Anda di halaman 1dari 8

Nama

: TIKA DIANA

Nim

: 1308104

Pertanyaan :
1. Kenapa Dalam Saatu Hari Terjadi 24 Jam?
2. Bagaimana Cara Mengukur Masa Bumi?
3. Deskripsi Sistem Koordinat UTM?
Jawab :
1. Kenapa Dalam Saatu Hari Terjadi 24 Jam?
Sistem bilangan yang paling banyak digunakan manusia saat ini adalah sistem desimal, yaitu
sebuah sistem bilangan berbasis 10. Namun untuk mengukur waktu kita menggunakan sistem
duodesimal (basis 12) dan sexadesimal (basis 60). Hal ini disebabkan karena metode untuk
membagi hari diturunkan dari sistem bilangan yang digunakan oleh peradaban kuno Mediterania.
Pada sekitar tahun 1500 SM, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis 12,
dan mereka mengembangkan sebuah sistem jam matahari berbentuk seperti huruf T yang diletakkan
di atas tanah dan membagi waktu antara matahari terbit dan tenggelam ke dalam 12 bagian. Para
ahli sejarah berpendapat, orang-orang Mesir kuno menggunakan sistem bilangan berbasis 12
didasarkan akan jumlah siklus bulan dalam setahun atau bisa juga didasarkan akan banyaknya
jumlah sendi jari manusia (3 di tiap jari, tidak termasuk jempol) yang memungkinkan mereka
berhitung hingga 12 menggunakan jempol.

Jam matahari generasi berikutnya sudah sedikit banyak merepresentasikan apa yang
sekarang kita sebut dengan "jam". Sedangkan pembagian malam menjadi 12 bagian, didasarkan atas
pengamatan para ahli astronomi Mesir kuno akan adanya 12 bintang di langit pada saat malam hari.

Dengan membagi satu hari dan satu malam menjadi masing-masing 12 jam, maka dengan
tidak langsung konsep 24 jam diperkenalkan. Namun demikian panjang hari dan panjang malam
tidaklah sama, tergantung musimnya (contoh: saat musim panas hari lebih panjang dibandingkan
malam). Oleh karena itu pembagian jam dalam satu hari pun berubah-ubah sesuai dengan
musimnya. Sistem waktu ini disebut dengan sistem waktu musiman. Pada sekitar tahun 147-127
SM, seorang ahli astronomi Yunani bernama Hipparchus menyarankan agar banyaknya jam dalam
satu hari dibuat tetap saja yaitu sebanyak 24 jam, disebut dengan sistem waktu equinoctial. Namun
sistem ini baru diterima secara luas oleh saat ditemukannya jam mekanik di Eropa pada abad ke-14.

Hipparcus

Eratosthenes (276-194 SM), seorang ahli astronomi Yunani lainnya membagi sebuah lingkaran
menjadi 60 bagian untuk membuat sistem geografis latitude. Teknik ini didasarkan atas sistem
berbasis 60 yang digunakan oleh orang-orang Babilonia yang berdiam di Mesopotamia, yang jika
ditilik lebih jauh diturunkan dari sistem yang digunakan oleh peradaban Sumeria sekitar 2000 SM.
Tidak diketahui dengan pasti mengapa menggunakan sistem bilangan berbasis 60, namun satu
dugaan mengatakan untuk kemudahan perhitungan karena angka 60 adalah merupakan angka
terkecil yang dapat dibagi habis oleh 10, 12, 15, 20 dan 30.

Eratosthenes
Satu abad kemudian, Hipparchus memperkenalkan sistem longitude 360 derajat. Dan pada sekitar
130 M, Claudius Ptolemy membagi tiap derajat menjadi 60 bagian. Bagian pertama disebut dengan
partes minutae primae yang artinya menit pertama, bagian yang kedua disebut partes minutae
secundae atau menit kedua, dan seterusnya. Walaupun ada 60 bagian, yang digunakan hanyalah 2
bagian yang pertama saja dimana bagian yang pertama menjadi menit, dan bagian yang kedua
menjadi detik. Sedangkan sisa 58 bagian yang lainnya membentuk satuan waktu yang lebih kecil
daripada detik.
Sistem waktu ini membutuhkan waktu berabad-abad untuk tersebar luas penggunaannya. Bahkan
jam penunjuk waktu pertama yang menampilkan menit dibuat pertama kali pada abad ke-16. Sistem
waktu ini digunakan hingga sekarang oleh kita manusia modern.

Ternyata panjang waktu selalu berubah. Ini akibat pergerakan bumi terhadap rotasinya terus
bergeser. Penyebabnya banyak, salah satunya tsunami. Richard Gross, peneliti dari Jet Propulsion
Laboratory, NASA menyusun model penghitungan kompleks untuk mengalkulasikan secara teoritis,
bagaimana gempa bumi di Jepang mempengaruhi rotasi Bumi.

