STATUS PASIEN
I. Identitas Pasien
a. Nama/Jenis Kelamin/Umur : Ny n / wanita/ 50 tahun
b. Pekerjaan
: IRT
c. Alamat
: RT 07 kelurahan olak kemang
d. Tanggal Berobat
: 26 Januari 2015
II.
III.
: baik
IV.
Keluhan Utama :
Os mengeluh terdapat luka cakaran kucing
V.
kerumahnya, keluhan demam(-), sakit kepala(-), lemas, lelah dan nyeri otot (-),
sulit menelan (-), mual muntah (-), nyari tenggorokan dan batuk (-), keluhan kebas
pada area cakaran (-)
VI.
VII.
:
: tampak sakit sedang
: compos mentis (GCS 15)
: 37C
: 100 x/menit
: 19 x/menit
: reguler
: abdominothorakal
: baik
: lembab
: ada
BB
: 58 kg
TB
: 160 cm
Cukup
Riwayat Imunisasi
:-
Pemeriksaan Organ
1. Kepala
Bentuk
: normocephal
2. Mata
: anemis -/-
Conjungtiva
Sklera
: ikterik -/Reflek cahaya : +/+
Telinga :
Daun telinga
Liang telinga
Kanan
Kiri
hiperemis (-)
2
hiperemis (-)
edema (-)
edema (-)
jar.granulasi (-)
jar.granulasi (-)
furunkel (-)
furunkel (-)
Discharge
Membran Timpani
intak
intak
Mastoid
Pendengaran
Berkurang
Nyeri
(-)
Hidung :
Kanan
Kiri
Deformitas
Septum
(-)
deviasi (-)
Sekret
deviasi (-)
Mukosa
hiperemi (-)
hiperemi (-)
Konka
hipertropi (-)
hipertropi (-)
Sinus
Polip
Mulut
Hasil
Normal
Mukosa bibir basah
Ulkus (-), Warna merah muda
Karies (+)
Normal
: hiperemi (-)
: hiperemis (-)
Tonsil
:
Pembesaran
Hiperemis
Permukaan mukosa
T1
T1
rata
rata
Kripta
melebar (-)
Detritus
Laring
Suara
: serak (-)
melebar (-)
-
3. Leher
4. Thorak
Jantung
Paru
6. Abdomen
Diagnosis Banding
Pemeriksaan Penunjang :
-
XI.
Manajemen
a. Promotif :
Penyediaan makanan sehat cukup kualitas maupun kuantitasnya.
Perbaikan hygiene dan sanitasi lingkungan
b. Preventif :
Memberikan serum anti rabies pada pasien yang di gigit hewan
tersangka rabies
Isolasi terhadap penderita penyakit menular
Vaksinasi hewan peliharaan secara berkala
c. Kuratif :
Non Farmakologi
Asupan kalori dan cairan yang adekuat
Perawatan luka septik dan antiseptik
Farmakologi 1
Farmakologi 2
Farmakologi 3
Tradisional:
1. Ageratii Herba (Herba Bandotan)
Spesies : Ageratum conyzoides Linn.
Nama Daerah : Ketumbit (Melayu), babadotan, leutik, babandotan, jukut
bau, kibau, bandotan, berokah, wedusan, dus bedusan, dus wedusan
Efek Farmakologi :
Pemberian ekstrak etanol daun bandotan (Ageratum conyzoides) dengan
dosis berulang 1 g/kg BB secara oral pada tikus putih jantan memberikan
efek antiradang yang berarti.
DINAS
KESEHATAN
KOTA JAMBI
PUSKESMAS
STR:
Tanggal: 28 jnuari 2015
PAKUAN BARU
DOKTER : Putut
d. Rehabilitatif
Tirah baring
Malindra
SIP
STR:
Tanggal: 28 jnuari 2015
DINAS
KESEHATAN
KOTA JAMBI
PUSKESMAS
PAKUAN BARU
DOKTER : Putut
Malindra
SIP
STR:
Tanggal: 28 jnuari 2015
Pro :
Alamat :
Pro :
Alamat :
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pro :
Alamat :
1. Luka
1.1 Definisi
Luka adalah keadaan hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang
disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia,
ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan.
1.2 Jenis-jenis luka
c. Luka terkontaminasi
Luka terkontaminasi adalah luka yang berpotensi terinfeksi
spillage saluran pernafasan, saluran pencernaan dan saluran kemih. Luka
menunjukan tanda infeksi. Luka ini dapat ditemukan pada luka terbuka
karena trauma atau kecelakaan (luka laserasi), fraktur terbuka maupun
luka penetrasi. Kemungkinan infeksi luka 10% - 17%.
d. Luka kotor
Luka kotor adalah luka lama, luka kecelakaan yang mengandung
jaringan mati dan luka dengan tanda infeksi seperti cairan purulen. Luka
epidermis
akibat
bersentuhan
dengan
benda
yang
menggigit.
Dengan
kedalaman
luka
juga
lebar dan warna kulit yang menghitam. Biasanya juga disertai bula
karena kerusakan epitel kulit dan mukosa.
g. Tetanus pround wound yaitu luka yang cenderung menyebabkan
penyakit tetanus antara lain luka dengan patah tulang terbuka, luka
tembus, luka dengan berisi benda asing, terutama pecahan kayu,
luka dengan infeksi pyogenic, luka dengan kerusakan jaringan
yang luas, luka bakar luas grade II dan III, luka superficial yang
nyata berkintaminasi dengan tanah atau pupuk kotoran binatang
dimana luka itu terlambat lebih dari 4 jam baru mendapat topical
desinfektansia atau pembersihan secara bedah, abortus dengan
septis, melahirkan dengan pertolongan persalinan yang tidak
adekuat, pemotongan dan perawatan tali pusat tidak adekuat,
gigitan binatang dengan banyak jaringan nekrotik, ulserasi kulit
dengan jaringan nekrotik, segala macam tipe ganggren, operasi
bedah pada saluran cerna mulai dari mulut sampai anus, otitis
media puralenta.
