Bab I-V
Bab I-V
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Ketika sebuah defek berkembang di dinding bekas luka, isi rongga perut dapat
menonjol melalui defek ini, kemudian didorong keluar oleh tekanan
intraabdomen. Peningkatan tekanan intraabdominal yang tinggi, yang terjadi
selama buang air besar, muntah, batuk, dll, dapat memfasilitasi kejadian tersebut.2
Terapi hernia umbilikalis pada dewasa hanya dengan pembedahan, yaitu
defek ditutup dengan mesh, dapat melalui operasi terbuka maupun operasi
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1
Identitas Pasien
Nama
: Ny. S
Umur
: 64 tahun
: IRT
Alamat
: Tungkal Ulu
Agama
: Islam
MRS
: 10 Oktober 2014
2.2
Anamnesis
Keluhan Utama : Benjolan di perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
umbilikalis
Riwayat batuk lama disangkal, riwayat asma dan sesak nafas
disangkal, riwayat DM (-)
10
Pemeriksaan Fisik
Status Present
Kesadaran: Comsposmentis
11
Nadi: 88 x/i
RR: 18 x/i
T: 36,5C
Status General:
12
Kepala : Normocephal
Mata : CA -/-, SI -/-, Pupil isokor, RC +/+
THT : discharge (-), dbn
Mulut : lidah kotor (-), dbn
Leher : KGB tidak teraba membesar
Thorax:
Paru
13
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
14
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas :
Superior
Inferior
15
2.4
Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium
a. Darah rutin (1 Oktober 2014)
WBC : 8.5 103/mm3
(3,5-10,0 103/mm3)
RBC : 6.20 106/mm3 (3,80-5,80 106/mm3)
HGB : 9.7 g/dl
(11,0-16,5 g/dl)
HCT : 32.6 %
(35,0-50%)
3
3
PLT
: 378 10 /mm
(150-390 103/mm3)
16
PCT
: 0.290 %
LED : 30/jam
CT/BT : 2/3
(0,100-0,500 %)
(L<10; P<15/jam)
Faal Hati
SGOT
SGPT
Faal Ginjal
: 17 U/L
: 19 U/L
(<40)
(<41)
Ureum
: 17.5 mg/dl
(15-39)
17
Kreatinin
GDS
: 1.0 mg/dl
(0,6-1,1)
: 173 mg/dl
(<200)
18
4. EKG : normal
2.5
2.6
Penatalaksanaan
Pro laparatomi
19
2.7
Pra Anastesi
Penentuan Status Fisik ASA: 1 / 2 / 3 / 4 / 5 / E
Mallampati: grade 1
Persiapan Pra Anestesi:
Pasien telah diberikan Informed Consent
Rawat inap bila setuju operasi
Pro operasi laparotomi
Persiapan operasi :
a. IVFD RL 30 tetes / menit
b. Puasa
20
21
2.8
Laporan Anestesi
Operasi laparatomi dilaksanakan pada tanggal 11 Oktober 2014
Tindakan Anestesi
1) Metode
Anestesi umum (intubasi)
2) Premedikasi
Ondansentron 4mg, Ranitidin 50 mg, Asam Traneksamat 1000 mg,
Dexametason 10 mg
3) Medikasi
22
Sulfas atropin 0,5 mg, Phentanyl 100 mCg, Recofol (Propofol) 140
mg, Roculax 30 mg, Aminofilin 24 mg
4) Intubasi
Insersi ETT no.7.5
5) Maintenance
Sevoflurans + N2O : O2
Keadaan selama operasi
1) Posisi Penderita
: terlentang
23
4) Jumlah Cairan
Input
RL 3 Kolf : 1500 ml
Fima HES : 500 ml
Total : 2000 ml
Output (urin)
500 cc
Perdarahan
150 cc
24
Maintenance (M)
M = BB x 2 cc
M = 75 x 2 cc = 150 cc
Perdarahan
150 cc
25
O = 75 x 8 = 600 cc
26
5) Monitoring
TD awal: 140/70 mmHg, N: 84 x/i, RR: 18x/i
Jam
TD (mmHg)
Nadi (x/i)
RR (x/i)
09.00
140/70
84
18
09.15
130/85
80
15
09.30
120/75
85
15
09.45
115/60
70
13
27
10.00
110/60
75
13
10.15
105/70
70
13
10.30
90/50
60
13
10.45
100/50
65
14
11.00
90/60
70
13
28
11.15
80/50
60
13
11.30
80/50
70
13
11.45
75/50
70
13
12.00
90/60
85
14
29
2)
3)
4)
5)
Keadaan Umum
Tanda Vital
Pernafasan
Skoring Aldrette
Aktifitas
Pernafasan
Warna Kulit
Sirkulasi
Kesadaran
