Pendahuluan
Kemungkinan terjadinya peningkatan ketidakpuasan pasien terhadap layanan dokter
atau rumah sakit atau tenaga kesehatan lainnya dapat terjadi sebagai akibat dari semakin
tinggi pendidikan rata-rata masyarakat. Hal ini membuat mereka lebih tahu tentang haknya
sebagai pasien. Semakin tingginya harapan masyarakat kepada layanan kedokteran sebagai
hasil dari luasnya arus informasi, komersialisasi dan tingginya biaya layanan kedokteran dan
kesehatan membuat masyarakat semakin tidak toleran terhadap layanan yang tidak sempurna
dan menuntut lewat jalur hukum.
Dalam perkembangan masa sekarang ini, bidang hukum pidana maupun perdata
bertalian erat dengan bidang hukum kedokteran, terutama dalam kaitannya dengan aspek etika
dalam kedokteran yang menerangkan bahwa adanya suatu rahasia profesi yang harus
dijunjung tinggi oleh tenaga kesehatan yang ada. Etika kedokteran ialah suatu kumpulan asas
atau nilai moral yang menjadi pegangan bagi para dokter untuk mengatur tingkah lakunya
dalam menjalankan tugas. Yang terkait dengan etika tersebut salah satunya ialah menjaga
rahasia kedokteran, yang merupakan kewajiban dokter dan hak dari pasien haruslah benarbenar dijaga kerahasiaannya.
Skenario
Seorang pasien laki-laki datang ke praktek dokter. Pasien ini dan keluarganya adalah
pasien lama dokter tersebut, dan sangat akrab serta selalu mendiskusikan kesehatan
keluarganya dengan dokter tersebut. Kali ini pasien laki-laki ini datang sendirian dan
mengaku telah melakukan hubungan dengan wanita lain seminggu yang lalu. Sesudah itu ia
masih tetap berhubungan dengan istrinya. Dua hari terakhir ia mengeluh bahwa alat
kemaluannya mengeluarkan nanah dan terasa nyeri. Setelah diperiksa ternyata ia menderita
GO. Pasien tidak ingin diketahui istrinya tahu, karena bisa terjadi pertengkaran diantaranya
keduanya. Dokter tahu bahwa mengobati penyakit tersebut pada pasien ini tidaklah sulit,
1
tetapi oleh karena ia telah berhubungan juga dengan istrinya maka mungkin istrinya juga
sudah tertular.Istrinya juga harus diobati.
Aspek Etik
Kode Etik Kedokteran Internasional berisikan tentang kewajiban umum, kewajiban
terhadap pasien, kewajiban terhadap sesama dan kewajiban terhadap diri sendiri. Selanjutnya,
Kode Etik Kedokteran Indonesia dibuat dengan mengacu kepada Kode Etik Kedokteran
Internasional.1
Selain Kode Etik Profesi di atas, praktek kedokteran juga berpegang kepada prinsipprinsip moral kedokteran, prinsip-prinsip moral yang dijadikan arahan dalam membuat
keputusan dan bertindak, arahan dalam menilai baik-buruknya atau benar-salahnya suatu
keputusan atau tindakan medis dilihat dari segi moral. Pengetahuan etika ini dalam
perkembangannya kemudian disebut sebagai etika biomedis. Etika biomedis memberi
pedoman bagi para tenaga medis dalam membuat keputusan klinis yang etis (clinical ethics)
dan pedoman dalam melakukan penelitian di bidang medis.1
Nilai-nilai materialisme yang dianut masyarakat harus dapat dibendung dengan
memberikan latihan dan teladan yang menunjukkan sikap etis dan profesional dokter,
seperti autonomy (menghormati hak pasien, terutama hak dalam memperoleh informasi dan
hak membuat keputusan tentang apa yang akan dilakukan terhadap dirinya), beneficence
(melakukan tindakan untuk kebaikan pasien), non maleficence (tidak melakukan perbuatan
yang memperburuk pasien) dan justice (bersikap adil dan jujur), serta sikap altruisme
(pengabdian profesi).1
Pendidikan etik kedokteran, yang mengajarkan tentang etik profesi dan prinsip moral
kedokteran, dianjurkan dimulai dini sejak tahun pertama pendidikan kedokteran, dengan
memberikan lebih ke arah tools dalam membuat keputusan etik, memberikan banyak latihan,
dan lebih banyak dipaparkan dalam berbagai situasi-kondisi etik-klinik tertentu (clinical
ethics), sehingga cara berpikir etis tersebut diharapkan menjadi bagian pertimbangan dari
