Anda di halaman 1dari 39

PERDARAHAN INTRAKRANIAL

(Devi Ratna Pratiwi, Anita A. J Asmal)


A. PENDAHULUAN
Dilaporkan angka berbeda-beda tentang insidensi PIN. Holt menemukan pada otopsi
bayi-bayi lahir mati dan yang meninggal dalam 2 minggu pertama, 30% PI. Menurut Saxena
13,1% kematian perinatal oleh PI. Angka kematian PI pada bayi prematur 5x lebih tinggi
daripada bayi cukup bulan. Perdarahan intrakranial pada neonatus (PIN) tidak jarang
dijumpai. PIN mempunyai arti penting karena dapat menyebabkan kematian atau cacat
jasmani dan mental. Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga kranium dan
isinya pada bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial
banyak. Sering Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak
khas. Perdarahan Intrakranial meliputiPerdarahan epidural,Perdarahan subdural,Perdarahan
subaraknoid, Perdarahan intraserebral/parenkim dan intraventrikuler. Penatalaksanaan dan
penanggulangan Perdarahan Intrakranial Neontus masih kurang memuaskan. Untuk
menurunkan angka kejadian perdarahan intrakranial neonatus, usaha yang lebih penting ialah
profilaksis seperti perawatan prenatal, pertolongan persalinan dan perawatan postnatal yang
sebaik-baiknya. Pada umumnya prognosis perdarahan intrakranial neonatus tidak terlalu
menggembirakan.12
Perdarahan intrakranial pada bayi merupakan jenis perdarahan yang paling sering
dihubungkan dengan hemorhagic disease of the newborn (HDN) onset lambat. Hampir 2/3
bayi dengan HDN onset lambat datang dengan perdarahan intrakranial.12 HDN onset lambat
adalah perdarahan pada bayi yang muncul pada usia lebih dari tujuh hari, biasanya terjadi
pada usia 2-8 minggu tetapi dapat terjadi kapan saja pada tahun pertama kehidupan.17
HDN menunjukkan defisiensi vita-min K yang menyebabkan rendahnya kadar faktor
pembekuan darah yang tergantung pada vitamin K seperti faktor II, VII, IX, X. Pemberian
ASI eksklusif tanpa suplemen atau injeksi vitamin K segera setelah lahir tampaknya
merupakan faktor penyebab terjadinya HDN onset lambat.18 Pemberian profilaksis vitamin K
setelah lahir menurunkan angka kesakitan dan kematian bayi HDN onset lambat.12,19
B. ANATOMI
1

Meningea terdiri daripada tiga lapisan membran penghubung yang memproteksi Otak
dan Medulla Spinalis. Dura Mater adalah membran yang paling superfisial dan tebal. Dura
Mater meliputi Falx Serebri, Tentorium Serebelli dan Falx Serebelli. Dura Mater membantu
memfiksasi otak di dalam tulang kepala. Membran Meningea seterusnya adalah sangat tipis
yang dinamakan Arachnoid Mater. Ruang antara membran ini dengan Dura Mater dinamakan
ruang Subdural dan mempunyai sangat sedikit cairan serosa. Lapisan Meningea yang ketiga
adalah Pia mater yang melapisi permukaan otak. Antara Arachnoid Mater dan Pia Mater
mempunyai ruang Subarachnoid di mana terdapat banyak pembuluh darah dan dipenuhi
dengan cairan Serebrospinal20.

Gambar 1: membran meningea pada permukaan otak.

Gambar 2: Lapisan Carpalia dan Otak

Walaupun berat otak adalah 2% daripada jumlah total berat badan namun otak
menerima 15 hingga 20% darah yang dipompa oleh jantung. Darah tiba di otak melalui Arteri
Carotis Interna dan Arteri Vertebralis. Arteri Vertebralis bergabung membentuk Arteri
Basilaris yang berada pada ventral batang otak. Arteri Basilaris dan Arteri Carotis Interna
membentuk Sirkulus Willisi. Cabang-cabang dari Sirkulus Willisi dan dari Arteri Basilaris
mensuplai darah ke otak20.
Kortex Serebri pada otak kiri dan kanan disuplai dengan darah oleh tiga cabang arteri
dari Sirkulus Willisi yaitu; Arteri Serebri Anterior, Arteri Serebri Media dan Arteri Serebri
Posterior. Arteri Serebri Media mensuplai darah pada permukaan lateral otak. Arteri Serebri
Anterior mensuplai darah pada bagian medial Lobus Parietalis dan Frontalis. Arteri Serebri
Posterior mensuplai darah pada Lobus Occipital dan permukaan Medial Lobus Temporal.
Arteri Serebri dan cabangnya terletak dalam Ruang Subarachnoid. Cabang arteri
meninggalkan Ruang Subarachnoid dan memasuki Pia Mater. Cabang pre kapiler
meninggalkan Pia Mater dan memasuki otak. Arteri di dalam otak membentuk kapiler20.

Gambar 3: arteri-arteri intrakranial.

C. DEFINISI
Perdarahan intracranial mengacu pada perdarahan yang terjadi didalam kepala atau
tengkorak namun belum tentu didalam otak (intraserebral).12
Perdarahan Intrakrania ialah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada bayi sejak
lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering Perdarahan
Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas.17
3

Perdarahan intrakranial adalah perdarahan yang tiba-tiba dalam jaringan otak merupakan
bentuk yang menghancurkan pada stroke hemmorage dan dapat terjadi pada semua umur dan
juga akibat trauma kepala seperti kapitis, tumor otak,dll.
Jadi perdarahan intrakranial adalah perdarahan dalam rongga kranium dan isinya pada
bayi sejak lahir sampai umur 4 minggu. Sebabnya Perdarahan Intrakranial banyak. Sering
Perdarahan Intrakranial tak dikenal/dipikirkan karena gejala-gejalanya tidak khas
D. ETIOLOGI
Penyebab utama dari perdarahan intrkranial adalah trauma. Faktro predisposisi yang dapat
meningkatkan kejadian perdarahan intracranial diantaranya;
1. Bayi premature. Bayi premature akan lebih sensitif terhadap trauma.
2. Ekstraksi pada bokong. Dimana persalinan dengan kejadian after-coming head mendapatkan
penanganan yang menyebabkan terjadinya persalinan dengan singkat atau penuh dengan
3.
4.
5.
6.
7.
8.

intervensi.
Partus presipitatus, dimana terdapat kompresi yang tiba-tiba terhadap kepala bayi.
Persalinan sulit atau persalinan lama dimana terjadi molase yang begitu kuat pada kepala.
Persalinan dengan alat.
Terdapat disproporsi cepalopelvik
Presentasi abnormal
Kekerasan terhadap bayi
Bayi yang premature dan persalinan lama menunjukan insiden perdarahan intracranial lebih
sering terjadi.

E. PATOGENESIS
Pada trauma kelahiran, perdarahan terjadi oleh kerusakan/ robekan pembuluh- pembuluh
darah intrakranial secara langsung. Pada perdarahan yang bukan karena trauma
kelahiran,faktor dasar ialah prematuritas; pada bayi-bayi tersebut, pembuluh darah otak masih
embrional dengan dinding tipis, jaringan penunjang sangat kurang dan pada beberapa tempat
tertentu jalannya berkelok-kelok, kadang-kadang membentuk huruf U. Sehingga mudah
sekali terjadi kerusakan bila ada faktor- faktor pencetus (hipoksia/iskemia). Keadaan ini
terutama terjadi pada perdarahan intraventrikuler/periventrikuler. Perdarahan epidural/
ekstradural terjadi oleh robekan arteri atau vena meningika media antara tulang tengkorak
dan duramater. Keadaan ini jarang ditemukan pada neonatus. Tetapi perdarahan subdural
merupakan jenis PIN yang banyak dijumpai pada BCB. Di sini perdarahan terjadi akibat
pecahnya vena-vena kortikal yang menghubungkan rongga subdural dengan sinus-sinus pada
duramater. Perdarahan subdural lebih sering pada Bayi Cukup Bulan daripada Bayi Kurang
Bulan sebab pada Bayi Kurang Bulan vena-vena superfisial belum berkembang baik dan
4

mulase tulang tengkorak sangat jarang terjadi. Perdarahan dapat berlangsung perlahan-lahan
dan membentuk hematoma subdural.
Pada robekan tentorium serebeli atau vena galena dapat terjadi hematoma retroserebeler.
Gejala-gejala dapat timbul segera dapat sampai berminggu-minggu, memberikan gejala gejala kenaikan tekanan intrakranial. Dengan kemajuan dalam bidang obstetri, insidensi
perdarahan subdural sudah sangat menurun. Pada perdarahan subaraknoid, perdarahan terjadi
di rongga subaraknoid yang biasanya ditemukan pada persalinan sulit. Adanya perdarahan
subaraknoid

dapat

dibuktikan

dengan

fungsi

likuor.

