Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Pembangunan kesehatan merupakan suatu upaya yang ditujukan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya.
Dalam rangka mencapai tujuan tersebut, pembangunan kesehatan dilaksanakan
secara terarah, berkesinambungan dan realistis sesuai pentahapannya. Salah satu
cara meningkatkan derajat kesehatan yaitu dengan memperbaiki status gizi
masyarakat khususnya pada balita yang merupakan kelompok usia rawan
terhadap masalah gizi.1,2
Gizi merupakan salah satu indikator untuk menilai keberhasilan
pembangunan kesehatan sebuah negara dalam membangun sumber daya manusia
yang berkualitas.Status gizi masyarakat sering digambarkan dengan tingkat
masalah gizi pada kelompok balita. Persoalan gizi pada kelompok balita masih
menjadi masalah serius bagi sebagian besar kabupaten/kota di Indonesia.
Kekurangan gizi dapat berakibat pada menurunnya tingkat kecerdasan anak-anak.
Menurunnya kualitas manusia usia muda berarti hilangnya sebagian besar potensi
pandai yang sangat dibutuhkan bagi pembangunan bangsa.3,4
Permasalahan gizi yang masih menjadi masalah utama di dunia adalah
malnutrisi. Malnutrisi dapat meningkatkan kerentanan anak terhadap penyakit dan
mempengaruhi tumbuh kembangnya.Pada tahun 2010, sebanyak 103 juta anak
berusia di bawah lima tahun di negara berkembang mengalami underweight atau

berat badan terlalu rendah. Prevalensi balita yang mengalami masalah gizi
berdasarkan berat badan per umur (BB/U) di Indonesia pada tahun 2010 meliputi
kasus gizi kurang 13,0% dan gizi buruk 4,9%.3,4
Hasil penelitian tahun 2011 di Daerah Jawa Barat angka prevalensi status
gizi buruk (BB/U) adalah 103 balita atau sekitar 3,1%, sedangkan status gizi kurang
9,9%.6 Berdasarkan hasil pemantauan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Tengah pada

tahun 2011 jumlah balita yang mengalami gizi buruk sebanyak 556 balita
(12,21%) dan 601 balita gizi kurang (13,50%).4
Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Tenggara pada tahun 2012, didapatkan
prevalensi balita gizi kurang dengan indikator BB/U sebesar 12% dan balita gizi
buruk 3,7%.7Persentase status gizi balita berdasar berat menurutumur (BB/U) di
Kota Baubau sebesar 1,2%.7Hasil analisis Riset Kesehatan Dasar tahun 2010
melaporkan bahwa masalah kurang gizi balita di daerah perkotaan lebih rendah
dari masalah yang ada diperdesaan, kecuali untuk masalah kegemukan pada balita
yang lebih tinggi diperkotaandari diperdesaan.Masalah gizi pada balita
menunjukkan ada kaitannya dengan tingkat pendidikan kepala rumahtangga, jenis
pekerjaankepala rumahtangga dan keadaan ekonomi rumahtangga. Semakin baik
tingkat pendidikan dan jenispekerjaan kepala rumahtangga serta keadaan ekonomi
rumahtangga semakin menurunprevalensi masalah gizi pada balita dan
sebaliknya.4
Berdasarkan uraian latar belakang, peneliti tertatik untuk mengetahui
Faktor Yang Berhubungan Dengan Terjadinya Gizi Buruk Pada Anak Dibawah

Lima Tahun (Balita) di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi


Tenggara.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya dalam latar belakang
masalah maka dapat dirumuskan sebagai berikut Faktor Apa Sajakah Yang
Berhubungan Dengan Terjadinya Gizi Buruk Pada Anak Dibawah Lima Tahun
(Balita) di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui Faktor Apa Saja Yang Berhubungan Dengan Terjadinya
Gizi Buruk Pada Anak Dibawah Lima Tahun (Balita) di Puskesmas Pasarwajo
Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi buruk pada
balita di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
2. Mengetahui hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan gizi buruk
pada balita di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
3. Mengetahui hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi buruk pada
balita di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
4. Mengetahui hubungan antara pola makan balita dengan gizi buruk pada balita
di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
1. Peneliti
Menjadikan sebagai sarana untuk meningkatkan pengetahuan,
pengalaman, dan wawasan penelitian dalam hal melakukan penelitian dan
sebagai penerapan ilmu yang diperoleh selama menempuh pendidikan di
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia Makassar.
2. Pendidikan
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan atau ide-ide
baru dalam menerapkan pelayanan kesehatan, sebagai bahan referensi

tambahan di perpustakaan Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia


Makassar, serta sebagai masukan bagi mahasiswa yang akan melakukan
penelitian selanjutnya.
3. Ibu yang berpartisipasi dalam penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan terjadinya gizi buruk pada
anak dibawah lima tahun (balita), sehingga masyarakat khususnya orangtua
balita dapat mengantisipasi faktor-faktor yang memungkinkan anak
mengalami gizi buruk.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 STATUS GIZI
2.1.1 Pengertian Status Gizi
Gizi merupakan suatu proses penggunaan makanan sebagai cara untuk
mempertahankan kehidupan, pertumbuhan dan fungsi normal dari organ-organ,
dan dapat menghasilkan energi. Makanan yang dimakan akan melalui berbagai
proses seperti digesti, absorpsi, transportasi, penyimpanan, metabolisme, dan
akhirnya akan dikeluarkan dari tubuh.5
Menurut Soekirman (2009) status gizi adalah keadaan kesehatan akibat
interaksi

antara

makanan,

tubuh

manusia

dan

lingkungan

hidup

manusia.Selanjutnya, Suhardjo, (2009) menyatakan bahwa status gizi adalah

keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan dan penggunaan


makanan.5
Sedangkan menurut Supariasa, IDN. Bakri, B. & Fajar, I. (2002), status
gizi merupakan ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel
tertentu, atau perwujudan dari status tubuh yang berhubungan dengan gizi dalam
bentuk variable tertentu.Jadi intinya terdapat suatu variable yang diukur (misalnya
berat badan dan tinggi badan) yang dapat digolongkan ke dalam kategori gizi
tertentu (misalnya : baik, kurang, dan buruk).5
Pertumbuhan seorang anak bukan hanya sekedar gambaran perubahan
ukuran tubuh, tetapi lebih dari itu memberikan gambaran tentang keseimbangan
antara asupan dan kebutuhan gizi (status gizi). 1 Oleh karena itu pertumbuhan
merupakan indikator yang baik dari perkembangan status gizi anak.1
Berdasarkan

