Anda di halaman 1dari 7

PENERAPAN UJI HAYATI DENGAN LEMNA SP.

UNTUK
MENGKAJI KUALITAS AIR SUNGAI YANG MENERIMA
AIR LIMBAH INDUSTRI TEKSTIL DI KABUPATEN
BANDUNG
Budhi Priyanto
Balai Teknologi Lingkungan
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
Gedung 412, Kawasan PUSPIPTEK Serpong
Abstract
To assess the possibility cause of deterioration to rice production in several villages
downstream to Rancaekek, Bandung, we conducted laboratorium experiment using
Lemna as the bioassay agent. Lemna sp. has been exposed to mixtures of inorganic
tissue culture medium salts and filtered raw wastewater (effluent) taken from textile
mill in Rancaekek, Bandung. The system was then incubated for 7 days under
continuous daylight fluorescent lamps and the number of fronds and fresh weight
were determined. The results show that EC50 of the textile industrys wastewater is
37.5% of the wastewater. The LOEC value is 30% and the NOEC is 15%. This
experiment suggests that wastewater from textile industry is potentially dangerous to
aquatic plants, including rice and vegetable, if it was discharged to public water body
without appropriate pre-treatment.
Kata kunci: Lemna, air limbah, industri tekstil, uji toksisitas, EC50

1.

PENDAHULUAN

Air limbah yang dibuang oleh


konpleks pabrik tekstil di Rancaekek,
Bandung, ke Sungai Cikijing diperkirakan
menyebabkan kerusakan tanah sawah di
beberapa desa di sisi hilir dari lokasi
industri tersebut1,2). Dampak suatu air
limbah terhadap organisme dapat
diprediksi dari hasil uji hayati (bioassay).
Pengujian toksisitas suatu air limbah atau
zat polutan dapat dilakukan dengan
tumbuhan tingkat tinggi, baik tumbuhan
terestrial3) maupun tumbuhan akuatik,
misalnya Lemna sp.4) atau makrofita
lain5,6), algae6,7) dan hewan akuatik7).
Lemna telah dipakai untuk menguji
dampak senyawa farmasi, termasuk
antibiotika8), senyawa fenol9), hidrokarbon

aromatik10,11,12), asam haloasetat13), air


limbah akrilik14), dan logam lantanum15).
Untuk menduga dampak dari air
limbah industri tekstil ke Sungai Cikijing,
sebuah penelitian uji toksisitas telah
dilakukan dengan menggunakan galur
Lemna yang disimpan di Balai Teknologi
Lingkungan BPPT. Dalam makalah ini
akan disampaikan hasil pengujian
toksisitas air limbah industri tekstil
terhadap Lemna sp. dengan pendekatan
metode penghambatan pertumbuhan.

2.

METODOLOGI

2.1. Biakan Lemna sp.

Lemna sp. yang digunakan


adalah
koleksi
Balai
Teknologi
Lingkungan, BPPT, yang berasal dari
kolam musiman di kampung Prumpung,
kecamatan Gunung Sindur, kabupaten
Bogor. Tumbuhan dipelihara secara
aseptik dalam medium MSmod (unsur
makro dan mikro dari resep Murashige
dan Skoog16), kecuali besi diberikan
sebanyak 42 mg/l NaFeEDTA). Biakan
Lemna sp. diperbaharui setiap 2 minggu
atau setelah seluruh permukaan botol
kultur dipenuhi oleh fron (antara 150
hingga 300 fron).
2.2. Air limbah industri tekstil
Air limbah industri tekstil diambil
langsung dari ujung pipa pembuangan air
limbah (tampaknya efluen dari suatu
rangkaian perlakuan air limbah di dalam
pabrik) pada saat pembuangan besar
dilakukan.
Sampel
ditransfer
ke
laboratorium dan disimpan dalam freezer
menunggu
dipakai.
Tabel
1
memperlihatkan kandungan beberapa
parameter baku mutu air limbah industri.
Tabel 1. Karakteristik air limbah industri
tekstil di Rancaekek, Bandung

Pada
hari ke-7,
dilakukan
penetapan berat basah. Untuk penetapan
berat basah, fron dipanen dan, setelah
ditiriskan di atas kertas saring selama
beberapa menit, semua fron ditimbang
berat basahnya.
Nilai laju pertumbuhan dan waktu
mengganda biakan Lemna sp. ditetapkan
dengan cara yang diterangkan dalam
OECD2). Data kemudian diplot dan
regresi dihitung dengan cara yang
diterangkan dalam Steel dan Torrie17).
Nilai EC50, LOEC dan NOEC ditetapkan
menurut OECD4).
3.

