan terlihat setelah 6-12
jam, dan efek maksimal terlihat setelah beberapa hari. Kortikosteroid topikal hidung pada
anak masih banyak dipertentangkan karena efek sistemik pemakaian lama dan efek lokal
obat ini. Namun belum ada laporan tentang efek samping setelah pemberian
kortikosteroid topikal hidung jangka panjang. Dosis steroid topikal hidung dapat
diberikan dengan dosis setengah dewasa dan dianjurkan sekali sehari pada waktu pagi
hari. Obat ini diberikan pada kasus rinitis alergik dengan keluhan hidung tersumbat yang
menonjol.

Kortikosteroid oral/IM Kortikosteroid oral/IM (misalnya deksametason, hidrokortison,


metilprednisolon, prednisolon, prednison, triamsinolon, dan betametason) poten untuk
mengurangi inflamasi dan hiperreaktivitas nasal. Pemberian jangka pendek mungkin
diperlukan. Jika memungkinkan, kortikosteroid intranasal digunakan untuk menggantikan
pemakaian kortikosteroid oral/IM. Efek samping lokal obat ini cukup ringan, dan efek
samping sistemik mempunyai batas yang luas. Pemberian kortikosteroid sistemik tidak
dianjurkan untuk rinitis alergik pada anak. Pada anak kecil perlu dipertimbangkan
pemakaian kombinasi obat intranasal dan inhalasi.
Kromon lokal (local chromones) Kromon lokal (local chromones), seperti
kromoglikat dan nedokromil, mekanisme kerjanya belum banyak diketahui. Kromon
intraokular sangat efektif, sedangkan kromon intranasal kurang efektif dan masa kerjanya
singkat. Efek samping lokal obat ini ringan dan tingkat keamanannya baik. Obat semprot
hidung natrium kromoglikat sebagai stabilisator sel mast dapat diberikan pada anak yang
kooperatif. Obat ini biasanya diberikan 4 kali sehari dan sampai saat ini tidak dijumpai
efek samping.
Dekongestan oral Dekongestan oral seperti efedrin, fenilefrin, dan pseudoefedrin,
merupakan obat simpatomimetik yang dapat mengurangi gejala kongesti hidung.
Penggunaan obat ini pada pasien dengan penyakit jantung harus berhati-hati. Efek
samping obat ini antara lain hipertensi, berdebar-debar, gelisah, agitasi, tremor, insomnia,
sakit kepala, kekeringan membran mukosa, retensi urin, dan eksaserbasi glaukoma atau
tirotoksikosis. Dekongestan oral dapat diberikan dengan perhatian terhadap efek sentral.
Pada kombinasi dengan antihistamin-H1 oral efektifitasnya dapat meningkat, namun efek
samping juga bertambah.
Dekongestan intranasal Dekongestan intranasal (misalnya epinefrin, naftazolin,
oksimetazolin, dan xilometazolin) juga merupakan obat simpatomimetik yang dapat
mengurangi gejala kongesti hidung. Obat ini bekerja lebih cepat dan efektif daripada
dekongestan oral. Penggunaannya harus dibatasi kurang dari 10 hari untuk mencegah
terjadinya rinitis medikamentosa. Efek sampingnya sama seperti sediaan oral tetapi lebih
ringan. Pemberian vasokonstriktor topikal tidak dianjurkan untuk rinitis alergik pada
anak di bawah usia l tahun karena batas antara dosis terapi dengan dosis toksis yang
sempit. Pada dosis toksik akan terjadi gangguan kardiovaskular dan sistem saraf pusat.