Semi

Loka

Antropometri,

Ciloto,

1991

telah

direkomendasikan penggunaan baku rujukan World Health Organization-National


Centre for Health Service (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO-NCHS status
gizi dibagi menjadi tiga, yaitu: 6,7
a. Gizi lebih
Gizi lebih adalah keadaan gizi yang melampaui batas normal dalam waktu
yang cukup lama dan dapat dilihat dari berat badan yang berlebih. Kegemukan
dan obesitas termasuk kedalam gizi lebih. Dampak masalah gizi lebih tampak
dengan semakin meningkatnya penyakit degeneratif, seperti jantung koroner,
diabetes mellitus (DM), hipertensi, dan penyakit hati.
b. Gizi baik

Gizi baik akan dicapai apabila jumlah makanan yang dimakan dan yang
dibutuhkan tubuh seimbang. Keadaan fisik yang normal antara lain rambut
berkilat dan tidak mudah lepas, wajah tidak bengkak, mata bercahaya dan bersih,
bibir dan lidah halus dan tidak ada pembengkakan, kulit bersih dan tidak ada
pembengkakan serta tidak ada bercak, tonus otot baik, irama jantung normal, pada
sistem gastrointestinal tidak ada massa yang teraba, dan sistem saraf stabil serta
refleks normal.
c. Gizi kurang
Gizi kurang merupakan kurang gizi tingkat sedang yang disebabkan oleh
rendahnya konsumsi energi dan protein yang terjadi dalam waktu yang cukup
lama. Gizi kurang mencakup kurang energi protein (KEP) tingkat ringan dan
sedang. Gejala klinis dari KEP tingkat ringan dan sedang pada pemeriksaan hanya
tampak kurus. Balita yang mengalami gizi kurang tentunya akan berdampak pada
berbagai hal, antara lain pada tumbuh kembang, organ dan sistem tubuh.
1) Tumbuh kembang balita7
Dampak terhadap pertumbuhannya yaitu postur tubuh kecil dan pendek
sehingga merugikan performance anak. Dampak terhadap perkembangannya yaitu
terhambatnya perkembangan mental dan otak. Perkembangan mental jangka
pendek yang terganggu seperti anak menjadi apatis, mengalami gangguan bicara
dan gangguan lainnya. Sedangkan untuk dampak jangka panjangnya yaitu
penurunan skor tes IQ, penurunan perkembangan kognitif, gangguan pemusatan
perhatian, penurunan rasa percaya diri dan penurunan prestasi.
2) Organ dan sistem tubuh7

Sistem pertahanan tubuh terhadap mikroorganisme maupun pertahanan


mekanik akan melemah sehingga mudah menimbulkan infeksi.

Gizi buruk
Gizi buruk merupakan kurang gizi tingkat berat akibat rendahnya

konsumsi energi dan protein dari makanan sehari-hari yang terjadi dalam waktu
yang cukup lama. Gizi buruk mencakup KEP tingkat berat yang meliputi
marasmus, kwashiorkor, dan marasmic-kwashiorkor.
2.2 Klasifikasi Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan suatu kondisi seseorang yang kekurangan nutrisi
atau nutrisinya di bawah standar rata-rata. Status gizi buruk dibagi menjadi tiga
bagian, yakni gizi buruk karena kekurangan protein (disebut kwasiorkor), karena
kekurangan karbohidrat atau kalori (disebut marasmus), dan kekurangan keduaduanya (marasmic-kwashiorkor). Gizi buruk ini biasa terjadi pada balita (bawah
lima tahun) dan ditampakkan oleh membusungnya perut (busung lapar). Gizi
buruk adalah suatu kondisi di mana seseorang dinyatakan kekurangan zat gizi atau
dengan ungkapan lain status gizinya berada dibawah standar rata-rata. Zat gizi
yang di maksud berupa protein, karbohidrat dan kalori. Gizi buruk (severe
malnutrition) adalah suatu istilah teknis yang umumnya dipakai oleh kalangan
gizi, kesehatan dan kedokteran. Gizi buruk adalah bentuk terparah dari proses
terjadinya kekurangan gizi menahun.2
2.2.1 Marasmus
Marasmus adalah gangguan gizi karena kekurangan karbohidrat. Gejala
yang timbul diantaranya muka seperti orang tua, tidak terlihat lemak dan otot
bawah kulit, rambut mudah patah dan kemerahan, gangguan kulit, gangguan

pencernaan (sering diare), pembesaran hati dan sebagainya. Anak tampak sering
rewel dan banyak menangis meskipun setelah makan karena masih merasa lapar.2,5
Menurut Depkes RI tahun 2009, gejala pada marasmus adalah sebagai
berikut:5
1. Anak tampak sangat kurus karena hilangnya sebagian besar lemak dan otot2.
3.
4.
5.
2.2.2

ototnya.
Wajah seperti orang tua
Iga gambang dan perut cekung
Otot paha mengendor (baggy pant)
Cengeng dan rewel setelah mendapat makan anak masih terasa lapar.
Kwashiorkor
Penampilan tipe kwashiorkor seperti anak yang gemuk (suger baby),