pembuatan keputusan medis sehari-hari. Tentu saja kita pahami bahwa pendidikan etik belum
tentu dapat mengubah perilaku etis seseorang, terutama apabila teladan yang diberikan para
seniornya bertolak belakang dengan situasi ideal dalam pendidikan.1
IDI (Ikatan Dokter Indonesia) memiliki sistem pengawasan dan penilaian pelaksanaan
etik profesi, yaitu melalui lembaga kepengurusan pusat, wilayah dan cabang, serta lembaga
2
MKEK (Majelis Kehormatan Etik Kedokteran) di tingkat pusat, wilayah dan cabang. Selain
itu, di tingkat sarana kesehatan (rumah sakit) didirikan Komite Medis dengan Panitia Etik di
dalamnya, yang akan mengawasi pelaksanaan etik dan standar profesi di rumah sakit. Bahkan
di tingkat perhimpunan rumah sakit didirikan pula Majelis Kehormatan Etik Rumah Sakit
(Makersi).1
Pada dasarnya, suatu norma etik adalah norma yang apabila dilanggar hanya akan
membawa akibat sanksi moral bagi pelanggarnya. Namun suatu pelanggaran etik profesi
dapat dikenai sanksi disiplin profesi, dalam bentuk peringatan hingga ke bentuk yang lebih
berat seperti kewajiban menjalani pendidikan/ pelatihan tertentu (bila akibat kurang
kompeten) dan pencabutan haknya berpraktik profesi. Sanksi tersebut diberikan oleh MKEK
setelah dalam rapat/sidangnya dibuktikan bahwa dokter tersebut melanggar etik (profesi)
kedokteran.1
Dalam hal seorang dokter diduga melakukan pelanggaran etika kedokteran (tanpa
melanggar norma hukum), maka ia akan dipanggil dan disidang oleh Majelis Kehormatan
Etik Kedokteran (MKEK) IDI untuk dimintai pertanggung-jawaban (etik dan disiplin
profesi)nya.
Persidangan
MKEK
bertujuan
untuk
mempertahankan
akuntabilitas,
profesionalisme dan keluhuran profesi. Saat ini MKEK menjadi satu-satunya majelis profesi
yang menyidangkan kasus dugaan pelanggaran etik dan/atau disiplin profesi di kalangan
kedokteran. Di kemudian hari Majelis Kehormatan Disiplin Kedokteran Indonesia (MKDKI),
lembaga yang dimandatkan untuk didirikan oleh UU No 29 / 2004, akan menjadi majelis yang
menyidangkan dugaan pelanggaran disiplin profesi kedokteran.1
Kode Etik Kedokteran Indonesia
Kewajiban Umum
Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan sumpah dokter.
Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melaksanakan profesinya sesuai dengan standar
profesi yang tertinggi.
Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh
sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.
Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri.
Pasal 5
Tiap perbuatan atau nasehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya
diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperoleh persetujuan pasien.
Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap
penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang
dapat menimbulkan keresahan masyarakat.
Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi surat keterangan dan pendapat yang telah diperiksa sendiri
kebenarannya.
Pasal 7a
Seorang dokter harus, dalam setiap praktik medisnya, memberikan pelayanan medis yang
kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang
(compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.
Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubungan dengan pasien dan sejawatnya, dan
berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam
karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani
pasien
Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga
kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien
Pasal 7d
4
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.
Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya seorang dokter harus memperhatikan kepentingan
masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh
(promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha
menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.
Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dengan para pejabat di bidang kesehatan dan bidang lainnya
serta masyarakat, harus saling menghormati.
1. Prinsip otonomi, yaitu prinsip moral yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak
otonomi pasien (the rights to self determination).
2. Prinsip beneficence, yaitu prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan
ke kebaikan pasien.
3. Prinsip non maleficence, yaitu prinsip moral yang melarang tindakan yang
memperburuk keadaan pasien. Prinsip ini dikenal sebagai primum non nocere atau
do no harm.
4. Prinsip Justice, yaitu prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam
mendistribusikan sumber daya (distributive justice).2
Otonomi pasien dianggap sebagai cerminan konsep self governance, liberty rights dan
individual choices. Immanuel Kant mengatakan bahwa setiap orang memiliki kapasitas untuk
memutuskan nasibnya sendiri, sedangkan John S. Mills berkata bahwa kontrol sosial atas
seseorang individu hanya sah apabila dilakukan karena terpaksa untuk melindungi hak orang
lain.
Salah satu hak pasien yang disahkan dalam Declaration of Lisbon dari World Medical
Association (WMA) adalah the rights to accept or to refuse treatment after receiving
adequate information. Secara implisit amandemen UUD 45 pasal 28G ayat (1) juga
menyebutkannya demikian Setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi,... dst.
Selanjutnya UU No 23/1992 tentang kesehatan juga memberikan hak kepada pasien untuk
memberikan persetujuan atas tindakan medis yang akan dilakukan terhadapnya. Hak ini
kemudian diuraikan di dalam Permenkes tentang Persetujuan Tindakan Medis.
Suatu tindakan medis terhadap seseorang pasien tanpa memperoleh persetujuan
terlebih dahulu dari pasien tersebut dapat dianggap sebagai penyerangan atas hak orang lain
atau perbuatan melanggar hukum.
Prinsip otonomi pasien ini dianggap sebagai dasar dari doktrin informed consent. Tindakan
medis terhadap pasien harus mendapat persetujuan (otorisasi) dari pasien tersebut, setelah ia
menerima dan memahami informasi yang diperlukan.2
Informed Consent
serta Manual Persetujuan Tindakan Kedokteran KKI tahun 2008. maka Informed Consent
adalah persetujuan tindakan kedokteran yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekatnya
setelah mendapatkan penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran yang akan
8
dilakukan terhadap pasien tersebut. Menurut Lampiran SKB IDI No. 319/P/BA./88 dan
Permenkes no 585/Men.Kes/Per/IX/1989 tentang Persetujuan Tindakan Medis Pasal 4 ayat 2
menyebutkan dalam memberikan informasi kepada pasien/ keluarganya, kehadiran seorang
perawat / paramedik lainnya sebagai saksi adalah penting.
Persetujuan yang ditanda tangani oleh pasien atau keluarga terdekatnya tersebut, tidak
membebaskan dokter dari tuntutan jika dokter melakukan kelalaian. Tindakan medis yang
dilakukan tanpa persetujuan pasien atau keluarga terdekatnya, dapat digolongkan sebagai
tindakan melakukan penganiayaan berdasarkan KUHP Pasal 351.
Informasi/keterangan yang wajib diberikan sebelum suatu tindakan kedokteran
dilaksanakan adalah:
1.
2.
3.
4.
5.
6.
tindakan kedokteran:
1. Resiko yang melekat pada tindakan kedokteran tersebut.
2. Resiko yang tidak bisa diperkirakan sebelumnya.
Pengecualian
terhadap
keharusan
pemberian
informasi
sebelum
dimintakan
2.
Keadaan emosi pasien yang sangat labil sehingga ia tidak bisa menghadapi
situasi dirinya.
3.
