Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN
1.1.

Latar Belakang
Demam berdarah dengue (DBD)/ Dengue Hemorrhagic fever merupakan penyebab
utama morbiditas dan mortalitas di Asia Tropik termasuk Indonesia. Indonesia merupakan
wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD di Indonesia
antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995) dan pernah meningkat tajam
saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998, sedang mortalitas
DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999. Insiden tertinggi pada anak
dengan puncak umur 5-11 tahun.1
Manifestasi klinis infeksi virus dengue bervariasi mulai dari asimtomatis hingga syok.

Demam berlangsung 2-7 hari yang tidak spesifik. Demam dengue dengan gejala prodormal
yang tidak khas seperti nyeri kepala, sakit tulang belakang, perasaan lelah, nyeri otot, serta
sendi, anokreksia, konstipasi, diare, nyeri perut, nyeri kolik, muka merah, bibir merah, sering
disertai lekopenia, trombositopeni yang bervariasi, hematom pada kulit sering dijumpai.
Sebagian dengan manifestasi klinis DBD ataupun SSD yaitu dengue dengan renjatan.
Keadaan tersebut berakibat pada resiko kematian yang tinggi. Setiap orang pada daerah
endemis mempunyai kesempatan untuk mendapat infeksi semua serotype. Kekebalan hanya
diperoleh pada salah satu serotype yang terinfeksi.
Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penyebaran kasus DBD sangat
kompleks, yaitu pertumbuhan penduduk yang tinggi, urbanisasi yang tidak terencana dan
tidak terkendali, tidak adanya kontrol vektor nyamuk yang efektif di daerah endemis, dan
peningkatan sarana transportasi. Morbiditas dan mortalitas infeksi virus dengue dipengaruhi

oleh beberapa faktor antara lain status imunitas pejamu, kepadatan vektor nyamuk, transmisi
virus dengue, keganasan virus dengue, dan kondisi geografis setempat.dalam kurun waktu 30
tahun sejak ditemukan virus dengue di Surabaya dan Jakarta, baik dalam jumlah penderita
maupun daerah penyebaran penyakit terjadi peningkatan yang sangat pesat. Sampai saat ini
DBD telah ditemukan diseluruh provinsi di Indonesia dan 200 kota telah melaporkan adanya
kejadian luar biasa.2
Berdasarkan data kasus dan angka kematian DBD di Dinas Kesehatan Provinsi Riau
tahun 2004 menunjukkan selama tahun tersebut telah dilaporkan kasus DBD di provinsi Riau
sebanyak 732 kasus, dan menempati urutan ke 6 dari 10 besar penyakit yang dirawat di
bagian Penyakit Dalam RSUD AA provinsi Riau. Selama tahun 2004 peroide Januari Mei ,
khususnya kota pekanbaru dinyatakan sebagai wilayah Kejadian Luar Biasa DBD, dimanan
terjadi peningkatan kasus DBD sebanyak 119 orang dan kematian 4 orang dengan incidence
rate 3, 36 % .3
Pemeriksaan serologis berupa IgM dan IgG antidengue diperlukan untuk membedakan
demam yang diakibatkan virus dengue ataukah demam oleh sebab lain (demam tifoid,
influenza, malaria, hepatitis dan lain-lain). Saat ini sudah ada tes yang dapat mendiagnosis
DBD dalam waktu demam 1 hari pertama yaitu antigen virus dengue yang disebut dengan
antigen NS1. Pemeriksaan antigen NS1 diperlukan untuk mendeteksi adanya infeks virus
dengue pada fase akut, dimana pada berbagai penelitian menunjukkan bahwa NS1 lebih
unggul sensitivitasnya dibandingkan kultur virus dan pemeriksaan PCR maupun antibodi
IgM dan IgG antidengue. Spesifisitas antigen NS1 100% sama tingginya seperti pada gold
standard kultur virus maupun PCR.4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi
Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan atau nyeri sendi yang disertai
leukopenia, ruam , limfadenopati, trombositopenia, dan diatesis hemoragik.1
2.2. Etiologi
Infeksi virus dengue disebabkan oleh virus Dengue yang termasuk dalam genus
Flavivirus, famili Flaviviridae yang terdiri dari serotipe yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN4, dari keempat serotipe tersebut,serotipe DEN-3 merupakan serotipe yang paling banyak
beredar dan berhubungan dengan kasus berat. Infeksi oleh salah satu serotipe akan
menimbulkan antibodi yang terbentuk terhadap serotipe lain namun sangat kurang sehingga
tidak dapat memberikan perlindungan yang memadai terhadap serotipe lain tersebut. Secara
morfologi, virus dengue berbentuk batang, bersifat termolabil, sensitive terhadap inaktivasi
oleh dietileter dan natrium dioksilat, stabil pada suhi 70 C.1
2.3. Patogenesis
Jika seseorang digigit nyamuk Aedes aegypti, maka virus dengue masuk bersama darah
yang dhisapnya. Dalam tubuh nyamuk, virus Dengue akan berkembang biak dengan cara
membelah diri dan menyebar di seluruh bagian tubuh nyamuk dan sebagian besar virus
tersebut berada dalam kelenjar liur nyamuk. Dalam tempo 1 minggu, jumlahnya dapat
mencapai ratusan ribu sehingga siap dipindahkan ke orang lain. Virus merupakan
mikroorganisme yang hanya dapat hidup di dalam sel hidup maka demi kelangsungan
hidupnya, virus harus bersaing dengan sel manusia sebagai penjamu (host) tergantung pada