1.3 Penyembuhan
Luka Tubuh yang sehat mempunyai kemampuan alami untuk melindungi
dan mamulihkan dirinya. Peningkatan aliran darah kedaerah yang rusak,
membersihkan sel dan benda asing serta perkembangan awal seluluer bagian dari
proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terjadi secara normal tanpa
bantuan, walaupun beberapa bahan perawatan dapat membantu untuk mendukung
proses penyembuhan. Sebagai contoh melindungi area luka yang bebas dari
kotoran dengan menjaga kebersihan,dapat membantu untuk meningkatkan
penyembuhan jaringan. Penyembuhan luka didefinisikan oleh Wound Healing
Society (WHS) sebagai suatu yang kompleks dan dinamis sebagai akibat dari
pengembalian kontinitas dan fungsi anatomi. Berdasarkan WHS suatu
penyembuhan luka yang ideal adalah kembali normalnya struktur , fungsi dan
anatomi kulit. Batas waktu penyembuhan luka ditentukan oleh tipe luka dan
lingkungan instrinsik maupun ekstrinsik. Penyembuhan luka bisa berlangsung
cepat. Pada luka bedah dapat diketahui adanya sintesis kolagen dengan melihat
10
Serotonin dan
histamlin yang
11
mengatur
deposisi
serat-serat
kolangen
yang
akan
12
Jahitan biasanya diangkat pada saat sudah terlihat adanya hasil yang
mendekati tepi luka. Pengangkatan jahitan itu tergantung usia, status nutrisi
dan lokasi luka.
Jahitan biasa diangkat pada hari ke 6-7 proses operasi untuk
menghindari terbentuknya bekas jahitan walaupun pembentukan kollagen
samapai jahitan menyatu berakhir hari ke-21.
Suatu luka yang bersih bila dilakukan persiapan dan pembedahan yang
baik serta perawatan pasca operasi yang baik pula maka luka akan tetap
bersih. Pemberian antibiaotik peroral yang adekuat mampu mencegah
terjadinya infeksi sehingga meski tanpa cairan anti septik proses
penyembuhan luka tetap dapat terjadi.
1.4 Prinsip Penyembuhan Luka
Prinsip penyembuhan luka mengikuti fase penyembuhan luka menurut
Schwatz (2000) yaitu :
a. Koagulasi
Terjadinya luka baik yang bersifat traumatic atau yang terbentuk pada
pembedahan menyebabkan perdarahan dari pembuluh darah yang rusak.
Vasokonstriksi segera terjadi sebagai akibat dilepaskannya katekolamin
kedalam lingkungan cedera. Brakinin, serotonin, dan histamine merupakan
senyawa vasoaktif lain yang dilepas oleh sel mast kejaringan sekitar.
Senyawa-senyawa ini mengawali peristiwa Diapedesis yaitu keluarnya sel-sel
intravascular kedalam ruang ekstravaskular yang rusak. Suatu bekuan darah
terbentuk dari trombosit yang dikeluarkan dari ekstravasasi darah.
Faktor-faktor
pembekuan
yang
dilepaskan
dari
trombosit
13
b. Inflamasi
Fase inflamasi dimulai dengan migrasi leukosit kedalam luka. Leukosit
polimorfonuklear akan mendominasi luka dalam 24 jam pertama, diikuti oleh
makrofag dalam jumlah yang banyak, dan kemudian limfosit. Sel-sel radang
ini mengatur perbaikan matriks jaringan ikat dengan melepaskan berbagai
macam sitokin, yang sebelumnya dikenal sebagai faktor pertumbuhan.
c. Fibroplasia
Fibroplasia adalah fase penyembuhan luka yang ditandai oleh sintesis
kolagen. Sintesis kolagen dimulai 24 jam pertama setelah cedera, namun tidak
akan mencapai puncak hingga 5 hari kemudian. Setelah 7 hari sintesi kolagen
akan berkurang secara perlahan-lahan. Remodeling luka mengacu pada
keseimbangan antara sintesis kolagen dan degradasi kolagen. Pada saat
serabut kolagen tua diuraikan oleh kolagenase jaringan, serabut baru dibentuk
dengan kepadatan pengerutan yang makin bertambah. Proses ini akan
meningkatkan kekuatan potensial dari jaringan parut.
d. Sitokin
Sitokin memungkinkan berjalannya seluruh interaksi antar sel. Mereka
juga berperan penting dalam penatalaksanaan penyembuhan luka. Contohnya
sitokin ikut mengatur peranan dan pengaturan fibrosis, penyembuhan luka
kronik, cangkokan kulit, vaskularisasi, peningkatan kekuatan tendon dan
tulang setelah perbaikan.
e. Metabolisme matriks ekstraseluler
Matriks ekstraseluler merupakan suatu struktur yang kompleks,
dimana berbagai jenis sel dan komponen berinteraksi. Kolagen merupakan
komponen utama dari matriks ekstraseluler, dari semua jaringan lunak, tendon,
ligament dan matriks tulang.
f. Sintesis kolagen
Sintesis kolagen dimulai dengan transkrip DNA menjadi mRNA.
Translasi mRNA berlangsung pada ribosom di reticulum endoplasma yang
kasar. Kolagen berbeda dengan protein lain karena kolagen akan mengalami
beberapa modifikasi jika telah mencapai lingku ngan ekstraseluler. Disini
14
terjadi pengerutan kolagen untuk membentuk fibril dan serabut kolagen. Lisil
oksidase merupakan enzim yang diperlukan untuk pengerutan kolagen. Jadi
pada sintesis kolagen terjadi sintesa protein tingkat tinggi, sehingga tubuh
memerlukan asupan protein yang banyak dalam makanan yang dimakan.
g. Degradasi kolagen
Degradasi kolagen atau penguraian kolagen diawali oleh enzim-enzim
yang sangat spesifik yang disebut kolagenase jaringan yang dihasilkan oleh
berbagai sel, termasuk sel radang, fibroblast dan sel epitel. Kolagenase masih
dalam bentuk tidak aktif dan harus diaktifkan oleh protein seperti plasmin.