Pada

perdarahan

intraserebral/intraserebeler, perdarahan terjadi dalam parenkim otak, jarang pada neonatus


karena hanya terdapat pada trauma kepala yang sangat hebat (kecelakaan) Perdarahan
intraventrikuler dalam kepustakaan ada yang gabungkan bersama perdarahan intraserebral
yang disebut perdarahan periventrikuler. Dari semua jenis Perdarahan Intrakranial Neonatus,
perdarahan periventrikuler memegang peranan penting, karena frekuensi dan mortalitasnya
tinggi pada bayi prematur. Sekitar 7590% perdarahan peri ventrikuler berasal dari jaringan
subependimal germinal matriks/jaringan embrional di sekitar ventrikel lateral. Pada
perdarahan intraventrikuler, yang berperanan penting ialah hipoksia yang menyebabkan
vasodilatasi pembuluh darah otak dan kongesti vena. Bertambahnya aliran darah ini,
meninggikan tekanan pembuluh darah otak yang diteruskan ke daerah anyaman kapiler
sehingga mudah ruptur. Selain hipoksia, hiperosmolaritas pula dapat menyebabkan
perdarahan intraventrikuler. Hiperosmolaritas antara lain terjadi karena hipernatremia akibat
pemberian natrium bikarbonat yang berlebihan/plasma ekspander. Keadaan ini dapat
meninggikan tekanan darah otak yang diteruskan ke kapiler sehingga dapat pecah.19
F. KLASIFIKASI
Terdapat empat tipe perdarahan intracranial yang dapat dialami oleh bayi. Diantaranya;
perdarahan subarachoid, subdural, perdarahan epidural, perdarahan intraserebral dan
perdarahan periventrikuler-intraventikuler (PVH-IVH). PVH-IVH adalah perdarahan
intracranial yang paling sering terjadi.
1. PERDARAHAN EPIDURAL
a. Defenisi
Perdarahan epidural adalah perdarahan antara tulang kranial dan dura mater, yang
biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. 21 Kelainan ini pada fase awal
tidak menunjukkan gejala atau tanda. Baru setetelah hematoma bertambah besar akan terlihat
tanda pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami mual dan
muntah diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala neurologik yang terpenting adalah pupil
5

mata anisokor yaitu pupil ipsilateral melebar. Ciri khas hematoma epidural murni adalah
terdapatnya interval bebas antara saat terjadinya trauma dan tanda pertama yang berlangsung
beberapa menit sampai beberapa jam. Jika hematoma epidural disertai dengan cedera otak
seperti memar otak, interval bebas tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya
menjadi kabur. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal berupa kesadaran yang
semakin menurun, disertai oleh anisokoria pada mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese
kontralateral. Perdarahan epidural di daerah frontal dan parietal atas tidak memberikan gejala
khas selain penurunan kesadaran (biasanya somnolen) yang membaik setelah beberapa hari.22
b. Etiologi
Hematoma Epidural dapat terjadi pada siapa saja dan umur berapa saja, beberapa
keadaan yang bisa menyebabkan epidural hematom adalah misalnya benturan pada kepala
pada kecelakaan motor. Hematoma epidural terjadi akibat trauma kepala, yang biasanya
berhubungan dengan fraktur tulang tengkorak dan laserasi pembuluh darah.23,24
c. Patofisiologi
Pada hematom epidural, perdarahan terjadi di antara tulang tengkorak dan dura meter.
Perdarahan ini lebih sering terjadi di daerah temporal bila salah satu cabang arteria meningea
media robek. Robekan ini sering terjadi bila fraktur tulang tengkorak di daerah bersangkutan.
Hematom dapat pula terjadi di daerah frontal atau oksipital. 25 Arteri meningea media yang
masuk di dalam tengkorak melalui foramen spinosum dan jalan antara durameter dan tulang
di permukaan dan os temporale. Perdarahan yang terjadi menimbulkan hematom epidural,
desakan oleh hematoma akan melepaskan durameter lebih lanjut dari tulang kepala sehingga
hematom bertambah besar. 25
Hematoma yang membesar di daerah temporal menyebabkan tekanan pada lobus
temporalis otak kearah bawah dan dalam. Tekanan ini menyebabkan bagian medial lobus
mengalami herniasi di bawah pinggiran tentorium. Keadaan ini menyebabkan timbulnya
tanda-tanda neurologik yang dapat dikenal oleh tim medis.26
Tekanan dari herniasi unkus pda sirkulasi arteria yang mengurus formation retikularis di
medulla oblongata menyebabkan hilangnya kesadaran. Di tempat ini terdapat nuclei saraf
cranial ketiga (okulomotorius). Tekanan pada saraf ini mengakibatkan dilatasi pupil dan

ptosis kelopak mata. Tekanan pada lintasan kortikospinalis yang berjalan naik pada daerah
ini, menyebabkan kelemahan respons motorik kontralateral, refleks hiperaktif atau sangat
cepat, dan tanda babinski positif.26 Dengan makin membesarnya hematoma, maka seluruh isi
otak akan terdorong kearah yang berlawanan, menyebabkan tekanan intracranial yang besar.
Timbul tanda-tanda lanjut peningkatan tekanan intracranial antara lain kekakuan deserebrasi
dan gangguan tanda-tanda vital dan fungsi pernafasan.26
Karena perdarahan ini berasal dari arteri, maka darah akan terpompa terus keluar hingga
makin lama makin besar. Ketika kepala terbanting atau terbentur mungkin penderita pingsan
sebentar dan segera sadar kembali. Dalam waktu beberapa jam , penderita akan merasakan
nyeri kepala yang progersif memberat, kemudian kesadaran berangsur menurun. Masa antara
dua penurunan kesadaran ini selama penderita sadar setelah terjadi kecelakaan di sebut
interval lucid. Fenomena lucid interval terjadi karena cedera primer yang ringan pada
Epidural hematom. Kalau pada subdural hematoma cedera primernya hamper selalu berat
atau epidural hematoma dengan trauma primer berat tidak terjadi lucid interval karena pasien
langsung tidak sadarkan diri dan tidak pernah mengalami fase sadar.25
Sumber perdarahan : 25

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica dan vena diploica

Epidural hematoma merupakan kasus yang paling emergensi di bedah saraf karena
progresifitasnya yang cepat karena durameter melekat erat pada sutura sehingga langsung
mendesak ke parenkim otak menyebabkan mudah herniasi trans dan infra tentorial.Karena itu
setiap penderita dengan trauma kepala yang mengeluh nyeri kepala yang berlangsung lama,
apalagi progresif memberat, harus segera di rawat dan diperiksa dengan teliti.25,27
d. Gambaran Klinis

Gejala yang sangat menonjol ialah kesadaran menurun secara progresif. Pasien dengan
kondisi seperti ini seringkali tampak memar di sekitar mata dan di belakang telinga. Sering
juga tampak cairan yang keluar pada saluran hidung atau telinga. Pasien seperti ini harus di
observasi dengan teliti.28
Setiap orang memiliki kumpulan gejala yang bermacam-macam akibat dari cedera
kepala. Banyak gejala yang muncul bersaman pada saat terjadi cedera kepala.
Gejala yang sering tampak : 25,28

Penurunan kesadaran, bisa sampai koma

Bingung

Penglihatan kabur

Susah bicara

Nyeri kepala yang hebat

Keluar cairan darah dari hidung atau telinga

Nampak luka yang adalam atau goresan pada kulit kepala.

Mual

Pusing

Berkeringat

Pucat

Pupil anisokor, yaitu pupil ipsilateral menjadi melebar.


Pada tahap kesadaran sebelum stupor atau koma, bisa dijumpai hemiparese atau serangan
epilepsi fokal. Pada perjalannya, pelebaran pupil akan mencapai maksimal dan reaksi cahaya
pada permulaan masih positif menjadi negatif. Inilah tanda sudah terjadi herniasi tentorial.
Terjadi pula kenaikan tekanan darah dan bradikardi. Pada tahap akhir, kesadaran menurun
sampai koma dalam, pupil kontralateral juga mengalami pelebaran sampai akhirnya kedua
8

pupil tidak menunjukkan reaksi cahaya lagi yang merupakan tanda kematian. Gejala-gejala
respirasi yang bisa timbul berikutnya, mencerminkan adanya disfungsi rostrocaudal batang
otak.29 Jika Epidural hematom di sertai dengan cedera otak seperti memar otak, interval bebas
tidak akan terlihat, sedangkan gejala dan tanda lainnya menjadi kabur.25
e. Gambaran Radiologi
Terkumpulnya darah/bekuan darah dalam ruang antara tulang kepala dan duramater
Kausa : trauma, relatif jarang terjadi, lebih kurang 0,5 % dari semua cedera otak dan 9 % dari
penderita yang mengalami koma.
Klinis : Lusid interval ; Lateralisasi
Rontgen : Fraktur linear
Gambaran hematom, berbentuk bikonveks atau menyerupai lensa cembung sering terletak di
area temporal atau temporoparietal.

Sumber Perdarahan :
artery meningea media (50%), vena meningea media (33%), vena diploe atau sinusvenosus
duramater (17%) (Crevier,2005)
Sumber perdarahan : 30

Artery meningea ( lucid interval : 2 3 jam )

Sinus duramatis

Diploe (lubang yang mengisis kalvaria kranii) yang berisi a. diploica


dan vena diploica
Hematom epidural akibat perdarahan arteri meningea media, terletak antara duramater dan
lamina interna tulang pelipis.