daya tahan penjamu, bila daya tahan baik maka akan terjadi penyembuhan dan antibody,
namun bila daya tahan tubuh rendah maka perjalanan penyakit menjadi semakin berat dan
bahkan menimbulkan kematian.5
Patogenesis terjadinya demam berdarah dengue hingga saat ini masih diperdebatkan.
Proses patogenesis demam berdarah dengue didasarkan pada beberapa teori/ hipotesis,
antara lain :5
1. Hipotesis infeksi heterologous sekunder (the secondary heterologous infection hypotesis
atau the sequential infection hypotesis). Menurut hipotesis ini, seseorang akan menderita
demam berdarah dengue apabila mendapat infeksi berulang oleh serotipe virus dengue
yang berbeda dalam jangka waktu tertentu sekitar 6 bulan hingga 5 tahun.
2. Hipotesa virulensi virus, yaitu munculnya manifestasi yang lebih berat akibat mutasi
virus dengue menjadi lebih virulen.
3. Teori imunopatologi, yaitu jika telah mendapat infeksi virus dengue satu serotipe maka
akan terjadi kekebalan terhadap virus ini dalam jangka waktu yang lama tetapi tidak
mampu memberi pertahanan terhadap jenis virus yang lain.
4. Teori antigen atibodi, yaitu virus dengue diaggap sebagai antigen yang akan bereaksi
dengan antibody kemudian akan mengaktivasi komplemen. Aktivasi ini akan
menghasilkan anafilatoksin C3a dan C5a yang merupakan mediator kuat peningkatan
permeabilitas kapiler sehingga terjadi kebocoran plasma.
5. Teori mediator yang melanjutkan antibody enhancing, dimana mediator dikatakan
bertanggung jawab atas terjadinya demam, syok (terutama syok septic) dan
meningkatkan permeabilitas kapiler. Yang berperan sebagai mediator dalam proses ini
adalah sitokin.

6. Teori trombosit endotel, yang mempunyai kesatuan fungsi dalam mempertahankan


homeostatis tubuh, dimana trombosit mempunyai granul yang mengandung mediator.
Gangguan pada endotel akan menimbulkan agregasi trombosit dan aktivasi koagulasi.
7. Teori apoptosis. Apoptosis adalah proses kematian sel secara fisilogik sebagai rekasi
terhadap berbagai stimuli, seperti kerusakan sel hepar pada kasus demam berdarah
dengue berat.5
2.4. Gambaran Klinik
Pada umumnya pasien mengeluh demam, sakit kepala, sakit otot, batuk, pilek dan
kadang-kadang sakit pada waktu menelan dan suara serak. Gejala-gejala ini dapat
didahului oleh perasaan malas dan rasa dingin.1
Pada sebagian pasien ditemukan kurva suhu yang bifasik. Pemeriksaan fisik
pasien hampir tidak ditemukan kelainan. Nadi pasien mula-mula cepat dan menjadi
normal atau menjadi lambat pada hari ke-4 dan ke-5. Bradikardi dapat menetap untuk
beberapa hari dalam masa penyembuhan.
Lidah sering kotor dan kadang-kadang pasien sukar buang air besar. Terkadang
dapat diraba pembesaran kelenjar yang konsistensinya lunak dan tak nyeri. Pada pasien
DBD, gejala perdarahan mulai pada hari ke-3 atau ke-5 berupa petekia, purpura,
ekimosis, hematemesis, melena, dan epistaksis. Hati umumnya membsar dan terdapat
nyeri tekan, tetapi pembesaran hati tidak sesuai dengan beratnya penyakit. Tidak
ditemukan adanya ikterus.6
2.5. Diagnosis
Diagnosis demam berdarah dengue ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut
WHO tahun 1997 yang terdiri dari kriteria klinis dan laboratoris. Hal ini dimaksudkan untuk
mengurangi diagnosis yang berlebihan (overdiagnosis). Kriteria Klinis:7,8

1.

Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus menerus selama
2-7 hari

2.

Terdapat manifestasi perdarahan yang ditandai dengan :


-

Uji tourniket positif

Ptekie, ekimosis, purpura

Perdarahan mukosa, epistaksis perdarahan gusi

Hematemesis dan melena

3.

pembesaran hati (hepatomegali)


4.

Syok ditandai dengan nadi yang cepat dan lemah serta penurunan tekanan nadi, kaki
dan tangan dingin, kulit lembab, pasien tampak gelisah
Kriteria Laboratoris :8

- Trombositopenia (100.000/mm3 atau kurang)


- Hemokonsenterasi, dapat dilihat dari peningkatan hemotokrit 20 % atau lebih.
Dua kriteria klinis pertama ditambah trombositopenia atau peningkatan hematokrit,
cukup untuk menegakkan diagnosis klinis demam berdarah dengue. Efusi pleura dan atau
hipoalbumin, dapat memperkuat diagnosis terutama pada pasien anemia dan atau terjadi
perdarahan. Pada kasus syok, peningkatan hematokrit dan adanya trombositopenia,
mendukung diagnosa demam berdarah dengue.7,8
WHO (2004) membagi demam berdarah dengue menjadi 4 derajat berdasarkan tingkat
keparahan, yaitu :9
Derajat I: Demam disertai gejala umum non spesifik, satu-satunya manifestasi
perdarahan ditunjukkan melalui uji tourniket positif.

Derajat II: manifestasi pada derajat I disertai perdarahan spontan yang biasa terjadi dalam
bentuk perdarahan kulit atau dalam bentuk lain.
Derajat III: Kegagalan sirkulasi ditandai dengan denyut yang melemah dan cepat,
penurunan tekanan denyut (20mmHg atau kurang) atau hipotensi, disertai
kulit lembab dan dingin serta gelisah.
Derajat IV: Syok yang sangat berat dengan tekanan darah yang tidak terdeteksi.
2.6. Pemeriksaan Virus Dengue
2.6.1 IgM dan IgG antidengue4
Pada respon imun primer, IgM diproduksi dimulai pada hari ke-3, namun pada umumnya
baru dapat dideteksi pada hari ke 7 demam atau lebih. Kadar IgM ini terus meningkat dalam 1-3
minggu dan dapat terdeteksi samapi 2 bulan terinfeksi.
IgG antidengue diproduksi pada 2 minggu sesudah infeksi dan akan tetap ada dalam tubuh
selamanya, namun untuk kadar yang dapat dideteksi dengan reagen komersial IgG capture
ELISA, pada umumnya adalah IgG dalam kadar setara dengan infeksi sekunder.
Penting untuk membedakan infeksi primer maupun sekunder. Hal ini dapat ditentukan dari
terbentuknya IgG antidengue, yang menunjukkan infeksi sekunder, dimana sudah dapat dideteksi
pada hari ke-3 demam.
2.6.2 Antigen NS14
Antigen NS1 terdapat baik pada infeksi primer maupun sekunder. Antigen NS1 dapat
dideteksi dalam 4 hari pertama demam, yang terdapat baik pada serotipe DEN-1, DEN-2, DEN-3
dan DEN-4.
Kumarasamy pada tahun 2007 meneliti sensitifitas dan spesifisitas NS1 pada 554 donor
sehat dan 297 pasien terinfeksi virus dengue dimana 157 pasien PCRnya positif dan pasien
diperiksa juga IgG dan IgM antidengue. Beliau mendapatkan spesifisitas 100% dan sensitivitas
91,0% dari 157 sampel yang positif PCR nya dengan prbedaan yang tidak signifikan untuk
keempat serotipe.

