mengkritisi kebijakan pemerintah yang terbilang tidak pro rakyat seperti kenaikan BBM,
kasus lumpur Lapindo, dan banyak kasus lagi. Selain itu, DPR masih menyisakan
pekerjaan yakni belum terselesaikannya pembahasan beberapa undang-undang. Buruknya
kinerja DPR pada era reformasi membuat rakyat sangat tidak puas terhadap para anggota
legislatif. Ketidakpuasan rakyat tersebut dapat dilihat dari banyaknya aksi demonstrasi
yang menentang kebijakan-kebijakan pemerintah yang tidak dikritisi oleh DPR.
Banyaknya judicial review yang diajukan oleh masyarakat dalam menuntut keabsahan
undang-undang yang dibuat oleh DPR saat ini juga mencerminkan bahwa produk hukum
yang dihasilkan mereka tidak memuaskan rakyat.
DPR juga kerap dikritik oleh sebagian besar masyarakat Indonesia karena
dianggap malas dalam bekerja. Hal ini terbukti dari pemberian fasilitas mewah, seperti
gaji besar, kendaraan, dan perumahan, namun tidak sebanding dengan hasil yang
diberikan. Hal lain yang sudah menjadi rahasia umum adalah banyaknya anggota yang
"bolos" dalam sidang paripurna, atau sekedar "menitip absen", sehingga seolah-olah hadir,
namun kenyataannya tidak. Kalaupun hadir, sebagian oknum anggota ternyata tidur saat
sidang, main game, atau melakukan tindakan lain selain mengikuti proses rapat paripurna.
Kasus terbaru adalah putra Presiden, Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas), yang tertangkap
kamera sedang menitip absen saat rapat paripurna DPR membahas Undang-Undang
Pencegahan Pendanaan Terorisme.Dalam konsep Trias Politika, di mana DPR berperan
sebagai lembaga legislatif yang berfungsi untuk membuat undang-undang dan mengawasi
jalannya pelaksanaan undang-undang yang dilakukan oleh pemerintah sebagai lembaga
eksekutif. Fungsi pengawasan dapat dikatakan telah berjalan dengan baik apabila DPR
dapat melakukan tindakan kritis atas kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang
tidak sesuai dengan kepentingan rakyat. Sementara itu, fungsi legislasi dapat dikatakan
berjalan dengan baik apabila produk hukum yang dikeluarkan oleh DPR dapat memenuhi
aspirasi dan kepentingan seluruh rakyat.
B. Fungsi
DPR mempunyai fungsi ; legislasi, anggaran, dan pengawasan yang dijalankan dalam
kerangka representasi rakyat.
1. Legislasi
Fungsi Legislasi dilaksanakan untuk membentuk undang-undang bersama
presiden.
2. Anggaran
Fungsi anggaran dilaksanakan untuk membahas dan memberikan persetujuan atau
tidak memberikan persetujuan terhadap rancangan undang-undang tentang APBN
yang diajukan oleh Presiden.
3. Pengawasan
Fungsi pengawasan dilaksanakan melalui pengawasan atas pelaksanaan undangundang dan APBN.
C. Hak
DPR mempunyai beberapa hak, yaitu; hak interpelasi, hak angket, hak imunitas, dan hak
menyatakan pendapat.
1. Hak interpelasi
Hak interpelasi adalah hak DPR untuk meminta keterangan kepada Pemerintah
mengenai kebijakan Pemerintah yang penting dan strategis serta berdampak luas
pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
2. Hak angket
Hak angket adalah hak DPR untuk melakukan penyelidikan terhadap pelaksanaan
suatu undang-undang dan/atau kebijakan Pemerintah yang berkaitan dengan hal
penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat, berbangsa,
dan bernegara yang diduga bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
3. Hak imunitas
Hak imunitas adalah kekebalan hukum dimana setiap anggota DPR tidak dapat
dituntut di hadapan dan di luar pengadilan karena pernyataan, pertanyaan/pendapat
yang dikemukakan secara lisan ataupun tertulis dalam rapat-rapat DPR, sepanjang
tidak bertentangan dengan Peraturan Tata Tertib dan kode etik.
4. Hak menyatakan pendapat
Hak menyatakan pendapat adalah hak DPR untuk menyatakan pendapat atas:
a) Kebijakan Pemerintah atau mengenai kejadian luar biasa yang terjadi di
tanah air atau di dunia internasional
b) Tindak lanjut pelaksanaan hak interpelasi dan hak angket
c) Dugaan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden melakukan pelanggaran
hukum baik berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan,
tindak pidana berat lainnya, maupun perbuatan tercela, dan/atau Presiden
dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden
dan/atau Wakil Presiden.
D. Anggota
Hak anggota
Anggota DPR mempunyai hak:
mengajukan pertanyaan
membela diri
imunitas
protokoler
menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga lain
menyerap dan menghimpun aspirasi konstituen melalui kunjungan kerja secara berkala
Larangan
Anggota DPR tidak boleh merangkap jabatan sebagai pejabat negara lainnya, hakim pada
badan peradilan, pegawai negeri sipil, anggota TNI/Polri, pegawai pada BUMN/BUMD atau
badan lain yang anggarannya bersumber dari APBN/APBD.Anggota DPR juga tidak boleh
melakukan pekerjaan sebagai pejabat struktural pada lembaga pendidikan swasta, akuntan
publik, konsultan, advokat/pengacara, notaris, dokter praktek dan pekerjaan lain yang ada
hubungannya dengan tugas, wewenang, dan hak sebagai anggota DPR.
Penyidikan
Jika anggota DPR diduga melakukan perbuatan pidana, pemanggilan, permintaan keterangan,
dan penyidikannya harus mendapat persetujuan tertulis dari Presiden. Ketentuan ini tidak berlaku
apabila anggota DPR melakukan tindak pidana korupsi dan terorisme serta tertangkap tangan.