Os Temporale (1), Hematom Epidural (2), Duramater (3), Otak terdorong kesisi lain (4)

Dengan CT-scan dan MRI, perdarahan intrakranial akibat trauma kepala lebih mudah
dikenali.23
Foto Polos Kepala
Pada foto polos kepala, kita tidak dapat mendiagnosa pasti sebagai epidural
hematoma. Dengan proyeksi Antero-Posterior (A-P), lateral dengan sisi yang mengalami
trauma pada film untuk mencari adanya fraktur tulang yang memotong sulcus arteria
meningea media.27

Computed Tomography (CT-Scan)


Pemeriksaan CT-Scan dapat menunjukkan lokasi, volume, efek, dan potensi cedara
intracranial lainnya. Pada epidural biasanya pada satu bagian saja (single) tetapi dapat pula
terjadi pada kedua sisi (bilateral), berbentuk bikonfeks, paling sering di daerah
temporoparietal. Densitas darah yang homogen (hiperdens), berbatas tegas, midline terdorong
ke sisi kontralateral. Terdapat pula garis fraktur pada area epidural hematoma, Densitas yang
tinggi pada stage yang akut ( 60 90 HU), ditandai dengan adanya peregangan dari
pembuluh darah.25,31,32
Pada Ct-scan tampak area yang tidak selalu homogen, bentuknya bikonveks sampai
planokonveks, melekat pada tabula interna dan mendesak ventrikel ke sisi kontra lateral
(tanda space occupying lesion, Batas dengan korteks licin, Densitas duramater biasanya jelas.

10

Gambar 4. CT Scan Perdarahan Epidural

Gambar 7. Perdarahan Epidural

Magnetic Resonance Imaging (MRI)


MRI akan menggambarkan massa hiperintens bikonveks yang menggeser posisi
duramater, berada diantara tulang tengkorak dan duramater. MRI juga dapat menggambarkan
batas fraktur yang terjadi. MRI merupakan salah satu jenis pemeriksaan yang dipilih untuk
menegakkan diagnosis.24,27,32

f. Diagnosis banding
11

Hematoma subdural
Hematoma subdural terjadi akibat pengumpulan darah diantara dura mater dan
arachnoid. Secara klinis hematoma subdural akut sukar dibedakan dengan hematoma epidural
yang berkembang lambat. Bisa di sebabkan oleh trauma hebat pada kepala yang
menyebabkan bergesernya seluruh parenkim otak mengenai tulang sehingga merusak a.
kortikalis. Biasanya di sertai dengan perdarahan jaringan otak. Gambaran CT-Scan hematoma
subdural, tampak penumpukan cairan ekstraaksial yang hiperdens berbentuk bulan sabit.27
Hematoma Subarachnoid
Perdarahan subarakhnoid terjadi karena robeknya pembuluh-pembuluh darah di
dalamnya.27

g. Prognosis
Prognosis tergantung pada :25

Lokasinya ( infratentorial lebih jelek )

Besarnya

Kesadaran saat masuk kamar operasi.


Jika ditangani dengan cepat, prognosis hematoma epidural biasanya baik, karena kerusakan
otak secara menyeluruh dapat dibatasi. Angka kematian berkisar antara 7-15% dan kecacatan
pada 5-10% kasus. Prognosis sangat buruk pada pasien yang mengalami koma sebelum
operasi.23,33

2. PERDARAHAN SUBDURAL
a. Defenisi
Trauma kepala bisa menimbulkan berbagai macam kondisi, sebagian diantaranya bisa
berakhir denga kematian yang cepat. Untuk itu pengetahuan yang meluas tentang aspk
manajemen trauma kepala amat diperlukan. Salah satu prosedur penanganan trauma kepala
adalah penegakan diagnosis yang tepat mengenai kondisi diakibatkan oleh trauma kepala.
12

Radiologi amat membantu dalam hal ini. Pemeriksaan radiologi trauma kepala mencakup: 1)
foto polos cranium tiga posisi; 2) CT scan kepala; dan 3) Angiografi.1
Subdural hematoma merupakan perdarahan yang terletak di subdural space. Dapat
meluas di bagian hemisphere, menimbulkan kompresi serebri. Perdarahan dapat berasal dari
rupture dari bidging vein, rupture granulosio Pacchioni, perluasan perdarahan dari fossa
piamater dan bisa juga dari perdarahan kontusi serebri.1
b. Insiden dan Epidemiologi
Subdural hematoma bisa terjadi pada semua tahap umur, namun yang tersering ialah pada
pasien yang berumur 60-80 tahun. Hal ini karena mobilitas otak di dalam tengkorak
meningkat akibat artrofi senile dan memudahkan lagi terjadinya rupture vein jika terjadinya
traumatic akut. Subdural hematoma lebih sering terjadi berbanding epidural hematoma dan
disertai cedera kepala kontusio berbanding fraktur tulang tengkorak.7Subdural hematoma
kronik ada pada 1-2 per 100,000 orang pertahun (Fogelholm et al. 1975)9
c. Etiologi
Etiologi subdural hematom ialah:6
a) Trauma
b) Non-traumatic: (Markwalder 1981)9

Arteri-vascular malformasi
Hemoragik diathesis
Neoplasma (meningioma, meningeal carcinomatosis)
Spontan intracranial hipotensi15
Rupture granulasio Pacchini
Kontusio cerebri1
c). Faktor risiko:

d.

Hipertensi
Obat-obatan(anti-koagulan)
Atheroma10
Usia lanjut
Patofisiologi
Perdarahan terjadi di antara dura mater dan araknoidea. Perdarahan dapat terjadi
akibat robeknya vena jambatan (bridging veins) yang menghubungkan vena di permukaan
otak dan sinus venosus di dalam duramater atau karena robeknya araknoidea. Perdarahan
yang besar akan menimbulkan gejala-gejala akut menyerupai hematoma epidural. Perdarahan
yang tidak terlalu besar akan membeku dan di sekitarnya akan tumbuh jaringan ikat yang
membentuk kapsula. Gumpalan darah lambat laun mencair dan menarik cairan dari
sekitarnya dan mengembung, memberikan gejala-gejala seperti tumor serebri karena tekanan
13

intracranial yang beransur meningkat. Gejala-gejala ini ialah nyeri kepala progresif, tajam
penglihatan mundur akibat edema papil yang terjadi, tanda-tanda deficit neurologik daerah
otak yang tertekan. Gejala-gejala ini timbul berminggu-minggu hingga berbulan-bulan
setelah terjadinya trauma kepala.2
Subdural akut dan ekstradural hematoma paling sering terjadi pada posttraumatik. Sangat jarang ditemukan subdural hematoma akibat rupture serebral aneurisme
dari arteri communicating posterior. Subdural hematoma juga bisa terjadi apabila rupture
fistula arteriovenous dural. Kronik subdural hematoma sering ditemukan bilateral dan orang
tua yang alkoholic disertai artrofi otak, pasien dengan pengobatan antikoagulan atau
hidrosefalus shunt. Mekanisma terjadinya subdural hematom apabila terjadinya trauma minor
berulang-ulang di antara vena kortikal sehingga bocor.8
Trauma pertama merobek salah satu vena yang melewati ruangan subdural. Dalam 7
sampai 10 hari setelah perdarahan terjadi, darah dikelilingi oleh membrane fibrosa. Dengan
adanya selisih tekanan osmotic yang mampu menarik cairan ke dalam hematoma, terjadi
kerusakan sel-sel darah dalam hematoma. Penambahan ukuran hematoma ini yang
menyebabkan perdarahan lebih lanjut dengan merobek membrane atau pembuluh darah di
sekelilingnya, menambah ukuran dan tekanan hematoma.4
Hematom subdural akut secara klinis dibagi menjadi tiga kelompok, dua
kelompok pertama berhubungan dengan kontusi dan laserasi, baik akibat dari beban benturan
atau beban akselerasi yang kadang juga disebut sebagai hematom subdural komplikata.
Kelompok ketiga merupakan cedera primer akibat disrupsi pembuluh-pembuluh darah di
permukaan khususnya vena-vena jembatan yang disebabkan oleh guncangan semata dan
bukan beban bentura. Hematom subdural juga kadang-kadang bisa dikaitkan dengan
kerusakan hemisterik atau bihemisterik seperti cedera aksonal difusa, kerna mempunyai
mekanisme yang sama.3
STADIUM-STADIUM DALAM PERJALANAN ALAMIAH HEMATOMA SUBDURAL
NONLETHAL4
STADIUM
STADIUM I

PENJELASAN
Darah berwarna gelap tersebar luas di

STADIUM II

permukaan otak di bawah dura


Bekuan darah menjadi lebih hitam, tebal dan

STADIUM III

gelatinosa (2-4 hari)


Bekuan pecah dan setelah 2 minggu akan
berwarna dan berkonsistensi seperti minyak

14

pelumas mesin
Terjadi organisasi yang dimulai dari

STADIUM IV

pembentukan membrane luar yang tebal dan


keras berasal dari dura, dan membrane dalam
yang tipis dan araknoid. Cairannya menjadi
xantokromik.
Organisasi sudah lengkap, bekuan dapat

STADIUM V

mengalami kalsifikasi atau bahkan osifikasi


atau dapat diserap
e. Diagnosis
Gambaran Klinis
Hematoma subdural dipilih menjadi tipe-tipe yang berbeda dalam simtomalogi dan
prognosis: akut, subakut dan kronik.