Terdapat 2 macam kit pemeriksaan antigen NS1 di Indonesia, yaitu dari Panbio dan
BioRad, keduanya memakai prinsip metode ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay). Saat
ini juga sudah terdapat reagen NS1 dalam bentuk rapid test.
Pemeriksaan NS1 Ag yang berarti nonstruktural 1 antigen adalah pemeriksaan yang
mendeteksi bagian tubuh virus dengue sendiri. Karena mendeteksi bagian tubuh virus dan tidak
menunggu respon tubuh terhadap infeksi maka pemeriksaan ini dilakukan paling baik saat panas
hari ke-0 hingga hari ke-4, karena itulah pemeriksaan ini dapat mendeteksi infeksi virus dengue
bahkan sebelum terjadi penurunan trombosit. Setelah hari keempat kadar NS1 antigen ini mulai
menurun dan akan hilang setelah hari ke-9 infeksi. Angka sensitivitas dan spesifisitasnya pun
juga tinggi.
Bila ada hasil NS1 yang positif menunjukkan kalau seseorang hampir pasti terkena
infeksi virus dengue. Sedangkan kalau hasil NS1 Ag dengue menunjukkan hasil negatif tidak
menghilangkan kemungkinan infeksi virus dengue dan masih perlu dilakukan observasi serta
pemeriksaan lanjutan. Ini terjadi karena untuk mendeteksi virus dengue diperlukan kadar yang
cukup dari jumlah virus dengue yang beredar, sedangkan pada fase awal mungkin belum
terbentuk cukup banyak virus dengue tetapi apabila pengambilan dilakukan setelah munculnya
antibodi maka kadar virus dengue juga akan turun.
2.6.3 Hemaglutinasi Inhibisi10
Sampai sekarang uji hemaglutinasi inhibisi masih menjadi patokan baku WHO untuk
konfirmasi dan klasifikasi infeksi virus dengue. Dilakukan berdasarkan metode Clark dan Cassal
yang memerlukan serum sepasang, yang serumnya diambil saat akut, yaitu pada waktu penderita
datang dan pada saat konfalesence, yaitu 2 sampai 3 minggu dari saat sakit, dengan interval
minimal 1 minggu dari pengambilan serum yang pertama. Prinsip metode ini adalah mengukur
kadar immunoglobulin (Ig), yaitu IgM dan IgG melalui prinsip adanya kemampuan antibodi

antidengue menghambat reaksi hemaglutinasi. Pemeriksaan IgM dan IgG dapat untuk
menentukan jenis infeksi virus dengue apakah primer atau sekunder.
2.7. Penatalaksaan7
Prinsip utama adalah terapi suportif, dimana angka kematian dapat diturunkan hingga
kurang dari 1 %. Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan
Divisi Penyakit Tropik dan infeksi dan Divisi Hematologi dan onkologi Medik Fakultas
Kedokteran FK UI, telah menyusun lima protokol penatalaksanaan Demam berdarah dengue
pada pasien dewasa berdasarkan kriteria :
1. Tatalaksana dengan rencanan tindakan sesuai indikasi
2.

Praktis dalam penatalaksanaan

3.

Mempertimbangkan cost efectiveness

Protokol I.
Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue dewasa tanpa syok
Apabila didapatkan nilai Hb, Ht dan trombosit seperti:
1.

Hb, Ht, trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat dipulangkan
dengan anjuran kontrol ke polklinik dalam waktu 24 jam berikutnya dimana dilakukan
pemeriksaan Hb, Ht dan Leukosit, trombosit tiap 24 jam, atau apabila keadaan penderita
memburuk, segera kembali ke IGD

2.

Hb, Ht normal tapi trombosi <100.000, dianjurkan untuk dirawat

3.

Hb, ht meningkat dan trombosit normal dan atau turun juga dianjurkan untuk dirawat

Protokol II.
Penanganan Tersangka (probable) demam berdarah dengue dewasa diruang rawat
Pasien tersangka demam berdarah dengue tanpaperdarahan spontan dan masif dan tanpa syok,
diberikan cairan infuse kristaloid dengan jumlah seperti rumus :
1500+(20 x(BB dalam kg-20)
Sumber : Pan American health organization, 1994
Setelah pemberian cairan, dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
1. Bila Hb, Ht meningkat 10-20 % dan trombosit < 100.000, jumlah pemberian cairan tetap
sesuai rumus diatas dengan pemantauan Hb,Ht trombosit tiap 12 jam
2. Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit < 100.000, maka pemberian cairan sesuai
dengan protokol III
Protokol III.
Penatalaksanaan demam berdarah dengue dengan peningkatan Ht >20 %
Peningkatan Ht > 20 % berarti tubuh mengalami deficit cairan sebanyak 5 %. Tetapi awal
pemberian cairan adalah infuse cairan kristaloid 6-7 ml/kgBB/jam
1. Bila terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht menurun,
frekuensi naf (hearts rate) turun, tekanan darah stabil, produksi meningkat, maka cairan
infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik setelah pemantauan 2 jam,

