Anda di halaman 1dari 62

BAB I

PENDAHULUAN
Semua orang baik secara individu, kelompok maupun masyarakat
dimana saja dan kapan saja, mempunyai hak untuk hidup sehat atau
memperoleh perlindungan kesehatan. Sebaliknya, setiap orang baik
individu, kelompok maupun masyarakat, mempunyai kewajiban dan
tanggung jawab untuk melindungi kesehatan serta menjaga kesehatan
dirinya sendiri dari segala ancaman penyakit dan masalah kesehatan lain.1
Upaya perlindungan dan penjagaan tersebut termasuk juga terhadap
penyakit infeksi menular seperti tuberkulosis paru. Karena Perhatian akvitis
kesehatan sedunia telah dikejutkan oleh deklarasi kedaruratan kesehatan
global (the global health emergency) tuberkulosis paru pada tahun 1993
dari WHO, munculnya deklarasi tersebut disebabkan oleh sebagian besar
negara-negara di dunia tidak berhasil mengendalikan penyakit TB paru. 2-4
Diperkirakan sepertiga penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium
tuberculosis. Tahun 1995 ada 9 juta pasien TB baru dan 3 juta kematian
akibat TB diseluruh dunia. Dimana 95% dari kasus TB dan 98% kematian
akibat TB di dunia tersebut terjadi pada negara-negara berkembang.
Diantara mereka 75% berada pada usia produktif, yaitu 15-50 tahun.3,4
Alasan utama muncul atau meningkatnya beban TB global ini antara
lain disebabkan : 1. Kemiskinan pada berbagai penduduk, tidak hanya pada
negara yang sedang berkembang tetapi juga pada penduduk perkotaan
tertentu di negara maju; 2. Adanya perubahan demografik dengan
meningkatnya penduduk dunia; 3. Kegagalan program TB selama ini yang
disebabkan oleh tidak memadainya komitmen politik dan pendanaan, tidak
memadainya organisasi pelayanan TB (kurang terakses oleh masyarakat,
penemuan kasus/diagnosis yang tidak sesuai standar, obat tidak terjamin
penyediaannya, tidak dilakukan pemantauan, pencatatan serta pelaporan
yang standar, dan sebagainya), tidak memadainya tatalaksana kasus
(diagnosis dan paduan obat yang tidak standar, gagal menyembuhkan kasus

yang telah didiagnosis), salah persepsi terhadap manfaat dan efektifitas


BCG, serta infrastruktur kesehatan yang buruk pada negara-negara yang
mengalami krisis ekonomi atau pergolakan masyarakat.3,4
Berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Control tahun 2012,
diketahui bahwa pada tahun 2011 Indonesia menduduki peringkat ke-4 dunia
untuk kasus TB. Lima negara dengan jumlah terbesar insiden tuberkulosis
terbesar pada tahun 2011 tersebut adalah India, China, Afrika Selatan,
Indonesia, dan Pakistan.3,4
Tingginya prevalensi TB paru disebabkan oleh rendahnya angka
kesembuhan penderita yang berdampak pada tingginya penularan. 2-5
Penularan penyakit yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis ini
terjadi melalui udara (airborne spreading) dari droplet infeksi.2,3,5 Sumber
infeksinya adalah penderita TB paru yang membatukkan dahaknya, terutama
dari penderita yang pada pemeriksaan apusan dahaknya ditemukan BTA
positif.2-5 Sekali seorang pasien TB paru BTA (+) batuk atau berbicara
selama 5 menit dapat mengeluarkan sekitar 3000 droplet nuclei, dimana 1
droplet nuclei mengandung 3 basil TB. Penularan umumnya terjadi pada
lingkungan yang pemukimannya padat, serta dalam ruangan dengan
ventilasi kurang. Sinar matahari diketahui dapat membunuh kuman dengan
cepat, sedangkan pada ruangan yang gelap dengan ventilasi yang tidak
memadai kumanmycobacterium tuberculosis dapat bertahan hidup.3,5
Pemeriksaan sputum pada tersangka TB paru merupakan gold standart
dalam menegakkan diagnosa TB paru.2-8 Pemeriksaan sputum dilakukan 3
kali, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS) dengan metoda Zeihl Neelson. 2,6,7
Bila dari dua kali pemeriksaan didapatkan hasil BTA (+), maka pasien
tersebut dinyatakan positif mengidap TB paru. 2-8 Sedangkan apabila pada
pemeriksaan hanya ditemukan satu kali BTA (+), maka harus dilakukan
pemeriksaan foto thoraks atau SPS ulang.2,3,5
Untuk menekan terjadinya penyakit ini, perlu kesadaran yang tinggi
dari penderitanya. Sebab tujuan dari pencegahan dan pengobatannya adalah
memutus rantai penularan dan eradikasi kuman mikobakterium TB.3,5,8

BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
Umur

: Tn. D
: 46 tahun

Suku/bangsa
Agama

: Batak

: Kristen

Pendidikan : SMA
Pekerjaan

: Swasta

Alamat

: Perum. Permata Regency RT 58

MRS

: Rabu, 19 November 2014 pukul 09.32 WIB

(dari IGD)
2.2. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama :
Batuk darah sejak 1 hari SMRS
b. Riwayat Penyakit Sekarang :
Os mengeluh batuk darah sejak 1 hari SMRS.
Os awalnya mengeluh batuk sejak 3 bulan SMRS.
Batuk yang dialami os merupakan batuk berdahak,
warna kuning dan kental. Batuk berdahak ini juga sudah
dialami os sejak 3 bulan yang lalu. Kemudian 1 bulan
yang lalu batuk semakin parah. 1 hari SMRS os
mengeluh batuk dahak disertai dengan darah. Pada
saat batuk darah os tidak merasa mual dan tidak ada
muntah.
Keluhan lain yang dirasakan os adalah demam hilang
timbul, disertai menggigil dan berkeringat terutama
saat malam hari. Selain itu, Os mengeluh sesak napas sejak 1
minggu SMRS. Sesak napas tidak dipengaruhi oleh aktivitas, debu,

asap, udara dingin, ataupun paparan terhadap serbuk sari serta bulu
binatang. Sesak napas juga tidak mempengaruhi aktivitas sehari-hari
pasien. Sejak timbulnya keluhan-keluhan tersebut nafsu
makan os mulai menurun, sehingga berdampak pada
penurunan berat badan os, yang menurut os diakuinya
bahwa berat badannya sudah menurun sekitar 10kg.
Sebelumnya os belum pernah mengalami keluhan
seperti ini. Os juga belum pernah mengkonsumsi obat
paru selama 6 bulan. Untuk mengatasi keluhannya, os
sudah dibawa ke rumah sakit swasta dan dilakukan
pemeriksaan rontgen thorak dan didiagnosis TB Paru
aktif, namun di RS tersebut tidak ada pemeriksaan
sputum BTA, maka dari itu pasien dirujuk ke RS Raden
Mattaher Jambi untuk dilakukan pemeriksaan sputum
BTA.
c. Riwayat Penyakit Dahulu
TB paru (-),Asma (-),Malaria (-),alergi obat (-)
d. Riwayat penyakit Keluarga
TB Paru (-), Hipertensi (-) DM (-), Asma (-), PJK (-),
Malaria (-)
e. Riwayat Pekerjaan dan Sosial
Sehari-harinya os beraktivitas sebagai pekerja swasta di
pabrik kertas. Menurut os di lingkungan tempat tinggal
dan lingkungan kerjaanya tidak ada yang menderita
keluhan seperti yang dialami oleh os.
2.3 Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaan Umum
: Tampak sakit sedang
Kesadaran
: Compos Mentis
TD
: 110/80 mmHg
4

Nadi
: 90 x/menit
RR
: 24x/menit teratur
Suhu
: 36,10C
Berat Badan
: 52 kg
Pemeriksaan Kepala
- Bentuk Kepala

: Normochepal

- Rambut

: Hitam, tidak mudah rontok, tidak


mudah dicabut, distribusi rata.

Pemeriksaan Mata
- Konjungtiva

: Anemis (-/-)

- Sklera

: Ikterik (-/-)

- Pupil

: Isokor kanan-kiri, reflek cahaya


(+/+)

- Palpebra

: Tak tampak edema kanan-kiri,


simetris

- Gerakan bola mata

: Simetris

Pemeriksaan Hidung
- Bentuk

: Normal , deviasi (-)

- Nafas cuping hidung : tidak ada


- Sekret

: tidak terdapat sekret hidung

Pemeriksaan Mulut
- Bibir

: tidak sianosis, tidak kering

- Lidah

: tidak kotor, tepi tidak hiperemi

Pemeriksaan Telinga
- Bentuk

: Normal

- Sekret

: Tidak ada

- Nyeri tekan mastoideus

: tidak ada

- Fungsional

: pendengaran baik

Pemeriksaa Leher
- JVP

: normal (5-2 cmH2O)

- Kelenjar tiroid

: tidak membesar

- Kelenjar limfonodi

: tidak membesar

Jantung
- Inspeksi

: Ictus cordis tidak tampak, letak di

ICS 5
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

: Thrill (-)
: Batas jantung dbn
: BJ I dan IIregular, Gallop (-),

Murmur (-)
Pulmo

Inspeksi

:Simetris kanan-

kiri, pergerakan dinding dada tidak


ada yang tertinggal.
-

Palpasi

: NT (-), taktil fremitus

kiri meningkat
-

Perkusi

: Sonor dikedua

lapang paru
-

Auskultasi

: vesikuler (+/), ronkhi

(-/), wheezing (-/-)

Abdomen
- Inspeksi

: Datar dan soepel

- Palpasi

: NT (-), hepar dan lien tidak teraba

- Perkusi

: Timpani

- Auskultasi : bising usus (+) normal

Ekstremitas
Edema (-/-), akral hangat, sianosis (-), clubbing finger (-).