HEMATOMA SUBDURAL AKUT


Hematoma subdural akut menimbulkan gejala neurologic penting dan serius dalam 24
jam sampai 48 jam setelah cedera. Seringkali berkaitan dengan trauma otak berat, hematoma
ini juga mempunyai mortalitas yang tinggi. Gangguan neurologic progresif disebabkan oleh
tekanan pada jaringan otak dan herniasi batang otak dalam foramen magnum, yang
selanjutnya menimbulkan tekanan pada batang otak. Keadaan ini dengan cepat menimbulkan
berhentinya pernapasan dan hilangnya penguasaan atas denyut nadi dan tekanan darah.4

HEMATOMA SUBDURAL SUBAKUT


Hematoma subdural subakut menyebabkan defisit neurologik yang bermakna dalam
waktu lebih dari 48 jam tapi kurang dari dua minggu setelah cedera (Schwartz, 1989). Seperti
hematoma subdural akut, hematoma ini juga disebabkan oleh perdarahan vena dalam ruangan
subdural.4
Anamnesis klinis yang khas dari penderita hematoma subdural subakut adalah adanya
trauma kepala yang menyebabkan ketidaksadaran, selanjutnya diikuti perbaikan status
neurologic yang perlahan-lahan. Namun, setelah jangka waktu tertentu penderita
memperlihatkan tanda-tanda status neurologik yang memburuk. Tingkat kesadaran mulai
menurun perlahan-lahan dalam beberapa jam. Dengan meningkatnya tekanan intrakranial
seiring pembesaran hematoma, penderita dapat mengalami kesulitan untuk tetap sadar dan
tidak memberikan respons terhadap rangsang bicara maupun nyeri. Seperti hematoma
15

subdural akut, pergesaran isi intracranial dan peningkatan tekanan intracranial yang
disebabkan oleh akumulasi darah akan menimbulkan herniasi unkus atau sentral dan
melengkapi tanda-tanda neurologic dari kompresi batang otak.4

HEMATOMA SUBDURAL KRONIK


Hematoma subdural kronik, trauma otak yang menjadi penyebab sangat ringan
sehingga terlupakan. Timbulnya gejala pada umumnya tertunda beberapa minggu, bulan dan
bahkan beberapa tahun setelah cederah pertama.4
Tanda dan gejala pada hematoma subdural kronis biasanya tidak spesifik, tidak
terlokalisasi dan dapat disebabkan oleh proses penyakit lain. Beberapa penderita mengeluh
sakit kepala. Tanda dan gejala paling khas adalah perubahan progresif dalam tingkat
kesadaran termasuk apati, letargi dan berkurangnya perhatian, dan menurunnya kemampuan
untuk mempergunakan kemampuan kognitif yang lebih tinggi. Hemianopsia, hemiparesis dan
kelainan pupil ditemukan kurang dari 50% kasus. Bila terdapat afasia, pada umumnya tipe
anomik yaitu afasia lancar dengan pengulangan dan pengertian (Cohen et al., 1983)4

Pemeriksaan Radiologi
PEMERIKSAAN SKEN KOMPUTER TOMOGRAFI OTAK (CT-SCAN)
Pemeriksaan ini merupakan metode diagnostic standar terpilih (gold standard) untuk
kasus cedera kepala dan prosedur ini tidak bersifat invasive, juga memiliki kehandalan yang
tinggi. Dari pemeriksaan ini dapat diperoleh infrmasi yang lebih jelas tentang lokasi dan
adanya perdarahan intracranial, edema, kontusi, udara, benda asing intracranial serta
pergeseran struktur di dalam rongga tengkorak.3
Ada pendapat yang menyatakan, pemeriksaan CT-scan selepas kejadian akan memberikan
keputusan yang negative. Namun, insidens menunjukkan sangat rendah yaitu <0.02%. Oleh
kerana itu indikasi CT-scan pada pemeriksaan triage dapat dipercayai 100%.13
CT scan kepala dapat dibuat dalam dua window level, yaitu: window jaringan
(window normal) untuk melihat hematoma intra dan ekstrakranial; window tulang untuk
melihat fraktur neurocranium maaupun viscerocranium. Densitas lesi dapat dibagi atas high
density atau hiperdens, isodensiti dan low density atau hipodense.1 Densitas normal otak ialah
18 30 H.5
Perbedaan gambaran sken computer tomografi antara lesi akut, subakut dan kronis
agak sulit. Kebanyakan hematom berkembang segera setelah cedera, tetapi ada juga yang
baru timbul kemudian sampai satu minggu.3
16

Pada hematoma subdural akut tampak gambaran hyperdens sickle (seperti bulan sabit)
dekat tabula interna, terkadang sulit dibedakan dengan hematoma epidural. Batas medial
hematom bergerigi. Adanya hematoma di daerah fissure interhemisfer dan tentorium juga
menunjukaN adanya hematoma subdural.1 Ukuran densitas hiperdens ialah kira-kira 50 60
H. Berbeda pada pasien yang mengalami anemia berat atau kehilangan darah massive
(hyperakut subdural hematoma) akan mengalami isodens atau hipodens.5

Gambar 3: Gambaran crescent shape


yang hiperdens dan bilateral

Gambaran CT Scan untuk hematom subdural kronik ialah kompleks perlekatan,


transudasi, kalsifikasi yang disebabkan oleh bermacam-macam perubahan, oleh karena itu
tidak ada pola tertentu. Tampak juga area hipodens, isodens atau sedikit hiperdens, berbentuk
bikonveks, berbatas tegas melekat pada tabula. Jadi prinsipnya, gambaran hematoma
subdural akut adalah hiperdens. Semakin lama densitas ini semakin menurun, sehingga
menjadi isodense, bahkan akhirnya menjadi hipodens.1

Gambar 4: Gambaran subdural hematoma


setelah 3 minggu. Gumpalan darah telah
terserap dan density rendah.10

17

Gambar 5: CT Scan potongan axial pada


hematoma subdural akut disertai
kompresi ventrikel lateral kiri.7

Gambar 6: gambaran subdural


hematoma isodens pada pemeriksaan Ctscan kontras

Ada 4 macam tampilan CT-scan untuk Hematoma subdural kronik, yaitu:


1.
2.
3.
4.

Tipe I Hipodens kronik subdural Hematoma


Tipe II Kronik subdural hematoma densitas inhomogen
Tipe III
Isodens kronik subdural hematoma (2 4 minggu)
Tipe IV
Slightly hiperdens kronik subdural hematoma

Gambar 7: Subdural hematoma pada Ct


scan potongan axial dengan gambaran
hiperdens di daerah frontoparietal
sinistra. Ventrikel kiri terdorong
sehingga ventrikel kanan dilatasi.7

Densitas hematoma subdural meningkat kerna adanya clot retraksi. Densitas semakin
menurun kerana berlakunya degradasi protein di dalam hematoma. Jika terjadinya perdarah
ulang pada saat hematoma mulai berevolusi akan terlihat gambaran dengan densitas yang
berbeda. Efek hematokrit akan tergambar pada perdarahan ulang atau pasies dengan
gangguan pembekuan darah.5

18

Jika hematoma subdural terletak di daerah vertex, pada potongan axial tidak akan dapat
tergambar, oleh itu diperlukan potongan coronal untuk gambaran yang jelas.7

Gambar 8: Kronik subdural hematom


pada gambaran CT scan dengan
potongan coronal7

Penemuan spesifik yang dapat ditemukan pada hematoma subdural kronik ialah
pemindahan parenkim otak jaoh dari tulang cranium dan batas convex menjadi rata bahkan
konkave. Bilateral hematoma bisa menyebabkan kompresi medial pada kedua-dua ventrikel
hingga tergambar ventrikel yang menyempit atau berbentuk garisan(rabbits ear sign). Gejalagejala lain yang dapat membantu mendiagnosa ialah hilangnya gambaran sulci, terjadinya
midline shift, deformitas anatomy ventrikel dan obliterasi sistern basal. Semua gejala ini
dapat menegakkan diagnose jika lokasinya di seperolateralli.14

PEMERIKSAAN MRI (MAGNETIC RESONANCE IMAGING)


Pemeriksaan MRI memiliki keunggulan untuk melihat perdarahan kronis maupun
kerusakan otak yang kronis. Dalam hal ini MRI T2 mampu menunjukkan gambaran yang
lebih jelas terutama lesi hipodens pada CT Scan atau lesi yang sulit dibedakan densitasnya
dengan korteks.2
Gambaran hematoma subdural pada MRI tergantung pada status biokemikal
hemoglobinnya, yang berbeda-beda mengikut usia hematoma. Hematoma subdural akut
isointens pada T1W1 berbanding otak dan hipointens pada T2W1. MRI membantu pada fase
subakut, dimana hematoma tampak isodens atau hipodens di gambaran CT scan. Kewujudan
methemoglobin di hematoma subdural memberikan signal intensity yang tinggi. Signal
tinggi dapat dibedakan secara jelas pada pengumpulan cairan non-hemoragik.5
Hematoma akut memberikan gambaran TR yang gelap kerana efek suseptibel. Pada
awal fase subakut gambaran perifer yang terang dengan sentral yang hipointens kerna adanya
terbentuknya extracellular methemoglobin di bagian perifer. Pada fase lanjut subakut
pembekuan akan terjadi secara menyeluruh hiperintens. Apabila darah mula diserap kembali
secara perlahan-lahan, signal intensitas akan berkurang pada T1 menjadi hipointens atau
19

isointens berbanding white matter tapi lebih intens dari cairan cerebrospinal kerna kandungan
protein.5 Pada fase kronik, MRI dapat mengklasifikasikan kepada lima tipe yaitu; low, high,
mixed intensity, isointensity dan layered.