Setelah
kolagenase
menjadi
aktif,
enzim
dapat
dihambat
dengan
Asam
hialuronat
memberikan
linkungan
yang
cair
untuk
mempermudah gerakan sel yang cepat dan diferensiasi sel. Asam ini timbul
dini dan bertahan untuk sementara waktu setelah cedera pada orang dewasa,
namun bertahan lebih lama pada kulit dan luka di janin.
i. Kontraksi luka
Kontraksi luka merupakan salah satu tenaga mekanis tubuh yang
paling kuat. Pada luka terbuka ditemukan sel-sel mirip fibroblast yang
berkontraksi. Sel-sel ini memiliki komponen otot polos dalam sitoplasmanya
serta memiliki sifat-sifat Fibroblast lainnya.
j. Epitelisasi
Sel epitel berfungsi untuk menutupi semua permukaan kulit yang
terpapar dengan lingkungan luar. Kulit merupakan suatu contoh dari proses
epitelisasi tetapi mekanisme perbaikan epitel adalah sama diseluruh tubuh.
Lapisan luar kulit yaitu epidermis terdiri dari epitel berlapis gepeng yang
15
melindungi kulit dari kehilangan cairan, invasi bakteri dan trauma. Luka
ketebalan partial akan sembuh melalui proses epitelisasi. Terdapat dua
fenomena utama dalam proses epitelisasi yaitu : migrasi dan mitosis. Setelah
epitel rusak akan terbentuk bekuan darah. Keropeng merupakan bekuan darah
yang mengering yang melindungi dermis dibawahnya. Migrasi sel epitel
mengawali proses perbaikan dan tidak bergantung pada mitosis epitel. Sel-sel
yang bermigrasi berasal dari tepi luka dan polikel rambut serta kelenjar
sebasea didasar luka. Luka superficial dan tidak melewati membrane basalis
akan sembuh dengan regenerasi yang cepat. Luka yang menembus membrane
basalis seperti luka bakar akan sembuh melalui proses epitelisasi tapi lama dan
hasilnya seringkali memuaskan.
Proses migrasi selalu dimulai dari stratum basalis dari epitel dan
kelenjar sebasea serta folikel rambut yang terletak lebih dalam. Sel-sel akan
memipih dan membentuk tonjolan-tonjolan kesekitarnya. Sel ini akan
kehilangan perlekatan dengan sel basal disekitarnya dan mulai bermigrasi.
Beberapa hari setelah migrasi dimulai, sel akan istirahat dan membelah diri.
Setelah permukaan kulit ditutupi oleh sel-sel epitel, sel-sel ini akan
kembali kefenotipik yang normal. Epetelisasi yang berhasil, diperluas dengan
mempertahankan permukaan kulit agar tetap lembab dan tidak kering.
Keropeng alami mungkin cukup baik untuk tujuan ini, bahan penutup yang
tidak lengket sangat baik untuk mempertahankan permukaan kulit tetap
lembab dan dapat meningkatkan proses epitelisasi secara bermakna.
k. Nutrisi
Nutrisi yang tidak adekuat dapat mengganggu proses penyembuhan.
Misalnya penghambatan respon imun dan opsonisasi bakteri. Defisiensi asam
askorbat merupakan penyebab gangguan penyembuhan luka yang paling
sering. Asam askorbat merupakan suatu kofaktor dalam hidroksilasi Prolin
menjadi asam aminohidroksi prolin pada sintesis kolagen dalam penambahan
molekul oksigen. Jaringan parut lama, memiliki aktifitas Kolagenase yang
lebih tinggi dari pada kulit normal. Oleh sebab itu pada pasien skorbut,
jaringan parut akan retak lebih dahulu dibandingkan kulit normal. Terapi
16
menempatkan
penambahan
pemakaian.
17
sel tidak berjalan lancar. Adanya sejumlah besar lemak subkutan dan
jaringan lemak yang memiliki sedikit pembuluh darah berpengaruh
terhadap kelancaran sirkulasi dan oksigenisasi jaringan sel. Pada orang
gemuk penyembuhan luka lambat karena jaringan lemak lebih sulit
menyatu, lebih mudah Infeksi dan lama untuk sembuh. Aliran darah dapat
terganggu pada orang dewasa yang mederita gangguan pembuluh darah
prifer, hipertensi atau DM. Oksigenasi jaringan menurun pada orang yang
menderita anemia atau ganggua n pernafasan kronik pada perokok.
5) Keadaan luka
Kedaan kusus dari luka mempengaruhi kecepatan dan efektifitas
penyembuhan luka. Beberapa luka dapat gagal untuk menyatu dengan
cepat. Misalnya luka kotor akan lambat penyembuhannya dibanding
dengan luka bersih.
6) Obat
Obat anti inflamasi (seperti aspirin dan steroid), heparin dan anti
neoplasmik mempengaruhi penyembuhan luka. Penggunaan antibiotik
yang lama dapat membuat tubuh seseorang rentan terhadap Infeksi luka.
Dengan
demikian
pengobatan
luka
akan
berjalan
lambat
dan
18
Suplai darah yang adekuat perlu bagi tiap aspek penyembuhan. Suplai
darah dapat terbatas karena kerusakan pada pembulu darah Jantung/ Paru.
Hipoksia mengganggu aliran oksigen dan nutrisi pada luka, serta aktifitas dari
sel pertumbuhan tubuh. Neutropil memerlukan oksigen untuk menghasilkan
oksigen peroksida untuk membunuh patogen. Demikian juga fibroblast dan
fagositosis terbentuk lambat. Satu-satunya aspek yang dapat meningkatkan
penyembuhan luka pada keadaan hipoksia adalah angiogenesis.