2.4 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Darah Rutin
-

WBC

: 9,1 x 103/mm3

RBC
HB
HT
PLT

:
:
:
:

4,74 x 106/mm3
13,5 g/dl
38,9 %
494 x 103/mm3

Kimia Darah
- GDS
: 160 mg/dl
Pemeriksaan Faal hati
- SGOT : 52 U/L
- SGPT
: 43 U/L
Tes DDR
Negatif (-)
2.5

Diagnosis
Hemoptisis et causa Susp. Tuberculosis Paru

2.6 Penatalaksanaan
- Observasi keadaan umum, tanda-tanda vital pasien
- O2 2-3 L/m
- IVFD RL 20 gtt/m
- Inj. Metilprednisolon 125 mg I ( 1 ampul )
- Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1 ampul )
- Inj. Asam Traneksamat 3 x 500 mg
- Ambroxol 3 x 30 mg
- Rencana pemeriksaan sputum BTA SPS
2.7

Follow Up

Tanggal

Follow up

Keterangan

20-11-

S : Sesak (+), Batuk berdahak (+),

Sampel sputum

2014

Batuk darah (+)

sewaktu sudah di
ambil dan di antar ke

O : TD : 110/80 mmHgN : 88 x/i

Lab

RR : 26 x/i T : 36,0 C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)

A : Hemoptisis ec suspek TB paru


P:

O2 2-3 L/m

IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Ambroxol 3 x 30 mg
Rencana
pemeriksaan
sputum BTA SPS

21-11-

S : Sesak (+),Batuk berdahak (+),

2014

keringat malam hari (+)

Sputum Pagi belum ada

O : TD : 110/70 mmHg N : 84 x/i


RR : 20 x/i T : 35,9C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)
A : Hemoptisis suspek TB paru
P:

22-11-

O2 2-3 L/m

IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Ambroxol 3 x 30 mg

S : Sesak (+), Batuk darah (-),

Sputum Pagi sudah


9

2014

Batuk berdahak (+), keringat

diambil dan diantar ke

malam hari (+)

Lab

O : TD : 120/80 mmHg N : 88 x/i


12.30 WIB Hasil

RR : 28 x/iT : 36,0 C

pemeriksaan Sputum
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),

BTA sudah ada :

Wheezing (-/-)
- Sewaktu : +3
A : Hemoptisis ec TB paru
- Pagi
P:

: +3

O2 2-3 L/m

IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Rencana pemberian
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1
OAT DOTS
ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
Ambroxol 3 x 30 mg

23-11-

S : Sesak (+), Batuk darah (-),

2014

Batuk berdahak (+), badan lemas,


mual (-), muntah (-), keringat
malam hari (+)
O : TD : 110/70 mmHgN : 88 x/I
RR : 28 x/i

T:

36,4 C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)

10

A : Hemoptisis ec TB paru
P:

O2 2-3 L/m

IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
FDC RHZE 1x2 tab

24-11-

S : Sesak (+), Batuk darah (-),

2014

Batuk berdahak (+), badan lemas,


mual (-), muntah (-), keringat
malam hari (+)
O : TD : 130/80 mmHgN : 84 x/I
RR : 20 x/i

T:

36,2 C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)
A : Hemoptisis ec TB paru
P:

O2 2-3 L/m

IVFD RL 20 gtt/m
Inj. Ampicilin 3 x 1 gr
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
FDC RHZE 1x2 tab
11

26-11-

S : Batuk darah (+), Batuk

2014

berdahak (+), keringat malam hari


(+)
O : TD : 120/80 mmHgN : 78 x/I
RR : 24 x/i

T:

36,4 C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)
A : Hemoptisis ec TB paru
P:
-

IVFD RL 20 gtt/m + Drip

Crome 1 ampul
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
FDC RHZE 1x2 tab

27-11-

S : Batuk darah (+), Batuk

2014

berdahak (+), keringat malam hari


(+)
O : TD : 110/80 mmHgN : 80 x/I
RR : 24 x/i

T:

36,0 C

12

Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),


Wheezing (-/-)
A : Hemoptisis ec TB paru
P:
-

IVFD RL 20 gtt/m + Drip

Crome 1 ampul
Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
FDC RHZE 1x2 tab

28-11-

S : Batuk darah (+), Batuk

2014

berdahak (+), keringat malam hari


(+)
O : TD : 110/80 mmHgN : 80 x/I
RR : 24 x/i

T:

36,0 C
Vesikuler (+/+) Ronkhi (-/+),
Wheezing (-/-)
A : Hemoptisis ec TB paru
P:

- IVFD RL 20 gtt/m + Drip


Crome 1 ampul
-

Inj. Ceftriaxone 1 x 2 gr
Inj. Ranitidin 2 x 50 mg ( 1

13

ampul )
Inj. Asam Traneksamat 3 x

500 mg
FDC RHZE 1x2 tab

BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

3.1 HEMOPTISIS
3.1.1 Definisi
Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah,
atau sputum yang berdarah. Sputum mungkin bercampur dengan darah. Mungkin
juga seluruh cairan yang dikeluarkan paru-paru berupa darah. Setiap proses yang
mengakibatkan terganggunya kontinuitas aliran pembuluh darah paru-paru dapat
mengakibatkan perdarahan. Batuk darah merupakan suatu gejala yang serius.
Mungkin ini merupakan manifestasi yang paling dini dari tuberkulosis aktif.
Sebab-sebab lain dari hemoptisis adalah karsinoma bronkogenik, infarksi, dan
abses paru-paru.
Hemoptisis harus dibedakan dengan hematemesis. Hematemesis
disebabkan oleh lesi pada saluran cerna, sedangkan hemoptisis disebabkan oleh
lesi pada paru atau bronkus/bronkiolus.

3.1.2 Klasifikasi
Klasifikasi didasarkan pada perkiraan jumlah darah yang dibatukkan.
1. Bercak (Streaking) : <15-20 ml/24 jam
Yang sering terjadi darah bercampur dengan sutum. Umumnya pada
bronkitis.
2. Hemoptisis: 20-600 ml/24 jam
14

Hal ini berarti perdarahan pada pembuluh darh yang lebih besar. Biasanya
pada kanker paru, pneumonia, TB, atau emboli paru.
3. Hemoptisis massif : >600 ml/24 jam
Biasanya pada kanker paru, kavitas pada TB, atau bronkiektasis.
4. Pseudohemoptisis
Merupakan batuk darah dari struktur saluran napas bagian atas (di atas
laring) atau dari saluran cerna atas atau hal ini dapat berupa perdarahan
buatan (factitious).
Berdasarkan penyebabnya dikenal berbagai macam batuk darah :
1. Batuk darah idiopatik atau esensial dimana penyebabnya tidak diketahui
Angka kejadian batuk darah idiopatik sekitar 15% tergantung fasilitas
penegakan diagnosis. Pria terdapat dua kali lebih banyak daripada wanita,
berumur sekitar 30 tahun, biasanya perdarahan dapat berhenti sendiri
sehingga prognosis baik. Teori perdarahan ini adalah sebagai berikut :
a. Adanya ulserasi mukosa yang tidak dapat dicapai oleh bronkoskopi.
b. Bronkiektasis yang tidak dapat ditemukan.
c. Infark paru yang minimal.
d. Menstruasi vikariensis.
e. Hipertensi pulmonal.
2. Batuk darah sekunder, yang penyebabnya dapat di pastikan
a. Pada prinsipnya berasal dari :
b. Saluran napas
i. Yang sering ialah tuberkulosis, bronkiektasis, tumor paru,
pneumonia dan abses paru.
ii. Menurut Bannet, 82 86% batuk darah disebabkan oleh
tuberkulosis paru, karsinoma paru dan bronkiektasis.
iii. Yang jarang dijumpai adalah penyakit jamur (aspergilosis),
silikosis, penyakit oleh karena cacing.
c. Sistem kardiovaskuler
i. Yang sering adalah stenosis mitral, hipertensi.

15

ii. Yang jarang adalah kegagalan jantung, infark paru,


aneurisma aorta.
d. Lain-lain
i. Disebabkan oleh benda asing, ruda paksa, penyakit darah
seperti hemofilia, hemosiderosis, sindrom Goodpasture,
eritematosus lupus sistemik, diatesis hemoragik dan
pengobatan dengan obat-obat antikoagulan
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas :
1. Hemoptisis massif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :

Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam

Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24


jam, akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.

Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari


10 g%, tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak
berhenti.

Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada


hemoptoe selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi
mobilisasi dari depot darah, sehingga kadar Hb tidak selalu
memberikan gambaran besarnya perdarahan yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe


juga mempunyai kelemahan oleh karena :
o Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan
sputum dan kadang-kadang dengan cairan lambung,
sehinga sukar untuk menentukan jumlah darah yang
hilang sesungguhnya.
o Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersamasama dengan tinja, sehingga tidak ikut terhitung
16

o Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.


Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptisis ditentukan oleh :

Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan


hipovolemik (hypovolemik shock).

Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan aritmia,
gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral. Dalam hal
kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptisis, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.

Lamanya perdarahan.

Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.

Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat


kesadaran.
Klasifikasi menurut Pusel :
+ : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam sputum
++ : batuk dengan perdarahan 1 30 ml
+++ : batuk dengan perdarahan 30 150 ml
++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis

sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

3.1.3 Perbedaan hemoptoe dengan hematemesis

17

Untuk membedakan antara muntah darah (hematemesis) dan batuk darah


(hemoptoe) bila dokter tidak hadir pada waktu pasien batuk darah, maka pada
batuk darah (hemoptoe) akan didapatkan tanda-tanda sebagai berikut :
Tanda-tanda batuk darah:
1. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan.
2. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di dalam
saluran napas.
3. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan.
4. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman.
5. pH alkalis.
6. Bisa berlangsung beberapa hari
7. Penyebabnya : kelainan paru
Tanda-tanda muntah darah :
1. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah.
2. Suara napas tidak ada gangguan.
3. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium.
4. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan.
5. pH asam.
6. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe.
7. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis.
Differentiating Features of Hemoptysis and Hematemesis
Hemoptysis
History

Hematemesis

Absence of nausea and vomiting

Presence of nausea and vomiting

Lung disease

Gastric or hepatic disease

Asphyxia possible

Asphyxia unusual

Sputum examination

18

Hemoptysis
Frothy

Hematemesis
Rarely frothy

Liquid or clotted appearance

Coffee ground appearance

Bright red or pink

Brown to black

Laboratory
Alkaline pH

Acidic pH

Mixed with macrophages and neutrophils

Mixed with food particles

Diagnostic Clues in Hemoptysis: Physical History


Clinical clues
Anticoagulant use

Suggested diagnosis*
Medication effect, coagulation disorder

Association with menses

Catamenial hemoptysis

Dyspnea on exertion, fatigue, orthopnea, Congestive heart failure, left ventricular


paroxysmal nocturnal dyspnea, frothy
dysfunction, mitral valve stenosis
pink sputum
Fever, productive cough

Upper respiratory infection, acute sinusitis,


acute bronchitis, pneumonia, lung abscess

History of breast, colon, or renal cancers Endobronchial metastatic disease of lungs


History of chronic lung disease, recurrent Bronchiectasis, lung abscess
lower respiratory track infection, cough
with copious purulent sputum
HIV, immunosuppression

Neoplasia, tuberculosis, Kaposis sarcoma

Nausea, vomiting, melena, alcoholism,


chronic use of nonsteroidal antiinflammatory drugs

Gastritis, gastric or peptic ulcer, esophageal


varices

Pleuritic chest pain, calf tenderness

Pulmonary embolism or infarction

Tobacco use

Acute bronchitis, chronic bronchitis, lung


cancer, pneumonia

Travel history

Tuberculosis, parasites (e.g., paragonimiasis,


schistosomiasis, amebiasis, leptospirosis),
biologic agents (e.g., plague, tularemia, T2
mycotoxin)