Memanfaatkan data dari United States Geological Survey, hasil perhitungan mengindikasikan
adanya perubahan distribusi massa Bumi. Gempa Jepang telah membuat Bumi berputar sedikit
lebih cepat, dan memperpendek waktu dalam satu hari hingga 1,8 mikrodetik
Demikian juga gempa dengan magnitude 8,8 yang terjadi tahun lalu di Chile, waktu dalam satu hari
telah dipangkas sebesar 1,26 mikrodetik dan menggeser poros Bumi sekitar 8 cm.
Serta kalkulasi serupa yang dilakukan setelah gempa dengan magnitude 9,1 yang menghantam Aceh
tahun 2004 lalu, waktu dalam satu hari sudah berkurang sebesar 6,8 mikrodetik akibat bergesernya
poros dan bentuk Bumi sekitar 7 cm.
Kalkulasi yang dibuat menunjukkan bahwa poros Bumi bergerak sekitar 17 centimeter ke arah
bujur timur. Perubahan poros ini akan membuat pergerakan Bumi sedikit berbeda. Namun itu tidak
mempengaruhi posisi Bumi di ruang angkasa karena hanya kekuatan eksternal seperti gravitasi
Matahari, Bulan, dan planet-planet yang mampu mengubah itu. Rotasi Bumi terus berubah, dan
tidak hanya disebabkan oleh gempa, namun juga dipengaruhi oleh faktor lain seperti angin di
atmosfer dan arus samudera, kata Gross, seperti dikutip dari Science Daily, 10 Mei 2011.
Bagaimana gempa memengaruhi rotasi Bumi tergantung pada skala, lokasi, dan bagaimana gempa
terjadi, ucapnya.
Gross menyebutkan, dalam kurun satu tahun, waktu dalam satu hari bisa bertambah dan juga
berkurang sekitar satu milidetik atau 550 kali lebih besar dibanding akibat gempa Jepang. Demikian
pula dengan lempeng Bumi yang bisa bergeser sekitar 1 meter dalam satu tahun akibat berbagai
gempa. Secara teori, apapun yang mampu meredistribusi massa Bumi akan mengubah rotasi planet
Bumi, kata Gross. Namun demikian, perubahan rotasi dan poros Bumi seharusnya tidak
memengaruhi kehidupan kita sehari-hari. Perubahan ini sangat alami dan terjadi kapan saja. Orangorang tidak perlu khawatir, ucapnya.
Meski telah membuat penghitungan, kalkulasi yang dibuat Gross, baik untuk rotasi dan poros Bumi,
hasilnya kemungkinan akan masih berubah dengan munculnya data-data baru yang lebih akurat
seputar fenomena yang terjadi di Bumi.

2. Bagaimana Cara Mengukur Masa Bumi?


Intinya, tiap benda memiliki daya tarik gravitasi satu sama lain. Semakin besar massa
benda tersebut, semakin besar gaya gravitasinya. Dengan rumus daya tarik dua
benda: F = G * M1 * M2 / R^2 dimana G adalah konstan, M1 dan M2 adalah massa
kedua benda, dan R adalah jarak antara kedua benda tersebut. F adalah daya tarik
antara kedua benda (gaya gravitasi bumi 9,8kgm/s^2), dimana apabila M1 adalah
massa bumi, M2 adalah massa dari sebuah bola logam (1kg), G adalah angka konstan
(6.67259x10^(-11)m^3/s^2 kg), dan R adalah radius bumi (6,4 juta meter), maka dari
hasil

rumusan

tersebut

ditemukan

bahwa

6,000,000,000,000,000,000,000,000 kilogram.

massa

bumi

adalah

sekitar

3. Deskripsi Sistem Koordinat UTM?


SISTEM KOORDINAT GCS DAN UTM
Untuk menggambarkan permukaan bumi yang berbentuk bola (mendekati bola/ellipse) ke dalam
bentuk peta (gambar 2 dimensi), diperlukan sebuah persamaan matematis untuk
mentransformasikannya. Persamaan matematis ini dikenal sebagai sistem koordinat. Penggunaan
sistem koordinat merupakan ciri khas utama GIS karena sistem koordinat inilah yang
menunjukkan referensi geografis pada data-data GIS.
Dengan kata lain, sistem koordinat merupakan semacam pendekatan dalam mendefinisikan posisi
data-data GIS di atas permukaan bumi. Pada umumnya, di Indonesia ada dua jenis sistem koordinat
yang lazim digunakan yakni Sistem Koordinat Geografis (Geographic Coordinate System),
dan UTM (Universal Transverse Mercator).
Kedua sistem koordinat tersebut menggunakan datum global WGS (World Geodetic System) 84.
Datum
global
merupakan
salah
satu pendekatan
dalam
membuat
permukaan
bumi mendekati ellipsesempurna.
Dalam
kenyataannya,
bumi
kita
ini
tidaklah
berbentuk ellipse secara utuh. Oleh karena itu, diperlukan beragam pendekatan untuk membuat
permukaan bola bumi (titik ketinggian nol) mendekatiellipse supaya sistem koordinat bisa
diterapkan.