2) Faktor ekstrinsik
Faktor ektrinsik dapat memperlambat penyembuhan luka meliputi
malnutrisi, perubahan usia dan penyakit seperti diabetes melitus. Malnutrisi
dapat mempengaruhi beberapa area dari proses penyembuhan. Kekurangan
protein menurunkan sintesa dari kolagen dan leukosit. Kekurangan lemak dan
karbonhidrat memperlambat semua fase penyembuhan luka karena protein di
rubah menjadi energi selama malnutrisi. Kekurangan Vitamin menyebabkan
terlambatnya produksi dari kolagen, respon imun dan respon koagulasi.
Pasien tua yang mengalami penurunan respon inflamatari yang
memperlambat proses penyembuhan. Usia tua menyebabkan penurunan
sirkulasi migrasi sel darah putih pada sisa luka dan fagositasis terlambat.
Ditambah pula kemungkinan Pasien mengalami gangguan yang secara
bersamaan menghambat penyembuhan luka seperti Diabetes Melitus.
Diabetes Melitus adalah gangguan yang menyebabkan banyak pasien
mengalami kesulitan dalam proses penyembuhan karena gangguan sintesa
kolagen,
angiogenesis
dan
fagositosis.
Peningkatan
kadar
glucosa
19
20
matur dan luka mulai merapat. Pada luka superficial, reepitelisasi terjadi
3-5 hari.
4. Fase kontraktur scar (7 hari beberapa bulan)
Serabut-serabut Kolagen terbentuk dan terjadi proses remodeling.
Pergerakan Miofibroblast yang aktif menyebabkan kontraksi area
penyembuhan, menutup defek dan membawa ujung kulit tertutup
bersama-sama. Skar yang matur selanjutnya terbentuk. Skar yang matur
tidak mengandung pembuluh darah dan pucat, serta lebih terasa nyeri
dari pada fase granulasi.
b. Healing by Secondary Intention (Penutupan luka sekunder)
Luka yang terjadi dari trauma, ulserasi dan infeksi dan memiliki sejumlah
besar eksudat dan luas, batas luka ireguler dengan kehilangan jaringan yang cukup
luas menyebabkan tepi luka tidak merapat. Reaksi inflamasi dapat lebih besar dari
pada penyembuhan luka. Kegagalan penutupan sekunder dari luka terbuka akan
berakibat terbentuknya luka terbuka kronis.
c. Healing by Tertiary Intention (Penutupan luka tertier)
Adalah intension primer yang tertunda. Terjadi karena dua lapisan jaringan
granulasi dijahit bersama-sama. Ini terjadi ketika luka yang terkontaminasi,
terbuka dan dijahit rapat setelah infeksi dikendalikan. Juga dapat terjadi ketika
luka primer mengalami infeksi, terbuka dan dibiarkan tumbuh jaringan granulasi
dan kemudian dijahit. Intension tersier biasanya mengakibatkan skar yang lebih
luas dan lebih dalam dari pada intension primer atau sekunder.
1.7. Komplikasi penyembuhan luka
Meliputi Infeksi, pendarahan, dehiscence dan Evicerasi
a. Infeksi
Invasi bakteri pada luka dapat terjadi pada saat trauma,
selama
21
22
23
Kedalaman luka dapat diukur dengan kapas lidi steril yang sudah
dilembabkan dengan normal saline, masukan dengan hati-hati kedalam luka
dengan posisi tegak lurus (90o) hingga kedasar luka. Beri tanda pada lidi
sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Ukur dengan sentimeter.
d. Gowa atau terowongan
Gowa dan terowongan dapat diketahui dengan melakukan palpasi
jaringan disekeliling pinggir luka, dimana akan teraba tenderness/perlukan.
Masukan saline melalui mulut lubang ke dasar luka/ujung terowongan. Beri
tanda pada lidi sejajar dengan permukaan kulit disekitar luka. Beri tekanan
/palpasi dengan hati-hati dan kaji saluran yang abnormal tersebut.
Jangan pernah menggunakan kekuatan dorongan yang berlebilan bila
menggunakan kapas lidi. Ukur lokasi dan kedalaman lubang/penetrasi. Untuk
penentuan lokasi ditetepkan dengan pola arah jarum jam dengan pusat pada
tengah luka dan jam 12 sesuai garis anatomis sumbu tubuh manusia. Misalnya
lokasi mulut lubang terdapat pada posisi jam 8 dengan kedalaman 5 cm atau
dapat dibuatkan gambar jam dengan tanda pada posisi jam 8.
e. Warna dasar Luka
Warna dasar luka sangat penting dikaji karena berhububungan dengan
penentuan terapi topikal dan jenis balutan luka. Ada beberapa macam warna
dasar luka yang membutuhkan perlakuan spesifik terhadap masing-masing
sesuai warna dasar tersebut.
1) Nekrotik
Biasanya warna dasar hitam, tampak kering dan keras disebut
keropeng. Kering tidak berarti jaringan dibawahnya tidak terinfeksi atau
tidak ada sksudat, ini tidak dapat dipastikan tanpa dilakukan palpasi
terlebih dahulu. Dengan melakukan palpasi dapat dirasakan ada
Tenderness atau tidak dibawah jaringan keropang tersebut dan disekitar
luka teraba panas dan tampak tanda radang disekelilingnya yang perlu
diperhatikan. Dan juga tidak terlepas dari keluhan penderita apakah
merasa nyeri berdenyut dibawah jaringan nekroit tersebut. Untuk luka
24
berlebihan
sehingga
tercipta
lingkungan
yang
konduksif.