Dalam keadaan adanya pengaruh daya paksa dari seseorang (KUHP pasal 48)
9
10
Dalam Sumpah Dokter Indonesia, salah satunya berbunyi : Saya akan merahasiakan
segala sesuatu yang saya ketahui karena keprofesian saya, sedangkan Kode Etik Kedokteran
Indonesia merumuskannya sebagai Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang
diketahuinya tentang seorang pasien, bahkan juga setelah pasien itu meninggal dunia.
Peraturan Pemerintah No.10 tahun 1966 yang mengatur tentang wajib simpan rahasia
kedokteran mewajibkan seluruh tenaga kesehatan untuk menyimpan segala sesuatu yang
diketahuinya selama melakukan pekerjaan di bidang kedokteran sebagai rahasia.2
Pasal 4
Terhadap pelanggaran ketentuan mengenai: wajib simpan rahasia kedokteran yang tidak atau
tidak dapat dipidana menurut pasal 322 atau pasal 112 Kitab Undang-undang Hukum Pidana,
Menteri Kesehatan dapat melakukan tindakan administratif berdasarkan pasal 11 Undangundang tentang Tenaga Kesehatan.
Pasal 5.
Apabila pelanggaran yang dimaksud dalam pasal 4 dilakukan oleh mereka yang disebut dalam
pasal 3 huruf b, maka Menteri Kesehatan dapat mengambil tindakan-tindakan berdasarkan
wewenang dan kebijaksanaannya.
Pasal 6.
Dalam pelaksanaan peraturan ini Menteri Kesehatan dapat mendengar Dewan Pelindung
Susila Kedokteran dan/atau badan-badan lain bilamana perlu.
Pasal 7.
Peraturan ini dapat disebut "Peraturan Pemerintah tentang Wajib Simpan Rahasia
Kedokteran".
Pasal 8.
Peraturan ini mulai berlaku pada hari diundangkannya. Agar setiap orang dapat
mengetahuinya,
memerintahkan
pengundangan
Peraturan
Pemerintah
ini
dengan
kedokteran: 3
untuk kepentingan kesehatan pasien
untuk memenuhi permintaan aparatur penegak hukum
permintaan pasien sendiri
berdasarkan ketentuan undang-undang
Ketentuan pasal 50 KUHP yang menyatakan bahwa seseorang tidak akan dipidana
oleh karena melakukan suatu perbuatan untuk menjalankan undang-undang memperkuat
peluang bagi tenaga kesehatan dalam keadaan dan situasi tertentu dapat membuka rahasia
kedokteran tanpa diancam pidana. Hal ini mengakibatkan bebasnya para dokter dan tenaga
administrasi kesehatan dalam membuat Visum et Repertum (kewajiban dalam KUHAP) dan
dalam menyampaikan pelaporan tentang statistik kesehatan, penyakit wabah dan karantina
(diatur dalam UU terkait).3,4
Alasan lain yang memperbolehkan membuka rahasia kedokteran adalah adanya izin
atau persetujuan atau kuasa dari pasien itu sendiri, perintah jabatan (pasal 51 KUHP), daya
paksa (pasal 48 KUHP), dan dalam rangka membela diri (pasal 49 KUHP). Selain itu etika
kedokteran umumnya membenarkan pembukaan rahasia kedokteran secara terbatas untuk
kepentingan konsultasi profesional, pendidikan, dan penelitian. Permenkes No.749a juga
memberi peluang bagi penggunaan rekam medis untuk pendidikan dan penelitian. Dalam
kaitannya dengan keadaan yang memaksa dikenal dua keadaan, yaitu pengaruh daya paksa
yang memadai (overmacht) dan keadaan yang memaksa (noodtoestand).2
Aspek Hukum
Pada kasus skenario, seorang laki-laki yang sudah menikah tetapi mengaku bahwa
sudah pernah berhubungan dengan wanita lain ingin melakukan pemeriksaan dengan keluhan
kencing nanah, setelah diperiksa hasilnya positif menderita GO dan ia tidak ingin istrinya
tahu, tetapi karena telah berhubungan intim dengan istrinya, dia curiga bahwa istrinya juga
telah terkena.