Gambar 9: gambaran MRI (T1weighted) subdural hematoma pada


hemisfera kiri10

Gambar 9: gambaran MRI (T1weighted) subdural hematoma pada


hemisfera kiri10

Gambar 10: Gambaran subdural


hematoma bilateral

MRI dapat memberikan gambaran lentiform atau gambaran biconvex jika diambil dari
potongan coronal, berbanding gambaran crescent-shaped appearance pada potongan axial CT
Scan. Gambaran MRI yang multiplanar dapat membantu identifikasi convex yang kecil dan
vertex hematom yang mungkin tidak dapat terdeteksi pada CT Scan potongan axial atau
coronal.5
Untuk membedakan hematoma subdural dan hygroma subdural, pemeriksaan protondensity weighted sequences atau FLAIR diperlukan. Hematoma subdural dapat dibedakan
dengan CSF-like substansi melalui signal proton T1- dan T2 sequence. Namun dalam
gambaran FLAIR, hematoma akan tergambar lebih jelas tinggi intensnya dari cairan
serebrospinal.9

20

Gambar 11: Gambaran hematoma


subdural kronik pada pemeriksaan
MRI (FLAIR) yang hiperintense

DIFFUSION-WEIGHTED IMAGING (DWI)


DWI memberikan gambaran hematoma subdural dengan intensitas yang
berbeda tergantung usi hematoma. Kelebihan penggunaan DWI ialah kemampuannya untuk
deteksi mendasari atau terkait lesi parenchymal.6

Gambar 12: Gambaran perdarahan subdural 2 minggu setelah onset a) T1-weighted b) T2-weighted c) dan d)
hiperintense DWI e) hipointens lesi f) gambaran coronal hiperintens6

ANGIOGRAFI
Pada kasus pos-traumatik hematoma subdural sangat jarang digunakan
angiografi untuk mendapatkan diagnostic. Tetapi angiografi dapat membantu menegakkan
diagnosis jika etiologi terjadinya hematoma subdural akibat gangguan pada vessel di serebral
seperti rupture dinding vena, postrauma aneurisme, arterio-venous malformation atau fistula.

21

Pemeriksaan ini dapat membedakan koleksi darah yang mildly hiperdens dengan tulangtulang adjacent yang hiperdensity.
f. Penatalaksanaan
OPERATIF
Kebanyakan teknis yang digunakan pada penanganan hematoma subdural
ialah sistem drainage. Antara yang paling sering dilaksanakan ialah advokat twist drill
craniostomy, burr hole surgery atau craniotomy. Carmel et al. melaporkan pada operasi twist
drill craniostomy, sebanyak 86% dengan prognosis baik. Namun banyak sumber menyatakan
pilihan surgery yang optimal ialah burr-hole trepanation surgery dengan sistem drainage
tertutup. Sebanyak 80% prognosisnya baik.11
Operasi craniotomy juga masih dianggap sebagai terapi principal. Craniotomy
temporal kecil di mana lapisan dura dibiarkan terbuka.11
FARMAKOTERAPI
Terapi konservatif yang diberikan tergantung kepada pasien dengan gejala
neurologic seperti nyeri kepala tanpa gejala lain, gejala fokal neurologic atau gangguan
memori. Pemberian yang diberikan ialah steroid atau mannitol. Pemberian ubat farmakoterapi
sangat jarang kerna biasanya pasien akan membaik setelah dioperasi. Dexamethason
16mg/hari dapat diberikan pada pasien tanpa midline shift selama dua minggu.16
Hematoma kecil akan mengalami resolusi secara spontan bila dibiarkan mengikut
alamiah. Pada penderita dengan hematoma kecil tanpa tanda-tanda neurologic, maka tindakan
pengobatan yang terbaik mungkin hanyalah melakukan pemantauan ketat.4
g. Prognosis
Mortaliti pada subdural hematoma dapat mencecah 30%. Faktor yang mempengaruhi
ialah Glagow Coma Scale <7, umur >80 tahun, durasi yang akut dan kraniotomi. Gejala
neurologic dan midline shift tidak mempengaruhi kadar mortality. Gambaran isodensiti pada
CT scan dianggap sebagai prognosis yang baik dan gambaran hipodensiti faktor prognosis
buruk.16
3. PERDARAHAN SUBARACHOID
a. Pengertian
Perdarahan Subarachnoid adalah perdarahan ke dalam rongga diantara otak dan
selaput otak (rongga subarachnoid). Perdarahan subarachnoid merupakan penemuan yang
sering pada trauma kepala akibat dari robeknya pembuluh darah leptomeningeal pada vertex
22

di mana terjadi pergerakan otak yang besar sebagai dampak, atau pada sedikit kasus, akibat
rupturnya pembuluh darah Serebral Major34.
Subarachnoid Hemorrhage (SAH) atau Perdarahan Subarachnoid (PSA) menyiratkan
adanya darah di dalam ruang Subarachnoid akibat beberapa proses patologis. SAH biasanya
disebabkan oleh tipe perdarahan non-traumatik, biasanya berasal dari ruptur aneurisma Berry
atau arteriovenous malformation (AVM)/malformasi arteriovenosa (MAV) dan trauma
kepala.35
b. Etiologi
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik adalah pendarahan di dalam ruang
Subarachnoid yang sering disebabkan oleh ruptur aneurisma Arteri Serebri atau malformasi
arteriovenosa. Ruptur aneurisma sakular melibatkan 75% kasus dengan insiden 6 kasus per
100,000 orang per tahun. Hipertensi tidak dinyatakan dengan jelas akan keterlibatannya
dengan aneurisma tetapi peninggian tekanan darah secara akut bisa menyebabkan ruptur.
Malformasi arteriovenosa intrakranial dapat menyebabkan perdarahan Subarachnoid
sebanyak 10%, terjadi dua kali lebih banyak pada pria dan sering terjadi perdarahan pada usia
dekade kedua hingga keempat walaupun insiden bisa terjadi sampai usia 60 tahun. Darah di
dalam ruang Subarachonoid bisa juga disebabkan oleh perdarahan Intraserebral, strok emboli
dan trauma.36
c.

Patofisiologi
Aneurisma pada Arteri Serebri yang paling sering adalah aneurisma sakular yang
bersifat kongenital, di mana terjadi kelemahan dinding vaskuler terutama yang terletak pada
cabang-cabang arteri. Aneurisma sakular terjadi pada Bifurcatio Arteri Intakranial dan bisa
ruptur ke dalam ruang Subarachnoid di dalam sisterna basalis. Sekitar 85% aneurisma terjadi
pada Sirkulasi Anterior terutama pada Sirkulus Willisi. 20% kasus dilaporkan terjadi
aneurisma multipel. Ukuran dan lokasi aneurisma sangat penting dalam menentukan risiko
ruptur. Aneurisma dengan diameter 7mm, terletak lebih tinggi dari Arteri Basilaris atau
berasal dari Arteri Comunikan Posterior mempunyai risiko yang tinggi untuk ruptur.36,37
Infeksi sistemik seperti endokarditis bisa menyebar ke Arteri Serebri dan
menyebabkan aneurisma mikotik, dilaporkan sebanyak 2 hingga 3% kasus dari ruptur
aneurisma. Malformasi arteriovenosa adalah gangguan komunikasi vaskuler di mana darah
arterial memasuki system venous. Sering terjadi pada Arteri Serebri Media37.
Ruptur aneurisma intrakranial bisa meningkatkan tekanan intrakranial dan
menyebabkan nyeri kepala. Tekanan intrakranial bisa mencapai tekanan perfusi sistemik dan
menurunkan sirkulasi darah secara akut, di mana bisa menyebabkan penurunan kesadaran
23

yang terjadi pada onset sekitar 50% dari pasien. Peningkatan tekanan intrakranial secara
cepat bisa menyebabkan perdarahan retina subhyaloid37.

Gambar 4: Perdarahan Subarachnoid

Gambar 5: Aneurisma pada arteri cerebri

Diagnosis
Gejala Klinis
d.

Kebanyakan aneurisma intrakranial yang belum ruptur bersifat asimptomatik. Apabila


terjadi ruptur pada aneurisma, tekanan intrakranial meningkat. Ini bisa menyebabkan
penurunan kesadaran secara tiba-tiba yang terjadi sebagian daripada pasien. Penurunan
kesadaran secara tiba-tiba sering didahului dengan nyeri kepala yang hebat. 10% kasus pada
perdarahan aneurisma yang sangat hebat bisa menyebabkan penurunan kesadaran selama
beberapa hari. Nyeri kepala biasanya disertai dengan kaku kuduk dan muntah36.