maka cairan infuse dikurangi lagi menjadi 3 ml/KgBB/jam. Jika keadaan tetap membaik,
maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam kemudian.
2. Bila tidak terdapat perbaikan setelah pemantauan 3-4 jam, dengan tanda-tanda ht dan
frekuensi nadi meningkat, tekanan darah turun , < 20 mmHg, produksi menurun, maka
naikkan jumlah cairan cairan infuse menjadi 10 ml/KgBB/jam. Bila keadaan membaik
setelah pemantauan 2 jam, maka cairan infuse dikurangi menjadi 5 ml/KgBB/jam, tetapi bila
keadaan tidak membaik maka naikkan jumlah cairan infuse 15 ml/KgBB/jam dan bila
perkembangan menjadi buruk dengan tanda-tanda syok, tangani pasien sesuai dengan
protocol V. Bila syok teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti pemberian terapi
awal.
Protokol IV.
Penatalaksanaan Perdarahan spontan pada demam berdarah dengue dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah epistaksis yang tidak
terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan saluran cerna (hematemesis dan
melena atau hematoskezia), hematuria, perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan
jumlah perdarahan 4-5 cc/ KgBB/jam. Pemeriksaan Hb, Ht, trombosit sebaiknya diulang setiap
4-6 jam. Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis didapatkan tanda-tanda koagulsi
intravaskular diseminata/ KID (protrombin time), PTT (partial protrombin time), fibrinogen, DDimer atau CT (clotting time), BT (blooding time), tes parakoagulasi dengan ethanol gelation
test. Tranfusi komponen darah sesuai indikasi, seperti FFP (fresh frozen plasma) jika terdapat
defisiensi faktor pembekuan dengan PT dan APTT yang memanjang, PRC (packed red cell) bila
Hb < 10 gr% dan tranfuse trombosit jika terdapat perdarahan spontan dan masif dengan jumlah
trombosit < 100.000/ l disertai atau tanpa KID.

Protokol V.
Tatalaksana sindroma syok dengue pada dewasa.
Atasi renjatan melalui penggantian cairan intravaskular yang hilang atau resusitasi cairan
dengan cairan kristaloid. Pada fase awal, guyur cairan 10-20 ml/ KgBB, evaluasi setelah 15-30
menit. Bila renjatan telah teratasi (TD sistolik 100 mmHg, tekanan nadi . 20 mmHg, frekuensi
nadi <100 x/menit dengan volume cukup, akral hangat, kulit tidak pucat dan diuresis 0,5-1
cc/KgBB/jam), jumlah cairan dikurangi 7 ml/KgBB/jam. Bila keadaan tetap stabil 60-120 menit,
pemberian cairan 5 ml/KgBB/jam. Bila 24-48 jam renjatan teratasi, cairan perinfus dihentikan
mencegah hipervolemi seperti edema paru dan gagal jantung. Selain itu dapat diberikan O2 2-4
L/ menit. Pantau tanda vital dalam 48 jam pertama kemungkinan terjadinya renjatan berulang.
Bila pada fase awal pemberian cairan renjatan belum teratasi, periksa hematokrit, bila meningkat
berarti perembesn plasma masih berlangsung dan diberikan diberikan tranfusi darah segar 10
ml/kgBB dan dapat diulang sesuai kebutuhan.
Pemberian cairan koloid mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kg BB,
evaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan belum teratasi, pasang kateter vena sentral untuk
memantau kecukupan cairan dan cairan koloid dinaikkan hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB
(maksimal 1-1,5 l/hari) dengan sasaran tekanan vena sentral 15-18 cmH2O. Bila keadaan belum

teratasi, periksa dan koreksi gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemi, anemia, KID, infeksi
sekunder.Bila keadaan belum teratasi, berikan obat inotropik atau vasopresor.