Jumlah
6) Instruksi Post Op
: GCS 15
: TD: 90/60 mmHg, N: 85x/i, RR:14 x/i
: Baik
:
:2
:2
:2
:2
:2
: 10
:
30
Diagnosa Post-op
Post op laparatomi a/i hernia insisional umbilikalis
31
2.10
Prognosis
Quo ad vitam: ad bonam
Quo ad fungsionam: dubia ad bonam
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
32
Definisi
Hernia umbilikalis merupakan hernia kongenital pada umbilikus yang
hanya tertutup peritoneum dan kulit akibat penutupan yang inkomplet dan tidak
33
adanya fasia umbilikalis. Hernia umbilikalis pada dewasa sering terjadi akibat
operasi (hernia insisional), dan lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria.1
Faktor predisposisi hernia umbilikalis antara lain multipara, asites,
obesitas, dan tumor intraabdomen yang besar. Diagnosis mudah dibuat seperti
pada anak. Inkarserasi lebih sering terjadi dibandingkan dengan anak. 1
34
3.1.2
menembus cavum abdomen dan isi di dalamnya. Pada akhir operasi, dinding
abdomen kembali ditutup dengan menyatukan luka tersebut, kemudian menutup
kulit.
35
Ketika sebuah defek berkembang di dinding bekas luka, isi rongga perut
dapat menonjol melalui defek ini, kemudian didorong keluar oleh tekanan
intraabdomen. Peningkatan tekanan intraabdominal yang tinggi, yang terjadi
selama buang air besar, muntah, batuk, dll, dapat memfasilitasi kejadian tersebut.2
3.1.3
Manifestasi klinis
36
37
dan rasa tidak nyaman berhubungan dengan aktivitas atau gerakan, sehingga
penderita hernia insisional berusaha menghindari untuk bergerak. 2
3.1.4
Tatalaksana
Pada bayi, bila cincin hernia kurang dari 2 cm diameternya, umumnya
regresi spontan akan terjadi sebelum bayi berumur enam bulan, kadang cincin
38
baru tertutup setelah satu tahun. Usaha untuk mempercepat penutupan dapat
dikerjakan dengan mendekatkan tepi kiri dan kanan kemudian memfiksasinya
dengan plester untuk 2-3 minggu. 1
Terapi hernia umbilikalis pada dewasa hanya dengan pembedahan, yaitu
defek ditutup dengan mesh, dapat melalui operasi terbuka maupun operasi
laparoskopi yang memberikan nyeri minimal dan pemulihan yang cepat
pascaoperasi dibandingkan operasi terbuka. 1
39
40
Metode ini menurunkan ketegangan antar luka pada dinding abdominal. Angka
kekambuhan menurun hingga 4-34%. 2
41
Anestesia berasal dari perkataan Yunani yang berarti hilangnya rasa. Istilah
ini konon digunakan filsuf Yunani, Dioscorides, untuk menggambarkan efek
narkosis tanaman mandragora. Tindakan dan usaha untuk menghilangkan rasa
sakit sudah ada sejak dahulu kala pada setiap bangsa, etnik dan suku di dunia.
Cara dan bahan yang digunakan pun beragam.3
Anestesia adalah gabungan antara science dan art. Fisiologi dan
farmakologi adalah ilmu kedokteran dasar yang merupakan basis ilmiah
anestesiologi. Kemampuan menganalisa data medis dan mensintesis suatu
42
Anestesi Umum
Anestesi umum memiliki tiga komponen yang disebut dengan trias
anestesia, yaitu terdiri dari hipnotik, analgesia, dan arefleksia. Namun sekarang
43
anestesi umum tidak hanya mempunyai ketiga komponen tersebut namun lebih
luas, berupa: 3
44
45
Anastetik intravena.
Selain untuk induksi juga dapat digunakan untuk rumatan anestesia,
46
Tiopental biasanya tersedia dalam ampul 500 mg atau 1000 mg. Sebelum
digunakan dilarutkan dalam akuades sampai kepekatan 25% (1 ml=25 mg).