bilamana dietnya mengandung cukup energi disamping kekurangan protein,


walaupun dibagian tubuh lainnya terutama dipantatnya terlihat adanya
atrofi.Tampak sangat kurus dan atau edema pada kedua punggung kaki sampai
seluruh tubuh.2,5
Adapun gejala pada penderita kwashiorkor adalah sebagai berikut:2,5
1. Perubahan status mental : cengeng rewel kadang apatis
2. Rambut tipis kemerahan seperti warna rambut jangung dan mudah dicabut,
pada penyakit kwashiorkor yang lanjut dapat terlihat rambut kepala kusam
3. Wajah membulat dan sembab
4. Pandangan mata anak sayu
5. Pembesaran hati, dengan mudah dapat diraba dan terasa kenyal perabaan
permukaan licin dan pinggir yang tajam.
6. Kelainan kulit berupa bercak merah muda yang meluas dan berubah menjadi
coklat kehitaman dan terkelupas
2.2.3 Marasmic Kwashiorkor
Menurut Depkes RI 2009 gambaran klinis merupakan campuran dari
beberapa gejala klinik kwashiorkor dan marasmus. Makanan sehari-hari tidak

cukup mengandung protein dan juga energi untuk pertumbuhan yang normal.
Pada penderita demikian disamping menurunnya berat badan < 60% dari normal
memperlihatkan tanda-tanda kwashiorkor seperti edema, kelainan rambut,
kelainan kulit, dan lainnya.5
2.3 Balita
2.3.1 Pengertian Balita
Balita merupakan singkatan dari bawah lima tahun, yaitu usia 1 sampai 5
tahun. Salah satu golongan penduduk yang rawan terhadap kekurangan gizi adalah
balita. Lebih dari setengah kematian anak di negara berkembang disebabkan oleh
kekurangan energi dan protein. Gangguan pada status gizi ini berhubungan
dengan asupan makanan yang dikonsumsi balita. Usia balita adalah periode
penting dalam tumbuh kembang anak.5
Menurut Sutomo. B. dan Anggraeni, Balita adalah istilah umum bagi anak
usia 1-3 tahun (batita) dan anak prasekolah (3-5 tahun).Saat usia batita, anak
masih tergantung penuh kepada orang tua untuk melakukan kegiatan penting,
seperti mandi, buang air dan makan. Perkembangan berbicara dan berjalan sudah
bertambah baik. Namun kemampuan lain masih terbatas.2
2.3.2

Penilaian Status Gizi Balita


Penilaian status gizi (PSG) dapat diperoleh dari data yang telah

diinterpretasi menggunakan berbagai metode. Tujuan dari penilaian status gizi


yaitu memberikan gambaran umum mengenai metode yang digunakan dalam
menilai status gizi, memberikan penjelasan mengenai kelebihan dan kekurangan
dari metode-metode yang ada, dan memberikan gambaran singkat untuk menilai
status gizi yang meliputi pengumpulan data, perencanaan, dan implementasi.
Metode dalam PSG dibagi menjadi tiga, yaitu metode secara langsung, tidak

langsung, dan penilaian dengan melihat variabel ekologi. Metode secara langsung
meliputi penilaian dengan melihat tanda klinis, tes laboratorium, metode fisik, dan
antropometri. Metode tidak langsung dapat dilakukan dengan melihat statistik
kesehatan.Penilaian dengan melihat variabel ekologi diperlukan untuk mengetahui
penyebab kurang gizi seperti dengan melihat faktor sosial ekonomi, faktor yang
berhubungan dengan makanan, aspek kesehatan, faktor demografi, politik dan
kebijakan, budaya, geografi dan iklim.8,9
a. Secara Langsung 9
1. Antropometri
Antropometri adalah salah satu metode PSG secara langsung yangpaling
sering digunakan untuk menilai dua masalah utama mengenai gizi yaitu kurang
energi protein (KEP) dan obesitas. Pengukuran antropometri dapat digunakan
untuk melihat pertumbuhan balita yang meliputi massa tubuh, pengukuran linear
(panjang), dan komposisi tubuh. Pengukuran antropometri yang utama yaitu
tinggi badan, berat badan, lingkar lengan, dan lipatan lemak. Salah satu
pengukuran antropometri yang paling sering digunakan untuk melihat
pertumbuhan yaitu berat badan. Untuk menilai status gizi, biasanya berat badan
dikaitkan dengan umur.
Secara umum bermakna ukuran tubuh manusia. Antropometri gizi
berhubungan denganberbagai macam pengukuran dimensi tubuh dan komposisi
tubuh dari berbagai tingkat umur dantingkat gizi. Dalam pemakaian untuk
penilaian status gizi, antropomteri disajikan dalambentuk indeks yang dikaitkan
dengan variabel lain. Variabel tersebut adalah sebagaiberikut :

10

Umur
Umur sangat memegang peranan dalam penentuan status gizi, kesalahan
penentuan akanmenyebabkan interpretasi status gizi yang salah. Hasil
penimbangan berat badanmaupun tinggi badan yang akurat, menjadi tidak
berarti bila tidak disertai denganpenentuan umur yang tepat. Kesalahan yang
sering muncul adalah adanyakecenderunagn untuk memilih angka yang
mudah seperti 1 tahun; 1,5 tahun; 2 tahun.Oleh sebab itu penentuan umur
anak perlu dihitung dengan cermat. Ketentuannyaadalah 1 tahun adalah 12
bulan, 1 bulan adalah 30 hari. Jadi perhitungan umur adalahdalam bulan
penuh, artinya sisa umur dalam hari tidak diperhitungkan.

Berat Badan

Berat badan merupakan salah satu ukuran yang memberikan gambaran massa
jaringan,termasuk cairan tubuh. Berat badan sangat peka terhadap perubahan
yang mendadakbaik karena penyakit infeksi maupun konsumsi makanan
yang menurun. Berat badanini dinyatakan dalam bentuk indeks BB/U (Berat
Badan menurut Umur) atau melakukanpenilaian dengam melihat perubahan
berat badan pada saat pengukuran dilakukan, yangdalam penggunaannya
memberikan gambaran keadaan kini. Berat badan paling banyakdigunakan
karena hanya memerlukan satu pengukuran, hanya saja tergantung
padaketetapan umur, tetapi kurang dapat menggambarkan kecenderungan
perubahan situasigizi dari waktu ke waktu.