2.3. Prosedur pengujian


Botol biakan diletakkan dalam rak
pertumbuhan dengan diberi pencahayaan
lampu TL tipe cool daylight yang datang
dari samping sebesar 7.000 lux secara
terus menerus selama 24 jam sehari.
Biakan dipelihara selama 7 hari dan pada
hari ke-1, ke-3, ke-5, dan ke-7 dilakukan
penghitungan jumlah fron. Pengamatan
kualitas fron dilakukan setiap hari.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Air limbah yang dikoleksi dari


mulut efluen industri tekstil di Rancaekek,
seperti
terlihat
dalam
Tabel
1,
mempunyai nisbah COD:BOD yang
sangat besar. Hal ini menunjukkan,
bahwa sebagian besar dari bahan
teroksidasikan
dalam
air
limbah
merupakan bahan anorganik atau dalam
air limbah terdapat senyawa yang
mempunyai
potensi
mematikan
organisme sehingga tidak berlangsung
kegiatan oksidasi biologis terhadap
senyawa dalam air limbah.
Analisis parameter uji toksisitas
dapat dilakukan berdasar pada data berat
kering dan berat basah, jumlah fron,
maupun indikator fisiologi seperti kadar
klorofil. Gambar 1 memperlihatkan
respon dari 2 parameter biakan Lemna
sp. yang diamati dalam percobaan ini,
yaitu jumlah fron dan berat basah.
Tampak dalam Gambar 1, bahwa
jumlah
fron
dan
berat
basah
menghasilkan pola yang menunjukkan
kepekaan respon yang baik pada seluruh
konsentrasi air limbah yang dicobakan.
OECD4) menganjurkan bahwa respon
pada konsentrasi polutan tertinggi harus
secara nyata lebih rendah daripada
kontrol. Hal ini jelas terpenuhi pada
parameter jumlah fron dan berat basah.

logY = 1,82616 - 0,00453 X


(Persama
an. 1)
r = -0,9602 (**)

70

Jumlah fron

60

50

Persamaan (1) mempunyai nilai


korelasi yang signifikan sehingga layak
untuk dipakai dalam pendugaan nilai
EC50.
Dari persamaan kurva ini maka
dapat dihitung dengan mudah nilai EC50,
yaitu dengan memasukkan nilai jumlah
fron yang sesuai dengan 50% nilai jumlah
fron pada kontrol ke dalam persamaan.
Hasil perhitungan menghasilkan nilai
EC50 sebesar 30% berdasarkan jumlah
fron.

40

30

20
35

Berat basah, mg per botol

30
25
20
15
10
5

70

0
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

Konsentrasi Air Limbah Tekstil, %

Pola
pertumbuhan
seperti
tampak pada Gambar 1 tersebut
menunjukkan terjadinya penghambatan
pertumbuhan sebagai akibat pemaparan
terhadap air limbah industri kulit. Tampak,
bahwa penghambatan pertumbuhan akan
semakin besar dengan meningkatnya
konsentrasi air limbah industri tekstil yang
ditambahkan.
Untuk menetapkan nilai EC50,
data jumlah fron dan berat basah masingmasing diplotkan lawan konsentrasi air
limbah yang digunakan. Seperti yang
terlihat pada Gambar 2, kurva respon
pertumbuhan
menunjukkan
sifat
logaritmik. Dari beberapa kemungkinan
model yang biasa dipakai4), model logY =
a + bX merupakan model yang
tampaknya paling mendekati sebaran
datanya.
Dari hasil perhitungan, diperoleh
bahwa persamaan kurva untuk jumlah
fron adalah:

Jumlah fron

Gambar 1. Respon dari 2 parameter uji


pertumbuhan Lemna sp. terhadap
konsentrasi air limbah industri tekstil.

60

logY = 1,82616 - 0,00453X


r = -0,9602 (sangat signifikan)

50

40

30
LOEC = 30%
EC50 = 37,5%

NOEC = 15%

20
0

10

20

30

40

50

60

70

80

90 100

Konsentrasi Limbah Tekstil, %

Gambar 2. Pola pertumbuhan Lemna sp.