Tiopental hanya boleh digunakan untuk intravena dengan dosis 3-7 mg/kg dan
disuntikkan perlahan-lahan dihabiskan dalam 30-60 detik. Larutan ini sangat
alkalis dengan pH 10-11, sehingga suntikan keluar vena akan menyebabkan nyeri
hebat apalagi masuk arteri akan menyebabkan vasokontriksi dan nekrosis jaringan
sekitar. Tiopental akan menyebabkan pasien berada dalam keadaan sedasi,
47
hipnosis, anestesia atau depresi napas. Tiopental menurunkan aliran darah otak,
tekanan likuor, tekanan intrakranial. 4
Propofol dikemas dalam cairan emulsi lemak berwarna putih susu bersifat
isotonis dengan kepekatan 1% (1 ml=10 mg). Dosis bolus untuk induksi 2-2,5
mg/kg, dosis rumatan untuk anestesi intravena total 4-12 mg/kg/jam, dan dosis
sedasi untuk perawatan intensif 0,2 mg/kg. 4
Ketamin kurang digemari untuk induksi
anestesia,
karena
sering
48
dapat menimbulkan mual muntah, pandangan kabur dan mimpi buruk. Dosis
bolus untuk induksi intravena ialah 1-2 mg/kg dan untuk intramuskular 3-10 mg.
Ketamin dikemas dalam cairan bening kepekatan 1% (1 ml= 10 mg) dan 10% (1
ml= 100 mg). 4
Opioid (morfin, petifin, fentanil, sufentanil) untuk induksi diberikan dosis
tinggi. Opioid tidak mengganggu kardiovaskular, sehingga banyak digunakan
untuk induksi pasien dengan kelainan jantung. Untuk anestesia opiod digunakan
49
Anestesi inhalasi
Yaitu anestesi dengan menggunakan gas atau cairan anestesi yang mudah
menguap (volaitile agent) sebagai zat anestetik melalui udara pernafasan. Dalam
dunia modern, anestetik inhalasi yang umum digunakan ialah N 2O, halotan,
enfluran, isofluran, desfluran dan sevofluran.4
50
Anestesi inhalasi merupakan salah satu teknik anestesi umum yang dilakukan
dengan jalan memberikan kombinasi obat anestesi inhalasi yang berupa gas dan
atau cairan yang mudah menguap melalui alat atau mesin anestesi langsung ke
udara inspirasi. Mekanisme kerja obat anestesi inhalasi sangat rumit masih
merupakan misteri dalam farmakologi modern. Pemberian anestetik inhalasi
melalui pernafasan menuju organ sasaran yang jauh merupakan suatu hal yang
unik dalam dunia anestesiologi. 4
51
Ambilan alveolus gas atau uap anestetik inhalasi ditetukan oleh sifat fisiknya:
1. Ambilan oleh paru
2. Difusi gas dari paru ke darah
3. Distribusi oleh darah ke otak dan organ lainnya
Hiperventilasi akan menaikkan ambilan alveolus dan hipoventilasi akan
menurunkan ambilan alveolus. Dalam praktek kelarutan zat inhalasi dalam darah
adalah faktor utama yang penting dalam menentukan kecepatan induksi dan
52
pemulihannya. Induksi dan pemulihan berlangsung cepat pada zat yang tidak larut
dan lambat pada yang larut. Kadar alveolus minimal ( KAM ) atau MAC
(minimum alveolar concentration) ialah kadar minimal zat tersebut dalam
alveolus pada tekanan satu atmosfir yangdiperlukan untuk mencegah gerakan
pada 50 % pasien yang dilakukan insisi standar. Pada umumnya immobilisasi
tercapai pada 95 % pasien, jika kadarnya dinaikkan diatas30 % nilai KAM. Dalam
53
keadaan seimbang, tekanan parsial zat anestetik dalam alveoli sama dengan
tekanan zat dalam darah dan otak tempat kerja obat.4
Konsentrasi uap anestetik dalam alveoli selama induksi ditentukan oleh: 4
-
54
kalau konsentrasi makin tinggi, asalkan tak terjadi depresi napas atau kejang
-
laring. Induksi makin cepat jika disertai oleh N2O (efek gas kedua).
Ventilasi alveolar. Ventilasi alveolar meningkat, konsentrasi alveolar makin
55
Eliminasi
56
Sebagian besar gas anestesi dikeluarkan lagi oleh badan lewat paru.
Sebagian lagi dimetabolisir oleh hepar dengan sistem oksidasi sitokrom P450.