11

Tinggi Badan

Tinggi badan memberikan gambaran fungsi pertumbuhan yang dilihat dari


keadaankurus kering dan kecil pendek. Tinggi badan sangat baik untuk
melihat keadaan gizimasa lalu terutama yang berkaitan dengan keadaan berat
badan lahir rendah dan kuranggizi pada masa balita. Tinggi badan dinyatakan
dalam bentuk Indeks TB/U (tinggibadan menurut umur), atau juga indeks
BB/TB (Berat Badan menurut Tinggi Badan)jarang dilakukan karena
perubahan tinggi badan yang lambat dan biasanya hanyadilakukan setahun
sekali. Keadaan indeks ini pada umumnya memberikan gambarankeadaan
lingkungan yang tidak baik, kemiskinan dan akibat tidak sehat yang
menahun. Berat badan dan tinggi badan adalah salah satu parameter
pentinguntuk menentukan status kesehatan manusia, khususnya yang
berhubungan denganstatus gizi.
Menurut Wiku Adisasmito (2007) dalam system kesehatan, ada beberapa
cara untuk mengetahui atau mengkatagorikan status gizi pada anak, yaitu sebagai
berikut:2
1. Berat Badan/ Umur (BB/U)
Gizi Lebih
: > 2.0 SD Baku WHO-NCHS
Gizi Baik
: -2.0 SD s/d +2.0 SD
Gizi Kurang : < -2.0 SD
Gizi Buruk
: < -3.0 SD
Berat Badan/ Umur yang rendah tidak selalu dapat kita definisikan sebagai
berat badannya kurang, tetapi harus diidentifikasikan kemungkinan ada
penyebab-penyebab lainnya seperti secara genetik keturunan anaknya
pendek.
2. Tinggi Badan/ Umur (TB/U)

12

Normal
: -2.0 SD Baku WHO NCHS
Pendek/ Stunted
: < -2.0 SD
Tinggi Badan/ Umur merupakan hal yang dapat digunakan untuk
mengetahui indeks status gizi pada populasi karena merupakan estimasi
keadaan pada yang telah lalu. Sedangkan stunting rate terdapat pada anak
dibawah usia enam bulan dan ini menunjukan bahwa kebutuhan usia 4 s/d
6 bulan masih dapat dipenuhi dengan menggunakan air susu ibu (ASI).
Gangguan pertumbuhan atau stunting terjadi pada usia diatas 6 bulan

kareana berasal dari makanan pendamping.


3. Berat Badan/ Tinggi Badan (BB/TB)
Gemuk
: > 2.0 SD Baku WHO NCHS
Normal
: -2.0 SD s/d +2.0 SD
Kurus
: < -2.0 SD
Sangat Kurus : < -3.0 SD
Berat Badan/Tinggi Badan merupakan indikator yang lebih baik untuk proses
nutrisi yang sedang terjadi pada anak yang menunjukan status gizi pada saat
sedang berlangsung atau pada saat ini. BB/TB juga bermanfaat untuk
mengevaluasi suatu program intervensi karena lebih sensitive dibandingkan
terhadap stunting terhadap perubahan gizi yang sering terjadi, efektivitas dari
program dan keberhasilan program yang dijalankan.
2. Klinis9
Metode ini, didasarkan atas perubahan-perubahan yang terjadi yang
dihubungkan denganketidakcukupan zat gizi. Hal tersebut dapat dilihat pada
jaringan epitel seperti kulit, mata,rambut dan mukosa oral atau pada organ-organ
yang dekat dengan permukaan tubuh seperti kelenjar tiroid.
3.

Biokimia9

13

Adalah suatu pemeriksaan spesimen yang diuji secara laboratoris yang


dilakukan pada berbagaimacam jaringan tubuh. Jaringan tubuh yang digunakan
antara lain: urine, tinja, darah, beberapa jaringan tubuh lain seperti hati dan otot.
Metode ini digunakan untuk mendeteksi keadaan terjadinya malnutrisi berat.
b. Secara tidak Langsung9
Penilaian status gizi secara tidak langsung dibagi menjadi 3 yaitu: survey
konsumsi makanan,statistik vital dan faktor ekologi. Adapun uraian dari ketiga hal
tersebut adalah sebagai berikut: 9
1. Survey konsumsi makanan
Adalah suatu metode penentuan status gizi secara tidak langsung dengan
melihat jumlah danjenis zat gizi yang dikonsumsi.
2. Statistik vital
Adalah dengan cara menganalisis data beberapa statistik kesehatan seperti
angka kematianberdasarkan umur, angka kesakitan dan kematian akibat penyebab
tertentu dan data lainnya yangberhubungan dengan gizi.

3. Ekologi
Berdasarkan

ungkapan

dari

Bengoa

dikatakan

bahwa

malnutrisi

merupakan masalah ekologisebagai hasil interaksi beberapa faktor fisik, biologis,


dan lingkungan budaya. Jumlah makanan yang tersedia sangat tergantung dari
keadaan ekologi seperti iklim, tanah, irigasi dan lain-lain.
2.3.3

