Anda di halaman 1dari 8

Sistem Pernafasan dan Persyarafan Ibu Hamil

Perubahan menyesuaikan dengan keadaan hamil, bersalin dan nifas.


Selama mengalami kehamilan, ibu hamil akan mengalami perubahan anatomi dan
adaptasi fisiologis, baik pada sistem reproduksi, payudara, sistem endokrin, sistem kekebalan,
sistem pencernaan, sistem perkemihan, sistem muskulokeletal, sistem respirasi, sistem
persyarafan, dan lain-lain.
Untuk meningkatkan efektifitas antenatal, seorang bidan harus mengetahui tentang
perubahan anatomi dan fisiologis yang terjadi pada ibu hamil itu.
Namun, kami hanya akan membahas proses perubahan anatomi dan adaptasi
fisiologis sistem pernafasan dan sistem persyarafan ibu hamil.
A. Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Sistem Pernafasan Ibu
Hamil
Perubahan sistem respirasi pada masa kehamilan diperlukan untuk pertumbuhan janin
dan kebutuhan oksigen maternal. Perubahan sistem respirasi meliputi perubahan kebutuhan
oksigen,dyspnea (sesak nafas) dan peningkatan volume tidal.
Selama kehamilan terjadi perubahan fisiologi sistem pernafasan disebabkan oleh
perubahan hormonal dan faktor mekanik. Pengaruh hormonal (peningkatan kadar estrogen)
menyebabkan ligamen pada kerangka iga berelaksasi sehingga ekspansi rongga dada
meningkat. Sedangkan perubahan mekanis meliputi elevasi posisi istirahat diafragma kurang
lebih 4 cm, peningkatan 2 cm tranversal saat sudut subkostal dan iga bawah melebar, serta
lingkar toraks melingkar kurang lebih 6 cm. Semua perubahan ini disebabkan oleh
pembesaran uterus akibat tekanan keatas. Perubahan-perubahan ini diperlukan untuk
mencukupi peningkatan kebutuhan metabolik dan sirkulasi untuk pertumbuhan janin,
plasenta dan uterus. Adanya perubahan-perubahan ini juga menyebabkan perubahan pola
pernapasan dari pernapasan abdominal menjadi torakal yang juga memberikan pengaruh
untuk memenuhi peningkatan konsumsi oksigen maternal selama kehamilan. Perubahan
hormonal pembesaran mukosa saluran respirasi. Pernafasan melalui hidung akan semakin
sulit, sehingga wanita hamil cenderung bernafas dengan mulut, terutama pada malam hari.
Hal ini akan menyebabkan terjadinya xerostomia. Insidensi xerostomia pada wanita hamil
adalah sekitar 44%. Xerostomia ini akan meningkatkan frekuensi karies gigi. Selain itu,
peningkatan progesteron menyebabkan hiperventilasi. Hiperventilasi pada kehamilan adalah
hiperventilasi relatif, artinya kenaikan ventilasi alveolar diluar pengaruh CO2 sehingga
PaCO2 menurun.