Sisa metabolisme yang larut dalam air dikeluarkan melalui ginjal. 4
N2O
N2O (gas gelak, laughing gas , nitrous oxide, dinitrogen monooksida) diperoleh
dengan memanaskan amonium nitrat sampai 240C. NH4NO3 --240 C ---- 2H2O +
N2O. N2O dalam ruangan berbentuk gas tak berwarna, bau manis, tak iritasi,
57
tak terbakar dan beratnya 1,5 kali berat udara. Zat ini dikemas dalam bentuk cair
dalam silinder warna biru 9000 liter atau 1800 liter dengan tekanan 750 psi atau 50 atm.
Pemberian anestesi dengan N2O harus disertai O2 minimal 25%. Gas ini bersifat
anestetik lemah, tetapi analgesianya kuat, sehingga sering digunakan untuk
mengurangi nyeri menjelang persalinan. Pada anestesi inhalasi jarang digunakan
sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesi lain seperti halotan
dan sebagainya. Pada akhir anestesi setelah N2O dihentikan, maka N2O akan
58
59
(coklat tua) supaya tidak dirusak oleh cahaya dan diawetkan oleh timol 0,01%.
Selain untuk induksi dapat juga untuk laringoskopi intubasi, asalkan anestesinya
cukup dalam, stabil dan sebelum tindakan diberikan analgesi semprot lidokain 4%
atau10% sekitar faring laring. Setelah beberapa menit lidokain kerja, umumnya
laringoskop intubasi dapat dikerjakan dengan mudah, karena relaksasi otot cukup
baik. Pada napas spontan rumatan anestesi sekitar 1-2 vol% dan pada napas
kendali sekitar 0,5-1 vol% yang tentunya disesuaikan dengan respon klinis pasien.
60
61
62
pada penderita gangguan hepar, pernah dapat halotan dalam waktu kurang tiga
bulan atau pasien kegemukan. Pasca pemberian halotan sering menyebabkan
pasien menggigil. 4
Enfluran
Enfluran (etran, aliran) merupakan halogenisasi eter dan cepat populer
setelah ada kecurigaan gangguan fungsi hepar oleh halotan pada penggunaan
berulang. Pada EEG menunjukkan tanda-tanda epileptik, apalagi disertai
63
64
napas lebih kuat dibanding halotan dan enfluran lebih iritatif dibanding halotan.
Depresi terhadap sirkulasi lebih kuat dibanding halotan, depresi lebih jarang
menimbulkan aritmia. Efek relaksasi terhadap otot lurik lebih baik dibanding
halotan. 4
Isofluran
Isofluran (foran, aeran) merupakan halogenasi eter yang pada dosis
anestetik atau subanestetik menurunkan laju metabolisme otak terhadap oksigen,
65
tetapi meninggikan aliran darah otak dan tekanan intrakranial. Peninggian aliran
darah otak dan tekanan intrakranial ini dapat dikurangi dengan teknik anestesi
hiperventilasi, sehingga isofluran banyak digunakan untuk bedah otak.Efek
terhadap depresi jantung dan curah jantung minimal, sehingga digemari untuk
anestesi teknik hipotensi dan banyak digunakan pada pasien dengan gangguan
koroner. Isofluran dengan konsentrasi > 1% terhadap uterus hamil menyebabkan
relaksasi dan kurang responsif jika diantisipasi dengan oksitosin, sehingga dapat
66
khusus (TEC-6).
Titik didihnya mendekati suhu ruangan (23.5C). potensinya rendah (MAC 6.0%).
67
68
disamping
halotan.
Efek
terhadap
kardiovaskuler
cukup
stabil,
jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap sistem saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Setelah pemberian dihentikan sevofluran
cepat dikeluarkan oleh badan.Walaupun dirusak oleh kapur soda (soda lime),
tetapi belum ada laporan membahayakan terhadap tubuh manusia.4
3.2.2
69
Tidak semua pasien atau prosedur medis ideal untuk dijalani di bawah
anestesi umum. Namun demikian, semua teknik anestesi harus dapat sewaktuwaktu dikonversikan menjadi anestesi umum. Oleh karena itu di setiap tempat
pelayanan anestesi harus tersedia perlengkapan anestesi umum.3
Keuntungan anestesi umum
Pasien tidak sadar, mencegah ansietas pasien selama prosedur medis
berlangsung.