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Status Gizi Balita

14

UNICEF (1990) telah mengembangkan kerangka konsep makro sebagai


salah satu strategi untuk menanggulangi masalah kurang gizi. Dalam kerangka
tersebut di tunjukan bahwa masalah gizi kurang dapat disebabkan oleh sebagai
berikut: 2,10
1. Penyebab Langsung
Penyebab

langsung

yaitu

makanan

anak

dan

penyakit

infeksi

yangmungkin diderita anak. Timbulnya gizi kurang tidak hanya karenamakanan


yang kurang, tetapi juga karena penyakit. Anak yangmendapatkan makanan cukup
baik, tetapi sering diserang diare ataudemam, akhirnya dapat menderita kurang
gizi. Demikian juga pada anakyang makan tidak cukup baik, maka daya tahan
tubuhnya akan melemah.Dalam keadaan demikian mudah diserang infeksi yang
dapat mengurangi nafsu makan dan akhirnya dapat menderita kurang gizi. Pada
kenyataannya keduanya baik makanan dan penyakit infeksi secara bersama-sama
merupakan penyebab kurang gizi.
Makanan dan penyakit dapat secara langsung menyebabkan gizi kurang.
Timbulnya gizi kurang tidak hanya dikarenakan asupan makanan yang kurang,
tetapi juga penyakit. Anak yang mendapat cukup makanan tetapi sering menderita
sakit, pada akhirnya dapat menderita gizi kurang. Demikian pula pada anak yang
tidak memperoleh cukup makan, maka daya tahan tubuhnya akan melemah dan
akan mudah terserang penyakit.
2. Penyebab tidak Langsung2,5
Ada 3 penyebab tidak langsung yang menyebabkan gizi kurang yaitu
sebagai berikut:

15

Ketahanan pangan keluarga yang kurang memadai. Setiap keluarga


diharapkan mampu untuk memenuhi kebutuhan pangan seluruh anggota

keluarganya dalam jumlah yang cukup baik jumlah maupun mutu gizinya.
Pola pengasuhan anak kurang memadai. Setiap keluarga dan masyarakat
diharapkan dapat menyediakan waktu, perhatian dan dukungan terhadap
anak agar dapat tumbuh kembang dengan baik, baik fisik, mental dan

sosial.
Pelayanan kesehatan dan lingkungan kurang memadai. Sistim pelayanan
kesehatan yang ada diharapkan dapat menjamin penyediaan air bersih dan
sarana pelayanan kesehatan dasar yang terjangkau oleh setiap keluarga
yang membutuhkan.
Masalah gizi makro adalah masalah yang utamanya disebabkan

kekurangan atau ketidakseimbangan asupan energi dan protein. Manifestasi dari


masalah gizi makro bila terjadi pada wanita usia subur dan ibu hamil yang Kurang
Energi Kronis (KEK) adalah berat badan bayi lahir rendah (BBLR). Bila terjadi
pada anak balita akan mengakibatkan marasmus, kwashiorkor, atau marasmuskwashiorkor dan selanjutnya akan terjadi gangguan pertumbuhan pada anak usia
sekolah. Anak balita yang sehat atau kurang gizi secara sederhana dapat diketahui
dengan membandingkan antara berat badan menurut umur atau berat badan
menurut tinggi, apabila sesuai dengan standar anak disebut gizi baik. Kalau sedikit
di bawah standar disebut gizi kurang, sedangakan jika jauh dibawah standar
disebut gizi buruk. Bila gizi buruk disertai dengan tanda-tanda klinis seperti wajah
sangat kurus, muka seperti orang tua, perut cekung, kulit keriput disebut
marasmus, dan bila ada bengkak terutama pada kaki, wajah membulat dan sembab

16

disebutkwashiorkor. Marasmus, kwashiorkor dan marasmus-kwashiorkor dikenal


di masyarakat sebagai busung lapar.5
Adapun yang menyebabkan gizi kurang di masyarakat adalah sebagai
berikut:5

Akses terhadap pangan rendah


Makanan ibu hamil kurang kalori dan protein, atau terserang penyakit
Bayi baru lahir tidak diberi kolesterum
Bayi sudah di beri MP ASI sebelum usia 6 bulan
Pemberian makanan padat pada bayi terlalu lambat
Anak dibawah umur < 2 tahun, kurang diberi makanan atau densitas energi

kurang
Makanan tidak mempunyai zat gizi mikro yang cukup
Penanganan diare tidak benar
Makanan kotor atau terkontaminasi
Kemiskinan
Kurangnya pendidikan dan keterampilan
Krisis Ekonomi
Faktor-faktor tersebut merupakan hal-hal yang sangat kompleks dan

berkaitan antara faktor yang satu dengan faktor yang lainnya. Jika dilihat pada
skema adalah sebagai berikut2,5

17

Gambar 1. Penyebab Kurang Gizi


Sumber: (UNICEF, 1990) di sesuaikan dengan kondisi Indonesia
Dalam Rancangan Aksi Pangan Dan Gizi 2011-2015oleh Direktorat Gizi Masyarakat2,5

2.3.3.1 Asupan Nutrisi Pada Balita


Pemberian nutrisi atau asupan nutrisi adalah memberikan zat gizi melalui
makanandan minuman untuk energi dan perbaikan jaringan yang diperlukan untuk
pertumbuhanyang melibatkan penambahan ukuran dari semua jaringan dalam
tubuh. Kualitas dan kuantitas makanan ditentukan dengan kadar zat gizi
yangdikandung makanan tersebut, yaitu kalori, protein, karbohidrat, lemak,
mineral danvitamin.5
a. Kalori5
Kalori merupakan satuan panas dalam proses metabolisme dan dipakai
untukmenyatakan besarnya energi yang terkandung dalam bahan makanan.
Batasan untuksatu kalori adalah jumlah yang diperlukan untuk menaikkan suhu 1
kg air dari 14.5 Cmenjadi 15.5 C, ternyata terdapat variasi yang luas mengenai
keperluan danpengeluaran energi pada anak, selain tergantung dari faktor umur
juga dari keadaananak pada saat itu. Secara garis besar penggunaan energi ratarata pada anak 6-12 tahunadalah untuk metabolisme basal, pertumbuhan 12%,
aktivitas jasmasi 25% daneliminasi sebesar 8-10%. Secara umum kalori yang
diberikan akan dimanfaatkanuntuk: metabolisme basal, SDA, Aktivitas jasmani,
proses elimiasi biasanya melebihi10% energi untuk pertumbuhan.
b. Protein5