Pemenuhan kebutuhan oksigen


Laju basal metabolisme meningkat selama kehamilan seperti terbukti oleh
peningkatan konsumsi oksigen. Laju Metabolisme Basal (BMR) biasanya meningkat pada
bulan ke-4 gestasi, meningkat 15% -20% pada akhir kehamilan, dan kembali ke nilai sebelum
hamil pada hari ke-5 atau ke-6 pascapartum. Peningkatan BMR mencerminkan peningkatan
kebutuhan O2 di unit janin-plasenta-uterus serta peningkatan konsumsi O2 akibat
peningkatan kerja jantung ibu.
Kebutuhan O2 ibu meningkat sebagai respon terhadap percepatan laju metabolik dan
peningkatan kebutuhan O2 jaringan uterus dan payudara. Dengan semakin tuanya kehamilan,
pernafasan dada menggantikan pernafasan perut dan penurunan diafragma saat inspirasi
menjadi semakin sulit.
Namun karena adanya peningkatan kebutuhan O2, menyebabkan adanya penurunan
kadar CO2yang menyebabkan alkalosis.
Seain itu, peningkatan vaskularisasi, sebagai respon peningkatan kadar estrogen,
membuat kapiler membesar sehingga terbentuklah edema dan hiperemia pada traktus
pernafasan atas. Kondisi ini meliputi sumbatan pada hidung dan sinus, epistaksis, perubahan
suara, dll. Peningkatan ini juga membuat membran timpani dan tuba eustaki bengkak, nyeri
pada telinga, atau rasa penuh di telinga.
Selama melahirkan, konsumsi O2 dapat meningkat 20-25 %. Bila fungsi paru
terganggu karena penyakit paru, kemampuan untuk meningkatkan konsumsi oksigen terbatas
dan mungkin tidak cukup untuk mendukung partus normal, sebagai konsekuensi fetal distress
dapat terjadi.
Dyspnea (ASMA)
Produksi hormon seks wanita yang meningkat akan mempengaruhi mukosa saluran
respirasi. Hal ini ditandai dengan adanya pembesaran pada nasofaring, laring, trakhea dan
bronkus. Keadaan tersebut menyebabkan perubahan suara dan pernafasan melalui hidung
mengalami gangguan. Oleh karena itu, keluhan dyspnea sering dijumpai pada wanita hamil.
Asma adalah suatu penyakit dengan ciri meningkatnya respon trakea dan bronkhus
terhadap berbagai rangsangan dengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas yang luas
dan derajatnya dapat berubah-ubah secara spontan maupun sebagai hasil pengobatan.
Asma bronkiale merupakan penyakit obstruksi saluran nafas yang sering dijumpai
pada kehamilan dan persalinan, diperkirakan 1%-4% wanita hamil menderita asma. Efek
kehamilan pada asma tidak dapat diprediksi.

Pengaruh kehamilan terhadap timbulnya serangan asma pada setiap penderita tidaklah
sama, bahkan pada seorang penderita asma serangannya tidak sama pada kehamilan pertama
dan kehamilan berikutnya. Biasanya serangan akan timbul mulai usai kehamilan 24 minggu
sampai 36 minggu, dan akan berkurang pada akhir kehamilan.
Pengaruh asma pada ibu dan janin sangat bergantung dari frekuensi dan beratnya
serangan asma, karena ibu dan janin akan mengalami hipoksia. Keadaan hipoksia jika tidak
segera diatasi tentu akan memberikan pengaruh buruk pada janin, berupa abortus, persalinan
prematur, dan berat janin yang tidak sesuai dengan umur kehamilan.
Pengaruh Kehamilan Terhadap Asma
Pengaruh kehamilan terhadap perjalanan klinis asma, bervariasi dan tidak dapat
diduga. Dispnea simtomatik yang terjadi selama kehamilan, yang mengenai 60%-70% wanita
hamil, bisa memberi kesan memperberat keadaan asma.
Wanita yang memulai kehamilan dengan asma yang berat, akan mengalami asma
yang lebih berat selama masa kehamilannya dibandingkan dengan mereka yang dengan asma
yang lebih ringan. Sekitar 60% wanita hamil dengan asma akan mengalami perjalanan asma
yang sama pada kehamilan-kehamilan berikutnya.
Gluck& Gluck menyimpulkan bahwa peningkatan kadar IgE diperkirakan akan
memperburuk keadaan asma selama kehamilan, sebaliknya penderita dengan kadar IgE yang
menurun akan membaik keadaannya selama kehamilan.
Eksaserbasi serangan asma tampaknya sering terjadi pada trimester III atau pada saat
persalinan, hal ini menimbulkan pendapat adanya pengaruh perubahan faktor hormonal, yaitu
penurunan progesteron dan peningkatan prostaglandin, sebagai faktor yang memberikan
pengaruh. Pada persalinan dengan seksio sesarea resiko timbulnya eksaserbasi serangan asma
mencapai 18 kali lipat dibandingkan jika persalinan berlangsung pervaginam.
Pengaruh Asma Terhadap Kehamilan
Pengaruh asma terhadap kehamilan bervariasi tergantung derajat berat ringannya
asma tersebut. Asma terutama jika berat bisa secara bermakna mempengaruhi hasil akhir
kehamilan, beberapa penelitian menunjukkan adanya peningkatan insidensi abortus, elahiran
prematur, janin dengan berat badan lahir rendah, dan hipoksia neonatus. Beratnya derajat
serangan asma sangat mempengaruhi hal ini, terdapat korelasi bermakna antara fungsi paru
ibu dengan berat lahir janin. Angka kematian perinatal meningkat dua kali lipat pada wanita
hamil dengan asma dibandingkan kelompok kontrol.

