Anda di halaman 1dari 29

HUBUNGAN KONSELING GIZI DENGAN SISA MAKANAN DI RUMAH

SAKIT PANTI WALUYA ALANG

PROPOSAL TUGAS AKHIR

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Gizi Kesehatan

Oleh:
Sharira Ramadhani
125070307111020

PROGRAM STUDI ILMU GIZI KESEHATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Pelayanan gizi di rumah sakit merupakan kegiatan penting yang

dibutuhkan untuk membantu penyembuhan penyakit pasien. Pelayanan gizi yang


diberikan disesuaikan dengan keadaan klinis, status gizi, dan status metabolisme
tubuh. Pelayanan gizi di rumah sakit erat kaitannya dengan memberikan
konseling gizi sampai dengan melaksanakan penyelenggaraan makanan bagi
konsumen di rumah sakit.
Konseling gizi adalah proses komunikasi dua arah yang dilakukan oleh
Ahli Gizi kepada pasien dengan meningkatkan pengertian, sikap dan perilaku
pasien terhadap dietnya (Kemenkes RI, 2013). Tujuan utama dari konseling gizi
adalah perubahan prilaku diet dari pasien dengan menggali informasi,
mempelajari, dan membangun kepercayaan diri pasien agar mampu mengambil
keputusan dari masalah gizi yang dihadapinya. Kemudian Ahli Gizi akan
meneggakkan diagnosis gizi dan membuat intervensi dengan memilih diet dan
menyelenggarakan makanan yang sesuai dengan kondisi pasien lalu melakukan
monitoring dan evaluasi (Persagi, 2013).
Evaluasi merupakan kegiatan yang bertujuan untuk menilai keberhasilan
pelaksanaan konseling gizi yaitu dengan mengukur keberhasilan kesesuaian
materi, tingkat partisipasi dan perubahan perilaku pasien, perubahan berat,
perubahan nilai biokimia, serta ketepatan asupan gizi salah satunya dengan
pemantauan sisa makanan pasien (Persagi, 2013). Sisa makanan adalah jumlah

makanan yang tidak dapat dihabiskan oleh pasien yang disajikan rumah sakit
menurut jenisn makanananya. Sisa makanan juga menjadi sebuah indikator
keberhasilan penyelenggaraan makanan di rumah sakit (ADI, 2005). Menurut
Barker (2011), tingginya sisa makanan pada pasien mengakibatkan asupan zat
gizi yang tidak adekuat dan ditambah dengan keadaan penyakit yang diderita
pasien, hal ini menyebabkan malnutrisi di rumah sakit ( hospital malnutrition ).
Berdasarkan penelitian terhadap sisa makanan pasien di RSU RA Kartini
Jepara mengungkapkan, hasil sisa makanan pasien tergolong kategori banyak
(25%) meliputi semua jenis makanan kecuali sayur yang termasuk kategori
sedikit dan presentase yang sama untuk waktu makan siang dan sore (25%)
kecuali untuk buah (Sumiyati, 2006). Pada penelitian yang dilakukan oleh
Khairun Nida (2011) pada Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum, terdapat rata-rata
sisa makanan sisa makanan pasien bersisa banyak (>25%) dimana jenis
makanan sayur sebesar 67.8%, lauk hewani bersisa 52.2%, dan nabati 50,8%.
Kemudian pada penelitian Desi Hartiningsih (2013) mengenai studi sisa
makanan lunak di RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang terdapat sisa makanan
kategori banyak terutama makanan pokok (bubur dan nasi tim) makan malam
sebesar 33,6%.
Menurut Beberapa penelelitian (National Heatlh Service, 2005) dan
Moehji, 1992) sisa makanan pada pasien di rumah sakit dipengaruhi oleh
beberapa faktor yaitu faktor internal, eksternal, dan lingkungan. Faktor internal
meliputi keadaan psikis pasien, fisik, dan kebiasaan makan pasien. Faktor
eksternal yang mempengaruhi sisa makanan yaitu penampilan makanan dan
rasa makanan, sedangkan faktor yang berasal dari lingkungan yaitu jadwal/

waktu pemberian makanan, makanan dari luar rumah sakit, alat makan, dan
keramahan penyaji/ pramusaji.
Berdasarkan Data yang telah disajikan, belum ada penelitian yang
serupa mengenai faktor internal yaitu keterkaitannya dengan pengetahuan
tentang diet yang dijalani pasien. Pengetahuan pasien dapat ditingkatkan dengan
adanya proses konseling gizi yang diharapkan dapat membantu proses
penyembuhan penyakit pasien dan mengurangi masa rawat pasien. Oleh karena
itu peneliti tertarik untuk mengetahui hubungan konseling gizi dengan sisa
makanan di Rumah Sakit Panti Waluya Malang karena RS untuk mengevaluasi
dan mengetahui hubungan proporsi konseling gizi dengan sisa makanan yang
ada.

1.2

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian dalam latar belakang di atas, dapat dirumuskan

sebagai masalah, yaitu


Bagaimana hubungan antara konseling gizi dengan sisa makanan di Rumah
Sakit Panti Waluya Malang?