70
Efek amnesia meniadakan memori buruk pasien yang didapat akibat ansietas
dan berbagai kejadian intraoperatif yang mungkin meberikan trauma
psikologis.
Memungkinkan dilakukannya prosedur yang memakan waktu lama.
Memudahkan kontrol penuh ventilasi pasien.
71
kesadaran.
Risiko komplikasi pascabedah lebih besar.
Memerlukan persiapan pasien yang lebih seksama.
3.2.3
72
73
74
Reseptor lain adalah AMPA. Kedua reseptor ini sering dijumpai pada sinaps yang
sama meskipun memiliki fisiologi yang berbeda. 3
3.2.4
Stadium-Stadium Anestesia
75
bulu mata.
Stadium 2
76
simpatis.
Stadium 3
Disebut juga stadium pembedahan, dibagi atas:
77
4.
78
3.2.5
79
Penilaian prabedah
Anamnesis3,4
80
81
akan menyulitkan tindakan laringoskopi intubasi. Leher pendek dan kaku juga
akan menyulitkan laringoskopi intubasi. 4
Pemeriksaan rutin lain secara sistematik tentang keadaan umum tentu tidak
boleh dilewatkan seperti inspeksi, palpasi, perkusi dan auskultasi semua sistem
organ tubuh pasien. 4
Pemeriksaan laboratorium
82
Uji laboratorium hendaknya atas indikasi yang tepat sesuai dengan dugaan
penyakit yang sedang dicurigai. Banyak fasilitas kesehatan yang mengharuskan
uji laboratorium secara rutin walaupun pada pasien sehat untuk bedah minor,
misalnya pemeriksaan darah kecil (Hb, lekosit, masa perdarahan dan masa
pembekuan) dan urinalisis. Pada usia pasien di atas 50 tahun ada anjuran
pemeriksaan EKG dan foto toraks. Praktek-praktek semacam ini harus dikaji
83
ulang mengingat biaya yang harus dikeluarkan dan manfaat minimal uji-uji
semacam ini. 4
84
ASA I :
ASA II:
ASA III:
pembatasan aktivitas.
Pasien dengan penyakit sistemik berat, sehingga aktivitas rutin
ASA IV:
terbatas.
Pasien dengan penyakit sistemik berat tak dapat melakukan
aktivitas rutin dan penyakitnya merupakan ancaman kehidupannya
85
ASA V:
setiap saat.
Pasien sekarat yang diperkirakan dengan atau tanpa pembedahan
hidupnya tidak akan lebih dari 24 jam.
Puasa
86
87
induksi anesthesia. Minuman bening, air putih, teh manis sampai 3 jam dan untuk
keperluan minum obat air putih dalam jumlah terbatas boleh 1 jam sebelum
induksi anesthesia. 4
Premedikasi
Premedikasi ialah pemberian obat 1-2 jam sebelum induksi anestesia
dengan tujuan untuk melancarkan induksi, rumatan dan bangun dari anestesia
diantaranya : 4
88
89
90
91
Periode intrabedah
Persiapan peralatan anestesi
Tindakan anestesi yang aman tidak terlepas dari kelengkapan peralatan
anestesi yang baik. Hal pertama yang harus dilakukan ketika masuk ruang bedah
adalah memastikan sumber listrik terpasang pada peralatan elektronik, kemudian
mengecek sumber gas yang harus disambungkan dengan mesin anestesi.3,4
Untuk persiapan anestesi sebaiknya kita ingat kata STATICS:4
92
Scope :
Tubes :
Airway:
Tape :
Introducer:
Mandrain atau stilet dari kawat untuk memandu agar pipa trakea
mudah untuk dimasukkan
93
Conector :
Suction :
Penyedot lendir.