24

Aneurisma pada arteri komunikan anterior atau Bifurcatio Arteri Serebri Media bisa
ruptur dan defisit yang sering terjadi adalah hemiparesis, afasia dan abulia. Simptom
prodromal bisa menunjukkan lokasi pembesaran aneurisma yang belum ruptur. Paresis
Nervus Cranialis III yang berkaitan dengan dilatasi pupil, refleks cahaya negatif dan nyeri
fokal di atas atau belakang mata bisa tejadi dengan pembesaran aneurisma pada
persimpangan antara Arteri Comunikan Posterior dan Arteri Carotis Interna. Paresis Nervus
Cranialis VI menunjukkan aneurisma dalam sinus cavernosus. Gangguan ketajaman
penglihatan bisa terjadi dengan pembesaran aneurisma pada Arteri Serebri Anterior. Nyeri
pada Occipital dan Cervikal Posterior menunjukkan aneurisma pada Arteri Cerebellar
Posterior Inferior atau Arteri Serebellar Anterior Inferior36.
Aneurisma bisa mengalami ruptur kecil dan darah bisa masuk ke dalam ruang
Subarachnoid, ini dinamakan perdarahan sentinel. Nyeri kepala prodromal dari ruptur kecil
dilaporkan pada 30 hingga 50% aneurisma perdarahan Subarachnoid. Nyeri kepala sentinel
dapat muncul 2 minggu sebelum diagnosa perdarahan Subarachnoid. Kebocoran kecil
umumnya tidak memperlihatkan tanda-tanda peningkatan intrakranial atau rangsang
meningeal36.
Gambaran Radiologi
Computed tomography (CT) Scan
Computed tomography (CT) Scan adalah pilihan awal untuk mengevaluasi
perdarahan. Pada pasien yang mengeluh dengan mengatakan nyeri kepala yang sangat
hebat dapat di suspek perdarahan di dalam ruang Subarachnoid. Darah yang berada dalam
ruang Subarachnoid pada fasa akut mempunyai intensitas yang sama dengan cairan
Serebrospinal maka MRI tidak disarankan. Suspek dengan kasus perdarahan Subarachnoid
seharusnya dievaluasi dengan CT scan tanpa zat kontras38.
CT scan bisa positif pada 90% kasus jika CT scan dilakukan dalam beberapa hari
selepas perdarahan. Pada CT scan, gambaran perdarahan Subarachnoid menunjukkan
peningkatan density (hiperdens) pada ruang cairan Serebrospinal. Aneurisma sering terjadi
pada Sirkulus Willisi maka pada CT scan, darah tampak pada Cisterna Basalis. Perdarahan
yang hebat bisa menyebabkan seluruh ruang Subarachnoid tampak opasifikasi. Jika hasil CT
scan negatif tetapi terdapat gejala perdarahan Subarachnoid yang jelas, pungsi lumbal harus
dilakukan untuk memperkuatkan diagnosis39.
Perdarahan Subarachnoid non-traumatik harus dilakukan pemeriksaan angiografi
untuk mendeteksi aneurisma karena bisa terjadi perdarahan ulang. Melalui pemeriksaan
angiografi dapat dilakukan terapi intervensi neuroradiologi. Perdarahan dari ruptur aneurisma
25

bisa meluas sehingga ke parenkim otak dan lebih jauh ke dalam sistem ventrikular.
Perdarahan Subarachnoid yang hebat bisa mengganggu absorpsi Cairan Serebrospinal dan
hidrosefalus bisa terjadi40.

Gambar 6 : CT scan kepala normal dan CT scan kepala dengan SDH


Gambar 7: CT scan kepala di mana
terdapat gambaran hiperdens dalam
cisterna suprasellar (anak panah besar)
dan dalam fissura Sylvian (anak panah
kecil) yang menunjukkan perdarahan
Subarachnoid.

Gambar 8: CT scan kepala di mana


terdapat gambaran hiperdens dalam
fissura Sylvian (anak panah) yang
menunjukkan perdarahan Subarachnoid.

26

Gambar 9: gambaran angiografi sirkulasi


posterior menunjukkan gambaran
aneurisma (anak panah), terletak di
antara Arteri Basilaris dan Arteri Serebri

4. PERDARAHAN INTRAVENTRIKEL
a. Definisi 42
Merupakan terdapatnya darah dalam sistem ventrikuler. Secara umum dapat
digolongkan menjadi dua yaitu perdarahan intraventrikular primer dan perdarahan
intraventrikular sekunder. Perdarahan intraventrikular primer adalah terdapatnya darah hanya
dalam sistem ventrikuler, tanpa adanya ruptur atau laserasi dinding ventrikel. Disebutkan pula
bahwa PIVH merupakan perdarahan intraserebral nontraumatik yang terbatas pada sistem
ventrikel.
Sedangkan perdarahan sekunder intraventrikuler muncul akibat pecahnya pembuluh darah
intraserebral dalam dan jauh dari daerah periventrikular, yang meluas ke sistem ventrikel.
b. Sistem ventrikel 43
Sistem ventricular terdiri dari empat ventriculares; dua ventriculus lateralis (I & II) di
dalam hemispherii telencephalon, ventriculus tertius pada diencephalon dan ventriculus
quartus pada rombencephalon (pons dan med. oblongata). Kedua ventriculus lateralis
berhubungan dengan ventriculus tertius melalui foramen interventriculare (Monro) yang
terletak di depan thalamus pada masing-masing sisi. Ventriculus tertius berhubungan dengan
ventriculus quartus melalui suatu lubang kecil, yaitu aquaductus cerebri (aquaductus sylvii).
Sesuai dengan perputaran hemispherium ventriculus lateralis berbentuk semisirkularis,
dengan taji yang mengarah ke caudal. Kita bedakan beberapa bagian : cornu anterius pada
lobus frontalis, yang sebelah lateralnya dibatasi oleh caput nuclei caudate, sebelah dorsalnya
oleh corpus callosum; pars centralis yang sempit (cella media) di atas thalamus, cornu
temporale pada lobus temporalis, cornu occipitalis pada lobus occipitalis.
Pleksus choroideus dari ventrikel lateralis merupakan suatu penjuluran vascular seperti
rumbai pada piamater yang mengandung kapiler arteri choroideus. Pleksus ini menonjol ke
dalam rongga ventrikel dan dilapisi oleh lapisan epitel yang berasal dari ependim. Pelekatan
27

dari pleksus terhadap struktur-struktur otak yang berdekatan dikenal sebagai tela choroidea.
Pleksus ini membentang dari foramen interevntrikular, dimana pleksus ini bergabung dengan
pleksus-pleksus dari ventrikel lateralis yang berlawanan, sampai ke ujung cornu inferior
(pada cornu anterior dan posterior tidak terdapat pleksus choroideus). Arteri yang menuju ke
pleksus terdiri dari a. choroidalis ant., cabang a. carotis int. yang memasuki pleksus pada
cornu inferior; dan a. choroidalis post. Yang merupakan cabang-cabang dari a.cerebrum post

gambar 1 sistem ventrikel43


c. Diagnosis 41,44
Gambaran Radiologi
Diagnosis klinis dari IVH sangat sulit dan jarang dicurigai sebelum CT scan meskipun
gejala klinis menunjukkan diagnosis mengarah ke IVH, namun CT Scan kepaladiperlukan
untuk konfirmasi. Diantara pemeriksaan diagnosis yang dapat digunakan adalah sebagai
berikut.
Computed Tomography-Scanning (CT- scan).
CT Scan merupakan pemeriksaan paling sensitif untuk PIS (perdarahan intra
serebral/ICH) dalam beberapa jam pertama setelah perdarahan. CT-scan dapat diulang dalam
24 jam untuk menilai stabilitas. Bedah emergensi dengan mengeluarkan massa darah
diindikasikan pada pasien sadar yang mengalami peningkatan volume perdarahan.

28

gambar 2 CT-scan
intraventrikular
hemorrage44

Didapatkan pada gambar adanya perdarahan pada sistem ventrikel.


Daerah berbatas tegas dengan densitas meningkat pada sistem ventrikel dan tampak
pelebaran ventrikel.
Sebelum ketersediaan ultrasonografi, tomografi komputer digunakan untuk diagnosis dan
tindak lanjut. Tomografi komputer tidak lagi digunakan untuk diagnosis dan tindak lanjut
mengingat keamanan dan efektivitas biaya sonografi.41

Gambar 9. Perdarahan Intraventrikel


Magnetic resonance imaging (MRI).
MRI dapat menunjukkan perdarahan intraserebral dalam beberapa jam pertama setelah
perdarahan. Perubahan gambaran MRI tergantung stadium disolusi
hemoglobinoksihemoglobin-deoksihemogtobin-methemoglobin-ferritin dan hemosiderin.
USG Doppler (Ultrasonografi dopple)

29

Mengindentifikasi penyakit arteriovena (masalah system arteri karotis (aliran darah atau
timbulnya plak) dan arteiosklerosis. Pada hasil USG terutama pada area karotis didapatkan
profil penyempitan vaskuler akibat thrombus.
d. Komplikasi 45
1. Hidrosefalus. Hal ini merupakan komplikasi yang sering dan kemungkinandisebabkan karena
obstruksi cairan sirkulasi serebrospinal atau berkurangnya absorpsi meningeal. Hidrosefalus
dapat berkembang pada 50% pasien dan berhubungandengan keluaran yang buruk.
2. Perdarahan ulang (rebleeding), dapat terjadi setelah serangan hipertensi.
3. Vasospasme. Hubungan antara intraventricular hemorrhage (IVH) dengan kejadian
-

dari vasospasmeserebri, yaitu:


Disfungsi arteriovena hipotalamik berperan dalam perkembangan vasospasmeintrakranial.
Penumpukkan atau jeratan dari bahan spasmogenik akibat gangguan dari sirkulasicairan

serebrospinal
e. Prognosis46
Tuhrim et al mengkonfirmasi bahwa IVH sebagai salah satu faktor risiko independent
penyebab kematian setelah terjadinya ICH ( Intra Cranial Hemorrage). Penilaian terhadap
GCS dan volume pada IVH dapat dijadikan prediksi hasil yang akan didapatkan oleh pasien.
GCS yang rendah serta volume IVH yang besar akan memberikan hasil yang buruk.
f. PERDARAHAN INTRACEBRAL
a. Defenisi
Biasanya terjadi karena cedera kepala berat, ciri khasnya adalah hilang kesadaran dan
myeri kepala berat setelah sadar kembali.
Perdarahan intraserebral biasanya disebabkan oleh trauma terhadap pembuluh darah,
timbul hematoma intraparenkim dalam waktu -6 jam setelah terjadinya trauma. Hematoma
ini bisa timbul pada area kontralateral trauma. Pada tomografi komputer sesudah beberapa
jam akan tampak daerah hematoma (hiperdens), dengan tepi yang tidak rata.47

30

Tomografi komputer angiography "spot sign" dapat digunakan untuk memprediksi


pertumbuhan hematoma intraserebral. 47

G. DIAGNOSIS17
PEMERIKSAAN FISIK
1. Penilaian fisik dimulai dengan pemeriksaan ABCDEairway, breathing, circulation,

disability dan exposure.


