PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Gunung Merapi (2914 meter) hingga saat ini masih dianggap sebagai gunungapi
teraktif di dunia. Sejarah letusan gunung Merapi mulai dicatat (tertulis) sejak tahun 1768.
Namun demikian sejarah kronologi letusan yang lebih rinci baru ada pada akhir abad 19.
Pemantauan gunungapi juga baru mulai aktif dilakukan sejak awal abad 20. Selama abad 19
terjadi sekitar 20 letusan, yang berarti interval letusan Merapi secara rata-rata lima tahun
sekali. Letusan tahun 1872 yang dianggap sebagai letusan terakhir dan terbesar pada abad 19
dan 20 telah menghasilkan Kawah Mesjidanlama dengan diameter antara 480-600m. Letusan
berlangsung selama lima hari dan digolongkan dalam kelas D. Suara letusan terdengar
sampai Kerawang, Madura dan Bawean. Awanpanas mengalir melalui hampir semua hulu
sungai yang ada di puncak Merapi yaitu Apu, Trising, Senowo, Blongkeng, Batang, Woro,
dan Gendol.
Letusan Merapi yang terakhir terjadi pada tahun 2010, tepatnya pada tanggal 4
November. Erupsi Merapi telah mengeluarkan material sekitar 150 juta meter kubik sehingga
menyebabkan hampir semua sungai yang berhulu di Gunung Merapi terdistribusi pasir.
Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) menyatakan jika total kerugian
dan kerusakan akibat erupsi Gunung Merapi pada November 2010 lalu mencapai Rp7,3
triliun. Dampak terbesar adalah di sektor lingkungan mencapai Rp3,39 triliun, dan sektor
ekonomi yang meliputi perumahan, infrastruktur dan lain lain sebesar Rp2,63 triliun. Nilai
tersebut di luar dampak banjir lahar dingin. Sementara mengenai kebutuhan untuk rehabilitasi
dan rekontruksi akibat mencapai Rp2,05 triliun, antara lain kebutuhan untuk Jateng Rp778
miliar dan Yogyakarta Rp1,27 triliun.
Sementara korban tewas akibat letusan dan terjangan awan panas Merapi yang semula
hanya terjadi di Kabupaten Sleman juga ditemukan di wilayah lain. Sebanyak 7 orang
meninggal di Kabupaten Magelang, 2 orang di Kabupaten Klaten, dan 3 di Kabupaten
Boyolali. Korban tewas paling banyak ditemukan di Kabupaten Sleman yang tercatat
sebanyak 102 jiwa. Selain korban meninggal, jumlah korban yang mengalami lukaluka juga
cukup besar, yaitu mencapai 218 orang terdiri atas 147 orang di Kabupaten Sleman, 14 orang
di Kabupaten Magelang, dan 57 orang di Kabupaten Klaten. Sebagian besar mengalami luka
bakar.
Untuk menghindari jatuhnya korban yang semakin besar maka harus dilakukan
penanganan tanggap darurat bencana letusan Gunung Merapi, yaitu penanganan wilayah
berbahaya dari Gunung Merapi, termasuk tempat-tempat yang sudah ditinggalkan penduduk,
dan penanganan pengungsian. Hal yang paling vital dilakukan pada saat terjadinya erupsi
adalah mengungsikan masyarakat di sekitar Merapi. Pada umumnya penduduk yang
mengungsi tidak hanya membawa keluarga tetapi juga hewan ternak yang dimiliki. Peran
aparat desa di masing-masing tempat sangat penting dalam proses evakuasi masyarakat saat
terjadi erupsi. Aparat desa harus mengarahkan masyaraktnya agar mau mengungsi dan proses
pengungsian tersebut dapat berjalan dengan tertib.
Lokasi pengungsian pada umumnya telah ditentukan oleh aparat desa setempat tetapi
ada baiknya pula masyarakat juga memiliki pengetahuan spasial yang cukup tentang lokasi
yang akan digunakan sebagai posko pengungsian. Pemahaman spasial tersebut berguna agar
masyarakat tidak salah memilih lokasi pengungsian dan dapat terhindar dari bahaya erupsi.
Untuk mengetahui sejauh mana tingkat pemahaman spasial masyarakat di sekitar Merapi
terutama masyarakat yang mengungsi saat terjadi erupsi Merapi maka dilakukan penelitian
yang berjudul ,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,,.
Lokasi penelitian berada pada Kecamatan Kemalang. Kemacatan kemalang
merupakan salah satu kecamatan di kabupaten Klaten yang telaknya paling dekat dengan
puncak merapi. Berdasarkan letak astronomisnya Kecamatan Kemalang terletak antara
110028 sampai 110031 BT dan antara 7035 sampai 7039. Kecamatan ini barada pada
ketinggian 300-1000 m diatas permukaan laut. Kecamatan kemalang terdiri dari 13 desa
yaitu Desa Bawukan, Desa Panggang, Desa Talun, Desa Kendalsari, Desa Keputran, Desa
Kemalang, Desa Dompol, Desa Trangkil, Desa Bumiharjo, Desa Tlogowatu, Desa Siderejo,
Desa Balerante dan Desa Tegalmulyo. Desa yang dipilih sebagai sampel adalah Desa
Sidorejo. Desa ini dipilih sebagai sampel karena merupakan salah desa yang terkena dampak
erupsi merapi dan seluruh penduduknya mengungsi saat terjadi erupsi Merapi tahun 2010.
Desa Sidorejo terdiri dari 12 Dukuh yaitu
B. Rumusan Masalah