94
tanda vital dicatat dalam interval waktu tertentu, demikian juga obat-obat yang
digunakan, dosis, waktu pemberian. Jumlah dan jenis cairan yang diberikan juga
dicatat. Transfusi produk darah, jika ada dicatat jenis dan jumlahnya. Produksi
urin pun diamati dan dicatat.3
95
Periode pascabedah
Periode pascabedah merupakan tindak lanjut dari kondisi pra dan
intrabedah. Pemantauan standar dilakukan sesuai kriteria Aldrette. Sistem skor ini
diciptakan oleh J. Antonio Aldrette, seorang anestesiologis di USA.untuk dapat
dikeluarkan dari ruang pulih diperlukan nilai 8 3
Tabel 3.1 Skor aldrette
96
Kriteria
Aktivitas
Respirasi
Skor
Kondisi
97
Sirkulasi
Kesadaran
Apnea
Sadar penuh
98
Warna
3.2.6
Tidak berespon
Merah muda
Sianosis
99
100
101
102
OPA
103
NPA
Sungkup muka
104
105
(LMA-
Laryngeal
Mask
106
Airway) ialah alat jalan napas berbentuk sendok terdiri dari pipa besar belubang
dengan ujung menyerupai sendok yang pinggirnya dapat dikembang-kempiskan
seperti balon pada pipa trakea. 4
107
108
109
melalui mulut atau melalui hidung, merupakan alat yang dapat mengisolasi jalan
nafas, mempertahankan patensi, mencegah aspirasi serta mempermudah ventilasi,
oksigenasi dan penghisapan. Di pasaran bebas dikenal beberapa ukuran pipa
trakea yang tampak pada tabel di bawah ini. 4
110
111
Diameter (mm)
2,0-2,5
2,5-3,5
3,0-4,0
3,0-3,5
Skala French
Jarak
10
12
14
16
Bibir
10 cm
11cm
11 cm
12 cm
Sampai
112
1-4 tahun
4,0-4,5
4-6 tahun
4,5-,50
6-8 tahun
5,0-5,5*
8-10 tahun
5,5-6,0*
10-12 tahun
6,0-6,5*
12-14 tahun
6,5-7,0
Dewasa wanita
6,5-8,5
Dewasa pria
7,5-10
*Tersedia dengan atau tanpa kaf
18
20
22
24
26
28-30
28-30
32-34
13 cm
14 cm
15-16 cm
16-17 cm
17-18 cm
18-22 cm
20-24 cm
20-24 cm
113
= 12 + umur (tahun)
= 12 + umur (tahun)
114
115
116
117
118
memasukkan dari sudut kanan mulut, lidah pasien didorong dengan daun
119
120
121
Mandibula menonjol
122
123
Ekstubasi
124
125
Sebelum ekstubasi bersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dan cairan
lain.
3.2.7
126
inhalasi, menurunkan tonus simpatis. Sampai saat ini belum ada protokol
untuk penentuan TD berapa sebaiknya yang paling tinggi yang sudah tidak bisa
ditoleransi untuk dilakukannya penundaan anestesia dan operasi. Namun
banyak literatur yang menulis bahwa TDD 110 atau 115 adalah cut-off point
untuk mengambil keputusan penundaan anestesia atau operasi kecuali operasi
emergensi.5
127
dibandingkan
dengan
128
ditemukan atau diduga adanya kerusakan target organ sehingga evaluasi lebih
lanjut perlu dilakukan sebelum operasi. 5
The American Heart Association /American
College
of
Cardiology
(AHA/ACC) mengeluarkan acuan bahwa TDS 180 mmHg dan/atau TDD 110
mmHg sebaiknya dikontrol sebelum dilakukan operasi, terkecuali operasi
bersifat urgensi. Pada keadaan operasi yang sifatnya urgensi, TD dapat dikontrol
129
dalam beberapa menit sampai beberapa jam dengan pemberian obat antihipertensi
yang bersifat rapid acting.
Perlu dipahami bahwa penderita hipertensi cenderung mempunyai respon
TD yang berlebihan pada periode perioperatif. Ada 2 fase yang harus menjadi
pertimbangan, yaitu saat tindakan anestesia dan postoperasi. Contoh yang
sering terjadi adalah hipertensi akibat laringoskopi dan respons hipotensi
akibat pemeliharaan
anestesia. Pasien
hipertensi
130
dapat
menurunkan
kecemasan
preoperatif
penderita
hipertensi. Untuk hipertensi yang ringan sampai dengan sedang mungkin bisa
menggunakan ansiolitik seperti golongan benzodiazepin atau midazolam. Obat
131
132
karena efek dari obat anestesi dan efek dari obat antihipertensi yang sedang
dikonsumsi oleh penderita, seperti
blocker . 5
133
terjadinya
134
barbiturate,
benzodiazepine
dan
hipertensi. Untuk volatile, sevofluran bisa digunakan sebagai obat induksi secara
inhalasi. 5
Pemeliharaan Anestesia dan Monitoring
135
hipertensi
kronis
akan
menyebabkan
pergeseran
kekanan
autoregulasi dari serebral dan ginjal. Sehingga pada penderita hipertensi ini
akan mudah terjadi penurunan aliran darah serebral dan iskemia serebral jika
136
Penurunan MAP sampai dengan 25% adalah batas bawah yang maksimal
yang dianjurkan untuk penderita hipertensi.