1.3

Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum


1.

Mengetahui hubungan konseling gizi dengan sisa makanan di Rumah


Sakit Panti Waluya Malang.

1.3.2 Tujuan Khusus


1.

Mengetahui proporsi konseling gizi yang diberikan kepada pasien di


Rumah Sakit Panti Waluya Malang.

2.

1.4

Mengetahui prevalensi sisa makanan di Rumah Sakit Panti Waluya.

Manfaat
1.

Manfaat Akademik
Untuk menyajikan informasi tentang hubungan konseling gizi
dengan sisa makanan di rumah sakit Kota Malang.

2.

Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan pihak Rumah
Sakit Panti Waluya Malang dan dapat bermanfaat untuk
mengevaluasi Keberhasilan pelayanan gizi terutama kegiatan
konseling gizi kepada pasien.

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1

Pelayanan Gizi Rumah Sakit


Pelayanan gizi rumah sakit merupakan pelayanan gizi yang disesuaikan

dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi, dan


metabolismenya.
Tingkat kesehatan dan status gizi yang baik dalam masyarakat
merupakan salah satu indikator dari Sumber Daya Manusia (SDM) yang
berkualitas. Untuk memenuhi tingkat kesehatan dan status gizi yang baik di
masyarakat khususnya di Indonesia, diperlukan pelayanan kesehatan dan gizi
keluarga dan individu yang dinaungi oleh sistem sarana pelayanan kesehatan
salah satunya rumah sakit (Kemenkes RI, 2013).
Menurut Kemenkes RI (2013), Ada empat kegiatan pokok pelayanan gizi
di rumah sakit yaitu pelayanan gizi rawat jalan, pelayanan gizi rawat inap,
penyelenggaraan makanan, dan penelitian dan pengembangan gizi. Pelayanan
gizi di rumah sakit dikatakan bermutu jika memenuhi komponen mutu yaitu
terdapat pengawasan dan pengendalian produk yang dihasilkan aman, menjamin
kepuasan konsumen, dan asesmen yang berkualitas.

2.2

Indikator Mutu Pelayanan Gizi


Menurut Kemenkes RI (2013) ada beberapa indikator yang digunakan

dalam menilai mutu pelayanan gizi antara lain:


2.2.1

Perencanaan Asuhan Gizi dengan Standar Pelayanan


Pelayanan gizi di rumah sakit yang terstandar harus tercerminkan melalui

persentasi rencana asuhan gizi yang terstandar yaitu dengan standar pelayanan
rencana asesmen/pengkajian dan asuhan gizi tepat waktu, tercatat dalam rekam
medik, direvisi sesuai dengan respon pasien, melakukan monitoring
pelaksanaan, dan kesesuaian intervensi dengan skor 100% .
Prosedur dengan memilih 10 20 rekam medis pasien secara acak (atau
10% rekam medik atau berdasarkan jenis diagnosa, namun yang hasilnya valid
dan spesifik untuk setiap parameter).Bila tidak mencapai skor minimum harus
dilakukan identifikasi masalah dan tindak lanjut. Sebaiknya frekuensi audit ini
dilakukan berulang dan dilakukan minimal 1 kali dalam setahun.

2.2.2

Keberhasilan Konseling Gizi


Konseling gizi adalah serangkaian kegiatan proses komunikasi interaktif

dua arah antara pasien dengan konselor dalam hal ini seorang dietisien dengan
melakukan asesmen gizi sebagai tindakan prioritas untuk menungkatkan status
gizi serta menanmkan sikap dan perilaku pasien sehingga dapat mengatasi
masalah gizi yang dihadapi oleh pasien (Food and Nutrition Technical Assistance,
2012).
Menurut Supariasa (2012), konseling gizi bertujuan untuk memberikan
pengetahuan gizi dengan bentuk pendekatan kepada pasien mengenai

permasalahan gizi yang sedang dihadapi serta menumbuhkan kepercayaan diri


pasien agar nantinya akan mengubah perilaku pasien yang terkait gizi.
Keberhasilan konseling gizi merupakan persentasi perubahan tanda dan
gejala dari problem gizi terhadap target yang telah ditentukan. Audit terhadap
keberhasilan konseling gizi di rumah sakit secara umum dapat dilakukan setiap
tahun (Kemenkes RI, 2013).
1.

Alur Konseling Gizi


Konseling gizi merupakan bagian dari Proses Asuhan Gizi Terstandar

(PGAT) atau Nutrition Care Process (NCP). Tata laksana konseling gizi harus
mengikuti langkah langkah tersebut untuk menjawab masalah gizi pasien.
Kegiatan konseling merupakan sebuah siklus yang saling berkaitan terdiri dari
empat langkah yaitu pengkajian gizi (nutrition assessment), diagnosis gizi
(nutrition diagnosis), intervensi gizi (nutrition intervention), monitoring dan
evaluasi gizi (nutrition monitoring and evaluation). Berikut bagan alur/ langkah
langkah konseling gizi sesuai PGAT menurut Persagi (2010) yaitu