25
2. Rabies
2.1 DEFINISI
Rabies merupakan penyakit virus akut dari sistem saraf pusat yang
mengenai semua mamalia dan ditularkan oleh sekresi yang terinfeksi biasanya
saliva. Sebagian besar pemajanan terhadap rabies melalui gigitan binatang yang
terinfeksi, tapi kadang aerosol virus atau proses pencernaan atau transplantasi
jaringan yang terinfeksi dapat memulai proses penyakit.1
Nama lain untuk rabies hydrophobia, la rage (Perancis), la rabbia (Italia), la
rabia
(Spanyol), die tollwut (Jerman) atau di Indonesia terkenal dengan nama penyakit
Anjing Gila.4
2.2 SEJARAH
Istilah rabies dikenal sejak zaman Babylonia kira-kira abad ke 23 Sebelum
Masehi (SM) dan Democritus menulis secara jelas binatang menderita rabies pada
tahun 500 SM. Tulisan adanya infeksi rabies pada manusia dengan gejala
hydrophobia dilaporkan pada abad pertama oleh Celsus dan gejala klinis rabies
baru ditulis pada abad ke-16 oleh Fracastoro, seorang dokter Italia. Pada tahun
1880 Louis Pastuer mendemostrasikan adanya infeksi pada susunan saraf pusat.
Pengobatan dilakukan dengan cara kauterisasi sampai ditemukannya vaksin oleh
Louis Pastuer pada tahun 1885. pertumbuhan virus rabies pada jaringan
ditemukan pada tahun 1930 dan baru dapat diperlihatkan dengan mikroskop
elektron pada tahun 1960.4
2.3 ETIOLOGI
Virus rabies merupakan virus asam ribonuklet beruntai tunggal,
beramplop, berbentuk peluru dengan diameter 75 sampai 80nm termasuk anggota
kelompok rhabdovirus. Amplop glikoprotein tersusun dalam struktur seperti
tombol yang meliputi permukaan virion. Glikoprotein virus terikat pada reseptor
asetilkolin, menambah neurovirulensi virus rabies, membangkitkan antibody
neutralisasi dan antibody penghambat hemaglutinasi, dan merangsang imunitas
sel T. antigen nukleokapsid merangsang antibody yang mengikat komplemen.
Antibody netralisasi pada permukaan glikoprotein tampaknya bersifat protektif.
Antibody antirabies digunakan pada analisis imunofluororescent diagnostic yang
umumnya ditujukan pada antigen nukleokapsid. Isolasi virus rabies dari spesies
binatang yang berbeda dan memiliki perbedaan sifat antigenic dan biologic.
26
Variasi variasi ini bertanggung jawab terhadap perbedaan dalam virulensi antara
isolasi. Interferon diinduksi oleh virus rabies, khususnya dalam jaringan dengan
konsentrasi virus yang tinggi, dan berperan dalam memperlambat infeksi yang
progresif.1
Gambar 1 Rhabdovirus
Virus rabies inaktif pada pemanasan; pada temperature 56C waktu paruh kurang
dari 1 menit, dan pada kondisi lembab pada temperatur 37C dapat bertahan
beberapa jam. Virus juga akan mati dengan deterjen, sabun, etanol 45%, solusi
jodium. Virus rabies dan virus lain yang sekeluarga dengan rabies diklasifikan
menjadi 6 genotipe. Rabies merupakan genotipe 1, mokola genotipe 3, Duvenhage
genotipe 4, dan European bat lyssa-virus genotipe 5 dan 6.4
27
anjing mati dan dinyatakan positif Rabies. Hal ini membuat Provinsi Bali dengan
status bebas rabies perlu ditinjau kembali.
2.5 EPIDEMIOLOGI
Rabies terdapat dalam dua bentuk epidemiologik : urban, disebarluaskan
terutama oleh anjing, dan/atau kucing rumah yang tidak diimunisasi, dan sylvatic,
disebarluaskan oleh sigung (skunk), rubah, raccoon, luwak (mongoos), serigala,
dan kelelawar. Infeksi pada binatang yang jinak biasanya menunjukkan kelebihan
reservoar infeksi sylvatic, dan manusia dapat terinfeksi oleh salah satunya. Oleh
karena itu infeksi pada manusia cenderung terjadi pada tempat rabies bersifat
enzootik atau epizootik, yaitu jika terdapat banyak populasi binatang jinak yang
tidak diimunisasi, dan manusia kontak dengan udara terbuka. Kematian karena
rabies hanya sekitar 1000 dilaporkan oleh World Health Organization (WHO)
setiap tahun, sedangkan insidensi rabies di seluruh dunia diperkirakan lebih dari
30.000 kasus pertahun. Asia tenggara, Philipina, Afrika dan Amerika Selatan
tropik adalah area tempat penyakit biasanya terjadi. Pada beberapa area endemik 1
sampai 2% dari pasien yang diotopsi menunjukkan tanda tanda rabies.