berbasiskan pada jumlah fron. Simbol
lingkaran hitam: sebaran data. Simbol
segi-empat hitam: prediksi menurut
persamaan regresi. EC50, NOEC dan
LOEC dihitung dari kurva prediksi.
LOEC dihitung sebagai nilai
konsentrasi air limbah terendah yang
menunjukkan
beda
nyata
dengan
kontrol4). Dari perhitungan statistika (uji
Duncans)
didapatkan,
bahwa
konsentrasi air limbah tekstil terkecil yang
masih berbeda nyata dengan kontrol

adalah 30%. Dengan demikian nilai


LOEC
yang
diperoleh
dengan
berbasiskan pada jumlah fron hasil
pengamatan adalah 30%. Nilai sebesar
30% merupakan konsentrasi terkecil
limbah yang dicobakan dalam percobaan
ini, sehingga nilai NOEC tidak dapat
dihitung langsung dari data pengamatan,
karena nilai NOEC pasti di antara 0 dan
30%. Untuk menduga besarnya NOEC,
dari Persamaan (1) dapat diperoleh nilai
prediksi jumlah fron pada konsentrasi
limbah yang lebih kecil dari 30%. Dengan
selang konsentrasi limbah sebesar 5%,
diperoleh bahwa nilai NOEC jatuh di
sekitar 15%. Dengan cara yang sama,
maka dugaan LOEC adalah sekitar 20%.
Dengan demikian parameter
toksikologi EC50, LOEC, dan NOEC yang
diperoleh dari kajian ini adalah masingmasing 37,5%, 30% (atau 20% dengan
angka prediksi), dan 15%.
Angka
EC50
menunjukkan
konsentrasi air limbah industri tekstil yang
menimbulkan
hambatan
terhadap
pertumbuhan Lemna sebesar 50%
dibanding dengan kontrol. Implikasi
praktis penemuan ini adalah bahwa jika
air limbah industri tekstil dibuang dengan
tanpa diperlakukan dahulu, maka pada
konsentrasi final sebesar 37,5% dari
kepekatan air limbah tekstil saat keluar
dari pipa pembuangan ke Sungai Cikijing,
secara potensial pertumbuhan Lemna sp.
di sungai akan mencapai separuh
kecepatan pertumbuhan di air tak
terkontaminasi.
Dengan
demikian
diperlukan faktor pengenceran sebesar
2,7 agar kualitas air sungai hanya
menghambat
separuh
kecepatan
pertumbuhan Lemna sp. pada keadaan
tidak terkontaminasi. Bila diambil nilai
LOEC
dan
NOEC,
maka
faktor
pengenceran yang dibutuhkan naik
menjadi masing-masing 3,3 dan 6,6. Jadi
pengolahan air limbah industri tekstil
harus dilakukan sebelum air limbah
dibuang ke perairan umum.
Dari hasil analisis ini tampaknya
akumulasi
dari
senyawa-senyawa
tertentu seperti garam natrium dan logam

berat (lihat Tabel 1) di sawah


menghasilkan
dampak
menurunnya
produktivitas sawah di beberapa desa di
hilir Sungai Cikijing. Sawah yang diairi
dengan air Sungai Cikijing yang tercemar
perlahan-lahan
akan
mengalami
peningkatan senyawa pencemar karena
tertahannya senyawa pencemar oleh
aktivitas adsorpsi tanah.
Hasil uji hayati ini menyarankan,
bahwa pengenceran sungai secara terus
menerus sebesar 6 kali volume limbah
diperlukan
agar
penghambatan
pertumbuhan Lemna sp tidak terjadi.
Untuk menggelontor sawah agar tidak
terjadi penimbunan senyawa pencemar
tentu diperlukan volume air sungai tak
terkontaminasi yang lebih besar daripada
yang diperlukan untuk pengenceran ini.
Dengan demikian pengurangan kadar
senyawa pencemar dari efluen industri
tekstil di Rancaekek dan sekitarnya harus
segera dilakukan agar pencemaran di
tanah sawah di hilir tidak berlanjut. Opsi
remediasi tanah sawah tercemar tidak
layak untuk dilaksanakan selama sumber
air pengairannya belum berkurang kadar
pencemarnya.
4.

KESIMPULAN DAN SARAN

Percobaan
ini
telah
menunjukkan, bahwa air limbah industri
tekstil di Rancaekek dan sekitarnya
mempunyai
potensi
penghambatan
pertumbuhan tumbuhan akuatik seperti
Lemna sp. Air limbah industri tekstil
ditemukan berbahaya bagi pertumbuhan
tumbuhan
indikator
Lemna
sp.
Konsentrasi air limbah sebesar 15%
hingga
30%
mempunyai
potensi
menghambat
secara
signifikan
pertumbuhan Lemna sp.
Untuk mengurangi timbulnya
dampak yang besar terhadap lingkungan,
seperti yang telah terjadi di hilir sungai
selama ini, industri tekstil harus menjaga
agar kandungan zat pencemar di dalam
air limbahnya (efluen) dapat diturunkan
dari level yang sekarang.

UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis
mengucapkan
terimakasih kepada Sati Suyanti atas
kegigihannya memelihara biakan induk
Lemna sp.

8.