E. Fraksi
Untuk mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan
kewajiban anggota DPR, dibentuk fraksi sebagai wadah berhimpun anggota DPR. Dalam
mengoptimalkan pelaksanaan fungsi, tugas dan wewenang DPR, serta hak dan kewajiban
anggota DPR, fraksi melakukan evaluasi terhadap kinerja anggota fraksinya dan melaporkan
kepada publik. Setiap anggota DPR harus menjadi anggota salah satu fraksi. Fraksi dapat
dibentuk oleh partai politik yang memenuhi ambang batas perolehan suara dalam penentuan
perolehan kursi DPR. Fraksi mempunyai sekretariat. Sekretariat Jenderal DPR menyediakan
sarana, anggaran, dan tenaga ahli guna kelancaran pelaksanaan tugas fraksi.
Fraksi
Jumlah
Anggota
Ketua
148
Mohammad
Hafsah
107
Setya Novanto
Tjahjo Kumolo
57
Hidayat Nurwahid
46
Asman Abnur
37
Hasrul Azwar
28
Marwan Ja'far
26
Mujiyono Haryanto
17
Ahmad Fauzi
Jafar
F. Alat kelengkapan
Alat kelengkapan DPR terdiri atas: Pimpinan, Badan Musyawarah, Komisi, Badan
Legislasi, Badan Anggaran, Badan Akuntabilitas Keuangan Negara, Badan Kehormatan, Badan
Kerjasama Antar-Parlemen, Badan Urusan Rumah Tangga, Panitia Khusus dan alat kelengkapan
lain yang diperlukan dan dibentuk oleh rapat paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, alat
kelengkapan dibantu oleh unit pendukung yang tugasnya diatur dalam peraturan DPR tentang
tata tertib.
Pimpinan
Pimpinan DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 4 (empat) orang wakil ketua yang
berasal dari partai politik berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Ketua DPR
ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama di
DPR. Wakil Ketua DPR ialah anggota DPR yang berasal dari partai politik yang memperoleh
kursi terbanyak kedua, ketiga, keempat, dan kelima. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai
politik yang memperoleh kursi terbanyak sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan
urutan hasil perolehan suara terbanyak dalam pemilihan umum. Dalam hal terdapat lebih dari 1
(satu) partai politik yang memperoleh suara sama, ketua dan wakil ketua ditentukan berdasarkan
persebaran perolehan suara.
Dalam hal pimpinan DPR belum terbentuk, DPR dipimpin oleh pimpinan sementara
DPR. Pimpinan sementara DPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 1 (satu) orang wakil ketua
yang berasal dari 2 (dua) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak pertama dan kedua di
DPR. Dalam hal terdapat lebih dari 1 (satu) partai politik yang memperoleh kursi terbanyak
sama, ketua dan wakil ketua sementara DPR ditentukan secara musyawarah oleh wakil partai
politik bersangkutan yang ada di DPR. Ketua dan wakil ketua DPR diresmikan dengan
keputusan DPR. Pimpinan DPR sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji
yang teksnya dipandu oleh Ketua Mahkamah Agung.
Tugas
memimpin sidang DPR dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan
mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai
dengan keputusan DPR
menyusun rencana anggaran DPR bersama Badan Urusan Rumah Tangga yang
pengesahannya dilakukan dalam rapat paripurna
menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk
itu
Berhenti
meninggal dunia
mengundurkan diri
diberhentikan
tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
anggota DPR selama 3 (tiga) bulan berturut-turut tanpa keterangan apa pun
melanggar sumpah/janji jabatan dan kode etik DPR berdasarkan keputusan rapat
paripurna setelah dilakukan pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR
lainnya menetapkan salah seorang di antara pimpinan untuk melaksanakan tugas pimpinan yang
berhenti sampai dengan ditetapkannya pimpinan yang definitif. Dalam hal salah seorang
pimpinan DPR berhenti, penggantinya berasal dari partai politik yang sama. Pimpinan DPR
diberhentikan sementara dari jabatannya apabila dinyatakan sebagai terdakwa karena melakukan
tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 5 (lima) tahun atau lebih. Dalam hal
pimpinan DPR dinyatakan tidak terbukti melakukan tindak pidana berdasarkan putusan
pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, pimpinan DPR yang bersangkutan
melaksanakan kembali tugasnya sebagai pimpinan DPR.
Badan Musyawarah
Badan Musyawarah (disingkat Bamus) dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan
Musyawarah pada permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota
Badan Musyawarah berjumlah paling banyak 1/10 (satu persepuluh) dari jumlah anggota DPR
berdasarkan perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi yang ditetapkan oleh rapat paripurna.
Pimpinan DPR karena jabatannya juga sebagai pimpinan Badan Musyawarah.
Tugas
Pimpinan komisi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Pimpinan komisi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga) orang wakil ketua,
yang dipilih dari dan oleh anggota komisi berdasarkan prinsip musyawarah untuk mufakat dan
proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah
anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan komisi dalam rapat komisi yang dipimpin oleh
pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan komisi.
Tugas
7. menyerahkan kembali kepada Badan Anggaran hasil pembahasan komisi, untuk bahan
akhir penetapan APBN.
Tugas komisi di bidang pengawasan adalah:
1. melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan undang-undang, termasuk APBN, serta
peraturan pelaksanaannya yang termasuk dalam ruang lingkup tugasnya;
2. membahas dan menindaklanjuti hasil pemeriksaan BPK yang berkaitan dengan ruang
lingkup tugasnya;
3. melakukan pengawasan terhadap kebijakan Pemerintah; dan
4. membahas dan menindaklanjuti usulan DPD.
Komisi dalam melaksanakan, dapat mengadakan:
1. rapat kerja dengan Pemerintah yang diwakili oleh menteri/pimpinan lembaga;
2. konsultasi dengan DPD;
3. rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang mewakili instansinya;
4. rapat dengar pendapat umum, baik atas permintaan komisi maupun atas permintaan pihak
lain;
5. rapat kerja dengan menteri atau rapat dengar pendapat dengan pejabat Pemerintah yang
mewakili instansinya yang tidak termasuk dalam ruang lingkup tugasnya apabila
diperlukan; dan/atau
6. kunjungan kerja.
