Oleh:
Sharira Ramadhani
125070307111020
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan kegiatan penting yang
makanan yang tidak dapat dihabiskan oleh pasien yang disajikan rumah sakit
menurut jenisn makanananya. Sisa makanan juga menjadi sebuah indikator
keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah sakit (ADI, 2005). Menurut
Barker (2011), tingginya sisa makanan pada pasien mengakibatkan asupan zat
gizi yang tidak adekuat dan ditambah dengan keadaan penyakit yang diderita
pasien, hal ini menyebabkan malnutrisi di rumah sakit ( hospital malnutrition ).
Berdasarkan penelitian terhadap sisa makanan pasien di RSU RA Kartini
Jepara mengungkapkan, hasil sisa makanan pasien tergolong kategori banyak
(25%) meliputi semua jenis makanan kecuali sayur yang termasuk kategori
sedikit dan presentase yang sama untuk waktu makan siang dan sore (25%)
kecuali untuk buah (Sumiyati, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Khairun Nida (2011) pada Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, terdapat rata-rata
sisa makanan sisa makanan pasien bersisa banyak (>25%) dimana jenis
makanan sayur sebesar 67.8%, lauk hewani bersisa 52.2%, dan nabati 50,8%.
Kemudian pada penelitian Desi Hartiningsih (2013) mengenai studi sisa
makanan lunak di RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang terdapat sisa makanan
kategori banyak terutama makanan pokok (bubur dan nasi tim) makan malam
sebesar 33,6%.
Menurut Beberapa penelelitian (National Heatlh Service, 2005) dan
Moehji, 1992) sisa makanan pada pasien di rumah sakit dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal, eksternal, dan lingkungan. Faktor internal
meliputi keadaan psikis pasien, fisik, dan kebiasaan makan pasien. Faktor
eksternal yang mempengaruhi sisa makanan yaitu penampilan makanan dan
rasa makanan, sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yaitu jadwal/
waktu pemberian makanan, makanan dari luar rumah sakit, alat makan, dan
keramahan penyaji/ pramusaji.
Berdasarkan Data yang telah disajikan, belum ada penelitian yang
serupa mengenai faktor internal yaitu keterkaitannya dengan pengetahuan
tentang diet yang dijalani pasien. Pengetahuan pasien dapat ditingkatkan dengan
adanya proses konseling gizi yang diharapkan dapat membantu proses
penyembuhan penyakit pasien dan mengurangi masa rawat pasien. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan konseling gizi dengan sisa
makanan di Rumah Sakit Panti Waluya Malang karena RS untuk mengevaluasi
dan mengetahui hubungan proporsi konseling gizi dengan sisa makanan yang
ada.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan
1.3
Tujuan
2.
1.4
Manfaat
1.
Manfaat Akademik
Untuk menyajikan informasi tentang hubungan konseling gizi
dengan sisa makanan di rumah sakit Kota Malang.
2.
Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan pihak Rumah
Sakit Panti Waluya Malang dan dapat bermanfaat untuk
mengevaluasi Keberhasilan pelayanan gizi terutama kegiatan
konseling gizi kepada pasien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
2.2
persentasi rencana asuhan gizi yang terstandar yaitu dengan standar pelayanan
rencana asesmen/pengkajian dan asuhan gizi tepat waktu, tercatat dalam rekam
medik, direvisi sesuai dengan respon pasien, melakukan monitoring
pelaksanaan, dan kesesuaian intervensi dengan skor 100% .
Prosedur dengan memilih 10 20 rekam medis pasien secara acak (atau
10% rekam medik atau berdasarkan jenis diagnosa, namun yang hasilnya valid
dan spesifik untuk setiap parameter).Bila tidak mencapai skor minimum harus
dilakukan identifikasi masalah dan tindak lanjut. Sebaiknya frekuensi audit ini
dilakukan berulang dan dilakukan minimal 1 kali dalam setahun.
2.2.2
dua arah antara pasien dengan konselor dalam hal ini seorang dietisien dengan
melakukan asesmen gizi sebagai tindakan prioritas untuk menungkatkan status
gizi serta menanmkan sikap dan perilaku pasien sehingga dapat mengatasi
masalah gizi yang dihadapi oleh pasien (Food and Nutrition Technical Assistance,
2012).