Ketidakstabilan jalan nafas dapat menjadi penyebab maupun efek dari trauma kepala.
Monitoring tanda vital adalah hal yang penting bagi perawatan lanjutan.
Mengenali dan mengontrol tanda syok adalah hal yang penting bagi perfusi yang cukup pada

CNS (central nervous system).


Syok hipovolemik jarang terjadi pada trauma dalam kepala, jika syok terjadi, cari

kemungkinan sumber perdarahan lain.


2. Pemeriksaan neurologic harus berfokus pada level dari kesadaran, temuan akan tanda-tanda
neurologis yang abnormal, ukuran dan reaksi pupil.
level dari kesadaran adalah indicator terbaik dari insufisiensi oksigenasi pada otak.
Perubahan pupil dapat mengindikasikan herniation syndrome.
3. Secara hati-hati memeriksa mata untuk melihat adanya papiledema dan perdarahan retina.
4. Kepala harus diperiksa secara hati-hati, carilah tanda-tanda berikut:
laserasi pada tempurung kepala.
Ketegangan saat melakukan palpasi kepala.
Pelebaran pada fontanel anterior bayi.
Fraktur pada basilar kepala, dengan cirri-ciri:
31

5.

Perdarahan periorbital (raccoon eyes)


Ekimosis pada belakang telinga (battle`s sign)
Perdarahan dari hidung atau telinga
Bayi baru lahir dengan perdarahan intracranial yang diasosiasikan dengan trauma saat

persalinan akan menimbulkan beberapa gejala, diantaranya;


Apnea
Mual
Kejang
H. PENGOBATAN18
Secara konservatif
Tekanan darah diusahakan stabil dan terkontrol agar levelnya relatif tinggi pada penderita
perdarahan otak. Harus dihindari penurunan yang berlebihan karena dapat menurunkan

perfusi jaringan otak.


Pemberian osmotik diuretik dikombinasi dengan beta adrenergik blocker digunakan untuk
kontrol tekanan darah dan membantu mengurangi tekanan dalam otak atau intracranial

pressure.
Hiperventilasi atau barbiturat dapat juga digunakan, walaupun kurang efektif. Hiperventilasi
efeknya sementara sedangkan barbiturat mengurangi fungsi neurologis; keduanya ini

cenderung menyebabkan hipotensi.


Kortikosteroid masih digunakan oleh beberapa petugas kesehatan dimana bertujuan
menurunkan tekanan intra kranial dengan kontrol edema; walaupun pada percobaan klinis

obat ini tidak efektif dan menambah resiko terjadinya komplikasi.


I. PENATALAKSANAAN19
1. Pemberian obat-obatan :

Valium/luminal bila ada kejang-kejang.Dosis valium 0,30,5 mg/kgBB, tunggu 15 menit,


kalau belum berhenti diulangi dosis yang sama; kalau berhenti diberikan luminal 10
mg/kgBB (neonatus 30 mg), 4 jam kemudian luminal per os 8 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis
selama 2 hari, selanjutnya 4 mg/kgBB dibagi dalam 2 dosis sambil perhatikan keadaan umum
seterusnya.

Kortikosteroid berupa deksametason 0,51 mg/kgBB/24 jam yang mempunyai efek baik
terhadap hipoksia dan edema otak.

Antibiotika dapat diberikan untuk mencegah infeksi sekunder, terutama bila ada manipulasi
yang berlebihan.

32

2. Tindakan bedah darurat :

Bila perdarahan/hematoma epidural walaupun jarang dilakukan explorative Burrhole dan bila
positif dilanjutkan dengan kraniotomi, evakuasi hematoma dan hemostasis yang cermat .

Pada perdarahan/hematoma subdural, tindakan explorative burrhole dilanjutkan dengan


kraniotomi, pembukaan duramater, evakuasi hematoma dengan irigasi menggunakan cairan
garam fisiologik. Pada perdarahan intraventrikuler karena sering terdapat obstruksi aliran
likuor, dilakukan shunt antara ventrikel lateral dan atrium kanan.

J. PROGNOSIS19
Karena kemajuan obstetri, Perdarahan Intrakranial Neonatus oleh trauma kelahiran sudah
sangat berkurang. Mortalitas Perdarahan Intrakranial Neonatus non traumatik 5070%.
Prognosis Perdarahan Intrakranial Neonatus bergantung pada lokasi dan luasnya perdarahan,
umur kehamilan, cepatnya didiagnosis dan pertolongan. Pada perdarahan epidural terjadi
penekanan pada jaringan otak ke arah sisi yang berlawanan, dapat terjadi herniasi unkus dan
kerusakan batang otak. Keadaan ini dapat fatal bila tidak men dapat pertolongan segera.
Pada penderita yang tidak meninggal, dapat disertai spastisitas, gangguan bicara atau
strabismus. Kalau ada gangguan serebelum dapat terjadi ataksi serebeler. Perdarahan yang
meliputi batang otak pada bagian formasi retikuler, memberikan sindrom hiperaktivitet. Pada
perdarahan subdural akibat trauma, menurut Rabe dkk, hanya 40% dapat sembuh sempurna
setelah dilakukan fungsi subdural berulang-ulang atau tindakan bedah.
Perdarahan subdural dengan hilangnya kesadaran yang lama, nadi cepat, pernapasan tidak
teratur dan demam tinggi, mempunyai prognosis jelek.
Pada perdarahan intraventrikuler, mortalitas bergantung pada derajat perdarahan.
Pada derajat 12 (ringan-sedang), angka kematian 1025%, sebagian besar sembuh
sempurna, sebagian kecil dengan sekuele ringan.
Pada derajat 34 (sedang-berat), mortalitas 5070% dan sekitar 30% sembuh dengan sekuele
berat. Sekuele dapat berupa cerebral palsy, gangguan bicara, epilepsi, retardasi mental dan

33

hidrosefalus. Hidrosefalus merupakan komplikasi paling sering (44%) dari perdarahan


periventrikuler
K. KESIMPULAN
Perdarahan Intrakranial adalah perdarahan di dalam tulang tengkorak. Perdarahan bisa
terjadi di dalam otak atau di sekeliling otak:

Perdarahan yang terjadi di dalam otak disebut perdarahan intraserebral

Perdarahan diantara otak dan rongga subaraknoid disebut perdarahan subaraknoid

Perdarahan diantara lapisan selaput otak (meningen) disebut perdarahan subdural

Perdarahan diantara tulang tengkorak dan selaput otak disebut perdarahan epidural.
Setiap perdarahan akan menimbulkan kerusakan pada sel-sel otak. Ruang di dalam tulang
tengkorak sangat terbatas, sehingga perdarahan dengan cepat akan menyebabkan
bertambahnya tekanan dan hal ini sangat berbahaya.
Penyebab perdarahan Intrakranial ini bisa karena cedera kepala merupakan penyebab yang
paling sering ditemukan pada penderita perdarahan intrakranial yang berusia dibawah 50
tahun.
Penyebab lainnya adalah malformasi arteriovenosa, yaitu kelainan anatomis di dalam arteri
atau vena di dalam atau di sekitar otak. Malformasi arteriovenosa merupakan kelainan
bawaan, tetapi baru diketahui keberadaannya jika telah menimbulkan gejala. Perdarahan dari
malformasi arteriovenosa bisa secara tiba-tiba menyebabkan pingsan dan kematian, dan
cenderung menyerang remaja dan dewasa muda. Kadang dinding pembuluh darah menjadi
lemah dan menonjol, yang disebut dengan aneurisma. Dinding aneurisma yang tipis bisa
pecah dan menyebabkan perdarahan. Aneurisma di dalam otak merupakan penyebab dari
perdarahan intrakranial, yang bisa menyebabkan stroke hemoragik (stroke karena
perdarahan).

L. KAJIAN ISLAM

Pandangan Islam tentang Bedah Kepala


Pada dasarnya Islam mengajarkan agar umat yang sakit untuk mencari pengobatan.
Dengan dasar itulah maka operasai pembedahan kepala untuk menolong pasien dilakukan
dan juga masih mempertimbangkan banyak ajaran-ajaran Islam tentang kesehatan dan upaya
penyembuhan penyakit.
34

Hal lain yang seyogyanya diketahui oleh seorang muslim adalah tidaklah Allah
menciptakan suatu penyakit kecuali Dia juga menciptakan penawarnya. Hal ini sebagaimana
yang disabdakan Rasulullah :48


Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali Dia juga menurunkan penawarnya. (HR
Bukhari).
Imam Muslim merekam sebuah hadits dari Jabir bin Abdullah radhiyallahu anhu, dari
Rasulullah , bahwasannya beliau bersabda,


Setiap penyakit ada obatnya. Apabila obat itu tepat untuk suatu penyakit, penyakit itu akan
sembuh dengan seizin Allah Azza wa Jalla.
Kesembuhan Itu Hanya Datang dari Allah48
Allah berfirman menceritakan kekasih-Nya, Ibrahim alaihissalam,



Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkanku. [QS Asy Syuara: 80]
Di surat Al Anam (ayat: 17), Dan jika Allah menimpakan sesuatu kemudharatan
kepadamu, maka tidak ada yang menghilangkannya melainkan Dia sendiri. Dan jika Dia
mendatangkan kebaikan kepadamu, maka Dia Maha Kuasa atas tiap-tiap sesuatu.