Komisi menentukan tindak lanjut hasil pelaksanaan tugas komisi. Keputusan dan/atau
kesimpulan hasil rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara
DPR dan Pemerintah. Komisi membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan DPR, baik
yang sudah maupun yang belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh komisi
pada masa keanggotaan berikutnya. Komisi menyusun rancangan anggaran untuk pelaksanaan
tugasnya sesuai dengan kebutuhan yang selanjutnya disampaikan kepada Badan Urusan Rumah
Tangga.
Komisi adalah unit kerja utama di dalam DPR. Hampir seluruh aktivitas yang berkaitan
dengan fungsi-fungsi DPR, substansinya dikerjakan di dalam komisi. Setiap anggota DPR
(kecuali pimpinan) harus menjadi anggota salah satu komisi. Pada umumnya, pengisian
keanggotan komisi terkait erat dengan latar belakang keilmuan atau penguasaan anggota
terhadap masalah dan substansi pokok yang digeluti oleh komisi.
Pada periode 2009-2014, DPR mempunyai 11 komisi dengan ruang lingkup tugas, yaitu :
Komisi II, membidangi pemerintahan dalam negeri, otonomi daerah, aparatur negara, dan
agraria.
Komisi III, membidangi hukum dan perundang-undangan, hak asasi manusia, dan
keamanan.
Komisi VI, membidangi perdagangan, perindustrian, investasi, koperasi, usaha kecil dan
menengah), dan badan usaha milik negara.
Komisi VII, membidangi energi, sumber daya mineral, riset dan teknologi, dan
lingkungan.
Badan Legislasi
Badan Legislasi dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Legislasi pada permulaan masa
keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota Badan Legislasi ditetapkan
dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi
pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Legislasi merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial. Pimpinan Badan Legislasi terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Legislasi berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Legislasi
dilakukan dalam rapat Badan Legislasi yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan Badan Legislasi.
Tugas
tiap-tiap komisi yang dipilih oleh komisi dengan memperhatikan perimbangan jumlah anggota
dan usulan fraksi.
Pimpinan Badan Anggaran merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial. Pimpinan Badan Anggaran terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Anggaran berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan mempertimbangkan keterwakilan
perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan
Anggaran dilakukan dalam rapat Badan Anggaran yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan Badan Anggaran.
Tugas
Badan Anggaran hanya membahas alokasi anggaran yang sudah diputuskan oleh komisi.
Anggota komisi dalam Badan Anggaran harus mengupayakan alokasi anggaran yang diputuskan
komisi dan menyampaikan hasil pelaksanaan tugas.
BAKN bertugas:
1. melakukan penelaahan terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK yang disampaikan
kepada DPR;
2. menyampaikan hasil penelaahan kepada komisi;
3. menindaklanjuti hasil pembahasan komisi terhadap temuan hasil pemeriksaan BPK atas
permintaan komisi; dan
4. memberikan masukan kepada BPK dalam hal rencana kerja pemeriksaan tahunan,
hambatan pemeriksaan, serta penyajian dan kualitas laporan.
Dalam melaksanakan tugas BAKN dapat meminta penjelasan dari BPK, Pemerintah, pemerintah
daerah, lembaga negara lainnya, Bank Indonesia, badan usaha milik negara, badan layanan
umum, badan usaha milik daerah, dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
BAKN dapat mengusulkan kepada komisi agar BPK melakukan pemeriksaan lanjutan. Hasil
kerja disampaikan kepada pimpinan DPR dalam rapat paripurna secara berkala.
Dalam melaksanakan tugas, BAKN dapat dibantu oleh akuntan, ahli, analis keuangan, dan/atau
peneliti.
Badan Kehormatan
Badan Kehormatan dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang
bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan dengan
memperhatikan perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi pada permulaan
masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Anggota Badan Kehormatan berjumlah 11
(sebelas) orang dan ditetapkan dalam rapat paripurna pada permulaan masa keanggotan DPR dan
pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan Badan Kehormatan merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif
dan kolegial. Pimpinan Badan Kehormatan terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan 2 (dua) orang
wakil ketua, yang dipilih dari dan oleh anggota Badan Kehormatan berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan Badan Kehormatan
dilakukan dalam rapat Badan Kehormatan yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan
susunan dan keanggotaan Badan Kehormatan.
Tugas
Badan Kehormatan bertugas melakukan penyelidikan dan verifikasi atas pengaduan terhadap
anggota karena:
Tugas
BKSAP bertugas:
1. membina, mengembangkan, dan meningkatkan hubungan persahabatan dan kerja sama
antara DPR dan parlemen negara lain, baik secara bilateral maupun multilateral, termasuk
organisasi internasional yang menghimpun parlemen dan/atau anggota parlemen negara
lain;
2. menerima kunjungan delegasi parlemen negara lain yang menjadi tamu DPR;
3. mengoordinasikan kunjungan kerja alat kelengkapan DPR ke luar negeri; dan
4. memberikan saran atau usul kepada pimpinan DPR tentang masalah kerja sama
antarparlemen.
BKSAP membuat laporan kinerja pada akhir masa keanggotaan baik yang sudah maupun yang
belum terselesaikan untuk dapat digunakan sebagai bahan oleh BKSAP pada masa keanggotaan
berikutnya.
Badan Urusan Rumah Tangga
Badan Urusan Rumah Tangga (disingkat BURT), dibentuk oleh DPR dan merupakan alat
kelengkapan DPR yang bersifat tetap. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan BURT pada
permulaan masa keanggotaan DPR dan permulaan tahun sidang. Jumlah anggota BURT
ditetapkan dalam rapat paripurna menurut perimbangan dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap
fraksi pada permulaan masa keanggotaan DPR dan pada permulaan tahun sidang.
Pimpinan BURT merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan kolegial.
Pimpinan BURT terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang dijabat oleh Ketua DPR dan paling banyak
3 (tiga) orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota BURT berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan keterwakilan perempuan
menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Pemilihan pimpinan BURT sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam rapat BURT yang dipimpin oleh pimpinan DPR setelah
penetapan susunan dan keanggotaan BURT.