Langkah 1
MEMBANGUN DASAR-DASAR
KONSELING
(mengucapkan salam, memperkenalkan diri,
mengenal klien, membangun hubungan,
Langkah 2
MENGGALI PERMASALAHAN
(mengumpulkan data untuk dasar diagnosis
dari semua aspek dengan metode
assessment)
Langkah 3
MEMILIH SOLUSI
(memilih alternatif solusi, menggali
alternatif penyebab masalah gizi dengan
menegakkan diagnosa)
8

INTERVENSI

Langkah 4
Langkah
MEMILIH RENCANA
MEMPEROLEH K
(bekerja sama dengan klien
untuk melihat
alternatif dalam
memilihdiet
upaya
diet dan
perubahan
perilaku
yan
(komitmen
untuk melaksanakan
perlakuan
khusus,
membuat
rencana
realistis

Langkah 6
MONITORING & EVALUASI
Ulangi dan nyatakan kembali apakah kesimpulan dari konseling da
Pada kunjungan berikutnya, lihat evaluasi proses dan

2.

Materi Konseling Gizi


Menurut Contento (2007), ada sembilan materi yang di berikan Ahli Gizi

saat melakukan konseling gizi antara lain:


a. Gambaran umum penyakit yang diderita pasien namun hanya yang terkait
dengan gizi.
b. Hasil Asesmen pasien
Asesmen atau pengkajian data dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a) Antropometri
Pengukuran antropometri berupa tinggi badan, berat badan, tinggi
lutut, tebal lemak bawah kulit, lingkar lengan atas, dan lain- lain sesuai
kebutuhan (Depkes, 2006a).
b) Data Laboraturium

Data laboraturium digunakan untuk mendeteksi kelainan nilai biokimia


untuk mendukung diagnosa penyakit yang dihubungkan dengan
masalah gizi,
c) fisik klinis
Pemerikasaan fisik untuk mengamati tanda dan gejala pasien
yang mengalami gangguan gizi. terkait kesan klinis keadaan gizi untuk
menentukan sebab akibat antara status gizi dengan kesehatan
(Depkes, 2006b).
Pemeriksaan fisik yang dilakukan meliputi tanda klinis kurang gizi
(sangat kurus, pucat, atau bengkak), gizi lebih (gemuk atau sangat
gemuk/ obesitas), sistem kardiovaskuler, sistem pernafasan, sistem
gastrointestinal, sistem metabolik/ endokrin, dan sistem
neurologik/psikiatrik (Depkes, 2006a)
d) Riwayat makan
Untuk mengkitung konsumsi makanan pasien sebelumnya dengan
menggunakan metode 24 Hour Recall dan Food Frequency
Questionnaire serta hubungannya dengan riwayat personal pasien ,
dan interaksi obat dan makanan yang mungkin terjadi.

e) Kesimpulan status gizi pasien.


Kesimpulan status gizi berupa pengkajian status gizi dengan
mengidentifikasi gizi (kurang atau lebih) untuk mempertimbangkan
f)

rencana diet yang harus diberikan ke pada pasien (Depkes, 2006a).


Kebutuhan energi dan zat gizi per hari.
Analisis kebutuhan gizi bertujuan untuk memberikan informasi
perbandingan antara asupan dengan kebutuhan zat gizi dalam sehari
atas dasar status gizi, pemeriksaan klinis, dan data laboraturium.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan kebutuhan unntuk
penggantian zat gizi (replacement), kebutuhan harian, kebutuhan
tambahan akibat kehilangan (loss), serta pemulihan jaringan. Kajian

10

data tersebut dapat menggunakan perangkat lunak (Nutrisurvey/


Nutriclin). (Depkes, 2006a)
g) Tujuan, prinsip, dan syarat diet yang diberikan sesuai dengan kondisi
pasien.
Ahli gizi akan menerjemahkan rencana diet ke dalam menu dan porsi
makanan juga frekuensi makan yang akan diberikan sesuai dalam
bentuk atau konsistensi makanan yaitu berupa makanan biasa, lunak,
cair, dsb (Depkes, 2006a)
h) Bahan makanan yang dianjurkan, dibatasi, dan dihindari beserta
alasannya.
i) Pembagian porsi makan sehari.
j) Contoh menu sehari.
k) Saran mengenai aktifitas fisik yang disesuaikan dengan penyakit atau
keluhan pasien
3.

Media Konseling Gizi


Media atau alat bantu yang digunakan saat konseling gizi bertujuan untuk

mengubah perilaku pasien kearah konsumsi pangan yang sehat dan bergizi yang
dapat dicapai dengan penyusunan model konseling yang efektif dan efisien
melalui media untuk membantu proses konseling agar mudah di mengerti dan
dipahami oleh pasien (Zulhaida, 2011). Media yang umum digunakan dalam
konseling gizi yaitu
a. Leaflet
Leaflet adalah media berupa lembaran, tanpa lipatan, jumlah lembar satu
atau lebih, dapat di satukan atau berdiri sendiri atau dimasukkan kedalam map
yang dirancang khusus. Leaflet pada konseling gizi berisi tentang gambaran
umum penyakit terkait gizi, preskripsi diet, bahan makanan yang dianjurkan dan
tidak, pembagian porsi makan sehari, saran aktifitas fisik, contoh menu seharim
dan daftar bahan makanan penukar.