Menurut Supariasa (2012), konseling gizi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan gizi dengan bentuk pendekatan kepada pasien mengenai
(PGAT) atau Nutrition Care Process (NCP). Tata laksana konseling gizi harus
mengikuti langkah langkah tersebut untuk menjawab masalah gizi pasien.
Kegiatan konseling merupakan sebuah siklus yang saling berkaitan terdiri dari
empat langkah yaitu pengkajian gizi (nutrition assessment), diagnosis gizi
(nutrition diagnosis), intervensi gizi (nutrition intervention), monitoring dan
evaluasi gizi (nutrition monitoring and evaluation). Berikut bagan alur/ langkah
langkah konseling gizi sesuai PGAT menurut Persagi (2010) yaitu
Langkah 1
MEMBANGUN DASAR-DASAR
KONSELING
(mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
mengenal klien, membangun hubungan,
Langkah 2
MENGGALI PERMASALAHAN
(mengumpulkan data untuk dasar diagnosis
dari semua aspek dengan metode
assessment)
Langkah 3
MEMILIH SOLUSI
(memilih alternatif solusi, menggali
alternatif penyebab masalah gizi dengan
menegakkan diagnosa)
8
INTERVENSI
Langkah 4
Langkah
MEMILIH RENCANA
MEMPEROLEH K
(bekerja sama dengan klien
untuk melihat
alternatif dalam
memilihdiet
upaya
diet dan
perubahan
perilaku
yan
(komitmen
untuk melaksanakan
perlakuan
khusus,
membuat
rencana
realistis
Langkah 6
MONITORING & EVALUASI
Ulangi dan nyatakan kembali apakah kesimpulan dari konseling da
Pada kunjungan berikutnya, lihat evaluasi proses dan
2.
10
mengubah perilaku pasien kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi yang
dapat dicapai dengan penyusunan model konseling yang efektif dan efisien
melalui media untuk membantu proses konseling agar mudah di mengerti dan
dipahami oleh pasien (Zulhaida, 2011). Media yang umum digunakan dalam
konseling gizi yaitu
a. Leaflet
Leaflet adalah media berupa lembaran, tanpa lipatan, jumlah lembar satu
atau lebih, dapat di satukan atau berdiri sendiri atau dimasukkan kedalam map
yang dirancang khusus. Leaflet pada konseling gizi berisi tentang gambaran
umum penyakit terkait gizi, preskripsi diet, bahan makanan yang dianjurkan dan
tidak, pembagian porsi makan sehari, saran aktifitas fisik, contoh menu seharim
dan daftar bahan makanan penukar.
11
b. Poster
Media berupa lembaran cetak yang memuat aspek verbal (teks/ naskah
dan aspek visual (ilustrasi/typografi). Media ini mempunyai kelebihan yaitu
bahasa singkat dan sederhana sehingga mudah dipahami, komposisi huruf yang
besar sehingga mudah dilihat, dan ilustrasi yang menarik pembaca. Namun,
poster memiliki kelemahan yaitu jangkauannya yang hanya bersifat lokal, dan
sasarannya tidak dapat disesuaikan.
c. Food Model
Food Model adalah tiruan/ model bahan makanan yang dipakai ahli gizi
untuk membantu konseling gizi agar meningkatkan pemahaman pasien untuk
menentukan porsi dari makanan. Food Model dapat berbahan dasar kayu dan
resin, dibentuk dan diberi warna sesuai dengan wujud asli, dengan
menggunakan bahan yang aman dan tidak beracun.
4.
konseling gizi yaitu pasien kurang kooperatif dan ketidaksiapan untuk mengubah
dietnya, kurangnya kemampuan dan intelektual, dan suasana konseling yang
kurang kondusif.
5.
rencana diet sudah dibuat dan tujuan dari terapi gizi medis sudah tercapai.
Indikator keberhasilan suatu konseling gizi adalah perubahan status gizi,
perubahan nilai biokimia, perubahan fisik, dan perubahan pola makan yang lebih
baik.