Tugas
BURT bertugas:
1. menetapkan kebijakan kerumahtanggaan DPR;
2. melakukan pengawasan terhadap Sekretariat Jenderal DPR dalam pelaksanaan kebijakan
kerumahtanggaan DPR sebagaimana dimaksud dalam huruf a, termasuk pelaksanaan dan
pengelolaan anggaran DPR;
3. melakukan koordinasi dengan alat kelengkapan DPD dan alat kelengkapan MPR yang
berhubungan dengan masalah kerumahtanggaan DPR, DPD, dan MPR yang ditugaskan
oleh pimpinan DPR berdasarkan hasil rapat Badan Musyawarah;
4. menyampaikan hasil keputusan dan kebijakan BURT kepada setiap anggota DPR; dan
5. menyampaikan laporan kinerja dalam rapat paripurna DPR yang khusus diadakan untuk
itu.
Panitia Khusus
Panitia khusus dibentuk oleh DPR dan merupakan alat kelengkapan DPR yang bersifat
sementara. DPR menetapkan susunan dan keanggotaan panitia khusus berdasarkan perimbangan
dan pemerataan jumlah anggota tiap-tiap fraksi. Jumlah anggota panitia khusus ditetapkan oleh
rapat paripurna paling banyak 30 (tiga puluh) orang.
Pimpinan panitia khusus merupakan satu kesatuan pimpinan yang bersifat kolektif dan
kolegial. Pimpinan panitia khusus terdiri atas 1 (satu) orang ketua dan paling banyak 3 (tiga)
orang wakil ketua yang dipilih dari dan oleh anggota panitia khusus berdasarkan prinsip
musyawarah untuk mufakat dan proporsional dengan memperhatikan jumlah panitia khusus yang
ada serta keterwakilan perempuan menurut perimbangan jumlah anggota tiap-tiap fraksi.
Pemilihan pimpinan panitia khusus sebagaimana dilakukan dalam rapat panitia khusus yang
dipimpin oleh pimpinan DPR setelah penetapan susunan dan keanggotaan panitia khusus.Panitia
khusus bertugas melaksanakan tugas tertentu dalam jangka waktu tertentu yang ditetapkan oleh
rapat paripurna. Panitia khusus bertanggung jawab kepada DPR. Panitia khusus dibubarkan oleh
DPR setelah jangka waktu penugasannya berakhir atau karena tugasnya dinyatakan selesai.
Rapat paripurna menetapkan tindak lanjut hasil kerja panitia khusus.
Sekretariat Jenderal
Sekretariat Jenderal DPR-RI merupakan unsur penunjang DPR, yang berkedududukan
sebagai Kesekretariatan Lembaga Negara yang dipimpin oleh seorang Sekretaris Jenderal dan
dalam melaksanakan tugasnya bertanggung jawab kepada Pimpinan DPR. Sekretaris Jenderal
diangkat dan diberhentikan dengan Keputusan Presiden atas usul Pimpinan DPR. Sekretariat
Jenderal DPR RI personelnya terdiri atas Pegawai Negeri Sipil. Susunan organisasi dan tata kerja
Sekretaris Jenderal ditetapkan dengan keputusan Presiden. Sekretaris Jenderal dibantu oleh
seorang Wakil Sekretaris Jenderal dan beberapa Deputi Sekretaris Jenderal yang diangkat dan
diberhentikan oleh Presiden atas usul Pimpinan DPR..DPR dapat mengangkat sejumlah
pakar/ahli sesuai dengan kebutuhan, dan dalam melaksanakan tugasnya Sekretariat Jenderal
dapat membentuk Tim Asistensi. Sekretaris Jendral DPR-RI saat ini dijabat oleh Dra. Nining
Indra Shaleh, Msi
yang masih muda dalam menyusun pemerintahan, politik, dan administrasi negaranya. Landasan
berpijaknya adalah ideologi Pancasila yang diciptakan oleh bangsa Indonesia sendiri beberapa
minggu sebelumnya dari penggalian serta perkembangan budaya masyarakat Indonesia dan
sebuah Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 pra Amandemen yang
baru ditetapkan keesokan harinya pada tanggal 18 Agustus 1945 oleh Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia.
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen)
tersebut mengatur berbagai macam lembaga negara dari Lembaga Tertinggi Negara hingga
Lembaga Tinggi Negara. Konsepsi penyelenggaraan negara yang demokratis oleh lembagalembaga negara tersebut sebagai perwujudan dari sila keempat yang mengedepankan prinsip
demokrasi perwakilan dituangkan secara utuh didalamnya. Kehendak untuk mengejawantahkan
aspirasi rakyat dalam sistem perwakilan, untuk pertama kalinya dilontarkan oleh Bung Karno,
pada pidatonya tanggal 01 Juni 1945. Muhammad Yamin juga mengemukakan perlunya prinsip
kerakyatan dalam konsepsi penyelenggaraan negara. Begitu pula dengan Soepomo yang
mengutarakan idenya akan Indonesia merdeka dengan prinsip musyawarah dengan istilah Badan
Permusyawaratan. Ide ini didasari oleh prinsip kekeluargaan, dimana setiap anggota keluarga
dapat memberikan pendapatnya.
Dalam rapat Panitia Perancang Undang-Undang Dasar, Soepomo menyampaikan bahwa
Badan Permusyawaratan berubah menjadi Majelis Permusyawaratan Rakyat dengan
anggapan bahwa majelis ini merupakan penjelmaan seluruh rakyat Indonesia, yang mana
anggotanya terdiri atas seluruh wakil rakyat, seluruh wakil daerah, dan seluruh wakil golongan.
Konsepsi Majelis Permusyawaratan Rakyat inilah yang akhirnya ditetapkan dalam Sidang PPKI
pada acara pengesahan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra
Amandemen).
Masa Orde Lama (1945-1965)
Pada awal masa Orde Lama, MPR belum dapat dibentuk secara utuh karena gentingnya situasi
saat itu. Hal ini telah diantispasi oleh para pendiri bangsa dengan Pasal IV Aturan Peralihan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) menyebutkan,
Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan
Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh
Presiden dengan bantuan sebuah Komite Nasional.