Peningkatan penyebaran rabies yang hidup di darat dan peningkatan perjalanan ke
negara negara yang didalamnya terdapat rabies perkotaan telah membuat
perhatian mengenai rabies klinis dan pencegahannya. Di Amerika, rabies manusia
sangat jarang, dan sebagian besar kasus sekarang berasal dari gigitan binatang
28
2.6 TRANSMISI
Infeksi terjadi biasanya melalui kontak dengan binatang seperti anjing,
kucing, kera, serigala, kelelawar dan ditularkan ke manusia melalui gigitan
binatang atau kontak virus (saliva binatang) dengan luka pada host ataupun
melalui membran mukosa. Kulit yang utuh merupakan barier pertahanan terhadap
infeksi. Transmisi dari manusia ke manusia belum pernah dilaporkan. Infeksi
rabies pada manusia terjadi dengan masuknya virus lewat luka pada kulit
(garukan, lecet, luka robek) atau mukosa. Paling sering terjadi melalui gigitan
anjing, tetapi bisa juga melalui gigitan kucing, kera atau binatang lainnya yang
terinfeksi (serigala, musang, kelelawar). Cara infeksi yang lain adalah melalui
inhalasi dimana dilaporkan terjadinya infeksi rabies pada orang yang
mengunjungi gua kelelawar tanpa adanya gigitan. Dapat pula kontak virus rabies
pada kecelakaan kerja di laboratorium, atau akibat vaksinasi dari virus rabies yang
masih hidup. Terjangkitnya infeksi rabies juga dilaporkan pada tindakan
transplantasi kornea dari donor yang mungkin terinfeksi rabies.4
2.7 PATOGENESIS
Kejadian pertama pengenalan hidup melalui epidermis atau ke dalam
membran mukosa. Replikasi viral awal tampak terjadi dalam sel otot lurik di
daerah inokulasi. Sistem saraf perifer terpajan pada berkas neurotendinal dan/atau
neuromuskuler. Virus kemudian menyebar secara sentripetal naik ke saraf sampai
sistem saraf pusat, mungkin melalui aksoplasma saraf perifer dengan kecepatan
3mm/jam. Secara eksperimen, viremia terbukti terjadi, tetapi tidak dianggap
29
mempunyai peranan pada penyakit yang secara alami didapat. Sekali virus
mencapai sistem saraf pusat, virus melakukan replikasi secara eksklusif dalam
substansia kelabu dan kemudian lewat secara sentrifugal sepanjang saraf autonom
untuk mencapai jaringan jaringan lain termasuk kelenjar saliva, medula
adrenalis, ginjal, paruparu, hepar, otot rangka, kulit dan jantung. Perjalanan
menuju kelenjar saliva menyebabkan transmisi lanjutan penyakit melalui saliva
yang terinfeksi. Virus juga tersebar pada air susu dan urine.4
Periode inkubasi rabies sangat bervariasi, antara 10 hari sampai lebih dari
1 tahun (rata rata 1 sampai 2 bulan). Periode waktu tampak tergantung pada
jumlah virus yang masuk, jumlah jaringan yang terserang, mekanisme pertahanan
penjamu dan jarak sesungguhnya virus berjalan dari daerah inokulasi ke sistem
saraf pusat. Kasus rabies manusia dengan periode inkubasi yang panjang ( 2
sampai dengan 7 tahun) telah dilaporkan tapi jarang terjadi. Respons imun
penjamu dan strain viral juga dapat mempengaruhi ekspresi penyakit. Respons
imun yang diperantai sel dicatat pada pasien dengan ensefalitis rabies, tetapi tidak
ada pasien dengan rabies paralitik.4
Neuropati rabies menyerupai penyakit viral lain pada sistem saraf pusat:
hiperemia, berbagai derajat kromatolisis, piknosis nuklear dan neurofagia sel
saraf; diinfiltrasi oleh limposit dan sel plasma ruang Virchow-Robin; infiltrasi
mikroglia dan area parenkim destruksi sel saraf. Pada model hewan
eksperimental, sering terjadi infeksi adenohipofisis karena virus rabies, dengan
pengurangan pada hormon pertumbuhan dan pelepasan vasopresin. Lesi rabies
yang patognomik adalah badan negri. Massa eosinofilik ini, berukuran sekitar
10nm tersusun atas matriks fibilar halus dan partikel virus rabies. Badan negri
tersebar di seluruh otak, terutama kornu Ammon, korteks serebral, otak tengah,
hipotalamus, sel purkinje serebelum dan ganglia dorsalis medulla spinalis. Badan
negri tidak ditemukan pada sedikitnya 20% kasus rabies dan tidak adanya badan
negri ini pada material otak tidak menyingkirkan diagnosis.4
2.8 MANIFESTASI
Masa inkubasi rabies 95% antara 3-4 bulan, masa inkubasi bisa bervariasi
antara 7 hari hingga 7 tahun, hanya 1% kasus dengan inkubasi 1-7 tahun. Karena
lamanya inkubasi kadang-kadang pasien tidak dapat mengingat kapan terjadinya
gigitan. Pada anak-anak masa inkubasi biasanya lebih pendek daripada orang
dewasa. Lamanya masa inkubasi dipengaruhi oleh dalam dan besarnya luka
gigitan, lokasi luka gigitan (jauh dekatnya ke sistem saraf pusat), derajat
30
patogenitas virus dan persarafan daerah luka gigitan. Luka pada kepala inkubasi
25-48 hari, dan pada ekstremitas 46-78 hari.4
Manifestasi klinis rabies dapat dibagi menjadi 4 stadium: (1) prodromal
non spesifik, (2) ensefalitis akut yang mirip dengan ensefalitis virus lain. (3)
disfungsi pusat batang otak yang mendalam yang menimbulkan gambaran klasik
ensefalitis rabies, dan (4) jarang, sembuh.1
Periode prodromal biasanya menetap selama 1 sampai 4 hari dan ditandai dengan
demam, sakit kepala, malaise, mialgia, mudah terserang lelah (fatigue), anoreksia,