18

Secara biokima, susunan tubuh manusia terdiri dari protein. Pada waktu ini
dikenal 24jenis merupakan asam amino yang essensial untuk bayi (treonin, valin,
leusin,isoleusin, lisin, triptofan, fenilalain, metionin, dan histidin) dengan
tambahan 3 jenisdiperkirakan esensial untuk BBLR (arginin, sistin dan taurin).
Kekhususan asam aminoesensial ini adalah tidak dapat disintesis dalam tubuh dan
jaringan baru hanya akanterbentuk bila seluruh asam amino esensial tersedia
dalam satu saat yang bersamaan.Umumnya protein hewani memiliki nilai gizi
protein yang lebih tinggi dibandingkandengan protein nabati. Nilai gizi protein
nabati ditentukan oleh asam amino yangkurang. Protein telur dan protein susu
biasanya dipakai sebagai pembanding baku.
c. Lemak5
Lemak bersama bahan metabolismenya merupakan bagian penunjang
membran sel.Dalam masa pertumbuhan anak yang cepat, lemak dalam makanan
mempunyai peransebagai berikut : 1) tempat menyimpan energi yang efisien, 2)
sumber asam lemakesensial, 3) sumber gliserida dan kolesterol yang tidak dapat
dibuat dari karbohidratoleh bayi sekurang-kurangnya sampai umur 3 bulan, 4)
penambah lezat rasa makanan,bahkan juga bayi, 5) bahan perantara bagi absorpsi
vitamin yang larut dalam lemak antara lain A,D,E dan K.
d. Mineral5
Meskipun hanya terdapat dalam jumlah yang kecil, mineral mempunyai
fungsi yangpenting terhadap pertumbuhan dan homesotasis tubuh. Bobot mineral
pada fetus lebihkurang 3% dari berat badan lahir, kemudian jumlahnya akan
meningkat pada masapertumbuhan anak berikutnya, sehingga pada orang dewasa

19

mencapai bobot sebesar4,35% dari berat badan. Distribusi dalam tubuh adalah
83% dalam kerangka, 10%dalam jaringan otot dan sisanya pada jaringan tubuh
lainnya.
e. Vitamin5
Vitamin merupakan senyawa organik yang jumlah sangat kecil diperlukan
untukterjadinya proses metabolisme sel sebagai bagian dalam kelangsungan hidup
suatuorganisme. Di Indonesia, salah satu diantara 4 jenis masalah utama gizi
adalahdefisiensi vitamin A.
f. Karbohidrat5
Dalam

bahan

makanan

karbohidrat

didapatkan

dalam

bentuk

monosakarida (glukosa,fruktosa, galaktosa), disakarida (laktosa, sukrosa, maltose,


dan isomaltosa), danpolisakarida (tepung, dekstrin, glikogen, selulosa).
Anjuran pemberian makanan anak balita (Depkes RI, 1999): 11
a. 0-6 bulan : ASI, frekuensi sesuai keinginan anak. Paling sedikit 8 kali sehari.
Jangan diberi makanan atau minuman lain selain ASI.
b. 6-12 bulan : ASI frekuensi sesuai dengan keinginan anak. Paling sedikit 8 kali
sehari. Makanan pendamping ASI 2 kali sehari tiap kali 2 sendok makan. Yang
diberikan setelah pemberian ASI. Jenis makanan ini adalah bubur tim lumat
ditambah

kuning

telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging

sapi/wortel/bayam/

kacang hijau/santan/minyak. Kemudian berangsur-angsur bubur nasi ditambah


telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging

sapi/

wortel/

bayam/

kacang

hijau/

santan/minyak. Makanan tersbut diberikan 3 kali sehari. Pemberian makan


sebagai berikut: umur 6 bulan : 6 sendok makan; 7 bulan : 7 bulan sendok

20

makan; 8 bulan : 8 sendok makan; 9 bulan: 9 sendok makan; 10 bulan: 10


sendok makan; 11 bulan: 11 sendok makan. Makan selingan 2 kali sehari
seperti bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dsb, diantara waktu
makan.
c. 12-24 bulan : ASI sesuai keinginan anak. Nasi lembek yang ditambah kuning
telur, ayam, ikan, tempe, tahu, daging sapi, wortel, bayam, bubur kacang hijau,
santan dan minyak, diberikan 3 kali sehari. Makanan selingan 2 kali sehari
diantara waktu makan.
d. 24-51 bulan: makanan yang biasa dimakan dalam keluarga 3 kali sehari.
Makanan sampingan 2 kali sehari diberikan diantara waktu makan.
2.3.3.2 Penyakit Infeksi
Penyakit infeksi adalah penyakit yang terdapat dalam hospes hidup
akibatterdapatnya mikroorganisme dalam jaringan hidup.Penyakit infeksi dapat
menyebabkan gizi kurang dan sebaliknya, yaitugizi kurang akan semakin
memperberat sistem pertahanan tubuh yang selanjutnyadapat menyebabkan
seorang anak lebih rentan terkena penyakit infeksi. Penyakitinfeksi yang paling
sering menyebabkan gangguan gizi dan sebaliknya adalah infeksisaluran nafas
akut (ISPA) terutama pneumonia, tuberkulosis dan diare.Infeksi saluran
pernafasan akut, merupakan kelainan saluran napas karena infeksidan yang
tersering diakibatkan oleh virus. Penyakit ini paling sulit dicegah dari
semuamacam infeksi dan bervariasi dalam berat penyakitnya, mulai dari batuk
pilek biasasampai pneumonia.Selain itu, diare juga merupakan penyakit tersering
yang diderita oleh anak. Diarepaling banyak disebabkan oleh enteritis virus, hal