Sejak diterbitkannya Maklumat Wakil Presiden Nomor X, terjadi perubahan-perubahan
yang mendasar atas kedudukan, tugas, dan wewenang KNIP. Sejak saat itu mulailah lembaran
baru dalam sejarah ketatanegaraan Indonesia, yakni KNIP diserahi kekuasaan legislatif dan ikut
menetapkan Garis-garis Besar Haluan Negara. Dengan demikian, pada awal berlakunya Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 (pra Amandemen) dimulailah lembaran
pertama sejarah MPR, yakni terbentuknya KNIP sebagai embrio MPR.
Pada masa berlakunya Konstitusi Republik Indonesia Serikat (1949-1950) dan UndangUndang Dasar Sementara (1950-1959), lembaga MPR tidak dikenal dalam konfigurasi
ketatanegaraan Republik Indonesia. Pada tanggal 15 Desember 1955 diselenggarakan pemilihan
umum untuk memilih anggota Konstituante yang diserahi tugas membuat Undang-Undang
Dasar.Namun, Konstituante yang semula diharapkan dapat menetapkan Undang-Undang Dasar
ternyata menemui jalan buntu. Di tengah perdebatan yang tak berujung pangkal, pada tanggal 22
April 1959 Pemerintah menganjurkan untuk kembali ke UUD 1945, tetapi anjuran ini pun tidak
mencapai kesepakatan di antara anggota Konstituante.
Dalam suasana yang tidak menguntungkan itu, tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno
mengeluarkan Dekrit Presiden yang berisikan :
Pembubaran Konstituante,
Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya lagi UUD Sementara 1950,
MPRS terdiri atas Anggota DPR Gotong Royong ditambah dengan utusan-utusan dari
daerah-daerah dan golongan-golongan.
Yang dimaksud dengan daerah dan golongan-golongan ialah Daerah Swatantra Tingkat I
dan Golongan Karya.
Anggota tambahan MPRS diangkat oleh Presiden dan mengangkat sumpah menurut
agamanya di hadapan Presiden atau Ketua MPRS yang dikuasakan oleh Presiden.
MPRS mempunyai seorang Ketua dan beberapa Wakil Ketua yang diangkat oleh
Presiden.
Jumlah anggota MPRS pada waktu dibentuk berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 199
Tahun 1960 berjumlah 616 orang yang terdiri dari 257 Anggota DPR-GR, 241 Utusan Golongan
Karya, dan 118 Utusan Daerah.Pada tanggal 30 September 1965 terjadi peristiwa pemberontakan
G-30-S/PKI. Sebagai akibat logis dari peristiwa pengkhianatan G-30-S/PKI, mutlak diperlukan
adanya koreksi total atas seluruh kebijaksanaan yang telah diambil sebelumnya dalam kehidupan
kenegaraan. MPRS yang pembentukannya didasarkan pada Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dan
selanjutnya diatur dengan Penetapan Presiden Nomor 2 Tahun 1959, setelah terjadi
pemberontakan G-30-S/PKI, Penetapan Presiden tersebut dipandang tidak memadai lagi.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut maka diadakan langkah pemurnian keanggotaan
MPRS dari unsur PKI, dan ditegaskan dalam Undang-undang Nomor 4 Tahun 1966 bahwa
sebelum terbentuknya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dipilih oleh rakyat, maka MPRS
menjalankan tugas dan wewenangnya sesuai dengan UUD 1945 sampai MPR hasil Pemilihan
Umum terbentuk.
Rakyat yang merasa telah dikhianati oleh peristiwa pemberontakan G-30-S/PKI
mengharapkan kejelasan pertangungjawaban Presiden Soekarno mengenai pemberontakan G-30S/PKI berikut epilognya serta kemunduran ekonomi dan akhlak. Tetapi, pidato
pertanggungjawaban Presiden Soerkarno yang diberi judul Nawaksara ternyata tidak
memuaskan MPRS sebagai pemberi mandat. Ketidakpuasan MPRS diwujudkan dalam
Keputusan MPRS Nomor 5 Tahun 1966 yang meminta Presiden Soekarno melengkapi pidato
pertanggungjawabannya. Walaupun kemudian Presiden Soekarno memenuhi permintaan MPRS
dalam suratnya tertangal 10 januari 1967 yang diberi nama Pelengkap Nawaksara, tetapi
ternyata tidak juga memenuhi harapan rakyat. Setalah membahas surat Presiden tersebut,
Pimpinan MPRS berkesimpulan bahwa Presiden Soekarno telah alpa dalam memenuhi
kewajiban Konstitusional. Sementara itu DPR-GR dalam Resolusi dan Memorandumnya
Keanggotaan
MPR terdiri atas anggota DPR dan anggota DPD yang dipilih melalui pemilihan umum.
Keanggotaan MPR diresmikan dengan keputusan Presiden. Sebelum reformasi, MPR terdiri atas
anggota DPR, utusan daerah, dan utusan golongan, menurut aturan yang ditetapkan undangundang. Jumlah anggota MPR periode 20092014 adalah 692 orang yang terdiri atas 560
Anggota DPR dan 132 anggota DPD. Masa jabatan anggota MPR adalah 5 tahun, dan berakhir
bersamaan pada saat anggota MPR yang baru mengucapkan sumpah/janji. Anggota MPR
sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama yang dipandu
oleh Ketua Mahkamah Agung dalam sidang paripurna MPR. Anggota MPR yang berhalangan
mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama, mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh
pimpinan MPR.
Hak dan kewajiban anggota
Hak anggota
Membela diri.
Imunitas.
Protokoler.
Kewajiban anggota
Pimpinan MPR terdiri atas 1 (satu) orang ketua yang berasal dari anggota DPR dan 4 (empat)
orang wakil ketua yang terdiri atas 2 (dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPR dan 2
(dua) orang wakil ketua berasal dari anggota DPD, yang ditetapkan dalam sidang paripurna
MPR.
Panitia Ad Hoc
Panitia ad hoc MPR terdiri atas pimpinan MPR dan paling sedikit 5% (lima persen) dari jumlah
anggota dan paling banyak 10% (sepuluh persen) dari jumlah anggota yang susunannya
mencerminkan unsur DPR dan unsur DPD secara proporsional dari setiap fraksi dan Kelompok
Anggota MPR.