BAB III
ILUSTRASI KASUS
Identitas pasien
Nama

: An.WR

Umur

: 10 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Suka Ramai

Masuk RS

: 17 Desember 2014

Tgl Periksa

: 18 Desember 2014

Anamnesis ( Autoanamnesis dan aloanamnesis)


Keluhan utama
Demam sejak 4 hari sebelum masuk rumah sakit (SMRS)
Riwayat Penyakit Sekarang

4 hari SMRS pasien mengeluhkan demam tinggi muncul mendadak, demam hilang
timbul, demam hilang saat pagi dan timbul saat malam, demam tidak disertai menggigil,
mual (+), muntah (+), nyeri pada persendian (+), gusi berdarah (-), keluar darah dari
hidung (-) sakit kepala (+), nafsu makan berkurang, BAB dan BAK tidak ada keluhan.

Pasien menyangkal ada bepergian/perjalanan jauh sebelumnya.


PBMRS Via IGD dengan keluhan utama demam tidak turun dan semakin terasa
meninggi, disertai menggigil, BAB dan BAK tidak ada keluhan. gusi berdarah (-), mual
(+), muntah (+). Pasien hanya minum obat penurun panas, demam kembali naik setelah
beberapa saat. nyeri ulu hati (+), nafsu makan berkurang , tidak terdapat bintik
kemerahan pada tangan, pasien mengeluhkan sakit tenggorokan(+).

Riwayat penyakit dahulu

Pasien baru pertama kali menderita sakit seperti ini.

Riwayat penyakit keluarga

1 bulan yang lalu kakak pasien menderita sakit yang sama dan didiagnosis DBD

Riwayat pekerjaan, kebiasaan dan sosial ekonomi

Pasien berstatus sebagai siswa SD


Riwayat berpergian jauh tidak ada dalam 1 bulan terakhir
Kakak pasien ada yg menderita DBD 1 bulan terakhir

PEMERIKSAAN UMUM

Keadaan umum
Kesadaran

: Tampak Sakit Sedang


: Komposmentis

Tanda tanda vital

: Tekanan darah : 90 /60 mmHg


Nadi

: 100 x/i

Suhu

: 38,3 C

Nafas

: 26 x/i

Pemeriksaan Khusus

Kepala dan leher


Kulit dan wajah
Mata

Mulut

: Wajah terlihat pucat


: Konjungtiva anemis (-/-)
Sklera ikterik (-/-)
Pupil isokor, reflek cahaya (+/+), mata cekung (+)
: Lidah tidak kotor, bibir kering, sianosis (-), gusi tidak ada
perdarahan , faring hiperemis(+).

Leher

: JVP tidak meningkat

Thorak
Paru
- Inspeksi
-

: Pengembangan dinding dada simetris kiri = kanan, gerak nafas


simetris, Tidak ada bagian yang tertinggal
Palpasi
: Vokal fremitus kanan = kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi : Vesikuler kedua lapagan paru, ronkhi (-/-), wheezing (-/-).

Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
- Palpasi
: Ictus cordis tidak teraba
- Perkusi : Batas jantung dalam batas normal
- Auskultasi : Bunyi jantung I II murni regular, gallop (-), murmur (-)

Abdomen
- Inspeksi
- Palpasi
-

: Perut datar, distensi abdomen (-)


: Supel, nyeri tekan (+) epigastrium, hepar teraba, lien tidak

teraba, turgor kulit < 2 detik


Perkusi : Timpani, shifting dullness (-)
Auskultasi : Bising usus (+), normal

Ekstremitas
- Akral hangat
- Kulit lembab
- CRT < 2 detik
- Uji tourniquet (+)

RENCANA PEMERIKSAAN PENUNJANG


-

Cek darah rutin ( Hb, Ht, Leukosit, Trombosit)


Serologi DHF, IgG,IgM antidengue

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan Darah Rutin (17/12/2014)


Hb

: 14,7 gr %

Lekosit

: 2,8 mm3

Hematokrit

: 39,5 %

Trombosit

: 152 mm3

Pemeriksaan Serologi (17/12/2014)

NS1 dengue(+)

DAFTAR PUSTAKA

Suhendro,dkk. Demam Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo AW,dkk, editor. Ilmu Penyakit
Dalam. Edisi 4. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia,2010.