21

ini akan mengakibatkan malabsorpsinatrium dan air oleh karena menumpuk dan
rusaknya sel epitel vili. Penyebab lain diarepada anak adalah E.Coli dan shigella
Spp.3
2.3.3.3 Pengetahuan Ibu Tentang Gizi
Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untukterbentuknya tindakan seseorang. Menurut Notoatmodjo (2010), perilaku
yang didasarioleh pengetahuan akan bersifat lebih langgeng daripada perilaku
yang tidak didasarioleh pengetahuan. Pengetahuan orangtua terutama ibu, tentang
gizi sangat berpengaruhterhadap tingkat kecukupan gizi yang diperoleh oleh
balita. Pengetahuan tentang gizi yang penting diketahui oleh ibu adalah berkaitan
dengan kandungan makanan, carapengolahan makanan, kebersihan makanan dan
lain-lain.12
2.3.3.4 Status Sosial Ekonomi
Status sosial ekonomi menggambarakan tingkat penghidupan seseorang
ataukeluarga

yang

ditentukan

oleh

unsur

pendidikan,

pekerjaan

dan

penghasilan.Status ekonomi juga berkaitan dengan konsumsi (pengeluaran)


danproduksi (pendapatan). Indikator status ekonomi bisa diukur melalui berbagai
caraantara lain dengan menghitung tingkat pengeluaran perkapita. Statusekonomi
mempengaruhi kebutuhan seseorang karena menentukan kemampuankeluarga
untuk memperoleh makanan, karena pemenuhan kebutuhan hidupnyatergantung
dari penghasilannya. Juga berpengaruh terhadap penyediaan bahan pangan,baik
kuantitas

maupun

kualitas.

Keluarga

dengan

status

ekonomi

rendah

22

kemampuanuntuk mempengaruhi konsumsi makanan keluarga yang berkaitan erat


dengan statusgizi keluarga.12

BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
3.1 Kerangka Konsep
Berdasarkan kepustakaan diatas, diketahui bahwa banyak faktor yang
Pendidikan ibu

dapat menyebabkan terjadinya gizi buruk, namun


dalam penelitian ini tidak semua faktor dapat
dianalisis. Dalam penelitian ini yang dianalisis hanya

Pengetahuan Ibu
tentang Gizi

pendidikan

ibu, pengetahuan

ibu tentang gizi,

pekerjaanibu, pendapatan keluarga, dan penyakit


Pendapatan keluarga

infeksi. Maka dapat disusun kerangka konsep sebagai


berikut:

Gizi Buruk
pada Balita

23

Keterangan:
Variabel dependen

Variabel Independen :

3.2 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan kerangka
konsep penelitian maka dapat dirumuskan hipotesa penelitian sebagai berikut:
1. Ada hubungan antara tingkat pendidikan ibu dengan gizi buruk pada balita di
Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
2. Ada hubungan antara pengetahuan ibu tentang gizi dengan gizi buruk pada
balita di Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
3. Ada hubungan antara pendapatan keluarga dengan gizi buruk pada balita di
Pola Makan Balita

Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi

Tenggara.
4. Ada hubungan antara pola makan balita dengan gizi buruk pada balita di
Puskesmas Pasarwajo Kabupaten Buton Sulawesi Tenggara.
3.3 Definisi Operasional dan Kriteria Objektif
3.3.1 Gizi Buruk
Gizi buruk merupakan salah satu status gizi, dimana gizi buruk adalah
kelainan gizi berdasarkan BB/U (indikator WHO-NCHS) yang diakibatkan

24

kurang seimbangnya keadaan tubuh sebagai akibat dari pemakaian, penyerapan


dan penggunaan makanan.
Kriteria Objektif:

Gizi Baik
Gizi Kurang
Gizi Buruk

: -2.0 SD s/d +2.0 SD


: < -2.0 SD
: < -3.0 SD

3.3.2 Pendidikan Ibu


Yang dimaksud dengan pendidikan ibu dalam penelitian ini yaitu
pendidikan formal tertinggi yang pernah diikuti/diselesaikan oleh ibu pada
institusi atau lembaga pendidikan yang diakui oleh pemerintah.
Kriteria Objektif:

Pendidikan rendah: SD dan SMP

Pendidikan tinggi: SMA/PT/Akademi

3.3.3

Pengetahuan Ibu tentang Gizi


Yang dimaksud dengan pengetahuan dalam penelitian ini adalah tingkat

pemahaman ibu mengenai gizi pada anak balita.


Kriteria Objektif:
Baik
: 67%-100%
Sedang
: 33%-67%
Kurang
: < 33%
3.3.4 Pendapatan Keluarga
Yang dimaksud dengan pendapatan keluarga dalam penelitian ini adalah
rata-rata penghasilan keluarga per bulan. Berdasarkan Upah Kelayakan Hidup.
Kriteria Objektif:

25

Rendah:< Rp. 1.400.000


Tinggi

: Rp. 1.400.000

3.3.5 Pola Makan Balita


Yang dimaksud pola makan balita dalam penelitian ini adalah kebiasaan
makan balita, baik jumlah, jenis dan frekuensi pemberiannya per hari.
Kriteria Objektif:

Baik (Sesuai jenis, jumlah dan frekuensinya)

Tidak Baik (Tidak sesuai jenis, jumlah dan frekuensinya)

26

BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang akan digunakan
dalam melakukan prosedur penelitian. Jenis penelitian yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analitik dengan desain penelitiancross sectional yaitu
penelitian untuk menentukan faktor yang berhubungan dengan terjadinya gizi
buruk pada balita. Dalam penelitian ini variabel sebab atau resiko dan akibat atau
kasus yang terjadi pada objek penelitian diukur atau disebut juga variabel
dependent dan independent akan dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan dan
secara langsung.
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini bertempat di wilayah Puskesmas Pasarwajo Kabupaten
Buton Sulawesi Tenggara. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari tahun
2015.
4.3 Populasi dan sampel
1. Populasi
27