137
hipoperfusi otak.
Terapi dengan antihipertensi secara signifikan menurunkan angka kejadian
stroke.
Pengaruh hipertensi kronis terhadap autoregulasi ginjal, kurang lebih sama
138
volatile
(tunggal
atau
dikombinasikan
dengan
(balance anesthesia) dengan opioid +N2O+ pelumpuh otot, atau anestesia total
intravena bisa digunakan untuk pemeliharaan anestesia. 5
Anestesia regional dapat dipergunakan sebagai teknik anesthesia,
namun perlu diingat bahwa anestesia regional sering menyebabkan hipotensi
akibat blok simpatis dan ini sering dikaitkan pada pasien dengan keadaan
hipovolemia. 5
139
3.2.8
140
141
yang mudah dititrasi seperti remifentanil dan propofol juga dilaporkan sukses
digunakan. 2
142
143
BAB IV
ANALISA KASUS
Penilaian praanestesi
Persiapan pra anestesi umum pada kasus ini didapatkan dari anamnesis
berupa identifikasi identitas pasien yaitu Ny.S, 64 tahun, dengan hernia insisional
umbilikalis pro laparotomi. Selanjutnya ditanyakan riwayat penyakit sekarang
144
yaitu keluhan pasien mengenai benjolan di perutnya yang sebesar kepalan tangan,
disertai nyeri hilang timbul, riwayat operasi 11 tahun yang lalu atas indikasi
hernia umbilikalis. Pasien memiliki riwayat hipertensi, namun jarang kontrol
penyakitnya dan IMT 29,29 (kategori Obesitas I).
Pada pemeriksaan fisik dilakukan pemeriksaan keadaan gigi-geligi pasien
yang tidak dalam penggunaan gigi palsu atau dengan gigi ompong, tindakan buka
mulut yang bisa dilakukan sehingga didapatkan grade mallampati 1 yaitu
145
tampaknya pilar faring, uvula dan palatum molle. Pemeriksaan rutin lain secara
sistematik juga dilakukan.
Pemeriksaan laboratorium darah rutin tanggal 1 Oktober didapatkan Hb
dan Ht yang menurun (9,7 g/dl dan 32,6%) sementara parameter lain dalam batas
normal. Dari pemeriksaan kimia darah: SGOT dan SGPT dalam batas normal,
begitu juga dengan faal ginjal yaitu ureum dan kreatin, serta GDS yang berada
dalam rentang nilai normal. Dari hasil rontgen thorak jantung dalam batas normal,
146
sementara paru terdapat corakan bronkitis dan gambaran EKG dalam batas
normal.
Klasifikasi status fisik pasien ini tergolong ASA 2 dengan kelainan
sistemik ringan/sedang, berupa hipertensi dan obesitas, tanpa pembatasan
aktivitas.
Persiapan prabedah
147
Pada persiapan prabedah pasien dipuasakan sejak tengah malam (6-8 jam
sebelum pembedahan) untuk meminimalkan resiko regurgitasi isi lambung karena
refleks laring akan mengalami penurunan selama anastesi.
Premedikasi pada pasien ini diberikan ranitidin 50 mg untuk
meminimalkan kejadian pneumonitis asam, ondansentron 4 mg guna mengurangi
mual muntah pasca pembedahan, asam traneksamat 100 mg, dexametason 10 mg,
sulfas atropin 0,5 mg tujuannya adalah untuk mengurangi sekresi kelenjar ludah
dan bronkus.
148
149
Cara pemberian anestesi umum pada kasus ini yaitu anestesi balans, yaitu
dengan menggunakan anastetik intravena dan inhalasi. Adapun anastetik intravena
yang dipakai ialah :
Phentanyl 100 mCg (dosis 1-3 mCg/kg) dipilih karena efek depresi napasnya
150
dipilih karena induksi anestesinya yang cepat, dengan pemulihan yang lebih
cepat dibanding penggunaan anestetik lain. Setelah diberikan recofol,
selanjutnya diperiksa refleks bulu mata pasien, dan ketika jalan nafas sudah
pemakaian
suksinilkolin,
namun
pada
kasus
ini
151
152
dan efek terhadap kardiovaskuler cukup stabil, jarang mnyebabkan aritmia. Pada
pasien dengan obesitas, disarankan menggunakan desflurane karena partisi
darah:gas yang rendah, namun pada kasus ini desfluran tidak dipakai karena
sangat mudah menguap dibandingkan dengan anestetik volatil lainnya, dan bersifat
simpatomimetik menyebabkan takikardia dan hipertensi, hal ini menjadi
pertimbangan karena pada kasus ini pasien memiliki tekanan darah pra-bedah
yang termasuk kriteria hipertensi.