Weight loss

Emphysema, lung cancer, tuberculosis,


bronchiectasis, lung abscess, HIV

19

3.1.4 Etiologi
Penyebab dari batuk darah (hemoptoe) dapat dibagi atas :
1. Infeksi, terutama tuberkulosis, abses paru, pneumonia, dan kaverne oleh
karena jamur dan sebagainya.
2. Kardiovaskuler, stenosis mitralis dan aneurisma aorta.
3. Neoplasma, terutama karsinoma bronkogenik dan poliposis bronkus.
4. Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).
5. Benda asing di saluran pernapasan.
6. Faktor-faktor ekstrahepatik dan abses amuba.
Penyebab terpenting dari hemoptisis masif adalah :
1. Tumor :
a. Karsinoma.
b. Adenoma.
c. Metastasis endobronkial dari massa tumor ekstratorakal.
2. Infeksi
a. Aspergilloma.
b. Bronkhiektasis (terutama pada lobus atas).
c. Tuberkulosis paru.
3. Infark Paru
4. Udem paru, terutama disebabkan oleh mitral stenosis
5. Perdarahan paru
a. Sistemic Lupus Eritematosus
b. Goodpastures syndrome.
c. Idiopthic pulmonary haemosiderosis.
d. Bechets syndrome.
6. Cedera pada dada/trauma
a. Kontusio pulmonal.
b. Transbronkial biopsi.
c. Transtorakal biopsi memakai jarum.
7. Kelainan pembuluh darah

20

a. Malformasi arteriovena.
b. Hereditary haemorrhagic teleangiectasis.
8. Bleeding diathesis.
Penyebab hemoptoe banyak, tapi secara sederhana dapat dibagi dalam 3
kelompok yaitu : infeksi, tumor dan kelainan kardiovaskular. Infeksi merupakan
penyebab yang sering didapatkan antara lain : tuberkulosis, bronkiektasis dan
abses paru. Pada dewasa muda, tuberkulosis paru, stenosis mitral, dan
bronkiektasis merupakan penyebab yang sering didapat. Pada usia diatas 40 tahun
karsinoma bronkus merupakan penyebab yang sering didapatkan, diikuti
tuberkulsosis dan bronkiektasis.
3.1.5 Patofisiologi Hemoptisis
Setiap proses yang terjadi pada paru akan mengakibatkan hipervaskularisasi
dari cabang-cabang arteri bronkialis yang berperanan untuk memberikan nutrisi
pada jaringan paru bila terjadi kegagalan arteri pulmonalis dalam melaksanakan
fungsinya untuk pertukaran gas. Terdapatnya aneurisma Rasmussen pada kaverna
tuberkulosis yang merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe masih
diragukan. Teori terjadinya perdarahan akibat pecahnya aneurisma dari Ramussen
ini telah lama dianut, akan tetapi beberapa laporan autopsi membuktikan bahwa
terdapatnya hipervaskularisasi bronkus yang merupakan percabangan dari arteri
bronkialis lebih banyak merupakan asal dari perdarahan pada hemoptoe. (4)
Mekanisma terjadinya batuk darah adalah sebagai berikut :
1. Radang mukosa
Pada trakeobronkitis akut atau kronis, mukosa yang kaya pembuluh darah
menjadi rapuh, sehingga trauma yang ringan sekalipun sudah cukup untuk
menimbulkan batuk darah.
2. Infark paru
Biasanya disebabkan oleh emboli paru atau invasi mikroorganisme pada
pembuluh darah, seperti infeksi coccus, virus, dan infeksi oleh jamur.
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler

21

Distensi pembuluh darah akibat kenaikan tekanan darah intraluminar


seperti pada dekompensasi cordis kiri akut dan mitral stenosis.
4. Kelainan membran alveolokapiler
Akibat

adanya

reaksi

antibodi

terhadap

membran,

seperti

padaGoodpastures syndrome.
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
Pecahnya pembuluh darah dinding kavitas tuberkulosis yang dikenal
dengan aneurisma Rasmussen; pemekaran pembuluh darah ini berasal dari
cabang pembuluh darah bronkial. Perdarahan pada bronkiektasis
disebabkan pemekaran pembuluh darah cabang bronkial. Diduga hal ini
terjadi disebabkan adanya anastomosis pembuluh darah bronkial dan
pulmonal. Pecahnya pembuluh darah pulmonal dapat menimbulkan
hemoptisis masif.
6. Invasi tumor ganas
7. Cedera dada
Akibat benturan dinding dada, maka jaringan paru akan mengalami
transudasi ke dalam alveoli dan keadaan ini akan memacu terjadinya batuk
darah.
Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung. Hemoptisis
sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada hematemesis
darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah dari
epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1) Anamnesis

22

Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan


untuk mendapatkan data-data :
- Jumlah dan warna darah
- Lamanya perdarahan
- Batuknya produktif atau tidak
- Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
- Sakit dada, substernal atau pleuritik
- Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk
- Wheezing
- Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
- Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
- Perokok berat dan telah berlangsung lama
- Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
- Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
Untuk membedakan antara batuk darah dengan muntah darah dapat
digunakan petunjuk sebagai berikut :
Keadaan
1. Prodromal

Hemoptoe
Rasa tidak enak di
tenggorokan, ingin batuk
2. Onset
Darah dibatukkan, dapat
disertai batuk
3. Penampilan darah Berbuih
4. Warna
Merah segar
5. Isi
Lekosit, mikroorganisme,
makrofag, hemosiderin
6. Reaksi
Alkalis (pH tinggi)
7. Riwayat Penyakit Menderita kelainan paru
Dahulu
8. Anemi
Kadang-kadang
9. Tinja
Warna tinja normal
Guaiac test (-)

Hematemesis
Mual, stomach distress
Darah
dimuntahkan
dapat disertai batuk
Tidak berbuih
Merah tua
Sisa makanan
Asam (pH rendah)
Gangguan
lambung,
kelainan hepar
Selalu
Tinja bisa berwarna
hitam, Guaiac test (-)

2. Pemeriksaan fisik

23

Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang


dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada
setiap

penderita

hemoptisis

masif.

Gambaran

opasitas

dapat

menunjukkan tempat perdarahannya.


4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
1. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
2. Batuk darah yang berulang ulang
3. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan
diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu
yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial,

mengingat

bahwa

selama

masa

perdarahan,

bronkoskopi akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga


dapat memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi
pernapasan.

Lavase

dengan

bronkoskop fiberoptic dapat

menilai

bronkoskopi merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi


perdarahan.
Dalam

mencari

sumber

perdarahan

pada

lobus

superior,

bronkoskop serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal


sangat bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah
serta mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan
penamponan dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.

24

3.1.6 Tata Laksana


Pada umumnya hemoptoe ringan tidak diperlukan perawatan khusus dan
biasanya berhenti sendiri. Yang perlu mendapat perhatian yaitu hemoptisis yang
masif.
Tujuan pokok terapi ialah :
1. Mencegah tersumbatnya saluran napas oleh darah yang beku
2. Mencegah kemungkinan penyebaran infeksi
3. Menghentikan perdarahan
Sasaran-sasaran

terapi

yang

utama

adalah

memberikan

suport

kardiopulmaner dan mengendalikan perdarahan sambil mencegah asfiksia yang


merupakan penyebab utama kematian pada para pasien dengan hemoptisis masif.
Masalah utama dalam hemoptoe adalah terjadinya pembekuan dalam
saluran napas yang menyebabkan asfiksi. Bila terjadi afsiksi, tingkat kegawatan
hemoptoe paling tinggi dan menyebabkan kegagalan organ yang multipel.
Hemoptoe dalam jumlah kecil dengan refleks batuk yang buruk dapat
menyebabkan kematian. Dalam jumlah banyak dapat menimbukan renjatan
hipovolemik.
Pada prinsipnya, terapi yang dapat dilakukan adalah :
-

Terapi konservatif

Terapi definitif atau pembedahan.

1. Terapi konservatif
Pasien harus dalam keadaan posisi istirahat, yakni posisi miring (lateral
decubitus). Kepala lebih rendah dan miring ke sisi yang sakit untuk
mencegah aspirasi darah ke paru yang sehat.

Melakukan suction dengan kateter setiap terjadi perdarahan.

Batuk secara perlahan lahan untuk mengeluarkan darah di dalam


saluran saluran napas untuk mencegah bahaya sufokasi.

Dada dikompres dengan es kap, hal ini biasanya menenangkan


penderita.
25

Pemberian obat obat penghenti perdarahan (obat obat hemostasis),


misalnya vit. K, ion kalsium, trombin dan karbazokrom.

Antibiotika untuk mencegah infeksi sekunder.

Pemberian cairan atau darah sesuai dengan banyaknya perdarahan


yang terjadi.

Pemberian oksigen

Tindakan selanjutnya bila mungkin :

Menentukan asal perdarahan dengan bronkoskopi

Menentukan penyebab dan mengobatinya, misal aspirasi darah dengan


bronkoskopi dan pemberian adrenalin pada sumber perdarahan.

2. Terapi pembedahan

Reseksi bedah segera pada tempat perdarahan merupakan pilihan.

Tindakan operasi ini dilakukan atas pertimbangan :


a. Terjadinya hemoptisis masif yang mengancam kehidupan pasien.
b. Pengalaman berbagai penyelidik menunjukkan bahwa angka
kematian pada perdarahan yang masif menurun dari 70% menjadi
18% dengan tindakan operasi.
c. Etiologi dapat dihilangkan sehingga faktor penyebab terjadinya
hemoptoe yang berulang dapat dicegah.

Busron (1978) menggunakan pula indikasi pembedahan sebagai berikut :


1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam
dantetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,

26

tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan


konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
Sebelum pembedahan dilakukan, sedapat mungkin diperiksa faal paru dan
dipastikan asal perdarahannya, sedang jenis pembedahan berkisar dari
segmentektomi, lobektomi dan pneumonektomi dengan atau tanpa torakoplasti.
Penting juga dilakukan usaha-usaha untuk menghentikan perdarahan. Metode
yang mungkin digunakan adalah :
-

Dengan memberikan cairan es garam yang dilakukan dengan bronkoskopi


serat lentur dengan posisi pada lokasi bronkus yang berdarah. Masukkan
larutan NaCl fisiologis pada suhu 4C sebanyak 50 cc, diberikan selama
30-60 detik. Cairan ini kemudian dihisap dengan suction.

Dengan menggunakan kateter balon yang panjangnya 20 cm penampang


8,5 mm.

3.1.7 Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.
3.1.8 Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptoe yang rekuren.
Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor yang menentukan
prognosis :
1) Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.

27

2) Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.


3) Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan
untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita.(1,14)

28

3.2 TUBERCULOSIS PARU


3.2.1 Definisi
Tuberkulosis paru atau yang biasa disebut TB paru adalah
suatu

penyakit

infeksi

kronik

yang

disebabkan

oleh

mycobacterium tuberculosis (atau kadang-kadang oleh M. bovis


dan africanum).2-5,8Sebagian besar kuman TB menyerang paru,
namun juga dapat menyerang organ lain seperti kelenjar getah
bening, selaput otak, kulit, tulang dan persendian, usus, ginjal
dan organ tubuh lainnya.4,9,10
3.1 Epidemiologi

Gambar 2.1 Insiden TB Paru di dunia (WHO, 2004)


a. Epidemiologi Global
Pada bulan maret 1993 WHO mendeklarasikan TB sebagai
the global health emergency.TB dianggap sebagai masalah
kesehatan dunia yang penting karena lebih kurang 1/3 penduduk
dunia terinfeksi oleh mikobakterium TB. Pada tahun 1998 ada
3.617.047 kasus TB yang tercatat di seluruh dunia.2-5
Sebagian besar dari kasus TB ini (95%) dan kematiannya (98%)
terjadi di negara-negara yang sedang berkembang. Diantara

29

mereka 75% berada pada usia produktif, yaitu 20-50 tahun.


Karena penduduk yang padat dan tingginya prevalensi maka
lebih dari 65% dari kasus-kasus TB yang baru dan kematian yang
muncul terjadi diAsia.3-5
b. Epidemiologi di Indonesia
Berdasarkan laporan WHO Global Tuberculosis Control tahun
2012, diketahui bahwa pada tahun 2011 Indonesia menduduki
peringkat ke-4 dunia. Lima negara dengan jumlah terbesar
insiden tuberculosis terbesar pada tahun 2011 tersebut adalah
India, China, Afrika Selatan, Indonesia, dan Pakistan.3,10
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga (SKRT) 1992 dan
survei kesehatan nasional 2001, TB menempati ranking ketiga
sebagai penyebab kematian tertinggi di Indonesia.3-5
3.2.2 Etiologi
Penyebab tuberkulosis adalah mycobacterium tuberculosis.25,8

Kuman ini pertama kali ditemukan oleh dokter Robert Koch. 8

M.tuberculosis berbentuk batang aerob dengan ukuran panjang


1-4 mikron dan tebal 0,3-0,6 mikron, tidak berkapsul, dan
nonmotil yang tahan asam (yaitu mengandung banyak lemak
kompleks dan mudah mengikat pewarna Ziehl-Neelsen dan
kemudian sulit didekolorisasi).2,3,11,12 Yang tergolong dalam kuman
mycobacterium Tuberculosae complex adalah M. tuberculosae,
varian Asian, varian African I, varian African II, dan M. bovis.
Pembagian tersebut berdasarkan perbedaan epidemiologinya.3
Sebagian besar dinding kuman terdiri dari asam lemak
(lipid), yang terdiri dari asam mikolat atau asam lemak rantai
panjang, kemudian peptidoglikan, dan arabinomannan. Lipid
inilah yang membuat kuman lebih tahan asam (asam alkohol)
sehingga disebut bakteri tahan asam (BTA) dan ia juga lebih
tahan terhadap gangguan kimia dan fisis.2,3,12,13
Kuman dapat tahan hidup pada udara kering maupun dalam
keadaan

dingin.Hal

ini

dikarenakan

kuman

dapat

bersifat

30

dormant. Dari sifat dormant ini kuman dapat bangkit kembali dan
menjadikan penyakit tuberkulosis menjadi aktif kembali.2
Di dalam jaringan, kuman hidup sebagai parasit intraseluler
yakni dalam sitoplasma makrofag. Makrofag yang awalnya
memfagosit

justru

kemudian

disenanginya

karena

banyak

mengandung lipid.3
Mikobakterium cenderung lebih resisten terhadap bahanbahan kimia dari pada bakteri lainnya karena sifatnya hidrofobik
permukaan

selnya

berkelompok.13Sifat

lain

dan

pertumbuhannya

yang

kuman

ini

yang

adalah

aerob,

menunjukkan bahwa kuman lebih menyenangi jaringan yang


tinggi kandungan oksigennya.2.3,12 Dalam hal ini tekanan oksigen
pada bagian apical paru-paru lebih tinggi dari pada bagian
lainnya, sehingga bagian apikal merupakan tempat predileksi
penyakit tuberkulosis.3,12,13
Bakteri tuberkulosis ini mati pada pemanasan 100oC selama
5-10 menit atau pada pemanasan 60oC selama 30 menit, dan
dengan alcohol 70-95% selama 15-30 detik. 2 bakteri ini tahan
selama 1-2 jam di udara yang lembab, dan pada tempat yang
gelap bisa berbulan-bulan, namun tidak tahan terhadap sinar
matahari.2,5
3.2.3 Cara Penularan
Lingkungan hidup yang sangat padat dan pemukiman di
wilayah perkotaan kemungkinan besar telah mempermudah
proses penularan dan berperan sekali atas peningkatan jumlah
kasus TB.3,4
Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara
inhalasi basil yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang
yang didapat dari pasien TB paru dengan batuk berdarah atau
berdahak yang mengandung basil tahan asam (BTA). 2,3,8 Masa
inkubasinya adalah selama 3-6 bulan.2
Pada TB kulit atau jaringan lunak penularan biasanya melalui
inokulasi langsung. Infeksi yang disebabkan oleh M. Bovis dapat

31

disebabkan oleh susu yang kurang disterilkan dengan baik atau


terkontaminasi.

Sudah

dibuktikan

bahwa

lingkungan

sosial

ekonomi yang baik, pengobatan teratur, dan pengawasan minum


obat ketat berhasil mengurangi angka morbiditas dan mortalitas
di Amerika Serikat tahun 1950-1960.3
Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas
paparan dengan sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan
faktor genetik atau faktor pejamu lainnya.2 Bakteri yang masuk
ke dalam tubuh manusia melalui saluran pernapasan bisa
menyebar ke bagian tubuh lain melalui peredaran darah,
pembuluh limfe, atau langsung ke organ terdekatnya.2
Faktor cahaya matahari, ventilasi, jumlah basil dan virulensi
kuman juga berperan dalam transmisi kuman mikobakterium
TB.Dapat dimengerti bahwa semakin banyak kuman yang
terdapat di dalam sputum seorang penderita TB, maka semakin
besar

resiko

penularannya.

Setiap

satu

BTA

(+)

dapat

menularkan kepada 10-15 orang lainnya, sehingga pasien TB


paru dengan sputum BTA (+) berpotensi lebih besar untuk
menularkan penyakitnya pada orang lain, dibandingkan dengan
pasien TB paru dengan sputum BTA (-). Hasil studi lainnya
melaporkan bahwa kontak terdekat (misalnya keluarga serumah)
akan dua kali lebih beresiko dibandingkan kontak biasa (tidak
serumah).2,12

32

Gambar 2.2 Faktor resiko dan transmisi TB paru


3.2.3 Patogenesis
a. Tuberkulosis primer
Tuberkulosis primer terjadi pada orang yang belum
pernah terpajan mikobakterium tuberkulosis, dimana infeksi
primer terjadi setelah seseorang menghirup mikobakterium
tuberkulosis tersebut dari droplet nuclei yang dibatukkan
atau dibersinkan ke udara disekitar kita. 3,5,14-16 Partikel infeksi
ini akan bertahan selama 1-2 jam, tergantung ada atau
tidaknya

sinar

matahari,

ventilasi

yang

buruk

dan

kelembaban.3,14 Tiga ribu droplet nuclei akan dikeluarkan


oleh pasien TB dengan BTA (+) yang sedang batuk dan
berbicara

selama

menit.

Droplet

nuclei

ini

dapat

terinhalasi oleh orang-orang yang ada disekitar penderita


ini, sampai kejauhan sekitar 3m. Satu droplet nuclei
mengandung 3 basil tuberkulosis.17
Setelah partikel yang terhisap tersebut melalui barier
mukosilier

saluran

nafas,

basil

TB

akan

mencapai

alveoli.3,5,17,18 Partikel yang dapat mencapai alveoli ini


biasanya berukuran <5 mikrometer.3,14 Pertama kali, kuman
akan menghadapi neutrofil yang mengontrol penyebaran
33

infeksi melalui produksi kemokin yang merupakan faktor


kemotaktik, menginduksi pembentukan granuloma, dan
mengarahkan

molekul

mikrobakteria

ke

makrofag.

Kebanyakan partikel ini akan mati atau dibersihkan oleh


makrofag, keluar dari percabangan trakeobronkial bersama
gerakan silia dengan sekretnya.Sedangkan sebagian kuman
TB

dapat

bertahan

hidup

dengan

cara

menghambat

pembentukan enzim-enzim pencernaan makrofag.3,18


Kuman yang bertahan hidup tersebut kemudian akan
menetap di jaringan paru dan berkembangbiak dalam
sitoplasma makrofag.3,11 kuman yang bersarang di dalam
jaringan

paru

akan

berbentuk

sarang

tuberculosis

pneumonia kecil dan disebut sarang primer atau focus


Ghon.3,5,11-13 fokus ghon ini dapat terjadi di setiap bagian
jaringan paru. Bila menjalah hingga pleura maka dapat
menyebabkan terjadinya efusi pleura.3 Kuman juga dapat
mencapai saluran gastrointestinal, jaringan limfe, orofaring,
dan kulit sehingga dapat terjadi limfadenopati regional
kemudian bakteri masuk ke dalam vena dan menjalar ke
seluruh organ seperti paru, otak, ginjal, dan tulang.3,5 Bila
masuk

ke

arteri

pulmonalis

maka

terjadi

penjalaran

keseluruh bagian paru menjadi TB milier.3,14,18


Dari sarang primer akan timbuul peradangan saluran
getah bening menuju hilus (limfangitis lokal), dan juga
diikuti pembessaran kelenjar getah bening hilus (limfadenitis
regional), dimana keduanya akan membentuk kompleks
primer (ranke) yang prosesnya dapat terjadi selama 3-8
minggu.3,5
Pada proses ini terbentuk formasi tuberkel. Bagian
tengah dari tuberkel ini memiliki karakteristik, yaitu adanya
nekrosis

kaseosa

yang

konsistensinya

semi-solid

atau

34

seperti keju.Pada bentuk tuberkel ini, kuman TB tidak dapat


bermultiplikasi karena rendahnya pH dan lingkungan yang
anoksik pada tuberkel. Walaupun demikian, kuman TB dapat
bertahan hidup dorman pada tuberkel ini selama bertahuntahun namun tidak menimbulkan gejala sakit TB.17
Pada penderita dengan daya tahan tubuh buruk, respon
imun

tidak

sehingga

dapat

akan

menghentikan

menjadi

sakit

multiplikasi

pada

kuman

beberapa

bulan

kemudian. Sehingga kompleks primer akan mengalami salah


satu hal sebagai berikut:3,5,12
1. Penderita akan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat
(restirution ad integrum).
2. Sembuh dengan meninggalkan bekas (seperti sarang
Ghon, fibrotik, perkapuran)
3. Menyebar dengan cara:
a. Perkontinuitatum ke jaringan sekitarnya.
Sebagai contoh adalah pembesaran kelenjar limfe
dihilus, sehingga menyebabkan penekanan bronkus
lobus

medius,

berakibat

atelektasis.