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan hasil data terbaru dengan
data yang sebelumnya. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau
12
kegagalan dari intervensi gizi yang dilakukan. Menurut Persagi (2010), Evaluasi
hasil konseling gizi dibagi menjadi dua tahap yaitu evaluasi proses dan evaluasi
dampak.
a. Evaluasi proses
Evaluasi proses ini untuk melihat tingkat partisipasi pasien, kesesuaian isi
materi, waktu yang digunakan sehingga tujuan konseling gizi dapat tercapai.
b. Evaluasi Dampak
Untuk melihat keberhasilan dalam pelaksanaan konseling gizi, Ahli Gizi
dapat langsung melihat perkembangan pada pasien yaitu dengan pasien
melakukan kunjungan ulang, ketepatan asupan gizi, perubahan berat badan,
perubahan nilai biokimia, dan perubahan perilaku positif pasien terhadap makan
serta kesehatan.
2.2.3
dan rencana asuhan. Skor maksimal penilaian yaitu sebesar 100% dengan
frekuensi audit minimal 1 tahun. Persentasi ketepatan diet dilakukan dengan cara
mengambil sampel pasien kurang gizi yaitu mencatat rencana intervensi diet
dalam rekam medis dan mencatat order diet lalu mengobservasinya (Kemenkes
RI, 2013).
2.2.4
disajikan sudah sesuai standar yang disepakati dan frekuensi audit dilakukan 12
kali dalam setahun berfokus pada empat aspek yaitu alat makan lengkap dan
sesuai standar yang ditetapkan, menu yang disajikan sesuai dengan siklus menu
maupun permintaan pasien, porsi yang disajikan sesuai dengan standar porsi,
dan penampilan makanan disajikan secara keseluruhan yang baik (Kemenkes
RI, 2013).
2.2.5
13
Sisa Makanan
Menurut NHS (2005) ada beberapa definisi dari sisa makanan yaitu food
waste, food loss, bulk food service waste, plated meal waste, dan plate waste.
1.
Food Waste (Sisa makanan) adalah makanan yang dibeli, dipersiapkan,
diantar, dan dimaksudkan untuk dimakan oleh pasien namun tidak
disajikan di akhir pelayanan akibat makanan hilang saat proses penyajian
makanan (tidak dapat diperoleh/diolah atau tercecer) atau bagian yang
tidak dimakan oleh konsumen.
2. Food loss adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dimakan
contohnya tulang atau kulit pada buah.
3. Bulk food service waste adalah sisa makanan pada menu utama (main
course) yang tersisa berdasarkan pengamatan visual.
4. Plated meal waste adalah jumlah makanan yang tersisa yang tidak
disentuh/disajikan kepada pasien,
Sedangkan dalam penelitian ini sisa makanan yang dimaksud yaitu plate
waste sendiri yaitu makanan yang disajikan kepada pasien namun tidak dimakan
dan tersisa di piring konsumen.
Menurut NHS (2005), mengamati sisa makan pasien harus
memperhatikan siklus menu yang dimiliki oleh institusi/ rumah sakit ( siklus menu
10 hari, 15 hari, dan lain lain) jika tidak digunakan, diamati selama 14 hari jika
siklus menu. Pada penelitian ini Rumah Sakit Lavalette menggunakan siklus
14
15
Sisa Makanan % =
1
4
16
2 , Jika tersisa
1
2
3 , Jika tersisa
3
4
4 , Jika tersisa hampir mendekati utuh ( hanya dikonsumsi sedikit atau 5%)
5 , Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)
Metode ini mempunyai kelebihan dibandingkan metode penimbangan,
yaitu memerlukan waktu yang singkat, alatnya sederhana, menghemat biaya,
dan dapat mengetahui sisa makanan berdasarkan jenisnya. Namun, metode ini
tetap memiliki kekurangan yaitu memerlukan petugas atau estimator yang terlatih
dan teliti agar tidak menimbulkan penaksiran yang berlebih (over estimate), atau
kekurangan (under estimate).