DAFTAR PUSTAKA
1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

BPLHD
Jawa
Barat.
2007.
Persawahan
di
Rancaekek
tercemar limbah beracun. Diunduh
dari: www.bplhdjabar.go.id, tanggal
29 Oktober 2007.
Koran Tempo. 2005. Sungai Cikijing
tercemar merkuri. Diunduh dari:
www.korantempo.com/news/2005/5
/31/Nusa/28.html,
tanggal
29
Oktober 2007.
OECD. 2000. Seedling Emergence
and Seedling Growth Test. Draft
Document, July 2000. Diunduh dari
http://www.oecd.org/pdf/M0002400
0/M00024309.pdf pada 2 April
2002.
OECD. 2002. Lemna sp. Growth
Inhibition Test (Draft Revised
Guideline
July
2002).
Draft
Guideline No. 221. Diunduh dari
http://www.oecd.org/dataoecd/16/51
/1948054.pdf. pada 26 Juli 2005.
Biernacki, M., J. Lovett-Doust and
L. Lovett-Doust. 1997. Laboratory
assay of sediment phytotoxicity
using the macrophyte Vallisneria
americana.
Environmental
Toxicology and Chemistry. 16:472
478.
Fairchild, J.F., D. Shane ruessler
and R. Carlson. 1998. Comparative
sensitivity of five species of
macrophytes and six species of
algae to atrazine, metribuzin,
alachlor,
and
metolachlor.
Environmental
Toxicology
and
Chemistry. 17:18301834
Sherry, J., B.Scott and B. Dutka.
1997. Use of various acute,
sublethal and early life-stage tests
to evaluate the toxicity of refinery

9.

10.

11.

12.

13.

effluents. Environmental Toxicology


and Chemistry. 16:22492257.
Brain, R.A., D.J. Johnson, S.M.
Richards, H. Sanderson, P.K.
Sibley, and K.R. Solomon. 2004.
Effects of 25 pharmaceutical
compounds to Lemna gibba using a
seven-day
static-renewal
test.
Environmental
Toxicology
and
Chemistry. 23:371-382.
Sharma, H.A., J.T. Barber, H.E.
Ensley, and M.A. Polito. 1997. A
comparison of the toxicity and
metabolism
of
phenol
and
chlorinated phenols by Lemna
gibba, with special reference to
2,4,5-trichlorophenol.
Environmental
Toxicology
and
Chemistry. 16:346350.
Duxbury, C.L., D.G Dixon and B.M.
Greenberg.
1997.
Effects
of
simulated solar radiation on the
bioaccumulation
of
polycyclic
aromatic hydrocarbons by the
duckweed
Lemna
gibba.
Environmental
Toxicology
and
Chemistry. 16:17391748
Huang, X.D., B.J. Mcconkey, T.
Sudhakar
Babu
and
B.M.
Greenberg. 1997. Mechanisms of
photoinduced toxicity of photomodified anthracene to plants:
inhibition of photosynthesis in the
aquatic higher plant Lemna gibba
(duckweed).
Environmental
Toxicology
and
Chemistry.
16:17071715.
McConkey, B.J., C.L. Duxbury, D.G
Dixon and B.M. Greenberg. 1997.
Toxicity of a PAH photooxidation
product to the bacteria Photobacterium phosphoreum and the
duckweed Lemna gibba: Effects of
phenanthrene and its primary
photoproduct,
phenanthrenequinone. Environmental Toxicology
and Chemistry. 16:892899.
Hanson, M.L., P.K. Sibley, S.A.
Mabury, D.C. Muir, and K.R.
Solomon. 2001. Chlorodifluoroacetic acid fate and toxicity to the

14.

15.

16.

17.

macrophytes
Lemna
gibba,
Myriophyllum
spicatum,
and
Myriophyllum sibiricum in aquatic
microcosms.
Environmental
Toxicology and Chemistry. 20:
27582767.
Zhang, T. and H. Jin. 1007. Use of
duckweed (Lemna minor L.) growth
inhibition test to evaluate the toxicity
of acrylonitrile, sulphocyanic sodium
and
acetonitrile
in
China.
Environmental Pollution. 98:143147.
Weltje, L., A. H. Brouwer, T. G.
Verburg; Wolterbeek, and DeGoeij.
2002. Accumulation and elimination
of lanthanum by duckweed (Lemna
minor L.) as influenced by organism
growth and lanthanum sorption to
glass. Environmental Toxicology
and Chemistry. 21:14831489.
Murashige, T. dan F. Skoog. 1962.
A revised medium for rapid growth
and bioassay with tobacco tissue
cultures. Physiol. Plant. 15:473-497.
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1989.
Prinsip dan Prosedur Statistika.
Suatu Pendekatan Biometrik. Edisi
kedua.
Alihbahasa:
Bambang
Sumantri. Penerbit PT Gramedia,
Jakarta. 748 hal.

Anda mungkin juga menyukai