Kuman

akan

menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat menuju


lobus

yang

atelektasis,

hal

ini

disebut

sebagai

epituberkulosis. Pembesaran kelenjar limfe dileher,


dapat menjadi abses disebut scrofuloderma.Penyebaran
ke pleura menyebabkan efusi pleura.
b. Penyebaran bronkogen ke paru bersangkutan atau paru
sebelahnya atau tertelan bersama dahak sehingga
terjadi penyebaran diusus.
c. Penyebaran secara hematogen dan limfogen ke organ
lain seperti tuberkulosis milier, meningitis, tulang,
ginjal, dan genitalia.
b. Tuberkulosis Post Primer (Sekunder)

35

Terjadi setelah periode laten (beberapa bulan/tahun)


setelah infeksi primer. Dapat terjadi karena reaktivasi atau
reinfeksi (infeksi ulang pada seseorang yang sebelumnya
pernah mengalami infeksi primer).Reaktivasi terjadi akibat
kuman dorman yang berada pada jaringan selama beberapa
bulan/tahun setelah infeksi primer, mengalami multiplikasi.
Hal ini biasanya terjadi karena daya tahan tubuh yang lemah
seperti

pada

keadaan

malnutrisi,

alkoholik,

penyakit

maligna, diabetes, AIDS, dan gagal ginjal.3,5,12


Karakteristik TB post primer adalah adanya kerusakan
paru yang luas dengan kavitas, hapusan dahak BTA positif,
pada lobus atas, umumnya tidak terdapat limfadenopati
intratoraks. Tuberkulosis post primer dimulai dari sarang dini
yang umunya pada segmen apical lobus superior atau lobus
inferior dengan invasinya ke daerah parenkim paru bukan ke
nodus hiler.3,5
Sarang ini mula-mula berbentuk sarang pneumonik
kecil. Dalam 3-10 minggu sarang ini menjadi tuberkel yakni
suatu granuloma yang tediri dari sel-sel histiosit dan sel
datia-langhans (sel besar banyak inti) yang dikelilingi sel
limfosit dan berbagai jaringan ikat.3,17,18
TB pasca primer juga dapat berasal dari infeksi eksogen
dari usia muda menjadi TB usia tua (elderly tuberculosis).
Tergantung dari jumlah kuman, virulensinya, dan imunitas
pasien. Sarang ini dapat mengalami salah satu keadaan
sebagai berikut:3,5
1. Diresorbsi dan sembuh dengan tidak meninggalkan cacat.
2. Sarang meluas, tetap segera mengalami penyembuhan
berupa jaringan fibrosis dan perkapuran. Sarang dapat
aktif

kembali

sebagai

granuloma

yang

berkembang

menghancurkan jaringan ikat disekitarnya dan bagian


tengahnya

mengalami

nekrosis,

menjadi

lembek

36

kemudian membentuk jaringan keju dan bila dibatukkan


menimbulkan kavitas. Kavitas ini awalnya berdinding tipis
kemudian

menjadi

tebal

(kavitas

sklerotik/kronik).

Terjadinya perkijuan dan kavitas adalah karena hidrolisis


protein lipid dan asam nukleat oleh enzim yang diproduksi
oleh makrofag dan proses berlebihan sitokin dengan TNFnya.3,19
Kavitas ini akan mengalami:
a. Meluas dan menimbulkan sarang pneumonik baru. Bila
isi kavitas masuk ke peredaran darah arteri, maka akan
terjadi TB milier. Dapat juga masuk ke paru sebelahnya
atau tertelan masuk ke lambung kemudian ke usus dan
menjadi TB usus.
b. Memadat dan membungkus diri, disebut tuberkuloma.
Tuberkuloma dapat mengapur dan sembuh, tapi dapat
aktif

kembali

dan

mencair

menimbulkan

kavitas

kembali.
c. Menyembuh dan disebut open healed cavity, atau
menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya
mengecil. Kavitas dapat menciut dan tampak sebagai
bintang (stellate shape).
3.2.4 Klasifikasi/ Definisi Kasus
Sampai sekarang belum ada kesepakatan diantara para
klinikus, ahli radiologi, ahli patologi, mikrobiologi, dan ahli
kesehatan

masyarakat

tentang

keseragaman

klasifikasi

tuberkulosis. Dari sistem lama diketahui beberapa klasifikasi


sebagai berikut :3,5,11
1. Klasifikasi berdasarkan kelainan patologis
a. Tuberkulosis primer (childhood tuberculosis)
b. Tuberkulosis post-primer (adult tuberculosis)
2. Klasifikasi berdasarkan lokasi penyakit
a. TB paru, yaitu bila penyakit melibatkan parenkim
paru
b. TB ekstra paru, yaitu TB pada organ selain paru

37

3. Klasifikasi berdasarkan radiologis (luas lesi)


a. Tuberkulosis minimal. Terdapat sebagian

kecil

infiltrate nonkavitas pada suatu paru maupun kedua


paru, tetapi jumlahnya tidak melebihi satu lobus
paru.
b. Moderately

advanced

tuberculosis.

Ada

kavitas

dengan diameter tidak lebih dari 4 cm. Jumlah


infiltrat bayangan halus tidak lebih dari satu bagian
paru.

Bila

bayangannya

kasar

tidak

sepertiga bagian satu paru.


c. Far advanced tuberculosis.terdapat

lebih

dari

infiltrat

dan

kavitas yang melebihi keadaan Moderately advanced


tuberculosis.
4. Klasifikasi menurut American Thoracic Society (1974)
atau berdasarkan aspek kesehatan masyarakat.
a. Kategori 0 : tidak pernah terpajan, dan tidak
terinfeksi, riwayat kontak (-), dan uji tuberkulin (-).
b. Kategori I
: terpajan M.tuberculosis tapi tidak
terbukti ada infeksi. Riwayat kontak (+), dan uji
tuberkulin (-).
c. Kategori II : terinfeksi dan sakit.
5. Klasifikasi berdasarkan hasil pemeriksaaan sputum/BTA
a. Tuberkulosis paru BTA (+) adalah:

Sekurang-kurangnya 2 dari 3 spesimen dahak


menunjukkan hasil BTA positif.

Hasil

pemeriksaan

satu

spesimen

dahak

menunjukkan BTA positif dan kelainan radiologi


menunjukkan gambaran tuberkulosis aktif.

Hasil

pemeriksaan

satu

spesimen

dahak

menunjukkan BTA positif dan biakan positif.


b. Tuberkulosis paru BTA (-)

38

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA


negatif, gambaran klinik dan kelainan radiologik
menunjukkan tuberkulosis aktif.

Hasil pemeriksaan dahak 3 kali menunjukkan BTA


negatif dan biakan M. tuberculosis positif.

6. Klasifikasi berdasarkan tipe pasien


Tipe pasien ditentukan berdasarkan

riwayat

pengobatan sebelumnya. Ada beberapa tipe pasien


yaitu :
a. Kasus baru
Adalah pasien

yang

belum

pernah

mendapat

pengobatan dengan OAT atau sudah pernah menelan


OAT kurangdari satu bulan.
b. Kasus kambuh (relaps)
Adalah pasien tuberkulosis

yang

sebelumnya

pernah mendapat pengobatan tuberkulosis dan telah


dinyatakansembuh atau pengobatan lengkap, kemudian
kembali lagi berobat dengan hasil pemeriksaan dahak
BTA positifatau biakan positif.
Bila BTA negatif atau

biakan

negatif

tetapi

gambaran radiologik dicurigai lesi aktif / perburukan dan


terdapat gejala klinis maka harus dipikirkan beberapa
kemungkinan :
Infeksi non TB (pneumonia, bronkiektasis dll). Dalam
hal

ini

berikan

dahulu

antibiotik

selama

minggu,kemudian dievaluasi.
Infeksi jamur
TB paru kambuh
Bila meragukan harap konsul ke ahlinya.
c. Kasus defaultedatau drop out
Adalah pasien yang tidak mengambil obat 2 bulan
berturut-turut atau lebih sebelum masa pengobatannya
selesai.
d. Kasus gagal

39

Adalah pasien BTA positif yang masih tetap positif


atau kembali menjadi positif pada akhir bulan ke-5 (satu
bulan sebelum akhir pengobatan).
Adalah pasien dengan hasil BTA negatif gambaran
radiologik positif menjadi BTA positif pada akhir bulan
ke-2 pengobatan.
e. Kasus kronik / persisten
Adalah pasien dengan hasil pemeriksaan BTA masih
positif setelah selesai pengobatan ulang kategori 2
denganpengawasan yang baik.

Catatan:
Kasus pindahan (transfer in):
Adalah pasien yang sedang mendapatkan pengobatan
di suatu kabupaten dan kemudian pindah berobat ke
kabupaten lain.
Pasien pindahan tersebut harus membawa surat rujukan /
pindah.
Kasus Bekas TB:

Hasil pemeriksaan BTA negatif (biakan juga negatif bila


ada) dan gambaran radiologik paru menunjukkan lesiTB
yang

tidak

aktif,

atau

foto

serial

menunjukkan

gambaran yang menetap. Riwayat pengobatan OAT

adekuatakan lebih mendukung.


Pada kasus dengan gambaran radiologik meragukan dan
telah mendapat pengobatan OAT 2 bulan serta padafoto
toraks ulang tidak ada perubahan gambaran radiologik.

3.2.5 Gejala Klinis


Keluhan yang dirasakan oleh pasien tuberculosis dapat
bermacam-macam atau malah banyak pasien ditemukan TB paru
40

tanpa keluhan sama sekali ketika dilakukan pemeriksaan. 3 Gejala


klinis TB paru dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu :3-5,11,14
a. Gejala Respiratorik
Batuk, biasanya berlangsung 2-3 minggu.Gejala ini banyak
ditemukan,

batuk

terjadi

karena

adanya

iritasi

pada

bronkus.Batuk ini diperlukan untuk membuang produk-produk


radang dari dalam bronkus. Karena keterlibatan bronkus pada
setiap penyakit tidak sama, maka mungkin saja batuk baru
ada setelah penyakit berkembang dalam jaringan paru yakni
setelah

berminggu-minggu

atau

berbulan-bulan

sejak

peradangan bermula. Sifat batuk biasanya diawali dari batuk


kering (non-produktif), kemudian setelah timbul peradangan
menjadi produktif (menghasilkan sputum).
Batuk
darah.Sering
juga
disebut

dengan

istilah

hemoptisis.Ini merupakan keadaan lanjut dari gejala batuk di


atas.