Antikolinergik intranasal Antikolinergik intranasal (misalnya ipratropium) dapat


menghilangkan gejala beringus (rhinorrhea) baik pada pasien alergik maupun non
alergik. Efek samping lokalnya ringan dan tidak terdapat efek antikolinergik sistemik.
Ipratropium bromida diberikan untuk rinitis alergik pada anak dengan keluhan hidung
beringus yang menonjol.
Anti-leukotrien Anti-leukotrien, seperti montelukast, pranlukast dan zafirlukast, akan
memblok reseptor CystLT, dan merupakan obat yang menjanjikan baik dipakai sendiri
ataupun dalam kombinasi dengan antihistamin-H1 oral, namun masih diperlukan banyak
data mengenai obat-obat ini. Efek sampingnya dapat ditoleransi tubuh dengan baik.
h. Komplikasi
Komplikasi rinitis alergi yang sering ialah:
a. Polip hidung yang memiliki tanda patognomonis: inspisited mucous glands, akumulasi
sel-sel inflamasi yang luar biasa banyaknya (lebih eosinofil dan limfosit T CD4+),
hiperplasia epitel, hiperplasia goblet, dan metaplasia skuamosa.
b. Otitis media yang sering residif, terutama pada anak-anak.
c. Sinusitis paranasal merupakan inflamasi mukosa satu atau lebih sinus paranasal. Terjadi
akibat edema ostia sinus oleh proses alergis dalam mukosa yang menyebabkan sumbatan
ostia sehingga terjadi penurunan oksigenasi dan tekanan udara rongga sinus. Hal tersebut
akan menyuburkan pertumbuhan bakteri terutama bakteri anaerob dan akan
menyebabkan rusaknya fungsi barier epitel antara lain akibat dekstruksi mukosa oleh
mediator protein basa yang dilepas sel eosinofil (MBP) dengan akibat sinusitis akan
semakin parah. (Durham, 2006)
i. Pencegahan
Untuk menghindari alergen, anda perlu tahu anda itu alergi terhadap apa.
Tentukan kapan dan di mana anda terpapar dengan alergen tersebut.
Kenapa anda harus menghindari alergen outdoor?
Dengan menghindari atau mengurangi kontak dengan alergen outdoor, anda dapat:

Mengurangi gejala-gejala alergi anda dan merasa lebih baik.

Menangani gejala-gejala alergi anda tanpa obat-obatan atau dengan obat-obatan yang
lebih sedikit.

Mengurangi risiko anda terkena komplikasi jangka panjang dari rhinitis alergika,
misalnya sinusitis.

Bagaimana caranya saya menghindari terhadap paparan alergen outdoor?


Beberapa langkah/tips berikut ini dapat membantu anda bahkan jika anda tidak tahu jenis pollen
apa yang membuat anda alergi. Jika anda tahu tipe pollen apa yang membuat anda alergi itu lebih
bagus lagi.

Tetaplah berada di dalam ruangan/rumah pada waktu pollen sangat banyak di udara.
Umumnya pollen sedikit di udara hanya beberapa saat setelah matahari terbit. Mereka
kemudian jumlahnya makin banyak dan paling banyak pada tengah hari dan sepanjang
siang. Jumlahnya kemudian berkurang menjelang matahari terbenam.

Tutuplah jendela dan pintu, baik pada siang maupun malam hari. Gunakan AC untuk
membantu mengurangi jumlah pollen yang masuk ke dalam rumah anda. Jangan gunakan
kipas dengan buangan keluar (exhaust fan) karena dapat membawa lebih banyak pollen
masuk ke dalam rumah anda.

Potonglah rumput di halaman rumah sesering mungkin.

Cegah membawa pulang pollen masuk ke rumah setelah anda bepergian:


Segeralah mandi dan ganti baju dan celana yang anda pakai di luar.
Keringkan pakaian anda dengan mesin pengering, jangan jemur di luar.

Berliburlah ke tempat lain pada saat musim pollen sedang berlangsung di tempat anda ke
tempat di mana tanaman yang membuat anda alergi tidak tumbuh.

Pindah rumah.

Mold dapat menyebabkan alergi yang memburuk dalam cuaca lembab. Mold juga memproduksi
spora yang dapat beterbangan di udara luar selama musim panas. Untuk menghindari kontak
dengan spora-spora mold:

Jangan keluar rumah pada saat hujan atau hari berangin.

Hindari aktivitas yang membat anda terpapar dengan mold, seperti berkebun (terutama
saat bekerja dengan kompos), memotong rumput.

Buanglah jauh-jauh dari rumah anda daun-daun yang berguguran, potongan rumput, dan
kompos.

Di daerah yang berudara lembab mold di dalam rumah dapat mencetuskan serangan asthma,
rhinitis alergika dan dermatitis alergika.
Beberapa langkah berikut dapat membantu:

Bersihkan kamar mandi, bathtubs, shower stalls, shower curtains, dan karet-karet jendela
paling sedikit sebulan sekali dengan disinfektan atau cairan pemutih. Gunakan pemutih

dengan hati-hati, karena dapat membuat hidung anda teriritasi. Jika hidung anda teriritasi,
gejala alergi anda dapat memburuk.

Rumah harus ada aliran udara yang baik dan kering.