nausea, dan vomitus, nyeri tenggorokan dan batuk yang tidak produktif. Gejala
prodromal yang menunjukkan rabies adalah keluhan parestesia dan/atau fasikulasi
pada atau sekitar tempat inokulasi virus dan mungkin berhubungan dengan
multiplikasi virus dalam gaglion dorsalis saraf sensoris yang mempersarafi area
gigitan. Gejala ini terdapat pada 50 sampai 80% pasien.1
Stadium prodromal dapat berlangsung hingga 10 hari, kemudian penyakit
akan berlanjut sebagai gejala neurologik akut yang dapat berupa furious atau
paralitik. Mioedema dijumpai pada stadium prodromal dan menetap selama
perjalanan penyakit.4
Fase ensefalitis biasanya ditunjukkan oleh periode aktivitas motorik yang
berlebihan, rasa gembira, dan gelisah. Muncul rasa bingung, halusinasi,
combativeness, penyimpangan alur pikiran yang aneh, spasme otot, meningismus,
posisi opistotonik, kejang, dan paralisis fokal. Yang khas, periode penyimpangan
mental yang diselingi dengan periode lucid tapi bersama dengan berkembangnya
penyakit, peride lucid menjadi lebih pendek sampai pasien akhirnya menjadi
koma. Hiperestesi, dengan sensitivitas yang berlebihan terhadap cahaya terang,
suara keras, sentuhan, bahkan tiupan yang lembut sering terjadi. Pada
pemeriksaan fisis, suhu tubuh naik hingga 40,6C. abnormalitas sistem saraf
otonom meliputi dilatasi pupil yang ireguler,lakrimasi meningkat, salivasi,
berkeringat dan hipotensi postural. Juga terdapat tanda paralisis motor neuron
bagian atas dengan kelemahan, meningkatnya refleks tendo profunda, dan respon
ekstensor plantaris. Paralisis pita suara biasa terjadi.1
Manifestasi disfungsi batang otak segera terjadi setelah mulainya fase
ensefalitis. Terkenanya saraf kranialis menyebabkan diplopia, kelumpuhan fsialm
neuritis optik dan kesulitan menelan yang khas. Gabungan salivasi yang
berlebihan dan kesulitan menelan menimbulkan gambaran tradisional foaming at
the mouth. Hidrofobia, kontraksi diafragma involunter, kuat dan nyeri, kontraksi
otot respirasi tambahan, faringeal, dan laringeal yang dimulai dengan menelan
cairan, tampak pada sekitar 50% kasus. Terkenanya nukleus amigdaloideus
menyebabkan priapismus dan ejakulasi spontan. Pasien menjadi koma, dan
31
Lamanya (% kasus)
32
Manifestasi klinis
Inkubasi
Tidak ada
gigitan,
demam,
malaise,
Neurologik akut
Furious (80%)
2-7 hari
Halusinasi,
bingung,
Paralitik
hiperaktif,
spasme
aerofobia,
faring,
2-7 hari
Koma
inkoordinasi,
otonom,
0-14 hari
sindroma
abnormalitas ADH
Paralisis flaksid
Autonomic
instability,
hipoventilasi, apnea, henti
nafas,
hipotermia/hipertermia,
hipotensi, disfungsi pituitari,
rhabdomiolisis, aritmia dan
henti jantung
33
2.9 KOMPLIKASI
Berbagai komplikasi dapat terjadi pada penderita rabies dan biasanya
timbul pada fase koma. Komplikasi neurologik dapat berupa peningkatan tekanan
intrakranial; kelainan pada hipotalamus berupa diabetes insipidus, sindrom
abnormalitas hormon antidimetik (SAHAD); disfungsi otonomik yang
menyebabkan hipertensi, hipotensi, hipertemia/hipotermia, aritmia dan henti
jantung. Kejang dapat lokal maupun generalisata dan sering bersamaan dengan
aritmia dan gangguan respirasi. Pada stadium prodromal sering terjadi komplikasi
hiperventilasi dan alkalosis respiratorik, sedangkan hipoventilasi dan depresi
pernafasan terjadi pada fase neurologik akut. Hipotensi terjadi karena gagal
jantung kongestif, dehidrasi dan gangguan otonomik.4
34
Isolasi virus sangat baik dilakukan pada minggu pertama dari bahan yang
berasal dari saliva, hapusan tenggorokan, trakea, kornea, sampel biopsi kulit.otak,
cairan serebrospinal dan kadang-kadang urin. Isolasi virus kadang-kadang tidak
berhasil didapatkan dari bahanbahan tersebut setelah 10-14 hari sakit, hal ini
berhubungan dengan adanya neuralizing antibodi.4
Deteksi neutralizing antibodi dalam serum penderita yang tidak
divaksinasi dapat dipakai sebagai alat diagnostik. Terdapatnya antibodi dalam
cairan serebrospinal juga menegaskan diagnosis tetapi muncul 2-3 hari lebih
lambat dibandingkan dengan antibodi serum dan kurang bermanfaat pada awal
penyakit, namun dipakai untuk mengevaluasi respons antibodi pada serum dan
CSS sesudah vaksinasi yang memberikan kadar tinggi (pada CSS kadarnya 2-25%
dari serum).4
Fluororescent antibodies test (FAT) dengan cepat mengidentifikasi antigen
virus rabies di jaringan otak, sedimen cairan serebrospinalis, urin, bahkan setelah
teknik isolasi virus tidak berhasil. Sensitivitas tes ini bahkan 60-100%. FAT pada
hapusan kornea sangat tidak sensitif untuk digunakan karena sering terjadi positif
palsu. Pada awal penyakit (minggu I) FAT dari kulit leher merupakan tes yang
paling sensitif walaupun dapat terjadi negatif palsu.4
Di Amerika Serikat, tes standard adalah rapid fluororescent focus
inhibition test (RFFIT) untuk mendeteksi antibodi spesifik, dimana hasil diperoleh
dalam waktu 48 jam.2
Pada 71-90% penderita rabies ditemukan negri bodies yang khas untuk
penyakit tersebut, yang bersifat asidofilik, berbentuk bulat dan pada yang klasik
terdapat butir-butir basofilik didalamnya. Negri bodies dapat dilihat melalui