11

b. Poster
Media berupa lembaran cetak yang memuat aspek verbal (teks/ naskah
dan aspek visual (ilustrasi/typografi). Media ini mempunyai kelebihan yaitu
bahasa singkat dan sederhana sehingga mudah dipahami, komposisi huruf yang
besar sehingga mudah dilihat, dan ilustrasi yang menarik pembaca. Namun,
poster memiliki kelemahan yaitu jangkauannya yang hanya bersifat lokal, dan
sasarannya tidak dapat disesuaikan.
c. Food Model
Food Model adalah tiruan/ model bahan makanan yang dipakai ahli gizi
untuk membantu konseling gizi agar meningkatkan pemahaman pasien untuk
menentukan porsi dari makanan. Food Model dapat berbahan dasar kayu dan
resin, dibentuk dan diberi warna sesuai dengan wujud asli, dengan
menggunakan bahan yang aman dan tidak beracun.
4.

Hambatan Konseling Gizi


Menurut Contento (2007), Ada beberapa hambatan saat melakukan

konseling gizi yaitu pasien kurang kooperatif dan ketidaksiapan untuk mengubah
dietnya, kurangnya kemampuan dan intelektual, dan suasana konseling yang
kurang kondusif.
5.

Monitoring dan Evaluasi


Tujuan dari monitoring/ pemantauan untuk menentukan seberapa jauh

rencana diet sudah dibuat dan tujuan dari terapi gizi medis sudah tercapai.
Indikator keberhasilan suatu konseling gizi adalah perubahan status gizi,
perubahan nilai biokimia, perubahan fisik, dan perubahan pola makan yang lebih
baik.
Evaluasi merupakan kegiatan membandingkan hasil data terbaru dengan
data yang sebelumnya. Evaluasi bertujuan untuk mengetahui keberhasilan atau

12

kegagalan dari intervensi gizi yang dilakukan. Menurut Persagi (2010), Evaluasi
hasil konseling gizi dibagi menjadi dua tahap yaitu evaluasi proses dan evaluasi
dampak.
a. Evaluasi proses
Evaluasi proses ini untuk melihat tingkat partisipasi pasien, kesesuaian isi
materi, waktu yang digunakan sehingga tujuan konseling gizi dapat tercapai.
b. Evaluasi Dampak
Untuk melihat keberhasilan dalam pelaksanaan konseling gizi, Ahli Gizi
dapat langsung melihat perkembangan pada pasien yaitu dengan pasien
melakukan kunjungan ulang, ketepatan asupan gizi, perubahan berat badan,
perubahan nilai biokimia, dan perubahan perilaku positif pasien terhadap makan
serta kesehatan.
2.2.3

Ketepatan Diet yang disajikan


Ketepatan diet adalah kesesuaian diet yang disajikan dengan order diet

dan rencana asuhan. Skor maksimal penilaian yaitu sebesar 100% dengan
frekuensi audit minimal 1 tahun. Persentasi ketepatan diet dilakukan dengan cara
mengambil sampel pasien kurang gizi yaitu mencatat rencana intervensi diet
dalam rekam medis dan mencatat order diet lalu mengobservasinya (Kemenkes
RI, 2013).
2.2.4

Ketepatan Penyajian Makanan


Ketepatan penyajian makanan dapat diamati dengan makanan yang

disajikan sudah sesuai standar yang disepakati dan frekuensi audit dilakukan 12
kali dalam setahun berfokus pada empat aspek yaitu alat makan lengkap dan
sesuai standar yang ditetapkan, menu yang disajikan sesuai dengan siklus menu
maupun permintaan pasien, porsi yang disajikan sesuai dengan standar porsi,
dan penampilan makanan disajikan secara keseluruhan yang baik (Kemenkes
RI, 2013).
2.2.5

Ketepatan Citarasa Makanan

13

Citarasa pada makanan meliputi aroma, suhu, penampilan, rasa, dan


tekstur dari makanan. Sedangkan ketepatan citarasa makanan adalah persentasi
citarasa hidangan yang dapat diterima atau sesuai dengan diet pasien. Menilai
ketepatan dari citarasa makanan dari jenis hidangan yang merupakan modifikasi
bentuk makanan dan terapi diet, dapat diperoleh nilai minimum 100%. Bila nilai
minimum tercapai, dilakukan 12 kali dalam setahun. Bila tidak tercapai, dilakukan
audit berulang pada aspek yang perlu diperbaiki.
2.2.6