35

DAFTAR PUSTAKA
1. Rusdy Ghazali Malueka; Radiologi Diagnostik; Yogyakarta; Pustaka Cendekia Press
Yogyakarta; April 2011; Halaman 140 147
2. Harsono DSS; Kapita Selekta Neurologi; Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada;
Gadjah Mada University Press; Halaman 309, 315
3. Satyanegara dan lain-lain; Ilmu Bedah Saraf, Edisi IV; Jakarta; Penerbit PT Gramedia
Pustaka Utama; Halaman 212-213
4. Sylvia Anderson Price dan Lorraine McCarty Wilson; PATOFISIOLOGI: Konsep Klinis
Proses-Proses Penyakit, Edisi 4, Buku 2; Penerbit Buku Kedokteran; 1994; Halaman 10141019
36

5. Brant, William E. dan Helms, Clyde A.; Fundamentals of Diagnostic Radiology, 3rd edition;
Lippincott Williams & Wilkins; 2007; Halaman 56 61
6. T. Moritani, S. Ekholm & P. L Westesson; Diffusion-Weighted MR Imaging of The Brain;
German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2005; Halaman 64, 156 -157, 209
7. T. Scarabino, U. Salvoni & J.R. Jinkins; Emergency Neuroradiology; German; Springer
Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 59, 118, 139, 146, 150 154
8. R.G Grainger, D. J. Allison, A. Adam & A. K. Dixon; Grainger & Allisons Diagnostic
Radiology: A Textbook Medical Imaging, 4th Edition; Harcourt Publishers Limited; 2001.
9. Rudiger von Kummer & Tobias Back; Magnetic Resonance Imaging in Ischemic Stroke;
German; Springer-Verlag Berlin Heidelberg; 2006; Halaman 164 165
10. David Sutton; Textbook of Radiology and Imaging, Volume 2; 7th Edition; Elsevier Science
Ltd.; 2003; Halaman 1767 1769, 1779 1782
11. James L. Ausman; Chronic Subdural Hematomas and The elderly: Surgical results from a
series of 125 cases: Old horses are not to be shot!; 14th December 2012 [cited April 09 th,
2013]; Available from: http://www.surgicalneurologyint.com
12. Garfunkel, C Lynn, et al. 2002. Mosby`s pediatric clinical advisor: instant diagnosis and
treatment. Elsevier Helath Sciences.
13. Marc Engelen, Paul J Nederkoorn, Marion Smits and Diederik van de Beck; Delayed life
threatening subdural hematoma after minor head injury in patient with severe
coagulopathhy: A case report; 10th August 2009; [cited April 09th, 2013]; Available from:
http://www.casesjournal.com/content/2/1/7587
14. Amit Agrawal; Bilateral Biconvex Fronal Chronic Subdural Hematoma Mimicking
Extradural Hematoma; [cited April 09th, 2013]; Available from: http://www.jstcr.org
15. Anita Shirley Joselyn, Grace Korula, Smiths Elizabeth George & Saravanan P.A.;
Spontaneous Intracranial Hypotension A cause for recurrent chronic subdural hematoma;
2010; [cite April 09th, 2013] Available from: http://www.joacp.org
16. Bernard Karnath; Subdural Hematoma: Presentation and Management in Older Adults; July
2004; [cited 14th April 2013]; Available at: https://ssl-w03dnn0374.websiteseguro.com
17. Snell R. Neuroanatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. 5th ed. Jakarta: EGC; 2005.
p.397
18. Ropper A, Brown R. Adams and Victors Principles of Neurology. 9th ed. USA: The
McGraw-Hill Company; 2005. p.404-8.
19. Mealy J. Infantile Subdural Hematomas. The Ped Clinics North Am. 1975; 22: 433-5
20. Tate SS. Brain and cranial nerves. In: Tate SS, editor. Anatomy and Physiology. 6th
edition.United State of America: The McGraw-Hill Companies, Inc; 2004.
21. David J., Ted R. Intracaranial Hemorrhage Workup. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1163977-workup [26 Maret 2012]
22. Douglas KM. Imaging in Epidural Hematoma. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/340527. [25 Maret 2012]
37

23. Anonym,Epiduralhematoma,www.braininjury.com/epidural-subdural-hematoma.html.
24. Mc.Donald D., Epidural Hematoma, www.emedicine.com
25. Hafid A, Epidural Hematoma, Buku Ajar Ilmu Bedah, edisi kedua, Jong W.D. EGC, Jakarta,
2004, 818-819
26. Anderson S. McCarty L., Cedera Susunan Saraf Pusat, Patofisiologi, edisi 4, Anugrah P.
EGC, Jakarta,1995, 1014-1016
27. Markam S, Trauma Kapitis, Kapita Selekta Neurologi, Edisi kedua, Harsono, Gajah Mada
University Press, Yogyakarta, 2005, 314
28. Anonym,Epidural hematoma, www.nyp.org
29. Mardjono M. Sidharta P., Mekanisme Trauma Susunan Saraf, Neurologi Kilinis Dasar, Dian
Rakyat, Jakarta, 2003, 254-259
30. Hafid A. Buku Ajar Ilmu Bedah. Epidural Hematoma. 2nd ed. Jakarta: EGC; 2004; p. 818819
31. Dahnert W, MD, Brain Disorders, Radioogy Review Manual, second edition, Williams & Wilkins,
Arizona, 1993, 117 178

32. Sutton D, Neuroradiologi of The Spine, Textbook of Radiology and Imaging, fifth edition,
Churchill Living Stone, London,1993, 1423
33. Sain

I,

Asuhan

Keperawatan

Klien

Dengan

Trauma

Kapitis,

http://iwansain.wordpress.com/2007
34. Anonim.,2005, Subarachnoid Hemorrhage ,Granial Computed Tomography.
35. Ningrumwahyuni.wordpress.com/2009/08/06subarachnoid-hemorrhage/
36. Smith WS, Johnston SC, Easton JD. Cerebrovascular diseases. In: Kasper DL, Fauci
AS,Longo DL, Braunwald E, Hauser SS, Jameson JL, editor. Harrisons principles of
internalmedicine. 16th edition. United States of America: The McGraw-Hill Companies, Inc;
2005.
37. Greenberg DA, Aminoff MJ, Simon RP. Headache & facial pain. In: Greenberg DA,
Aminoff MJ, Simon RP, editor. Clinical neurology. 5th edition. United State of America: The
McGraw-Hill Companies, Inc; February 2002.
38

38. Mayor

NM.

Neuroimaging.

In:

Mayor

NM,

editor. A practical

approach

to

radiology.Philadelphia: Saunders, an imprint of Elsevier Inc; 2006.


39. Jager R, Saunders D. Cranial and intracranial pathology (2): cerebrovascular disease and
non-traumatic intracranial hemorrhage. In: Grainger RG, Allison D, Adam A, Dixon AK,
editor.Grainger & Allisons diagnostic radiology: a textbook of medical imaging. 4th edition.
London:Churchill Livingstone; 2001.
40. Eastman GW, Wald C, Crossin J. Central nervous system. In: Eastman GW, Wald C,
CrossinJ, editor. Getting started in clinical radiology from image to diagnosis. Germany:
Thieme; 2006.
41. David J., Ted R. Periventricular Hemorrhage- Intraventricular Hemorrhage. USA: Medscape;
2010. Diunduh dari: http://emedicine.medscape.com/article/976654 [26 Maret 2012]
42. Brust John C.M. current diagnosis & treatment neurology. 2nd edition. United States: Mc
Graw-Hill companies;2012. h.538-9.
43. Satyanegara. Anatomi susunan saraf. Dalam : Satyanegara, Hasan RY, Abubakar S, Maulana
AJ, Sufarnap E, Benhadi I, et al, penyunting. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : Gramedia
Pustaka Utama; 2010.h.15-7.
44. Annibal J david. Periventrikuler hemorrage-intraventrikuler hemorrage. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/976654-overview, 15 november 2013.

45. Dey Mahua, Jaffe Jannifer,Stadnik Agniezka, Awad Issam A. External Ventricular Drainage for
Intraventricular Hemorrhage. http:// search.proquest.com/ docview/915051654/
141C6865433B347F03/3?accountid=50673,15 november 2013.

46. Hinson E. Holly,Henly Daniel F, Ziai Wendy C. Management of Intraventricular


Hemorrage.Diunduhdari: http://search.proquest .com/ docview/ 871549251/
141CA7C3BEF235BCE02/ 9?accountid=50673, 15 november 2013.

47. David J., Ted R. Intracaranial Hemorrhage Workup. USA: Medscape; 2011. Diunduh dari :
http://emedicine.medscape.com/article/1163977-workup [26 Maret 2012]
48. http://muslim.or.id/akhlaq-dan-nasehat/dan-jika-aku-sakit-dialah-yang
menyembuhkanku.html

39

Anda mungkin juga menyukai