Sidang
MPR bersidang sedikitnya sekali dalam lima tahun di ibukota negara.
Sidang MPR sah apabila dihadiri:
sekurang-kurangnya 3/4 dari jumlah Anggota MPR untuk memutus usul DPR untuk
memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR untuk mengubah dan menetapkan
UUD
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah Anggota MPR yang hadir untuk memutus usul DPR
untuk memberhentikan Presiden/Wakil Presiden
sekurang-kurangnya 50%+1 dari seluruh jumlah Anggota MPR untuk memutus perkara
lainnya.
Sebelum mengambil putusan dengan suara yang terbanyak, terlebih dahulu diupayakan
pengambilan putusan dengan musyawarah untuk mencapai hasil yang mufakat.
a. Ruang lingkup
1. Perhubungan
2. Pekerjaan Umum
3. Perumahan Rakyat
4. Pembangunan Pedesaan dan Kawasan Tertinggal
5. Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika
b. Mitra kerja
1. Departemen Pekerjaan Umum
2. Departemen Perhubungan
3. Menteri Negara Perumahan Rakyat
4. Menteri Negara Pembangunan Daerah Teringgal
5. Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG)
6. Badan SAR Nasional
7. Badan Penanggulangan Lumpur Sidoardjo (BPLS)
KOMISI VI
a. Ruang lingkup
1. Perdagangan
2. Perindustrian
3. Investasi
4. Koperasi, UKM dan BUMN
5. Standarisasi Nasional
a. Pasangan kerja
1. Departemen Perindustrian
2. Departemen Perdagangan
3. Menteri Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah
4. Menteri Negara BUMN
5. Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM)
6. Badan Standarisasi Nasional (BSN)
7. Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN)
8. Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU)
KOMISI VII
a. Ruang lingkup
1. Energi Sumber Daya Mineral
2. Riset dan Teknologi
3. Lingkungan Hidup
b. Pasangan kerja
1. Departemen Energi dan Sumber Daya Mineral
2. Menteri Negara Lingkungan Hidup
3. Menteri Negara Riset dan Teknologi
a. Ruang lingkup
1. Agama
2. Sosial
3. Pemberdayaan Perempuan
Pasangan kerja
1. Kementerian Agama
2. Kementerian Sosia Ril
3. Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak
4. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
5. Badan Nasional Penanggulangan Bencana
6. Badan Amil Zakat Nasional
KOMISI IX
a. Ruang lingkup
1. Tenaga Kerja dan Transmigrasi
2. Kependudukan
3. Kesehatan
b. Pasangan kerja
1. Departemen Kesehatan
2. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi
3. badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN)
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan
5. BNP2TKI
6. PT Askes ( Persero)
7. PT. Jamsostek( Persero)
KOMISI X
a.
Ruang lingkup
1. Pendidikan
2. Pemuda
3. Olahraga
4. Pariwisata
5. Kesenian
6. Kebudayaan
b. Pasangan kerja
1. Departemen Pendidikan Nasional
2. Departemen Kebudayaan dan Pariwisata
3. Kementerian Negara Pemuda dan Olahraga
4. Perpustakaan Nasional
KOMISI XI
a. Ruang lingkup
1. Keuangan
2. Perencanaan Pembangunan Nasional
3. Perbankan
4. Lembaga Keuangan Bukan Bank
b. Pasangan kerja
1. Departemen Keuangan
2. Menteri Negara Perencanaan dan Pembangunan/Kepala BAPPENAS
3. Bank Indonesia
4. Perbankan dan Lembaga Keuangan Bukan Bank
5. Badan Peengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP)
6. Badan Pusat Statistik
7. Setjen BPK RI
8. Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia
9. Lembaga Kebijakan dan Pengadaan Barang Jasa Pemerintah
3. Perbedaan antara susila dan asusila
Susila berasal dari kata su dan sila. Su adalah awalan yang berarti amat
baik, atau sangat baik, mulia, dan indah. Sedangkan kata sila berarti tingkah laku atau
kelakuan. Jadi Susila berarti tingkah laku atau kelakuan yang baik atau mulia yang harus
menjadi pedoman hidup manusia. Manusia adalah makhluk individu dan juga makhluk
sosial. Sebagai individu manusia mempunyai kemauan dan kehendak yang mendorong
ia berbuat baik dan bertindak. Berbuat yang baik (Susila) yang selaras dengan ajaran
agama atau dharma adalah cermin dari manusia yang Susila. Manusia Susila adalah
manusia yang memiliki budhi pekerti tinggi yang bisa diterima oleh lingkungan di mana
orang itu berada.Sedangkan
Asusila adalah perbuatan atau tingkah laku yang menyimpang dari normanorma atau kaidah kesopanan yang saat ini cenderung banyak terjadi kalangan
masyarakat, teruatama remaja. Islam dengan Al Quran dan sunnah telah memasang
bingkai bagi kehidupan manusia agar menjadi kehidupan yang indah dan bersih dari
keruskaan moral. Menurut pandangan Islam, tinggi dan rendahnya spiritualitas (rohani)
pada sebuah masyarakat berkaitan erat dengan segala prilakunya, bukan saja tata prilaku
yang besifat ibadah mahdah (khusus) seperti shalat dan berpuasa, namun juga yang
bersifat prilaku ibadah ghairu mahdah (umum)seperti hal-hal yang berkaitan dengan
sosial kemasyarakatan.
Anggota DPD berdomisili di daerah pemilihannya dan selama bersidang bertempat tinggal di
ibukota negara Republik Indonesia.
Pasal 34
Masa jabatan Anggota DPD adalah lima tahun dan berakhir bersamaan pada saat Anggota DPD
yang baru mengucapkan sumpah/janji.
Pasal 35
Anggota DPD sebelum memangku jabatannya mengucapkan sumpah/janji secara bersama-sama
yang dipandu oleh ketua Mahkamah Agung dalam Sidang Paripurna DPD.
Anggota DPD yang berhalangan mengucapkan sumpah/janji bersama-sama sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), mengucapkan sumpah/janji yang dipandu oleh pimpinan DPD.
Tata cara pengucapan sumpah/janji sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur
dalam Peraturan Tata Tertib DPD.