Sisa Makanan
Menurut NHS (2005) ada beberapa definisi dari sisa makanan yaitu food

waste, food loss, bulk food service waste, plated meal waste, dan plate waste.
1.
Food Waste (Sisa makanan) adalah makanan yang dibeli, dipersiapkan,
diantar, dan dimaksudkan untuk dimakan oleh pasien namun tidak
disajikan di akhir pelayanan akibat makanan hilang saat proses penyajian
makanan (tidak dapat diperoleh/diolah atau tercecer) atau bagian yang
tidak dimakan oleh konsumen.
2. Food loss adalah bagian dari makanan yang tidak dapat dimakan
contohnya tulang atau kulit pada buah.
3. Bulk food service waste adalah sisa makanan pada menu utama (main
course) yang tersisa berdasarkan pengamatan visual.
4. Plated meal waste adalah jumlah makanan yang tersisa yang tidak
disentuh/disajikan kepada pasien,
Sedangkan dalam penelitian ini sisa makanan yang dimaksud yaitu plate
waste sendiri yaitu makanan yang disajikan kepada pasien namun tidak dimakan
dan tersisa di piring konsumen.
Menurut NHS (2005), mengamati sisa makan pasien harus
memperhatikan siklus menu yang dimiliki oleh institusi/ rumah sakit ( siklus menu
10 hari, 15 hari, dan lain lain) jika tidak digunakan, diamati selama 14 hari jika
siklus menu. Pada penelitian ini Rumah Sakit Lavalette menggunakan siklus

14

menu 10 hari +1 artinya terjadi pengulangan menu setelah 10 hari dan


penambahan 1 hari khusus untuk tanggal 31.
Menurut Kemenkes (2013), tujuan dari pengawasan sisa makanan
adalah sebagai indikator standar pelayanan gizi. Dalam Standar Pelayanan
Minimal Rumah Sakit meliputi, ketepatan waktu pemberian maknanan kepada
pasien (100%), tidak ada kesalahan pemberian diet, dan presentasi sisa
makanan pasien yang tidak dihabiskan yaitu 20%.
2.2.6.1 Metode Pengukuran Sisa Makanan
Ada beberapa metode dalam pengawasan untuk menilai sisa makanan,
metode yang dipilih dapat disesuaikan dengan kemampuan dan tujuan dari
penelitian atau pengamatan. Menurut NHS (2005) terdapat ketentuan makanan
yang di golongkan ke dalam sisa makanan namun tidak dimasukkan ke dalam
audit tools misalnya karton yoghurt dan jus buah yang telah didistribusikan
namun tidak disajikan kepada pasien (masih dibawah kontrol suhu dan
diperhatikan masa berlakunya). Makanan tersebut mempunyai fungsi tetap
disimpan untuk dikonsumsi kemudian atau tetap dibuang karena tidak disajikan.
Beberapa metode pengukuran sisa makanan adalah sebagai berikut:
1. Metode Food Weighing (Penimbangan Sisa Makanan)
Menurut Carr (2001), metode penimbangan dilakukan untuk
mengetahui intake zat gizi pasien secara akurat. Metode ini menimbang
setiap sisa makanan sesuai jenis hidangan untuk mengukur total sisa
makanan pada individu atau kelompok.
Prinsip pada metode penimbangan ini yaitu petugas menimbang
langsung dan mencatat seluruh makanan yang dikonsumsi serta sisa
makanan yang ada selama satu hari (Supariasa dkk, 2002). Menurut
Komalawati (2005) dalam Priyanto (2009), penghitungan sisa makanan
pasien yang ditimbang kemudian di rata rata menurut jenis makanan.
Persentase sisa makanan dihitung melalui rumus:

15

Sisa Makanan % =

Jumla h makanan yang tersisa(gr )


Standar porsi rumah sakit ( gr ) x100%

Metode penimbangan ini mempunyai kelebihan yaitu akurasi yang


paling tinggi namun memerlukan waktu lama (Supariasa dkk, 2002). Menurut
NHS (2005) metode penimbangan memiliki kekurangan antara lain:
a. Sisa makanan harus ditimbang sesuai dengan kelas rawat pasien
sehingga tidak praktis.
b. Tidak mengidentifikai makanan apa yang telah terbuang dan kehilangan
peluang untuk mengurangi limbah di masa mendatang.
c. Tidak dapat mengidentifikasi pola dalam jenis makanan.
d. Tidak efisien dikarenakan pengukuran komponen makanan berbeda dari
makanan yang ditimbang.
e. Dapat terjadi kesalahan mengidentifikasi volume sisa makanan pada
f.

makanan yang berbeda dalam berat (misalnya, hidangan ikan ringan).


Tidak memperhitungkan sisa makanan yang bukan bagian yang dapat

dimakan misalnya tulang dan kulit


g. Tidak representatif sebagai level karena dapat bervariasi tiap makanan.
2. Metode Pengamatan Visual (Visual Method)
Metode ini disebut juga dengan Observational Method, yaitu
pengamatan yang bertujuan untuk mengetahui daya terima pasien terhadap
makanan (Carr, 2001). Murut Comstock (1991), dalam peneitiannya
mengembangkan metode ini menggunakan skala pengukuran dikembangkan
oleh comstock dengan menggunakan skor skala 6 poin dengan kriteria sebagai
berikut :
0 , Jika tidak ada porsi makanan yang tersisa (100% dikonsumsi)
1 , Jika tersisa

1
4

porsi ( hanya 75% yang dikonsumsi)

16

2 , Jika tersisa

1
2

porsi ( hanya 50% yang dikonsumsi)

3 , Jika tersisa

3
4

porsi (hanya 25% yang dikonsumsi)