Dimana

setiap

proses

yang

mengganggu

kesinambungan pembuluh darah paru dapat mengakibatkan


pecahnya pembuluh darah tersebut sehingga terjadilah
perdarahan. Batuk darah juga merupakan suatu gejala yang
serius

dan

dapat

sebagai

manifestasi

pertama

dari

tuberkulosis aktif. Tetapi kebanyakan batuk darah pada TB


paru terjadi pada kavitas ataupun dapat juga terjadi pada
ulkus dinding bronkus. Penyebab lain dari batuk darah juga
perlu disingkirkan, seperti karsinoma bronkogenik, infark
paru, bronkiektasis, dan abses paru. Kemudian jika darah
atau sputum yang mengandung darah dibatukkan, maka
perlu ditentukan apakah sumbernya memang berasal dari
saluran napas bagian bawah dan bukan berasal dari jantung
ataupun saluran cerna. Darah yang berasal dari saluran cerna
biasanya akan berwarna gelap, disertai mual, muntah, dan
anemia. Sedangkan darah yang berasal dari saluran napas

41

bawah akan berwarna merah cerah, berbusa, dan terdapat


riwayat batuk dengan atau tanpa anemia.
Sesak napas.Merupakan suatu keadaan sulit bernapas dan
merupakan gejala utama dari penyakit kardiopulmonar.
Orang yang mengalami sesak napas biasanya akan mengeluh
bahwa napasnya menjadi pendek atau merasa tercekik.
Biasanya sesak napas pada penderita TB paru ditemukan
pada keadaan penyakit yang sudah lanjut, yang infiltratnya
sudah meliputi setengah bagian paru.
Kemudian perlu juga dibedakan antara sesak napas karena
TB paru dengan penyebab lainnya seperti aktivitas fisik yang
berlebihan. Penyakit lain yang biasanya juga ditandai dengan
sesak napas ialah penyakit kardiovaskular, emboli paru,
penyakit paru interstisial atau alveolar, gangguan dinding
dada atau otot-ototnya, penyakit paru obstruktif, atau bahkan
hanya suatu manifestasi dari kecemasan. Sesak napas juga
merupakan gejala utama edem paru, gagal jantung kongestif,
ataupun

penyakit

katup

jantung.Emboli

paru

biasanya

ditandai dengan sesak napas yang mendadak.


Nyeri dada.Gejala ini agak jarang ditemukan, biasanya
timbul bila infiltrat radang sudah sampai ke pleura sehingga
menimbulkan pleuritis.Dimana terjadi gesekan kedua pleura
sewaktu pasien menarik/menghela napas.Pleuritis biasanya
terjadi secara bertahap. Nyeri yang dirasakan biasanya
seperti teriris-iris dan tajam, nyeri akan diperberat dengan
batuk dan napas yang dalam, sehingga pasien sering
bernapas cepat dan dangkal, serta menghindari gerakan
yang tidak diperlukan. Nyeri biasanya dapat sedikit diredakan
dengan menekan daerah yang terkena peradangan tersebut.
b. Gejala Sistemik

42

Demam.Biasanya
kadang

panas

subfebril

badan

bisa

menyerupai
mencapai

influenza.Tetapi
40-41 oC.serangan

demam pertama dapat sembuh sebentar, tetapi kemudian


dapat timbul kembali. Keadaan ini sangat dipengaruhi oleh
daya tahan tubuh pasien dan berat ringannya infeksi kuman
M.tuberkulosis.
Malaise.Karena penyakit TB paru ini bersifat menahun.Gejala
malaise sering ditemukan berupa anorexia tidak nafsu
makan, badan makin kurus (berat badan menurun), sakit
kepala, meriang, nyeri otot, berkeringat pada malam hari,
dll.Gejala malaise ini makin lama makin berat dan terjadi
hilang timbul secara tidak teratur.
Dengan stragtegi yang baru (DOTS,
treatment
berdahak

shortcourse)
dan/

gejala

terus-menerus

directly

observed

utamanya

adalah

selama

minggu

batuk
atau

lebih.Berdasarkan keluhan tersebut, seseorang sudah dapat


dikatakan sebagai tersangkan TB paru.Gejala lainnya adalah
gejala tambahan.Sputum tersangka harus tetap diperiksa
dengan pemeriksaan mikroskopis.
3.2.6 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pertama terhadap keadaan umum pasien
yang mungkin ditemukan adalah pucatnya konjungtiva mata
atau kulit pucat karena anemia, suhu demam subfebril, badan
kurus atau berat badan menurun.3
Tempat kelainan lesi tuberkulosis paru yang paling dicurigai
adalah bagian apeks paru.Bila dicurigai adanya infiltrat yang
agak luas maka didapatkan perkusi yang redup dan auskultasi
suara

napas

bronkial.Akan

ditemukan

juga

suara

napas

tambahan berupa ronki basah, kasar, dan nyaring. Tetapi bila


infiltrat ini diliputi oleh penebalan pleura, suara napasnya
menjadi vesikular melemah, bila terjadi kavitas yang cukup

43

besar, perkusi memberikan suara hipersonor atau timpani dan


auskultasi memberikan suara amforik.3,5,11
Pada TB paru yang lanjut dengan fibrosis yang luas sering
ditemukan atrofi dan retraksi otot-otot intercostal.Bagian paru
yang sakit jadi menciut dan menarik isi mediastinum atau bagian
paru lainnya.Paru yang sehat menjadi lebih hiperinflasi. Bila
jaringan fibrotic amat luas, yakni lebih dari setengah jumlah
jaringan paru-paru, akan terjadi pengecilan daerah aliran darah
paru dan selanjutnya meningkatkan tekanan arteri pulmonalis
(hipertensi pulmonal) diikuti kor pulmonal dan gagal jantung
kanan seperti takipnea, takikardia, sianosis, right ventricular lift,
right atrial gallop, murmur graham steel, peningkatan tekanan
vena jugularis, hepatomegaly, asites, dan edema.3
Bila tuberkulosis mengenai pleura, sering terbentuk efusi
pleura.

Paru

pernapasan.

yang
Perkusi

sakit

akan

terlihat

memberikan

suara

tertinggal
pekak.

dalam

Auskultasi

memberikan suara lemah sampai tidak terdengar sama sekali.3,11


3.2.7 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Bakteriologis
Pemeriksaan bakteriologis
menegakkan

diagnosis

TB

sangat

berperan

paru.3-5,11Bahan

dalam

pemeriksaan

bakteriologis dapat berasal dari spesimen dahak/sputum


dan bahan lainnya (cairan pleura, CSF, bilasan bronkus,
bilasan lambung, urin, feses, dan jaringan biopsi dapat
dilakukan dengan cara mikroskopis dan biakan.3-5,11
Selain untuk menegakkan diagnosis, pemeriksaan
sputum juga dilakukan guna mengevaluasi keberhasilan
pengobatan dan menentukan resiko penularan. 3,20 Tetapi
kadang tidak mudah untuk mendapatkan sputum, terutama
pada pasien yang batuknya non-produktif.3 pemeriksaan
sputum dilakukan 3 kali, yaitu sewaktu, pagi, sewaktu (SPS)
dengan metode pewarnaan ziehl neelsen atau pewarnaan

44

dingin kinyoun-gabbet menurut Tan Thiam Hok. Pemeriksaan


sputum SPS ini minimal harus ada satu sputum pagi hari.
Karena sputum pagi hari memiliki kualitas terbaik, sebab
biasanya sputum sudah terakumulasi di saluran napas sejak
malam hari.3-5
Interpretasi hasil pemeriksaan, dibaca berdasarkan
skala IUATLD (international Union Againts Tuberculosis and
Lung Disease), yaitu :3,5,11
-

Tidak ditemukan BTA dalam 100 lapang pandang, disebut

negatif.
Ditemukan 1-9 BTA dalam 100 lapang pandang, ditulis

jumlah kuman yang ditemukan.


Ditemukan 10-99 BTA dalam 100 lapang pandang, disebut

positif satu (+)


Ditemukan 1-10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut

positif dua (++)


Ditemukan >10 BTA dalam 1 lapang pandang, disebut
positif tiga (+++)
Terkadang hasil pemeriksaan sputum ini bisa saja

salah (false) ada beberapa keadaan yang membuat hasil


pemeriksaan ini menjadi false, seperti yang tertera pada
tabel di bawah ini.20
Table 2.1 Sumber kesalahan hasil pada pemeriksaan
sputum mikroskopis

45

Sumber :WHO, 2004


Pada pasien yang jelas ditemukan BTA pada sputumnya
harus segera mendapatkan pengobatan, karena pasien ini
beresiko untuk menularkan penyakitnya kepada orang-orang
yang ada disekitarnya. Apabila dalam sebuah keluarga
terbukti bahwa salah satu anggotanya terkena TB paru,
maka anggota keluarga lainnya diharapkan bersedia untuk
dilakukan pemeriksaan sputum juga, hal ini ditujukan untuk
mendiagnosa secara dini penyakit TB paru.17,22
Pemeriksaan dengan biakan, dapat dilakukan dengan
beberapa cara, yaitu egg base media Lowenstein-Jensen,
Ogawa, Kudoh, dan agar base media Middle brook.3,11,23
Setelah 4-6 minggu penanaman sputum dalam media
biakan, koloni kuman TB mulai tampak. Bila setelah 8
minggu penanaman koloni tidak juga tampak, biakan
dinyatakan

negatif.3

Selain

itu,

saat

ini

sudah

dikembangkan pemeriksaan biakan sputum BTA dengan


caraBACTEC

(Bactec 400 radiometric system), dimana

kuman sudah dideteksi dalam 7-10 hari. Disamping itu,


dengan teknik PCR dapat dideteksi DNA kuman TB dalam
waktu lebih cepat atau mendeteksi kuman TB yang tidak
tumbuh pada sediaan biakan.Uji molecular lainnya yaitu
Genomic Deletion Analysis.3,5,23-25
Pemeriksaan

dengan

biakan

ini

belum

banyak

dilakukan, mengingat biayanya yang cukup mahal dan


pengerjaannya yang cukup rumit. Selain itu, biakan juga

46

lebih beresiko untuk terkontaminasi dengan mikroorganisme


lain, sehingga dapat mengacaukan penemuan BTA.23,26
b. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi standar untuk TB paru adalah
foto thoraks PA. Cara ini cukup praktis untuk menemukan
lesi tuberkulosis, terutama untuk kasus TB anak dan TB
milier.3,11,19,27
Gambaran radiologi yang dicurigai sebagai lesi TB aktif,
yaitu: 3-5,11
Bayangan

berawan/nodular

di

segmen

apikal

dan

posterior lobus atas paru dan segmen superior lobus


-

bawah.
Terdapat kavitas, terutama lebih dari satu, dikelilingi

bayangan opak berawan dan nodular.