Asma berat yang tidak terkontrol juga menimbulkan resiko bagi ibu, kematian ibu
biasanya dihubungkan dengan terjadinya status asmatikus, dan komplikasi yang mengancam
jiwa seperti pneumotoraks, pneumomediastinum, kor pulmonale akut, aritmia jantung, serta
kelemahan otot dengan gagal nafas. Angka kematian menjadi lebih dari 40% jika penderita
memerlukan ventilasi mekanik.
Asma dalam kehamilan juga dihubungkan dengan terjadinya sedikit peningkatan
insidensi preeklampsia ringan, dan hipoglikemia pada janin, terutama pada ibu yang
menderita asma berat.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa dengan penanganan penderita secara
intensif, akan mengurangi serangan akut dan status asmatikus, sehingga hasil akhir kehamilan
dan persalinan dapat lebih baik.
Obat-Obat Anti Asma yang Sering Digunakan
Obat-obat yang digunakan untuk pengobatan asma secara garis besar dapat dibagi
dalam 5 kelompok utama yaitu beta adrenergik, methylxanthine, glukokortikoid, cromolyn
sodium dan anti kolinergik, di samping itu terdapat obat-obat lain yang sering digunakan
sebagai terapi tambahan pada penderita asma seperti ekspektoran dan antibiotik..
Efek penggunaan obat anti asma dalam kehamilan terhadap janin Umumnya obat-obat anti
asma yang biasanya dipergunakan relatif aman penggunaannya selama kehamilan, jarang
dijumpai adanya efek teratogenik pada janin akibat penggunaan obat anti asma.
Penanganan Asma Kronik Pada Kehamilan
Dalam penanganan penderita asma dengan kehamilan, dan tidak dalam serangan akut,
diperlukan adanya kerja sama yang baik antara ahli kebidanan dan ahli paru. Usaha-usaha
melalui edukasi terhadap penderita dan intervensi melalui pengobatan dilakukan untuk
menghindari timbulnya serangan asma yang berat.
Adapun usaha penanganan penderita asma kronik meliputi :
1. Bantuan psikologik menenangkan penderita bahwa kehamilannya tidak akan
memperburuk perjalanan klinis penyakit, karena keadaan gelisah dan stres dapat memacu
timbulnya serangan asma.
2. Menghindari alergen yang telah diketahui dapat menimbulkan serangan asma
3. Desensitisasi atau imunoterapi, aman dilakukan selama kehamilan tanpa adanya
peningkatan resiko terjadinya prematuritas, toksemia, abortus, kematian neonatus, dan
malformasi kongenital, akan tetapi efek terapinya terhadap penderita asma belum diketahui
jelas.