4 , Jika tersisa hampir mendekati utuh ( hanya dikonsumsi sedikit atau 5%)
5 , Jika makanan tidak dikonsumsi sama sekali (utuh)
Metode ini mempunyai kelebihan dibandingkan metode penimbangan,
yaitu memerlukan waktu yang singkat, alatnya sederhana, menghemat biaya,
dan dapat mengetahui sisa makanan berdasarkan jenisnya. Namun, metode ini
tetap memiliki kekurangan yaitu memerlukan petugas atau estimator yang terlatih
dan teliti agar tidak menimbulkan penaksiran yang berlebih (over estimate), atau
kekurangan (under estimate).
2.2.6.2 Faktor yang Mempengaruhi Sisa Makanan
Sisa makanan yang telah disajikan kepada pasien namun tidak habis
dikonsumsi memiliki faktor utama yaitu menurunnya nafsu makan namun
terdapat faktor lain yang berasal dari dalam diri pasien (faktor internal) meliputi
keadaan psikis pasien, fisik, dan kebiasaan makan pasien. Selain itu terdapat
fakor dari luar (faktor eksternal) yang berhubungan dengan penampilan dan rasa
makanan, serta faktor akibat lingkunan antara lain jadwal/ waktu penyajian
makanan, makanan dari luar rumah sakit, alat makan, dan keramahan petugas
penyaji makan (Moehyi (1992a) dan NHS (2005)).
1. Faktor Internal
Menurut Moehyi (1992b), faktor internal yaitu berasal dari dalam diri
pasien. Perawatan selama di rumah sakit dapat mempengaruhi mental pasien
dan menghambat penyembuhan penyakit. Faktor internal yang mempengaruhi
sisa makanan pasien antara lain:
a. Keadaan Psikis

17

Lamanya masa rawat pasie di rumah sakit mengakibatkan terjadinya


tekanan psikis pada pasien. Perubahan lingkungan mempengaruhi
perubahan makan yaitu dengan menimbulkan hilangnya nafsu makan dan
rasa mual (Moehyi, 1992b).
b. Keadaan Fisik
Jenis dan konsistensi pasien dapat berbeda beda bergantung dari
penyakit pasien dan kondisi pasien di rumah sakit yang beragam. Kondisi
fisik juga menyebabkan waktu dalam menghabiskan makanan yang
berbeda. Pasien dengan keparahan penyakit lebih berat mungkin tidak akan
berselera dengan porsi yang besar dan memerlukan bentuk makanan yang
lebih lunak (Moehyi, 1992b)
c. Kebiasaan Makan
Kebiasaan makan pasien adalah penggambaran kebiasaan dan perilaku
terhadap dietnya. Kebiasaan makan yang berhubungan dengan gizi yaitu
frekuensi makan sesorang terhadap jenis makanan tertentu, pola makan,
kepercayaan terhadap makanan, distribusi makanan antara anggota
keluarga, penerimaan terhadap makanan (makanan yang disukai atau tidak
disukai), serta pemilihan bahan makanan (Khomsan, 2004).
2. Faktor Eksternal
a. Penampilan makanan
Menurut Moehyi (1992a), Penampilan makanan yang menarik
akan meningkatkan selera makan pasien. Indikator dari penampilan
makanan antara lain adalah warna makanan yang menarik yang berasal
dari pewarna alami maupun yang buatan. Penggunaan zat warna telah
diatur berdasarkan jenis zat warna yang boleh digunakan pada makanan
dan minuman. Selain itu konsistensi makanan juga mempengaruhi
penampilan makanan karena dapat memberi rangsangan yang berbeda.

18

Hal lain yang mempengaruhi penampilan makanan yaitu bentuk


makanan, porsi makanan, dan penyajian makanan.

b. Rasa Makanan
Selain pentingnya penampilan makanan yang berpengaruh pada
selera makan, rasa dari makanan merupakan komponen yang sangat
penting karena ditentukan oleh rangsangan terhadap indra penciuman
dan pengecap. Hal yang mempengaruhi rasa makanan yaitu aroma,
bumbu, tekstur, tingkat kematangan, dan suhu makanan (Moehyi,
1992a).

3. Faktor Lingkungan
Menurut NHS (2005), terdapat faktor lingkungan yang
mempengaruhi sisa makanan pada pasien yaitu jadwal pemberian makan, alat
makan, dan keramahan penyaji makanan di rumah sakit.
a. Jadwal/ Waktu Pemberian Makanan
Pemenuhan jadwal/ waktu makan yang ideal dengan memperhatikan waktu
makan yang dapat diterima secara umum, disahkan oleh institusi,
dikomunikasikan kepada petugas dan pasien dengan baik, jadwal pemberian
makan harus terlindungi dari interupsi (semua aktivitas klinis yang tidak
mendesak) saat jam makan, adanya pemantauan jadwal, dan memiliki waktu
yang fleksibel untuk kesesuaian dengan perubahan kebutuhan pasien.
b. Alat Makan
Alat makan yang digunakan di rumah sakit sebaiknya bersesuaian dengan
jenis makanan yang akan disajikan kepada pasien.
c. Keramahan Penyaji Makanan

19

Menurut NHS (2005), kriteria staf yang bertanggung jawab atas distribusi
makanan kepada pasien adalah dapat memberikan makanan sesuai dengan
jadwal yang telah ditentukan secepat mungkin.