Gunakan exhaust fan di kamar mandi dan dapur.

Jangan gunakan karpet.

Oleh karena orang dewasa menghabiskan 1/3 waktu mereka dan anak-anak menghabiskan dari
waktu mereka di kamar tidur, maka penting agar tidak ada alergen di kamar tidur. Jangan
gunakan kasur, bantal dan guling yang diisi dengan kapuk.
(Suryo Wibowo,2006)
j. Prognosis
o Kebanyakan pasien dapat hidup normal dengan gejala.
o Hanya pasien yang menerima imunoterapi spesifik-alergen sembuh dari penyakit,
namun banyak pasien melakukannya dengan sangat baik dengan perawatan gejala
intermiten. Gejala rhinitis alergi bisa kambuh 2-3 tahun setelah penghentian
imunoterapi alergen.
o Sebagian kecil pasien mengalami perbaikan selama masa remaja, tapi di sebagian
besar, gejala muncul kembali di awal dua puluhan atau lebih. Gejala mulai
berkurang ketika pasien mencapai dasawarsa kelima kehidupan.
(Becker, Jack M,2009)
5. Memahami dan Menjelaskan Pandangan Islam Tentang Sistem Pernafasan Atas
a. Etika Bersin
Islam merupakan agama yang sangat lengkap ajarannya, sampai hal terkecil pun ada bahasannya,
termasuk untuk bersin. Nah, berikut adalah etika saat kita bersin.
4

Karena bersin merupakan nikmat, maka kita dianjurkan mengucapkan Alhamdulillah


setelahnya.

Jika salah satu dari kita ada yang bersin dan mengucapkan Alhamdulillah maka ia
berhak mendapatkan jawaban Yarhamukallah.

Dan orang yang bersin hendaklah balik mendoakan dengan ucapan Yahdi kumullah
wayushlih lakum balakum.

Hendaklah menjauh dari keramaian, karena bersin dapat menyebarkan penyakit lewat
butir-butir air yang terinfeksi yang diameternya antara 0,5 hingga 5 m. Sekitar 40.000
butir air seperti itu dapat dihasilkan dalam satu kali bersin.

Menutup Mulut anda, baik dengan tissue, sapu tangan, maupun dengan telapak anda
sendiri,

hadits riwayat Abu Hurairah, ia berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda:Jika salah seorang
dari kalian bersin, hendaklah ia mengucapkan Alhamdulillah (Segala puji bagi ALLOH) dan
saudaranya atau orang yang bersamanya mengatakan kepadanya Yarhamukallah (Semoga
ALLAH memberikan rahmat-Nya kepadamu). Jika salah seorang mengucapkan
Yarhamukallah, maka orang yang bersin tersebut hendaklah menjawab Yahdiikumullah
wayushlih baalakum (Semoga ALLOH SWT memberikanmu petunjuk dan memperbaiki
keadaanmu).
b. Etika Istinsyak dan Istinshar
Madhmadhoh (berkumur-kumr) dan istinsyaq (memasukkan air ke dalam hidung) dari
satu telapak tangan sebanyak tiga kali.
Hal ini berdasarkan hadits Abdullah bin Zaid radhiyallahu anhu yang mengajarkan tentang sifat
wudhu Nabi shallallahu alaihi wa sallam, Bahwasanya beliau berkumur-kumur dan istinsyaq
dari satu telapak tangan. Beliau melakukan hal itu sebanyak tiga kali. (HR. Muslim). Termasuk
sunnah dalam wudhu adalah bersungguh-sungguh tatkala beristnsyaq (memasukkan air ke dalam
hidung), kecuali bagi orang yang bepuasa. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu alaihi wa
sallam, Bersungguh-sunguhlah dalam beristinsyaq, kecuali kamu dalam keadaan berpuasa.
(HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad dengan sanad yang shahih)
Perlu untuk diketahui bahwa bermadhmadhoh serta beristinsyaq dalam wudhu hukumnya wajib
(sebagaimana penjelasan yang terdahulu tentang rukun-rukun wudhu). Adapun bermadhmadhoh
dan beristinsyaq dengan menggunakan satu telapak tangan serta melakukannya sebanyak tiga
kali hukumnya hanyalah sunnah. Demikian pula bersungguh-sungguh dalam beristinsyaq tatkala
berwudhu selain bagi orang yang berpuasa, ini pun hukumnya hanyalah sunnah.

Anda mungkin juga menyukai