4. Diberikan dosis teofilin per oral sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma
antara 10-22 mikrogram/ml, biasa dosis oral berkisar antara 200-600 mg tiap 8-12 jam.
5. Dosis oral teofilin ini sangat bervariasi antara penderita yang satu dengan yang
lainnya.
6. Jika diperlukan dapat diberikan terbulatin sulfat 2,5-5 mh per oral 3 kali sehari,
atau beta agonis lainnya.
7. Tambahkan kortikosteroid oral, jika pengobatan masih belum adekuat gunakan
prednison dengan dosis sekecil mungkin.
8. Pertimbangan antibiotika profilaksis pada kemungkinan adanya infeksi saluran
nafas atas.
9. Cromolyn sodium dapat dipergunakan untuk mencegah terjadinya serangan asma,
dengan dosis 20-40 mg, 4 kali sehari secara inhalasi.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan
Dalam menghadapi ibu hamil dengan serangan asma akut, harus secara cepat dinilai
beratnya serangan, jika berat perlu dipertimbangkan perawat diruang unit perawatan intensif
dengan tetap memonitor keadaan janin dalam kandungan.
Penanganan serangan asma akut pada kehamilan adalah sebagai berikut:
1. Pemberian oksigen yang telah dilembabkan, 2-4/menit, pertahankan pO2 70-80
mmHg. Janin sangat rentan terhadap keadaan hipoksia.
2. Hindari obat-obat penekan batuk, sedatif dan antihistamin. Tenangkan penderita
Berikan cairan intravena, biasanya penderita mengalami kekurangan cairan, cairan yang
digunakan biasanya ringer laktat atau normal saline.
3. Berikan aminofilin dengan loading dose 4-6 mg/kgBB dan dilanjutkan dengan
dosis 0,8-1 mg/kgBB/jam sampai tercapai kadar terapeutik dalam plasma sebesar 10-20
mikrogram/ml.
4. Jika diperlukan pertimbangan penggunaan terbulatin subkutan dengan dosis 0,25
mg
5. Berikan steroid : hidrokortison secara intravena 2 mm/kgBB loading dose, tiap 4
jam atau setelah loading dose dilanjutkan dengan infus 0,5 mg/kgBB/jam
6. Pertimbangan penggunaan antibiotika jika ada kecurigaan infeksi yang menyertai
7. Intubasi dan ventilasi bantuan, jarang dibutuhkan kecuali pada kasus-kasus yang
mengancam kehidupan.
8. Serangan asma berat yang tidak memberikan respons setelah 30-60 menit dengan
terapi infeksi (obat agonis beta & teofilin) disebut status asmatikus, pada keadaan ini

penderita ini harus ditangani di unit perawatan intensif Selama kehamilan pertimbangan
untuk intubasi lebih awal diperlukan jika fungsi pernapasan ibu terus menurun, meskipun
dilakukan penanganan yang intensif. Melakukan intubasi dan ventilasi mekanis.
Angka kesakitan dan kematian perinatal tergantung dari tingkat penanganan asma.
Gordon et al menemukan bahwa angka kematian perinatal meningkat 2 kali lipat pada
kehamilan dengan asma dibandingkan kontrol, akan tetapi dengan penanganan penderita
dengan baik, angka kesakitan dan kematian perinatal dapat ditekan mendekati angka populasi
normal.
Peningkatan Volume Tidal
Selama kehamilan kapasitas vital pernapasan tetap sama dengan kapasitas sebelum
hamil yaitu 3200 cc, akan tetapi terjadi peningkatan volume tidal dari 450 cc menjadi 600 cc,
yang menyebabkan terjadinya peningkatan ventilasi permenit selama kehamilan antara 19-50
%. Peningkatan volume tidal ini disebabkan oleh efek progesteron terhadap resistensi saluran
nafas dan dengan meningkatkan sensitifitas pusat pernapasan terhadap karbondioksida.
Dari faktor mekanis, terjadinya peningkatan diafragma terutama setelah pertengahan kedua
kehamilan akibat membesarnya janin, menyebabkan turunnya kapasitas residu fungsional,
yang merupakan volume udara yang tidak digunakan dalam paru, sebesar 20%. Selama
kehamilan normal terjadi penurunan resistensi saluran napas sebesar 50%.
Perubahan-perubahan ini menyebabkan terjadinya perubahan pada kimia dan gas
darah. Karena meningkatnya ventilasi maka terjadi penurunan pCO2 menjadi 30 mm Hg,
sedangkan pO2 tetap berkisar dari 90-106 mmHg, sebagai penurunan pCO2 akan terjadi
mekanisme sekunder ginjal untuk mengurangi plasma bikarbonat menjadi 18-22 mEq/L,
sehingga pH darah tidak mengalami perubahan.
B. Proses Perubahan Anatomi dan Adaptasi Fisiologis Sistem Persyarafan Ibu
Hamil
Pada saat hamil, ibu akan mengalami perubahan-perubahan pada system persyarafan,
diantaranya ;