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1

Kerangka Konsep

Pelayanan Gizi Rumah


Sakit

Evaluasi

Asuhan
Gizi
Terstandart

Proporsi
konseling gizi

Ketepatan
Diet

Sisa Makanan
Rendah

20

Ketepatan
Penyajian
Makanan

Ketepatan
Cita Rasa
Makanan

Keterangan:
= Diteliti
= Tidak diteliti
Pokok pelayanan gizi di rumah sakit yaitu penyelenggaraan makanan
sesuai standar kebutuhan gizi dan aman dikonsumsi. Penyelenggaraan makan di
rumah sakit yaitu berupa Diet yang diberikan beragam sesuai dengan kebutuhan
pasien.Untuk meningkatkan pelayanan giz di rumah sakit maka harus dilakukan
evaluasi yaitu dengan keberhasilan konseling gizi dan pemantauan sisa
makanan. Konseling gizi yang diberikan kepada pasien yaitu dengan memberi
pengetahuan terkait nutrisi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi pasien
diharapkan angka sisa makanan di rumah sakit dapat turun.

3.2

Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara konseling gizi dengan sisa makanan pasien di

Rumah Sakit Panti Waluya Kota Malang.

21

BAB 4
METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Metode yang dipilih dalam penelitian ini adalah metode kuantitatif Cross
Sectional Observational dengan alasan variabel dependen (sisa makanan) dan
variable independen (konseling gizi) diukur pada saat yang bersamaan dalam
satu waktu. Penelitian ini juga menggunakan metode estimasi visual yaitu Digital
Imaging dalam pengukuran sisa makanan pasien
4.2 Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi yang dipilih dalam penelitian ini adalah seluruh pasien rawat inap
pada semua kelas di Rumah Sakit Panti Waluya, Kota Malang yang
mendapatkan konseling gizi. Jumlah populasi penelitian ini digunakan
sebagai dasar penentuan jumlah sampel.
2. Sampel
Sebagian populasi yang dianggap mewakili populasi penelitian dengan
pemenuhan kriteria inklusi dan yang tidak memenuhi (kriteria eksklusi)
dikeluarkan. Perhitungan sampel menggunakan rumus pendugaan proporsi
sampel Lemeshow (1997) adalah sebagai berikut:

22

n=

z 1/2 P(1P)
d2

Dengan :
n = Besar Sampel
P = Proporsi populasi, 50%
d = nilai presisi atau nilai kepercayaan 95% atau sig. = 0,05
Maka:

n=

z 1/2 P(1P)
d2

n=

1,96 x 0,5 ( 10,5 )


0,052

n= 196
Berdasarkan perhitungan diatas, jumlah sampel yang dibutuhkan untuk
penelitian ini adalah sebesar 196 pasien.
4.3 Variabel Penelitian
1. Variabel dependen: Sisa makanan seluruh pasien rawat inap di RS
Panti Waluya kota Malang.
Variabel Independen: Konseling Gizi yang diberikan pada pasien
rawat inap di RS Panti Waluya kota Malang.
2. Kriteria Inklusi:
a. Pasien Pria maupun Wanita berusia 17-59 Tahun
b. Bersedia menjadi responden
c. Pasien mendapat konseling gizi
Kriteria Eksklusi:
a. Pasien dalam keadaan kritis saat pengumpulan data
b. Pasien meninggal dunia saat pengumpulan data
4.4 Lokasi dan Waktu Penelitian
1. Lokasi Penelitian: Rumah Sakit Panti Waluya Malang
2. Waktu Penelitian: Juli Agustus 2015.
4.5 Bahan dan Alat/Instrumen Penelitian
Peralatan dan instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Form Kuisioner keberhasilan konseling gizi berupa beberapa
pertanyaan untuk mengetahui tingkat partisipasi pasien dan tingkat
pemahaman tentang konseling gizi yang diberikan.
23

2. Form pencatatan pengukuran sisa makanan untuk mengetahui


persentase dari makanan yang tersisa.
3. Kamera DSLR dengan resolusi 10 MP beserta tripod untuk
mendokumentasikan keadaan makanan pasien.
4. Alat tulis seperti Ballpoint, Pensil, Papan jalan, dan map untuk
mendukung pencatatan dan penyimpanan berkas penelitian.

4.6 Definisi Operasional


No

1.

Variabel

Definisi

Alat

Cara

Hasil Ukur

Skala

Ukur
Survey

1. Tinggi,

Nominal

Konseling

Operasional
Proses

Ukur
Data

Gizi

komunikasi

diperol

dua arah yang

eh

frekuensi

dilakukan oleh

melalui

konseling

Ahli Gizi

Ahli

gizi yang

kepada pasien

Gizi

diberikan

dengan

yang

2 kali
2.Rendah,

meningkatkan

bertuga

pengertian,

jika

jika
frekuensi
sikap dan
konseling
perilaku
gizi < 2
pasien
kali

24

terhadap
2.