2
3

1709-1713
Anonim. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue di Indonesia.2011
Anggia SD. Gambaran Klinis Penderita Demam Berdarah Dengue yang Dirawat di
Bagian Ilmu Penyakit Dalam Periode 1 Januari-31 Desember 2005. Pekanbaru, 2009: 27-

37
Aryati. The Role of Dengue NS1 Antigen as Diagnostic Tool.

Hendarwanto. Dengue. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam I. Jakarta : Balai Penerbit FKUI,
2011. 417-426

Hasan R, Alatas H. Ilmu Kesehatan Anak. Fakultas Kedokteran UI, 2010: 607-621

Depkes RI. Pedoman Tatalaksana Klinis Infeksi Dengue di Sarana Pelayanan Kesehatan.
Jakarta: Depkes RI, 2009: 8-30

Hadinegoro SRH, Satari HI. Demam berdarah Dengue Naskah Lengkap Bagi Pelatih
Dokter Spesialis Anak dan Dokter Spesialis Penyakit Dalam dalam Tatalaksana Kasus
Demam Berdarah Dengue. Jakarta : FKUI, 2009 : 5,16,22-3,150-160.

Chen Khie, Pohan HT, Sinto R. Diagnosis dan Terapi Cairan Pada Demam Berdarah
Dengue. Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta:

Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2010


10 Darmowandowo W. Diagnosis dan Penatalaksanaan Infeksi Virus Dengue. Bagian Ilmu
Kesehatan Anak FK UNAIR. 2009.

tangga
l
17/12/
14

keluhan

Hasil pemeriksaan

Hasil labor

diagnosis

terapi

demam sejak 4
hari,mimisan(-),nyeri
ulu
hati(+),BAB
kehitaman(-),nyeri
tenggorokan
(+),mual(+),muntah(+)
2x,mencret(+)>5x

T:38,5
N:96X/i
R:24X/I kepala dan
leher(
faring
hiperemis(+)
Thorax(N)
Abdomen(terdapat
NT(+),

Hb: 14,7 gr %
Lekosit : 2,8 mm3
Hematokrit: 39,5 %
Trombosit: 152 mm3

DHF grade I

IVFD RL 30
TPM
Pct syr 3x1 cth
Imunos syr 3x1
cth
Psidii syr 3x1
cth

dalam sehari

18/12
/14

Demam(+),nyri
tenggorokan(+),bada
n
sakit2(+),nyeri
perut(+),mual
muntah(+),nafsu
makan

19/12
/14

Demam(+),nyeri
perut(+),nyeri
tenggorokan(+),mua
l
muntah(+),mencret(
+)1x,nafsu makan

20/12
/14

T:37,9
N:98X/I
R:24X/I
Kepala
dan
leher(faring
hiperemis(+)
Thorax(N)
Abdomen:NT
(+),hepar teraba(+)
T:38
n:100x/I
r:24x/i
Kepala
dn
leher:faring
hiperemis(+)
Thorax: n
Abdomen;NT(+),he
patomegali,BU(+)

Hb: 13,8 gr %
Lekosit : 3,0 mm3
Hematokrit: 37,9 %
Trombosit: 85 mm3

Hb: 14,4 gr %
Lekosit : 3,6 mm3
Hematokrit: 39,9 %
Trombosit: 34 mm3

DHF grade IVFD RL 15


I
tpm
Pct syr 3x1 cth
Imunos 3x1 cth
Psidii 3x1 cth
Inj.ondansetro
n 2x2,5 mg

DHF grade IVFD RL 15


I
tpm
Pct syr 3x1 cth
Imunos 3x1 cth
Psidii 3x1 cth
Inj.ondansetro
n 2x2,5 mg
Inj.ceftriaxone
2x500 mg
Rawat di PICU
pantau
TTV
per JAM
Demam(-),nyeri
T:36,7
n:94x/I Pasien dan keluarga
DHF IVFD RL 15
perut(+),nyeri
r:22x/i
menolak
untuk grade II
tpm
Kepala
dn
Pct syr 3x1 cth
tenggorokan(+),mua
dilakukan
Imunos 3x1 cth
leher:faring
l
pemeriksanaan
Psidii 3x1 cth
muntah(+),mencret(- hiperemis(+)
laboratorium darah
Inj.ondansetro
),nafsu
makan Thorax: n
rutin
n 2x2,5 mg
Abdomen;NT(+),he
,tidak
mau
Inj.ceftriaxone
patomegali,BU(+)N
minum,mimisan(+)
2x500 mg
saat
dianamnesis
ulang ternyata BAB
kehitaman(+) sejak
tgl 17/12/14

Anda mungkin juga menyukai