Pasal 36
Sumpah/janji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 adalah sebagai berikut:
Demi Allah (Tuhan) saya bersumpah/berjanji:
bahwa saya akan memenuhi kewajiban saya sebagai anggota/ketua/wakil ketua
Dewan Perwakilan Daerah dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya;
bahwa saya akan memegang teguh Pancasila dan menegakkan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 serta peraturan perundangundangan;
bahwa saya akan menegakkan kehidupan demokrasi serta berbakti kepada
bangsa dan negara;
bahwa saya akan memperjuangkan aspirasi daerah yang saya wakili untuk
mewujudkan tujuan nasional demi kepentingan bangsa dan negara kesatuan
Republik Indonesia.
Bagian Kedua
Pimpinan
Pasal 37
Pimpinan DPD terdiri atas seorang ketua dan sebanyak-banyaknya dua orang wakil ketua yang
dipilih dari dan oleh Anggota DPD dalam sidang paripurna DPD.
Selama pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) belum terbentuk, DPD dipimpin
oleh Pimpinan Sementara DPD.
Pimpinan Sementara DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas seorang ketua
sementara dan seorang wakil ketua sementara yang diambilkan dari anggota tertua dan anggota
termuda usianya.
Dalam hal anggota tertua dan/atau anggota termuda usianya sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
berhalangan, sebagai penggantinya adalah anggota tertua dan/atau anggota termuda berikutnya.
Ketua dan wakil ketua DPD diresmikan dengan Keputusan DPD.
Tata cara pemilihan pimpinan DPD diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPD.
Pasal 38
Tugas Pimpinan DPD adalah:
a. memimpin sidang-sidang dan menyimpulkan hasil sidang untuk diambil keputusan;
b. menyusun rencana kerja dan mengadakan pembagian kerja antara ketua dan wakil ketua;
c. menjadi juru bicara DPD;
d. melaksanakan dan memasyarakatkan putusan DPD;
e. mengadakan konsultasi dengan Presiden dan pimpinan lembaga negara lainnya sesuai
dengan putusan DPD;
f. mewakili DPD dan/atau alat kelengkapan DPD di pengadilan;
g. melaksanakan putusan DPD berkenaan dengan penetapan sanksi atau rehabilitasi anggota
sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
h. menetapkan arah, kebijakan umum dan strategi pengelolaan anggaran DPD; dan
i. mempertanggungjawabkan pelaksanaan tugasnya dalam Sidang Paripurna DPD.
Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas dan tata cara pelaksanaannya sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPD.
Pasal 39
Pimpinan DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) berhenti atau diberhentikan dari
jabatannya karena:
a. meninggal dunia;
b. mengundurkan diri atas permintaan sendiri secara tertulis;
c. tidak dapat melaksanakan tugas secara berkelanjutan atau berhalangan tetap sebagai
pimpinan DPD;
d. melanggar kode etik DPD berdasarkan hasil pemeriksaan badan kehormatan DPD; atau
e. dinyatakan bersalah berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan
hukum tetap, karena melakukan tindak pidana dengan ancaman hukuman serendahrendahnya lima tahun penjara.
Dalam hal salah seorang pimpinan DPD diberhentikan dari jabatannya, para anggota pimpinan
lainnya mengadakan musyawarah untuk menentukan pelaksana tugas sementara sampai
terpilihnya pengganti definitif.
Dalam hal pimpinan DPD dinyatakan bersalah karena melakukan tindak pidana dengan ancaman
hukuman pidana serendah-rendahnya lima tahun penjara berdasarkan putusan pengadilan yang
belum mempunyai kekuatan hukum tetap, tidak diperbolehkan melaksanakan tugas
memimpin sidang-sidang DPD dan menjadi juru bicara DPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal
38 ayat (1) huruf a dan huruf c.
Dalam hal pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak bersalah
berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum tetap, dan dinyatakan
bebas dari segala tuntutan hukum, maka pimpinan DPD melaksanakan kembali tugas
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (1) huruf a dan huruf c.
Tata cara pemberhentian dan penggantian pimpinan DPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
ayat (2), ayat (3), dan ayat (4) diatur dalam Peraturan Tata Tertib DPD.
Bagian Ketiga
Kedudukan dan Fungsi
Pasal 40
DPD merupakan lembaga perwakilan daerah yang berkedudukan sebagai lembaga negara.
Pasal 41
Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang
Pasal 42
DPD dapat mengajukan kepada DPR rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi
daerah, hubungan pusat dan daerah, pembentukan dan pemekaran, dan penggabungan daerah,
pengelolaan sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan
perimbangan keuangan pusat dan daerah.
DPD mengusulkan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada DPR
dan DPR mengundang DPD untuk membahas sesuai tata tertib DPR.
(3) Pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan
sebelum DPR membahas rancangan undang-undang dimaksud pada ayat (1) dengan pemerintah.
Pasal 43
DPD ikut membahas rancangan undang-undang yang berkaitan dengan otonomi daerah;
hubungan pusat dan daerah; pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah; pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya serta yang berkaitan dengan perimbangan
keuangan pusat dan daerah, yang diajukan baik oleh DPR maupun oleh pemerintah.
DPD diundang oleh DPR untuk melakukan pembahasan rancangan undang-undang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) bersama dengan pemerintah pada awal Pembicaraan Tingkat I sesuai
Peraturan Tata Tertib DPR.
Pembicaraan Tingkat I sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan bersama antara DPR,
DPD, dan pemerintah dalam hal penyampaian pandangan dan pendapat DPD atas rancangan
undang-undang, serta tanggapan atas pandangan dan pendapat dari masing-masing lembaga.
Pandangan, pendapat, dan tanggapan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dijadikan sebagai
Pasal 44
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR atas rancangan undang-undang APBN dan
rancangan undang-undang yang berkaitan dengan pajak, pendidikan, dan agama.
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk tertulis sebelum
memasuki tahapan pembahasan antara DPR dan pemerintah.
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi bahan bagi DPR dalam melakukan
pembahasan dengan pemerintah.
Pasal 45
DPD memberikan pertimbangan kepada DPR dalam pemilihan anggota Badan Pemeriksa
Keuangan.
Pertimbangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara tertulis sebelum
pemilihan anggota Badan Pemeriksa Keuangan.
Pasal 46
DPD dapat melakukan pengawasan atas pelaksanaan undang-undang mengenai otonomi daerah,
pembentukan, pemekaran, dan penggabungan daerah, hubungan pusat dan daerah, pengelolaan
sumber daya alam, dan sumber daya ekonomi lainnya, pelaksanaan APBN, pajak, pendidikan,
dan agama.
Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan pengawasan atas pelaksanaan
undang-undang.
Hasil pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada DPR sebagai bahan
pertimbangan untuk ditindaklanjuti.
Pasal 47
DPD menerima hasil pemeriksaan keuangan negara dari Badan Pemeriksa Keuangan untuk
dijadikan bahan membuat pertimbangan bagi DPR tentang rancangan undang-undang yang
berkaitan dengan APBN.
Bagian Kelima
Pasal 48
DPD mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1)
dan ayat (2) kepada DPR;
b. ikut membahas rancangan undang-undang sebagaimana dimaksud dalam pasal 43 ayat
(1).
Pasal 49
Anggota DPD mempunyai hak:
a. menyampaikan usul dan pendapat;
b. memilih dan dipilih;
c. membela diri;
d. imunitas;
e. protokoler; dan
f.
Pasal 51
Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41, Pasal 42, Pasal 43, Pasal 44,
Pasal 45, Pasal 46, Pasal 47, Pasal 48, Pasal 49 dan Pasal 50 diatur dalam Peraturan Tata Tertib
DPD.
Pasal 58
Tugas Pimpinan DPRD Provinsi adalah:
Pasal 61
DPRD Provinsi mempunyai fungsi:
a. legislasi;
b. anggaran; dan
c. pengawasan.
Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang
Pasal 62
DPRD Provinsi mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan gubernur untuk mendapat persetujuan
bersama;
b. menetapkan APBD bersama dengan gubernur;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan
perundang-undangan lainnya, keputusan gubernur, APBD, kebijakan pemerintah daerah
dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional di
daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian gubernur/wakil gubernur kepada
Presiden melalui Menteri Dalam Negeri;
e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah provinsi terhadap
rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah;
f. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban gubernur dalam pelaksanaan tugas
desentralisasi.
Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPRD Provinsi mempunyai
tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam undang-undang lainnya.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban
Pasal 63
DPRD Provinsi mempunyai hak:
a.
interpelasi;
b. angket; dan
c. menyatakan pendapat.
Pasal 64
Anggota DPRD Provinsi mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f.
imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administratif.
Pasal 65
Anggota DPRD Provinsi mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menaati segala peraturan perundang-undangan;
c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional serta keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia dan daerah;
e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
Pasal 74
Tugas Pimpinan DPRD Kabupaten/Kota adalah:
Pasal 77
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai fungsi:
a.
legislasi;
b.
anggaran; dan
c.
pengawasan.
Bagian Keempat
Tugas dan Wewenang
Pasal 78
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai tugas dan wewenang:
a. membentuk peraturan daerah yang dibahas dengan bupati/walikota untuk mendapat
persetujuan bersama;
b. menetapkan APBD Kabupaten/Kota bersama-sama dengan bupati/walikota;
c. melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan peraturan daerah dan peraturan
perundang-undangan lainnya, keputusan bupati/walikota, APBD, kebijakan pemerintah
daerah dalam melaksanakan program pembangunan daerah, dan kerjasama internasional
di daerah;
d. mengusulkan pengangkatan dan pemberhentian bupati/wakil bupati atau walikota/wakil
walikota kepada Menteri Dalam Negeri melalui gubernur;
e. memberikan pendapat dan pertimbangan kepada pemerintah daerah Kabupaten/Kota
terhadap rencana perjanjian internasional yang menyangkut kepentingan daerah; dan
f. meminta laporan keterangan pertanggungjawaban bupati/walikota dalam pelaksanaan
tugas desentralisasi.
Selain tugas dan wewenang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) DPRD Kabupaten/Kota
mempunyai tugas dan wewenang sebagaimana diatur dalam undang-undang lainnya.
Bagian Kelima
Hak dan Kewajiban
Pasal 79
DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak:
c.
a.
interpelasi;
b.
angket; dan
menyatakan pendapat.
Pasal 80
Anggota DPRD Kabupaten/Kota mempunyai hak:
a. mengajukan rancangan peraturan daerah;
b. mengajukan pertanyaan;
c. menyampaikan usul dan pendapat;
d. memilih dan dipilih;
e. membela diri;
f. imunitas;
g. protokoler; dan
h. keuangan dan administratif.
Pasal 81
Anggota DPRD Kabupaten/Kota mempunyai kewajiban:
a. mengamalkan Pancasila;
b. melaksanakan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan
menaati segala peraturan perundang-undangan;
c. melaksanakan kehidupan demokrasi dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah;
d. mempertahankan dan memelihara kerukunan nasional dan keutuhan negara kesatuan
Republik Indonesia dan daerah;
e. memperhatikan upaya peningkatan kesejahteraan rakyat di daerah;
f. menyerap, menghimpun, menampung, dan menindaklanjuti aspirasi masyarakat;
g. mendahulukan kepentingan negara di atas kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan;
h. memberikan pertanggungjawaban secara moral dan politis kepada pemilih dan daerah
pemilihannya;
i. menaati kode etik dan Peraturan Tata Tertib DPRD Kabupaten/Kota; dan
j. menjaga etika dan norma dalam hubungan kerja dengan lembaga yang terkait.
Pasal 82
DPRD Kabupaten/Kota dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, berhak meminta pejabat
negara tingkat kabupaten/kota, pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau warga
masyarakat untuk memberikan keterangan tentang sesuatu hal yang perlu ditangani demi
kepentingan bangsa dan negara.
Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau warga masyarakat
wajib memenuhi permintaan DPRD Kabupaten/Kota sebagaimana dimaksud pada ayat (1).
Setiap pejabat negara, pejabat pemerintah kabupaten/kota, badan hukum, atau warga masyarakat
yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan panggilan paksa