Gambaran tuberkulosis milier berupa bercak halus yang

umumnya tersebar merata pada seluruh lapangan paru.


Gambaran massa cairan di bagian bawah paru (efusi
pleura, baik unilateral maupun bilateral), bayangan hitam
radio-lusen di pinggir paru/pleura (pneumothoraks).
Gambaran radiologis yang dicurigai lesi TB inaktif, yaitu

:3-5,11
- Fibrotik, terutama pada segmen apical dan atau posterior
lobus atas dan atau segmen superior lobus bawah.
- Kalsifikasi
- Penebalan pleura (pleuritis TB)
Luluh paru (destroyed lung) merupakan gambaran
radiologis paru yang menunjukkan kerusakan jaringan paru
yang berat, biasanya secara klinis disebut luluh paru.
Gambarannya terdiri dari atelektasis, multikavitas/ektasis,
dan fibrosis parenkim paru. Namun sulit untuk menilai

47

aktivitas penyakit berdasarkan gambaran tersebut. Karena


itu perlu dilakukan pemeriksaan bakteriologis.4,5,11,27
Luas proses yang tampak pada foto thoraks untuk
kepentingan pengobatan dinyatakan sebagai berikut, yaitu :5
1. Lesi minimal,bila proses mengenai sebagian dari satu
atau dua paru dengan luas lesi tidak lebih dari
volume paru yang terletak di atas chondrosternal
junction dari iga kedua dan prosesus spinosus
vertebra torakalis IV, atau korpus vertebra torakalis V
(sela iga kedua), dan tidak dijumpai kavitas.
2. Lesi luas, bila proses lebih dari lesi minimal.
Pemeriksaan radiologis lain yang lebih canggih dan
sudah banyak dipakai di rumah sakit rujukan yaitu
Computed Tomography Scanning

( CT Scan ) dan

Magnetic Resonance Imaging (MRI).3


c. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan ini kurang mendapat perhatian, karena
hasilnya kurang menunjukkan indikator yang spesifik untuk
TB. Saat TB baru mulai aktif, akan didapatkan jumlah
leukosit

yang

sedikit

meninggi

dengan

hitung

jenis

pergeseran kekiri. Jumlah limfosit kurang spesifik.

Laju

endap darah (LED) jam pertama dan kedua dapat digunakan


sebagai
d.

indikator

penyembuhan

meningkat pada proses yang aktif.3-5,11


Uji Tuberkulin (Mantoux Test)
Pemeriksaan
ini
dilakukan

pasien.

untuk

LED

sering

membantu

menegakkan diagnosis TB paru terutama pada anak. Uji ini


dilakukan dengan menyuntikkan 0,1 cc tuberkulin PPD
(purified protein derivative) secara intrakutan.3,8,18 Uji ini
hanya menyatakan apakah seorang pernah mengalami

48

infeksi M. Tuberkulosis. Hasil uji ini dibaca setelah 48-72 jam


tuberkulin disuntikkan, akan timbul reaksi berupa indurasi
kemerahan yang terdiri dari infiltrat limfosit yakni reaksi
persenyawaan

antara

antibodi

seluler

dan

antigen

tuberkulin.3,8
Interpretasi hasil uji tuberkulin, sebagai berikut :3,8
Diameter indurasi 0-5 mm : mantoux test negatif =
golongan no sensitivity. Disini peran antibodi humoral
-

sangat menonjol.
Diameter indurasi 6-9 mm : hasil meragukan = golongan
low grade sensitivity. Disini peran antibodi humoral masih

menonjol.
Diameter indurasi 10-15 mm : mantoux positif =
golongan normal sensitivity. Disin peran kedua antibodi

seimbang.
Diameter indurasi > 15 mm : mantoux positif kuat =
golongan hypersensitivity. Disini peran antibodi selular
lebih dominan.3

3.2.8 Penegakan diagnosis


Dari uraian-uraian diatas, TB paru cukup mudah dikenal
melalui keluhan-keluhan klinis, kelainan fisik, radiologis, maupun
bakteriologis.3-5,28Tetapi dalam prakteknya tidaklah selalu mudah
menegakkan diagnosisnya. Menurut American Thoracic Society
dan WHO 1964, TB paru dapat didiagnosis dengan menemukan
kuman M. TB dalam sputum atau jaringan paru secara biakan.3

49

Gambar 2.3 Alur Penegakan Diagnosis TB paru


3.2.9 Pengobatan TB
Ada beberapa tujuan dari pengobatan TB paru, yaitu :4,5,11
a. Menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas serta
produktivitas hidup.
b. Mencegah kematian karena penyakit TB aktif atau efek
lanjutnya.
c. Mencegah kekambuhan.
d. Mengurangi transimisi atau penularan kepada orang lain.
e. Mencegah terjadinya resistensi obat serta penularannya.

50

Pengobatan TB paru terbagi atas dua fase, yaitu :4,5


a. Fase intensif/initial/awal (2 bulan)
- Pada tahap ini pasien mendapat obat setiap hari dan perlu
diawasi secara langsung untuk mencegah terjadinya
resistensi.
Bila tahap ini dilakukan dengan tepat, biasanya pasien

yang menular menjadi tidak menular dalam waktu 2


minggu
Sebagian besar pasien BTA (+) menjadi BTA (-) dalam 2

bulan.
b. Fase lanjutan (4-6 bulan)
- Pada tahap ini pasien diberikan obat lebih sedikit, namun
jangka waktunya lebih lama.
Bertujuan untuk membunuh kuman persisten (dorman)

dan mencegah kekambuhan.


WHO dan IUATLD (international Union Againts Tuberculosis
and Lung Disease) merekomendasikan panduan OAT standar,
yaitu :2,8
Kategori I. Untuk pasien TB paru baru.
-

2HRZE/4H3R3
2HRZE/4HR
2HRZE/6HE

Kategori II. Untuk pasien ulangan ( gagal kategori


I/kambuh)
-

2HRZES/HRZE/5H3R3E3
2HRZES/HRZE/5HRE

Kategori III. Untuk pasien dengan BTA (-) dan Ro (+)


-

2HRZ/4H3R3
2HRZ/4H

51

Tabel 2.2 Rekomendasi Dosis OAT Lini Pertama untuk Dewasa

*pasien umur > 60 tahun dosis tidak boleh lebih dari


10mg/kgBB/hr
*pasien dengan BB < 50 kg dosis maksimal tidak boleh
lebih dari 500-750 mg.
Sumber : treatment of Tb guidelines fourth edition. 2009
Pengembangan pengobatan TB paru yang efektif merupakan
hal penting untuk menyembuhkan pasien dan menghindari TB
MDR.Strategi DOTS menjadi prioritas utama. IUALTD, dan WHO
menyarankan

untuk

menggantikan

panduan

obat

tunggal

dengan kombinasi atau FDC dalam pengobatan TB primer.

11,29

Tabel 2.3 Dosis OAT kombinasi dosis tetap

BB

Fase intensif
2-3 bulan
Harian
(RHZE)
150/75/400/2
75

Fase lanjutan
4 bulan
Harian
3x/minggu
(RH)
(RH)
150/75
150/150
52

30-37
38-54
55-70
> 71

2
3
4
5

2
2
3
3
4
4
5

5
Sumber : Tuberkulosis Paru, PDPI
Efek samping dari OAT mungkin bisa terjadi, mulai dari yang
ringan hingga yang berat.11,24
Tabel 2.4 Efek Samping OAT

53

Sumber : treatment of Tb guidelines fourth edition. 2009


Evaluasi pasien TB paru meliputi evaluasi klinis, bakteriologi,
radiologi, dan efek samping obat, serta evaluasi keteraturan
minum obat.11
Evaluasi

klinis.Merupakan

evaluasi

terhadap

respon

pengobatan dan nada tidaknya efek samping obat, serta


komplikasi. Evaluasi ini meliputi keluhan, berat badan, dan
pemeriksaan fisik.11
Evaluasi Bakteriologi (0-2-6/8 bulan pengobatan).
Ditujukan untuk mendetaksi ada tidaknya konversi dahak.11,
Evaluasi

radiologi

pengobatan).Dilakukan

(0-2-6/8

sebelumpengobatan,

bulan
2

bulan

pengobatan, dan pada akhir pengobatan.11


54

Evaluasi pasien yang sembuh.Minimal dilakukan dalam 2


tahun pertama. Untuk melihat ada tidaknya kekambuhan.11

3.2.9 Komplikasi
Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar, maka
akan menimbulkan komplikasi. Komplikasi TB paru dibagi atas :
3,11

a. Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empyema, laryngitis,dll


b. Komplikasi lanjut : obstruksi jalan napas SOFT (sindrom
obstruksi

pasca

tuberculosis),

kerusakan

parenkim

berat/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, Ca paru, dll.


3.2.10
WHO

Pemberantasan TB
menyatakan bahwa kunci

keberhasilan

program

penanggulangan TB paru adalah dengan menerapkan strategi


DOTS (directly observed treatment short course), yang juga telah
dianut oleh negara kita.2,5,8,11
DOTS memiliki lima komponen utama, yaitu :2,5,8,11
1. Komitmen pemerintah untuk menjalankan program TB nasional
2. Penemuan kasus Tb dengan pemeriksaan BTA mikroskopis.
3. Pemberian obat jangka pendek yang diawasi secara langsung,
yang dikenal dengan istilah DOT.
4. Pengadaan OAT secara berkesinambungan.
5. Monitoring serta pencatatan dan pelaporan yang baku/standar.
Adapun tujuan dari DOTS, adalah :2,11
1. Tujuan umum : memutus rantai penularan sehingga penyakit
TB diharapkan bukan lagi menjadi masalah kesehatan.
2. Tujuan Khusus : cakupan penemuan BTA (+) sebesar 70%,
angka kesembuhan yang tinggi, mencegah MDR, mencegah
putus obat, dan efek samping yang timbul.

55

BAB IV
ANALISA KASUS

Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan pada Tn.D, laki-laki, 46 tahun,


diketahui bahwa Tn. D datang ke IGD RSUD Raden Mattaher Jambi atas
rujukan dari RS Bhakti dengan diagnosa suspect TB paru aktif. Keluhan utama
yang dialami os adalah batuk darah sejak 1 hari SMRS.
Os awalnya mengeluh batuk sejak 3 bulan SMRS. Batuk
yang dialami os merupakan batuk berdahak, warna kuning dan
kental. Batuk berdahak ini juga sudah dialami os sejak 3 bulan
yang lalu. Kemudian 1 bulan yang lalu batuk semakin parah. 1
hari SMRS os mengeluh batuk dahak disertai dengan darah.