Sisa

dietnya
Sisa makanan

Form

Obseva

Hasil

Makanan

adalah jumlah

Plate

tional

pengamat

makanan yang

Waste

an visual

sudah

Study

sisa

didistribusikan

Nominal

makanan

ke masing-

di piring

masing ruang

dengan

perawatan

skala 6

namun tidak

poin yaitu

dimakan oleh

utuh,

pasien

dikonsums
i 75%,
50%,
25%, dan

3.

Pemeliharaan

Daftar

Inap

kesehatan di

pasien

seluruh

rumah sakt

rawat

pasien

dimana pasien

inap

rawat inap

tinggal

yang

dalam

sedikitnya satu

diperol

rumah

hari

eh dari

sakit

berdasarkan

rumah

rujukan dari

sakit

25

Survey

0%
Daftar

Rawat

Ordinal

pelaksana
pelayanan
kesehatan.

4.7 Prosedur Penelitian/Pengumpulan Data

Menentukan pasien yang akan dipilih


sebgai sampel sesuai metode yang telah
ditentukan
Meminta pasien untuk menandatangani surat
kebersediaannya untuk menjadi responden
Ahli gizi memberikan konseling kepada pasien
Pasien mengisi form mengenai
keberhasilan konseling gizi
Pasien diberikan diet sesuai dengan kondisi dan
kebutuhannya
Mendokumentasikan makanan pasien sebelum
didistribusikan ke ruangan
Petugas mendistribusikan makanan ke ruangan pasien
Petugas mengambil makanan dari ruangan pasien
setelah jam makan usai
Mendokumentasikan piring makan pasien
Membandingkan hasil foto makanan pasien
antara sebelum dan sesudah dikonsumsi pasien
Mengestimasi sisa makanan yang ada dengan
menggunakan skala 6 poin (utuh, dikonsumsi
sesuap, , , , dan tanpa sisa).
Melakukan analisa data hubungan antara konseling
gizi dengan sisa makanan pasien

4.8 Analisa Data

26

Data pada penelitian ini menggunakan analisis dengan SPSS versi 16.0.
Uji hipotesis yang digunakan adalah uji korelasi spearman dengan Interpretasi
nilai P < 0,05 maka terdapat korelasi yang bermakna antara dua variabel yang
diuji, namun jika nilai P > 0,05 maka tidak terdapat korelasi yang bermakna
antara dua variabel yang diuji.

DAFTAR PUSTAKA
Barker, Lisa. 2011. Hospital Malnutrition: Prevalence, Identification,and Impact
on Patients and The Healthcare System. (online).
www.mdpi.com/journal.ijerph diakses tanggal 8 Oktober 2011.
Carr, Deborah. 2001. Plate Waste Studies: National Food Service Management.
Comstock, E.M, Pierre, R.G., and Mackieman, Y.D., (1991). Measuring Individual
Plate Waste in School Lunches, Journal of American Dietetic Association.
Contento, Isobel R. 2007. Nutrition Education: Linking Research, Theory, and
Practice. Canada: Jones and Bartlett Publishers

27

Cornelia. 2013. Konseling Gizi Proses Komunikasi, Tata Laksana, Serta Aplikasi
Konseling Gizi pada Berbagai Diet, Jakarta: Penebar Plus.
Departemen Kesehatan RI. 2006a. Pedoman Pelayanan Gizi Rumah Sakit.
Jakarta: Departemen Kesehatan RI
Departemen Kesehatan RI. 2006b. Pedoman Praktis Terapi Gizi Medis. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI
Food and Technical Assistance (FANTA III). 2012. Defining Nutrition Assessment,
Counseling, and Support. USAID
Hartiningsih, Desi. 2013. Hubungan Cita Rasa, Besar Porsi, dan Waktu
Pemberian Makan Terhadap Sisa Makanan Lunak Pasien Kelas 3 di
RSUD Berkah Kabupaten Pandeglang. Skripsi. Fakultas Ilmu- Ilmu
Kesehatan Universitas Esa Unggul.
Kementrian Kesehatan RI. 2013. Pedoman Gizi Rumah Sakit (PGRS). Jakarta:
Kementrian Kesehatan RI.
Moehyi, Sjahmien. 1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga.
Jakarta: Penerbit Bharata.
NHS Estates. 2005. Managing Food Waste in The NHS.United Kingdom:
Department of Health.
Nida, Khairun. 2011. Faktor- Faktor yang Berhubungan dengan Sisa Makanan
Pasien Rawat Inap di Rumah Sakit Jiwa Sambang Lihum. Skripsi.
Program Studi Gizi, Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Husada Borneo
Banjarbaru.

28

Sumiyati. 2006. Gambaran Sisa Makanan Pasien dan Beberapa Faktor yang
Mempengaruhi Sisa Makanan Pasien di Ruang Anggrek RSU RA Kartini
Jepara. Tesis. Universitas Muhammadiyah Semarang
Supariasa, I Dewa Nyoman. 2012. Pendidikan & Konsultasi Gizi. Jakarta: EGC
Supariasa, I Dewa Nyoman dkk. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC

29

Anda mungkin juga menyukai