Sebelum WGS84, datum-datum global yang digunakan adalah WGS60, WGS66, dan WGS72
(Prahasta, 2001:118). Ketiga jenis datum global ini dikembangkan oleh Departemen Pertahanan
Amerika Serikat (DoD). Karena ditemukan beberapa kelemahan pada tiga datum ini, pada tahun
1984 DoD mempublikasikan WGS84 menggantikan datum-datum sebelumnya. Datum WGS84
yang dikembangkan oleh DMA (Defence Mapping Agency) ini merepresentasikan pemodelan bumi
dari standpoint (posisi titik di mana pengamatan/pengukuran dilakukan) gravitasional, geodetik, dan
geometrik dengan menggunakan data-data, teknik, dan teknologi yang sudah ada pada saat itu.

1.

Sistem Koordinat Geografis (GCS)

GCS merupakan sistem koordinat yang mengacu terhadap bentuk bumi sesungguhnya yakni
mendekati bola (ellipse). Posisi objek di permukaan bumi didefinisikan berdasarkan garis lintang
(latitude) dan garis bujur (longitude).
Garis lintang adalah garis vertikal yang mengukur sudut antara suatu titik dengan equator/garis
khatulistiwa. Sedangkan Garis bujur adalah garis horizontal yang mengukur sudut suatu titik
dengan titik nol bumi yakni Greenwich di London Britania Raya. Unit satuan dari GCS adalah
derajat.

Garis lintang (latitude) terbagi menjadi dua yakni Lintang Utara (00 s/d 900)dan Lintang Selatan
(00 s/d -900). Garis bujur (longitude) juga terbagi menjadi dua yakni Bujur Barat (00 s/d 1800) dan
Bujur Timur (00s/d -1800).
Penulisan koordinat pada GCS mengikuti kaidah dalam sistem koordinat kartesius yakni x,y dengan
titik (0,0) pada perpotongan garis khatulistiwa dan greenwich. Garis lintang merepresentasikan
posisi y dan garis bujur merepresentasikan posisi x. Unit satuan GCS bisa juga ditulis dalam DMS
(Degree Minute Second) dengan 1 derajat = 60 menit dan 1 menit = 60 detik.
2.

Universal Transverse Mercator (UTM)

Berbeda dengan GCS yang mengacu pada bentuk bumi sesungguhnya, UTM tergolong salah satu
jenis sistem koodinat proyeksi. Artinya, UTM tidak mengacu pada bentuk bumi yang bulat,
melainkan mengacu pada bentuk bumi yang datar/planar melalui proyeksi tertentu. Sistem
koordinat UTM memproyeksikan bumi ke dalam bentuk tabung dalam satuan meter.

Proyeksi dilakukan antar garis bujur setiap 60. Setiap daerah yang dibatasi oleh garis bujur sejauh
60 ini disebut zone UTM. Dengan demikian mengacu pada bentuk bumi bulat sempurna (3600),
terdapat 60 zona UTM di dunia. Zona 1 dimulai dari 1800 Bujur Barat (BB) hingga 1740 BB, zona 2
dari 1740 BB hingga 1680BB, terus ke arah timur hingga zona 60 yang dimulai dari 174 0 Bujur
Timur (BT) hingga 1800 BT. Secara keseluruhan terdapat 120 zona UTM didunia karena tiap zona
yang ada dibagi lagi menjadi bagian utara (north) garis khatulistiwa dan bagian selatan (south) garis
khatulistiwa.

Setiap zona UTM memiliki sistem koordinat sendiri dengan titik nol sejati pada perpotongan antara
meridian (garis bujur) sentralnya dengan ekuator. Untuk menghindari koordinat negatif, meridian
tengah diberi nilai awal absis (x) 500.000 meter. Untuk zona yang terletak di bagian selatan ekuator
(LS), juga untuk menghindari koordinat negatif, ekuator diberi nilai awal ordinat (y) 10.000.000
meter. Sedangkan untuk zona yang terletak di bagian utara ekuator, ekuator tetap memiliki nilai
ordinat 0 meter (Prahasta, 2001:129)
Khusus untuk wilayah Indonesia, terdapat 9 zona UTM yang dimulai dari meridian 90 0 BT hingga
meridian 1440 BT dengan batas paralel (lintang) 110 Lintang Selatan (LS) hingga 60 Lintang Utara
(LU). Dengan demikian, wilayah Indonesia dimulai dari zona 46 (meridian sentral 93 0 BT) hingga
zona 54 (meridian sentral 1410 BT).

Anda mungkin juga menyukai