56

Pada saat batuk darah os tidak merasa mual dan tidak ada
muntah.
Keluhan lain yang dirasakan os adalah demam hilang timbul,
disertai menggigil dan berkeringat terutama saat malam hari.
Selain itu, Os mengeluh sesak napas sejak 1 minggu SMRS. Sesak napas
tidak dipengaruhi oleh aktivitas, debu, asap, udara dingin, ataupun paparan
terhadap serbuk sari serta bulu binatang. Sesak napas juga tidak mempengaruhi
aktivitas sehari-hari pasien. Sejak timbulnya keluhan-keluhan tersebut
nafsu makan os mulai menurun, sehingga berdampak pada
penurunan berat badan os, yang menurut os diakuinya bahwa
berat badannya sudah menurun sekitar 10kg.
Sebelumnya os belum pernah mengalami keluhan seperti
ini. Os juga belum pernah mengkonsumsi obat paru selama 6
bulan. Untuk mengatasi keluhannya, os sudah dibawa ke rumah
sakit swasta dan dilakukan pemeriksaan rontgen thorak dan
didiagnosis TB Paru aktif, namun di RS tersebut tidak ada
pemeriksaan sputum BTA, maka dari itu pasien dirujuk ke RSUD
Raden Mattaher Jambi untuk dilakukan pemeriksaan sputum
BTA.
Kemudian dilakukan pemeriksaan fisik terhadap Tn. D dan didapat hasil
keadaan umum os tampak sakit sedang, kesadaran Compos Mentis, TD 110/80
mmHg, nadi 90x/menit, RR 24x/menit teratur, dan suhu 36,1 0C. Conjungtiva
anemis (-/-), sklera ikterik (-/-).
Pada pemeriksaan kepala, hidung, mulut, telinga, leher, jantung, abdomen,
dan ektremitas dalam batas normal. Sedangkan pada pemeriksaan paru didapatkan
hasil suara napas vesikuler +/+, rhonki -/+, wheezing -/-.
Hal tersebut diatas sesuai dengan tanda dan gejala dari tuberculosis paru.
Sehingga kemudian disarankan untuk dilakukan pemeriksaan sputum BTA SPS.
Dari pemeriksaan tersebut di dapat hasil pada sputum sewaktu +3 dan sputum
pagi +3. Berdasarkan hasil BTA maka os di diagnosis sebagai TB paru.

57

Prinsip terapi dari TB paru ini sendiri adalah dengan pemberian obat anti
tuberkulosis (OAT). Sedangkan untuk tatalaksana batuk darah yang dialami os
diberikan Inj. Asam Traneksamat.
Prognosis pada pasien ini adalah dubia ad bonam. Prognosis sangat
tergantung kepada tindakan pengobatan yang dilakukan dan komplikasi
penyakitnya.

BAB V
KESIMPULAN

1. Hemoptisis adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan batuk darah,


atau sputum yang berdarah.
2. Tuberkulosis paru adalah suatu penyakit infeksi kronik yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis .
3. Proses terjadinya infeksi oleh M.tuberkulosis biasanya secara inhalasi basil
yang mengandung droplet nuclei, khususnya yang yang didapat dari pasien

58

TB paru dengan batuk berdarah atau berdahak yang mengandung basil tahan
asam (BTA).
4. Resiko terinfeksi berhubungan dengan lama dan kualitas paparan dengan
sumber infeksi dan tidak berhubungan dengan faktor genetik atau faktor
pejamu lainnya.
5. Gejala klinis TB paru dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu gejala
respiratori berupa batuk berdahak dengan atau tanpa disertai darah, sesak
napas, nyeri dada dan gejala sistemik berupa demam, malaise, anorexia,
penurunan berat badan, serta berkeringat di malam hari.
6. Pengobatan TB paru pada prinsipnya adalah dengan pemberian obat anti
tuberkulosis, dimana pengobatan tersebut terbagi atas dua fase, yaitu fase
intensif/initial/awal (2 bulan) dan fase lanjutan (4-6 bulan)
7. Evaluasi pasien TB paru meliputi evaluasi klinis, bakteriologi, radiologi, dan
efek samping obat, serta evaluasi keteraturan minum obat.
8. Penyakit TB paru bila tidak ditangani dengan benar, maka akan menimbulkan
komplikasi. Komplikasi TB paru dibagi atas komplikasi dini berupa pleuritis,
efusi pleura, empyema, laryngitis, dan komplikasi lanjut berupabstruksi jalan
napas SOFT (sindrom obstruksi pasca tuberculosis), kerusakan parenkim
berat/fibrosis paru, kor pulmonal, amiloidosis, Ca paru, dll.

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo, Soekidjo. Promosi kesehatan dan ilmu perilaku. Jakarta :


Rineka Cipta; 2007
2. Widoyono. Penyakit tropis, epidemiologi, penularan, pencegahan, dan
pemberantasannya. Jakarta : EMS; 2008. hal. 13-19.
3. Sudoyo Aru W, Setiyohadi Bambang, Alwi Idrus, Simadibrata Marcellus
K, Setiati Siti. Buku ajar ilmu penyakit dalam, vol I. Edisi V. Jakarta
:Internal publishing FKUI; 2009.
4. Pedoman nasional penanggulangan Tuberculosis. Edisi kedua. Jakarta :
Depkes RI; 2008.

59

5. Wibisono, Jusuf, Winarni, Hariadi Slamet. Buku ajar ilmu penyakit paru,
cetakan ketiga. Surabaya : Departemen ilmu penyakit paru FK UNAIR
RSUD dr. Soetomo; 2011. hal. 27-36.
6. Gandasoebrata, R. Penuntun laboratorium klinik. Cetakan ke-15. Jakarta :
Dian Rakyat; 2009. hal.179.
7. Rasmin, Menaldi. Diagnosis dan terapi. Jakarta : Bagian pulmonology
FKUI; 2007. hal. 99-100.
8. Hudoyo, Ahmad. Tuberculosis mudah diobati. Jakarta : FKUI; 2008. hal.
10-20.
9. Ditjen PP dan PL Kemenkes RI. Laporan situasi terkini perkembangan
Tuberkulosis di Indonesia (online). Jakarta : Kemenkes RI; 2011(diakses
26 november 2014 ). Diunduh dariURL : http://www.Kemenkes-RI.go.id/
10. Perkumpulan pemberantasan tuberculosis di Indonesia (PPTI). Buku saku

PPTI (online). Jakarta : PPTI;2010 (diakses 26 november 2014). Diunduh


dari URL : http://www.PPTI.info
11. Tim kelompok kerja tuberculosis, editor. Tuberkulosis- Pedoman diagnosis
dan penatalaksanaan di Indonesia. Jakarta : PDPI; 2011.
12. Varaine F, Henkens M, Grouzard V, editor. Tuberculosis practical guide
for clinicans, nurses, lab technicians, and medical auxiliaries (online). 5th
revised ed. 2010 (diakses 26 november 2014). Diunduh dari URL :
http://www.msf.org
13. Jawetz, Melnick, and Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-23.
Jakarta : EGC; 2008.
14. Djojodibroto, Darmanto. Respirologi. Jakarta : EGC; 2009.
15. Danusanto, Halim. Buku Saku Ilmu Penyakit Paru. Jakarta: Hipokrates.
2000. hal. 93-143.
16. Fauci AS, Braunwald E, Isselbacher KJ, Wilson JB, Kasper DI, et al.,
editors. Harrisons principle of Internal Medicine, 17thed. New York
:McGarw-Hills, Health Professions Division; 2008. p. 1006-1020.
17. Todar, K. Mycobacterium tuberculosis dan tuberculosis (online).
University of Wisconsin; 2009 (diakses 26 november 2014). Diunduh dari
URL : http://www.textbookofbacteriology.net/Tb.html
18. Price. Sylvia A dan Wilson. Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis
Proses Proses Penyakit. Jakarta: EGC; 2005.
19. Alsagaff H, Amin M. Buku ajar ilmu penyakit paru. Jakarta : Bagian ilmu
penyakit paru FK UNAIR; 2009.
60

20. World Health Organisation. Quality assurance of sputum microscopy in


DOTS programmes regional guidelines for countries in the western pacific
(online). United Nation Avenue : WHO; 2003 (diakses 26 november 2014).
Diunduh dari URL : http://www.wpro.who.int
21. Setiono, Aris. Uji Diagnostik Pemeriksaan ICT TB dibandingkan dengan

Pemeriksaan Sputum BTA pada tersangka penderita TB Patu di RSUP


dr.Kariadi.Semarang : Undip; 2011
22. Jianzhao H, Susan V, Lin Xu, yubang Q, Jinglong H, Marieke J. Risk
factors for non-cure among new sputum smear positive tuberculosis
patients treated in tuberculosis dispensaries in Yunnan, China (serial
online) 2011(diakses 26 november 2014); (7 layar). Diunduh dari URL :
http://www.biomedcentral.com
23. Mahoney A, weetjens BJ, Cox C, Beyene N,Reither K, Makingi J, et al.,
Pouched rats detection of TB in human sputum : comparison to culturing
and PCR (serial online) 2012 (diakses 26 november 2014); 1 (716989): (5
layar). Diunduh dari URL : http://www.NEJM.org
24. Pajankar S, Khandekar R, Al Amri MA, Redha AL. Factors influencing
sputum smear conversin at one and two months of TB treatment (serial
online) 2008.( Diakses 26 november 2014); 23 (4): (6 layar). Diunduh dari
URL http://www.Oman-Medjournal.org
25. Michael D, Iseman MD, Leonid B. Rapid detection of Tuberculosis and
drugs-resistant tuberculosis (serial online) 2008 ( Diakses 26 november
2014); 335(15): (3 layar). Diunduh dari URL : http://www.NEJM.org
26. World Health Organization. Stop tb partnership retooling task force, stop
tb partnership new diagnostics working group, new laboratory diagnostic
tools for tuberculosis control (serial online) 2009 (diakses 26 november
2014); (7 layar). Diunduh dari URL: http://www.stoptb.org/retooling
27. Mulyadi, Mudatsir, Nurlina. Hubungan tingkat kepositifan pemeriksaan
BTA dengan gambaran luas lesi radiologi toraks pada penderita TB paru
yang dirawat di SMF Pulmonologi RSUDZA Banda Aceh (serial online)
2011; 31(3); (5 layar). ( Diakses 26 november 2014). Diunduh dari URL :
http://www.Jrespirologiindo.com
28. Joshi YP, Mishra PN, Joshi DD. Diagnosis of tuberculosis under directly
observed treatment for short-course (DOTS) : examination of two or three
61

sputum specimens (serial online) 2007; 3(3); (3 layar). ( Diakses 26


november 2014). Diunduh dari URL : http://www.scientificworld.org
29. WHO. Treatment of tuberculosis guidelines (serial online) 2009; 4(160
layar).

(Diakses

26

November

2014).

Diunduh

dari

URL

http://www.wholibdoc.who.int/publication

62

Anda mungkin juga menyukai