pemeriksaan histologis biopsi jaringan otak penderita post mortem dan jaringan
otak hewan terinfeksi atau hewan yang diinokulasi dengan virus rabies. Deteksi
RNA virus rabies seperti juga pada infeksi virus lainnya dapat dilakukan melalui
pemeriksaan Reverse-Transcriptase Polymerase Chain Reaction (RT-PCR)4
35
Gambar 3
. Negri Bodie
s
36
37
38
Secara garis besar ada 2 tipe vaksin anti rabies (VAR) yaitu a). Nerve
Tissue Vaccine (NTV) yang dapat berasal dari otak hewan dewasa seperti kelinci,
kambing, domba dan monyet atau berasal dari otak bayi hewan mencit seperti
Suckling Mouse Brain Vaccine (SMBC); b). Non Nerve Tissue Vaccine yang
berasal dari telur itik bertunas (Duck Embryo Vaccine = DEV) dan vaksin yang
berasal dari biakan jaringan seperti Human Diploid Cell Vaccine (HDCV) dan
Purified Vero Cell Rabies Vaccine (PVRV).4
Pada luka gigitan yang ringan pemberian vaksin saja sudah cukup tetapi
pada semua kasus gigitan yang parah adn semua gigitan binatang liar yang
biasanya menjadi vektor rabies, kombinasi vaksin dan serum anti rabies (SAR)
adalah yang paling ideal dan memberikan proteksi yang jauh lebih baik
dibandingkan dengan vaksin saja. SAR dapat digolongkan dalam golongan serum
homolog yang berasal dari manusia (Human Rabies Immune Globulin = HRIG)
dan serum heterolog yang berasal dari hewan.4
Cara vaksinasi pasca paparan yang dilakukan pada paparan yang ringan
berupa pemberian VAR secara intramuskuler pada otot deltoid atau anterolateral
paha dengan dosis 0.5 mL pada hari 0, 3, 7, 14, 28 (regimen Essen/rekomendasi
WHO), atau pemberian VAR 0.5 mL pada hari 0, 7, 21 (regimen
Zagreb/rekomendasi Depkes RI). Karena mahalnya harga vaksin, di Thailand
digunakan regimen yang dinamakan Thai Red Cross Intradermal (TRCID),
dengan pemberian dosis 0.1 mL intradermal 2 dosis pada hari 0, 3, 7 kemudian 1
dosis pada hari 28 dan 90. Pada orang yang sudah mendapat vaksin rabies dalam
waktu 5 tahun terakhir, bila digigit binatang tersangka rabies, vaksin cukup
diberikan 2 dosis pada hari 0 dan 3, namun bila gigitan dikategorikan berat,
vaksin diberikan lengkap. Pada luka gigitan yang parah, gigitan leher ke atas, pada
jari tangan dan genitalia diberikan SAR 20 IU per kilogram berat badan dosis
tunggal. Cara pemberian SAR adalah setengah dosis infiltrasi pada daerah luka
dan setengah dosis intramuskuler pada tempat yang berlainan dengan suntikan
SAR, diberikan pada hari yang sama dengan dosis pertama SAR.4
Profilaksis pra-pemajanan
Individu dengan resiko kontak dengan virus rabies tinggi-dokter hewan,
penyelidik gua, pekerja laboratorium dan pelatih binatang-sebaiknya mendapat
profilaksis pra-pemajanan dengan vaksin rabies. Wisatawan yang akan berkunjung
ke daerah-daerah endemis seperti Meksiko, Thailand, Filipina, India, Sri Lanka
dianjurkan mendapatkan pencegahan preexposure. Vaksin anti rabies diberikan
dengan dosis 1 mL secara intramuskuler pada hari ke 0, 7, dan 28 lalu booster
setelah 1 tahun dan tiap 5 tahun.4
39
40
1972 hingga sekarang belum ada pasien rabies yang dilaporkan hidup. Prognosis
seringkali fatal karena sekali gejala rabies telah tampak hampir selalu kematian
terjadi 2-3 hari sesudahnya sebagai akibat gagal nafas/henti jantung ataupun
paralisis generalisata. Berbagai penelitian dari tahun 1986 hingga 2000 yang
melibatkan lebih dari 800 kasus gigitan anjing pengidap rabies di negara endemis
yang segera mendapat perawatan luka, pemberian VAR dan SAR, mendapatkan
angka survival 100%.4
41
BAB III
ANALISIS KASUS
Os mengeluh 1 jam yang lalu di cakar oleh kucing liar yang masuk
kerumahnya, keluhan demam(-), sakit kepala(-), lemas, lelah dan nyeri otot (-),
sulit menelan (-), mual muntah (-), nyari tenggorokan dan batuk (-), keluhan kebas
pada area cakaran (-)
Pada pemeriksaan fisik ditemukan luka gores pada regio dorsal manus,
jumlah luka 3 buah. Luka pertama Panjang 8 cm, lebar 0,5 cm, kedalaman
0,3 cm. luka kedua panjang 4 c m lebar 0,5 cm, kedalaman 0,3 cm. luka
kedua panjang 3 c m lebar 0,5 cm, kedalaman 0,3 cm. tepi ketiga luka tidak
rata terdapat jembatan jaringan dan daerah sekitar luka tidak terdapat kelainan.
Prinsip penatalaksanaan luka diantaranya Mengontrol infeksi, Isolasi
substansi tubuh. tehnik cuci tangan yang baik dan benar. Sarung tangan yang
bersih atau steril dan balutan steril. Instrumen steril untuk mengganti balutan.
Serta pencegahan terhadap tetanus maupun rabies dengan vaksinasi
a. Hubungan diagnosis dengan keadaan rumah dan lingkungan sekitar
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai keadaan asrama pasien, dapat
disimpulkan bahwa keadaan/ kondisi rumah pasien tidak mempengaruhi atau
memperberat penyakit yang diderita oleh pasien saat ini.
b. Hubungan diagnosis dengan keadaan keluarga dan hubungan keluarga
Berdasarkan hasil pengamatan mengenai keadaan keluarga dan hubungan
keluarga, dapat disimpulkan bahwa keadaan/ kondisi rumah pasien tidak
berhubungan dan tidak mempengaruhi atau memperberat penyakit yang
diderita oleh pasien saat ini.
42
DAFTAR PUSTAKA
43
Lampiran
44
45