153
154
ini dipasang OPA (oro-pharyngeal airway) untuk mencegah kalau pasien menggigit lubang tetap
paten, sehingga aliran udara tetap terjamin.
Tindakan intubasi dilakukan dengan pemberian oksigenasi minimal 2
menit setelah pemberian anestetik intravena hingga hilangnya refleks bulu mata
dan selanjutnya memasukkan laringoskop bilah lengkung yang biasa dipakai pada
dewasa. Selanjutnya dipasang pipa endotrakeal ukuran 7,5 (dipakai pada dewasa
wanita) dan dilakukan pengontrolan pipa dengan auskultasi dada dengan
155
stetoskop, diharapkan suara napas kanan dan kiri sama. Pada kasus ini pipa
endotrakeal dipilih karena dapat mengontrol ventilasi secara penuh dan mencegah
aspirasi yang disebabkan pembedahan pada rongga abdomen, sementara LMA
tidak dipilih karena tidak dapat mencegah aspirasi.
Pemberian ventilasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien pada saat
intraoperatif. Adapun kesulitan intubasi pada pasien ini adalah leher pendek
karena pengaruh berat badannya, namun intubasi trakea dapat berlangsung dengan
156
lancar didukung mallampati pasien ini yang berada pada grade I yaitu tampaknya
pilar faring, uvula dan palatum molle.
Periode intrabedah
Periode intrabedah meliputi persiapan peralatan anestesi dan pemantauan
dan pencatatan selama operasi. Pemantauan dilakukan per 15 menit dengan
mencatat tanda-tanda vital meliputi tekanan darah, nadi, RR, demikian juga obatobat yang digunakan, dan jumlah/jenis cairan yang diberikan serta produksi urin.
157
Kebutuhan total cairan pada pasien ini, yaitu 3150 cc selama operasi, terdiri
dari jumlah cairan pengganti puasa 900cc, maintenance 150 cc, stress operasi
600cc dan perdarahan 150cc. Pada jam I dibutuhkan 1200, jam II 975cc, dan jam
III 975cc. cairan yang telah masuk (RL, dan FimaHes,) sebesar 2000cc. Ringer
laktat dipilih karena merupakan cairan kristaloid yang isotonik, dimana
osmolaritas (tingkat kepekatan) cairannya mendekati serum sehingga terus berada
di dalam pembuluh darah, dan dapat mengisi cairan intrasel. Cairan koloid Hes
158
diberikan karena di dalam cairan koloid terdapat zat/bahan yang mempunyai berat
molekul tinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan cairan ini cenderung
bertahan agak lama dalam ruang intravaskuler. Kebutuhan cairan pada pasien ini
belum tercukupi, diperlukan terapi rumatan yang adekuat dan dipantau dalam
pengawasan ketat untuk mencukupi kebutuhan cairan pada perioperatif.
Ekstubasi pada kasus ini dikerjakan pada keadaan anestesi sudah ringan,
dengan sebelumnya membersihkan rongga mulut laring faring dari sekret dengan
159
menggunakan
suction.
Selanjutnya
pipa
endotrakeal
dicabut
dengan
160
BAB V
KESIMPULAN
Pemeriksaan pra anestesi memegang peranan penting pada setiap operasi
yang melibatkan anestesi. Pemeriksaan yang teliti memungkinkan kita mengetahui
161
kondisi pasien dan memperkirakan masalah yang mungkin timbul sehingga dapat
mengantisipasinya.
Pada makalah ini disajikan kasus penatalaksanaan anestesi umum pada
operasi laparatomi pada penderita wanita, usia 64 tahun, status fisik ASA II
dengan hipertensi danobesitas, diagnosis hernia insisional umbilikal dengan
menggunakan teknik general anestesi dengan ETT no.7,5 respirasi terkontrol.
162
163
penanganan anestesi berlangsung dengan baik meskipun ada hal-hal yang perlu
mendapat perhatian.
164
DAFTAR PUSTAKA
165
166