2.2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan
Sisa makanan yang telah disajikan kepada pasien namun tidak habis
dikonsumsi memiliki faktor utama yaitu menurunnya nafsu makan namun
terdapat faktor lain yang berasal dari dalam diri pasien (faktor internal) meliputi
keadaan psikis pasien, fisik, dan kebiasaan makan pasien. Selain itu terdapat
fakor dari luar (faktor eksternal) yang berhubungan dengan penampilan dan rasa
makanan, serta faktor akibat lingkunan antara lain jadwal/ waktu penyajian
makanan, makanan dari luar rumah sakit, alat makan, dan keramahan petugas
penyaji makan (Moehyi (1992a) dan NHS (2005)).
1. Faktor Internal
Menurut Moehyi (1992b), faktor internal yaitu berasal dari dalam diri
pasien. Perawatan selama di rumah sakit dapat mempengaruhi mental pasien
dan menghambat penyembuhan penyakit. Faktor internal yang mempengaruhi
sisa makanan pasien antara lain:
a. Keadaan Psikis
17
18
b. Rasa Makanan
Selain pentingnya penampilan makanan yang berpengaruh pada
selera makan, rasa dari makanan merupakan komponen yang sangat
penting karena ditentukan oleh rangsangan terhadap indra penciuman
dan pengecap. Hal yang mempengaruhi rasa makanan yaitu aroma,
bumbu, tekstur, tingkat kematangan, dan suhu makanan (Moehyi,
1992a).
3. Faktor Lingkungan
Menurut NHS (2005), terdapat faktor lingkungan yang
mempengaruhi sisa makanan pada pasien yaitu jadwal pemberian makan, alat
makan, dan keramahan penyaji makanan di rumah sakit.
a. Jadwal/ Waktu Pemberian Makanan
Pemenuhan jadwal/ waktu makan yang ideal dengan memperhatikan waktu
makan yang dapat diterima secara umum, disahkan oleh institusi,
dikomunikasikan kepada petugas dan pasien dengan baik, jadwal pemberian
makan harus terlindungi dari interupsi (semua aktivitas klinis yang tidak
mendesak) saat jam makan, adanya pemantauan jadwal, dan memiliki waktu
yang fleksibel untuk kesesuaian dengan perubahan kebutuhan pasien.
b. Alat Makan
Alat makan yang digunakan di rumah sakit sebaiknya bersesuaian dengan
jenis makanan yang akan disajikan kepada pasien.
c. Keramahan Penyaji Makanan
19
Menurut NHS (2005), kriteria staf yang bertanggung jawab atas distribusi
makanan kepada pasien adalah dapat memberikan makanan sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan secepat mungkin.
BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1
Kerangka Konsep
Evaluasi
Asuhan
Gizi
Terstandart
Proporsi
konseling gizi
Ketepatan
Diet
Sisa Makanan
Rendah
20
Ketepatan
Penyajian
Makanan
Ketepatan
Cita Rasa
Makanan
Keterangan:
= Diteliti
= Tidak diteliti
Pokok pelayanan gizi di rumah sakit yaitu penyelenggaraan makanan
sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi. Penyelenggaraan makan di
rumah sakit yaitu berupa Diet yang diberikan beragam sesuai dengan kebutuhan
pasien.Untuk meningkatkan pelayanan giz di rumah sakit maka harus dilakukan
evaluasi yaitu dengan keberhasilan konseling gizi dan pemantauan sisa
makanan. Konseling gizi yang diberikan kepada pasien yaitu dengan memberi
pengetahuan terkait nutrisi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien
diharapkan angka sisa makanan di rumah sakit dapat turun.
3.2
Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara konseling gizi dengan sisa makanan pasien di
21
BAB 4
METODE PENELITIAN
22
n=
z 1/2 P(1P)
d2
Dengan :
n = Besar Sampel
P = Proporsi populasi, 50%
d = nilai presisi atau nilai kepercayaan 95% atau sig. = 0,05
Maka:
n=
z 1/2 P(1P)
d2
n=
n= 196
Berdasarkan perhitungan diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah sebesar 196 pasien.
4.3 Variabel Penelitian
1. Variabel dependen: Sisa makanan seluruh pasien rawat inap di RS
Panti Waluya kota Malang.