Saraf pelvik yang menekan disebabkan oleh perbesaran uterus yang merupakan

hasil perubahan sensori pada kaki

Rasa sakit yang menekan disebabkan oleh penarikan pada serabut saraf /

penekanan pada akar saraf dorsolumbar lordosis yang merupakan gejala lubang antara
persendian sampai lengan

Pembengkakan yang melibatkan saraf pherifera & tangan selama 3 minggu

terakhir kehamilan . pembengkakan yang menekan saraf median dibawah ligmen persendian
antara lengan & tangan

Gelaja pharethesia ( terbakar / gatal karna kekacauan sistem saraf sensori ) & rasa

sakait pada tangan yang menyebar sampai siku . tangan yang dominan biasa nya
berpengaruh

Acroesthesia ( kaku & gatal pada tangan ) di sebab kan oleh stoop-snouldered

sikap menerima oleh beberapa wanita selama kehamilan pada kondisi ini dihunbungkan
dengan penarikan pada segmen dari brachial plexus yaitu nervus plexus yang berasal dari
percabangan ventral empat nervus spinalis servikalis terakhir dengan nervus spinalis torakalis
pertama , memecah menjadi beberapa nervus utama bahu , dada & lengan, sinusitis, tekanan
sakit kepala datang bersama kecemasan , kunang2 , letih , lesu , dan pingsan adalah umum
terjadi selama kehamilan hypocalcemia ( penurunan kalsium darah yang kurang dari
normal ) dikarenakan persyarafan otot seperti kejang otot / tetanus.

Gangguan pada efisiensi tidur


Di masa-masa kehamilan, beberapa wanita sering mengalami kesulitan dalam

memenuhi kebutuhan dasar istirahat tidur.


Tidur lelap seolah menjadi barang mahal di masa kehamilan. Wanita hamil yang
sudah tidak bisa tidur dengan baik di awal kehamilannya kemungkinan akan merasa sangat
sedikit tidur di kehamilan lanjut. Kesulitan dalam pemenuhan istirahat tidur, dapat membuat
kondisi ibu hamil menurun, konsentrasi berkurang, mudah lelah, badan terasa pegal, tidak
mood bekerja, dan cenderung emosional. Tentu saja hal ini dapat membuat beban kehamilan
semakin berat. Selain harus menyesuaikan diri dengan perubahan hormon maupun perubahan
fisik, wanita hamil juga harus berjuang menghadapi stamina yang menurun drastis.
Salah satu dampak gangguan pemenuhan istirahat tidur adalah terjadinya stress
emosional yang dialami oleh wanita hamil, sehingga mengakibatkan peningkatan detak
jantung dan peningkatan hormon pemicu stres. Detak jantung yang semakin keras dapat
mempengaruhi gerakan pada janin. Akibatnya, janin pun lebih aktif bergerak-gerak didalam
rahim. Selain itu stres yang muncul dapat mempengaruhi nafsu makan ibu sehingga
kebutuhan nutrisi yang dibutuhkan oleh ibu dan janin berkurang. Jika intake makanan bergizi
kurang, maka dikhawatirkan pertumbuhan janin akan terganggu.
Selain itu, kurang tidur memberi efek buruk pada stamina diantaranya sakit kepala
dan sulit konsentrasi. Kondisi ini tentu akan membuat pekerjaan menjadi terbengkalai.

Kurang tidur juga dapat mengganggu metabolisme tubuh. Seperti yang sudah diketahui, tidur
adalah proses pemulihan sel-sel tubuh. Jika proses ini terganggu tentu regenerasi sel-sel tubuh
tidak akan maksimal. Akibatnya tubuh menjadi lemas, dan rentan terhadap berbagai penyakit.
Keadaan kurang tidur juga dapat mengganggu kesehatan psikis, seperti mudah marah, dan
menjadi sangat sensitif. Oleh karena itu wanita hamil dianjurkan untuk merencanakan
istirahat tidur yang teratur dan cukup, hal ini dapat dicapai dengan pengaturan posisi tidur
untuk mencapai tidur yang berkualitas.

Anda mungkin juga menyukai