Populasi dalam penelitian ini adalah ibu balita pada umur 0-59 bulan yang
berada dibawah garis merah di wilayah kerja Puskesmas Pasarwajo Kabupaten
Buton Sulawesi Tenggara. Adapun populasi balita di wilayah Puskesmas
Pasarwajo adalah 102 orang. Data populasi ini diambil berdasarkan data sekunder
dari puskesmas Pasarwajo. Begitu juga dalam pengambilan sampel data yang
digunakan bersumber dari pihak puskesmas Pasarwajo.
2. Sampel
Dalam penelitian ini sampel diambil dengan menggunakan teknik
accidental sampling. Sampel pada penelitian ini adalahibu yang memiliki balita
umur 0-59 bulan dengan status gizi yang berada dibawah garis merah yang datang
ke Posyandu dan Puskesmas Pasarwajo selama kurun waktu Bulan Februari 2015.
Sampel dalam penelitian ini 50 orang.
Kriteria Inklusi dalam penelitian ini:
Pasien yang memiliki status gizi kurang dan gizi buruk dan berkunjung di
Posyandu dan Puskesmas
Bersedia berpartisipasi
Menandatangani lembar persetujuan
Kriteria eksklusi dalam penelitian ini:

Pasien yang tidak mengembalikan kuisioner dan tidak bersedia di wawancarai


n=

N
1+ N ( d 2 )

102
102
=
=50,49=50 sampel
2
1+102( 0,1 ) 1+1,02

28

Keterangan:
n = Jumlah sampel
N = Jumlah populasipada Januari2013-Januari 2015
d = Penyimpangan 0,1

4.4 Jenis Data dan Instrumen Penelitian


1. Jenis Data
Data

primer

adalah

data

yang

diperoleh

melalui

wawancara

kepadaresponden berdasarkan kuesioner yang telah disediakan.


2. Instrumen Penelitian
Kuisioner digunakan sebagai alat pengumpulan data untuk memperoleh
data yang sesuai dengan tujuan penelitian.
4.5 Manajemen Data
1. Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan secara observasi dan menggunakan
kuisioner.
2. Pengeditan Data
Pengeditan data dilakukan dengan mempertimbangkan, memilih dan
memasukkan data yang penting dan benar-benar diperlukan.
3. Pengolahan Data
Data yang telah dikumpulkan kemudian diolah dengan menggunakan
SPSS.

29

4. Penyajian Data
Data yang telah diolah disajikan dalam bentuk table dan narasi.
5. Etika Penelitian
a. Sebelum memberikan persetujuan tertulis peneliti akan memberikan
penjelasan secara lisan
b. Setiap subjek akan dijamin kerahasiaan akan informasi yang diberikan.
c. Sebelum melakukan penelitian, peneliti terlebih dahulu meminta izin
institusi terkait.
4.6 Pengujian Hipotesa

Analisa Univariat
Analisa ini dilakukan secara deskriptif pada tiap-tiap variabel penelitian
untuk melihat tampilan distribusi frekuensi dan persentase dari tiap-tiap
variabel yang diteliti.

Analisa Bivariat
Analisa ini dilakukan untuk mengetahui uji statistik hubungan antara
variable dependen dan independen. Pada analisa data hubungan tersebut
dengan menggunakan program SPSS.

30

DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. (2009). Sistem kesehatan nasional. Jakarta. Retrieved 25 gustus


2014,

from

http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/KEPMENKES_374-

2009_TTG_SKN-2009.pdf
2. JIPG. 2009. Gizi Baik Modal Kehidupan Manusia. Jaringan Informasi
Pangan dan Gizi, Volume XII, No. 2. Jakarta : Direktorat Gizi Masyarakat.
3. Caulfield, L. E., Onis, M. D., Blossner, M. & Black, R. E. (2004).
Undernutrition as an underlying cause of child deaths associated with
diarrhea, pneumonia, malaria, and measles. The American Journal of Clinical
Nutrition,

2004(80),

193-198.

Retrieved

25

Agustus

2014,

from

http://ajcn.nutrition.org/content/80/1/193.full.pdf+html
4. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan
Dasar (Riskesdas) tahun 2010. Kementerian Kesehatan RI. Retrieved 25
Agustus2014,fromhttp://www.riskesdas.litbang.depkes.go.id/download/Tabel
Riskesdas2010.pdf

31

5. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. (2010). Riset Kesehatan


Dasar (Riskesdas) Provinsi Sulawesi Tenggara tahun 2010.Kementerian
Kesehatan

RI.

Retrieved

25

Agustus

2014,

from

https://www.k4health.org/.../laporanNasional%20Riskesdas%202010.pdf.
6. Proverawati, A., & Asfuah, S. (2011). Ilmu Gizi Untuk Keperawatan dan Gizi
Kesehatan. Yogyakarta: Nuha Medika.
7. Kementerian Kesehatan RI. (2011). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 1995/Menkes/SK/XII/2010 tentang standar antropometri
penilaian

status

gizi

anak.

Retrieved

25

Agustus

2014,

from

http://gizi.depkes.go.id/wp-content/uploads/2012/11/buku-sk-antropometri2010.pdf
8. Kementerian Kesehatan RI. (2010). Pedoman kader seri kesehatan anak.
Retrieved

25Agustus

2014,

from

http://www.gizikia.depkes.go.id/wp-

content/uploads/downloads/2011/01/Buku-Kader-Seri-Kesehatan-Anak.pdf
9. Sediaoetama, A. D. (2009). Ilmu gizi untuk mahasiswa dan profesi jilid I.
Jakarta: Dian Rakyat.
10. Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat. (2010). Gizi dan kesehatan
masyarakat. Jakarta: Rajawali Pers.
11. Munthofiah S. (2008). Hubungan antara pengetahuan, sikap dan perilaku
ibu dengan status gizi anak balita. Surakarta: Program Studi Kedokteran
Keluarga, Universitas Sebelas Maret.

32

12. Notoatmodjo, S. (2010). Ilmu kesehatan masyarakat. Jakarta: Rineka Cipta.

33

Anda mungkin juga menyukai