Variabel Independen: Konseling Gizi yang diberikan pada pasien
rawat inap di RS Panti Waluya kota Malang.
2. Kriteria Inklusi:
a. Pasien Pria maupun Wanita berusia 17-59 Tahun
b. Bersedia menjadi responden
c. Pasien mendapat konseling gizi
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien dalam keadaan kritis saat pengumpulan data
b. Pasien meninggal dunia saat pengumpulan data
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian: Rumah Sakit Panti Waluya Malang
2. Waktu Penelitian: Juli Agustus 2015.
4.5 Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Form Kuisioner keberhasilan konseling gizi berupa beberapa
pertanyaan untuk mengetahui tingkat partisipasi pasien dan tingkat
pemahaman tentang konseling gizi yang diberikan.
23
1.
Variabel
Definisi
Alat
Cara
Hasil Ukur
Skala
Ukur
Survey
1. Tinggi,
Nominal
Konseling
Operasional
Proses
Ukur
Data
Gizi
komunikasi
diperol
eh
frekuensi
dilakukan oleh
melalui
konseling
Ahli Gizi
Ahli
gizi yang
kepada pasien
Gizi
diberikan
dengan
yang
2 kali
2.Rendah,
meningkatkan
bertuga
pengertian,
jika
jika
frekuensi
sikap dan
konseling
perilaku
gizi < 2
pasien
kali
24
terhadap
2.
Sisa
dietnya
Sisa makanan
Form
Obseva
Hasil
Makanan
adalah jumlah
Plate
tional
pengamat
makanan yang
Waste
an visual
sudah
Study
sisa
didistribusikan
Nominal
makanan
ke masing-
di piring
masing ruang
dengan
perawatan
skala 6
namun tidak
poin yaitu
dimakan oleh
utuh,
pasien
dikonsums
i 75%,
50%,
25%, dan
3.
Pemeliharaan
Daftar
Inap
kesehatan di
pasien
seluruh
rumah sakt
rawat
pasien
dimana pasien
inap
rawat inap
tinggal
yang
dalam
sedikitnya satu
diperol
rumah
hari
eh dari
sakit
berdasarkan
rumah
rujukan dari
sakit
25
Survey
0%
Daftar
Rawat
Ordinal
pelaksana
pelayanan
kesehatan.
26
Data pada penelitian ini menggunakan analisis dengan SPSS versi 16.0.
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji korelasi spearman dengan Interpretasi
nilai P < 0,05 maka terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang
diuji, namun jika nilai P > 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji.
DAFTAR PUSTAKA
Barker, Lisa. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification,and Impact
on Patients and The Healthcare System. (online).
www.mdpi.com/journal.ijerph diakses tanggal 8 Oktober 2011.
Carr, Deborah. 2001. Plate Waste Studies: National Food Service Management.
Comstock, E.M, Pierre, R.G., and Mackieman, Y.D., (1991). Measuring Individual
Plate Waste in School Lunches, Journal of American Dietetic Association.
Contento, Isobel R. 2007. Nutrition Education: Linking Research, Theory, and
Practice. Canada: Jones and Bartlett Publishers
27
Cornelia. 2013. Konseling Gizi Proses Komunikasi, Tata Laksana, Serta Aplikasi
Konseling Gizi pada Berbagai Diet, Jakarta: Penebar Plus.
Departemen Kesehatan RI. 2006a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2006b. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Food and Technical Assistance (FANTA III). 2012. Defining Nutrition Assessment,
Counseling, and Support. USAID
Hartiningsih, Desi. 2013. Hubungan Cita Rasa, Besar Porsi, dan Waktu
Pemberian Makan Terhadap Sisa Makanan Lunak Pasien Kelas 3 di
RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Fakultas Ilmu- Ilmu
Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Gizi Rumah Sakit (PGRS). Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.
Jakarta: Penerbit Bharata.
NHS Estates. 2005. Managing Food Waste in The NHS.United Kingdom:
Department of Health.
Nida, Khairun. 2011. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Skripsi.
Program Studi Gizi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo
Banjarbaru.
28
Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien dan Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien di Ruang Anggrek RSU RA Kartini
Jepara. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Pendidikan & Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC
Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC
29