Menurut Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1966 seorang dokter wajib
menyimpan rahasia kedokteran tersebut terhadap orang lain bahkan isterinya, kecuali: karena
daya paksa, diatur dalam pasal 48 KUHP :Barang siapa melakukan suatu perbuatan karena
pengaruh daya paksa,tidak dapat dipidana, karena menjalankan perintah UU: diatur dalam
pasal 50 KUHP: Barangsiapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan ketentuan undang13
undang, tidak dipidana, dan karena menjalankan perintah jabatan, diatur dalam pasal 51
KUHP Barang siapa melakukan perbuatan untuk melaksanakan perintah jabatan yang
diberikan oleh penguasa yang wenang, tidak dipidana. Tetapi apabila dokter membuka
rahasia kedokteran tersebut, dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama sembilan bulan
berdasarkan pasal 322 KUHP. 4
Berdasarkan PP. No. 32 tahun 1996 tentang Tenaga Kesehatan pasal 21, setiap tenaga
kesehatan dalam melakukan tugasnya berkewajiban untuk mematuhi standar profesi tenaga
kesehatan. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (tenaga kesehatan yang berhubungan langsung
dengan pasien misalnya, dokter, dokter gigi, perawat) dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk menghormati hak pasien, menjaga kerahasiaan identitas dan data
kesehatan pribadi pasien, memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan
yang akan dilakukan, meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan, membuat
dan memelihara rekam medis. Dalam pasal 33, dalam rangka pengawasan, Menteri dapat
mengambil tindakan disiplin terhadap tenaga kesehatan yang tidak melaksanakan tugas sesuai
dengan standar profesi tenaga kesehatan yang bersangkutan berupa teguran atau pencabutan
ijin untuk melakukan upaya kesehatan.
Menurut pasal 24 UU yang sama, perlindungan hukum diberikan kepada tenaga
kesehatan yang melakukan tugasnya sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan
(perlindungan hukum di sini misalnya rasa aman dalam melaksanakan tugas profesinya,
perlindungan terhadap keadaan membahayakan yang dapat mengancam keselamatan atau jiwa
baik karena alam maupun perbuatan manusia).2
Dasar Hukum
Pasal 322 KUHP
1. Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan
ribu rupiah
2. Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya dapat
dituntut atas pengaduan orang itu
Pasal 170 KUHP
14
Pasal 22
1. Bagi tenaga kesehatan jenis tertentu (Yang dimaksud dengan tenaga kesehatan tertentu
dalam ayat ini adalah tenaga kesehatan yang berhubungan langsung dengan pasien
misalnya, dokter, dokter gigi, perawat. ) dalam melaksanakan tugas profesinya
berkewajiban untuk :
a. menghormati hak pasien;
b. menjaga kerahasiaan identitas dan data kesehatan pribadi pasien;
c. memberikan infomasi yang berkaitan dengan kondisi dan tindakan yang akan
dilakukan;
d. meminta persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan;
e. membuat dan memelihara rekam medis. ,
2. Pelaksanaan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih lanjut oleh
Menteri.
Pasal 24
1. Perlindungan hukum diberikan kepada tenaga kesehatan yang melakukan tugasnya
sesuai dengan standar profesi tenaga kesehatan (Perlindungan hukum di sini misalnya
15
Di lain pihak, jika dokter tidak menjelaskan kepada pasien bahwa penting untuk
memberitahu kepada istri pasien untuk menjalani pengobatan, tetapi dokter tersebut yang
menyampaikan informasi secara langsung kepada istri pasien tanpa persetujuan dari pasien,
dokter telah melanggar hak pasien atas rahasia rekam medis pasien.
Pasal 322 KUHP
(1) Barang siapa dengan sengaja membuka rahasia yang wajib disimpannya karena
jabatan atau pencariannya, baik yang sekarang maupun yang dahulu, diancam dengan pidana
penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah.
(2) Jika kejahatan dilakukan terhadap seorang tertentu, maka perbuatan itu hanya
dapat dituntut atas pengaduan orang itu.
hubungan seksual yang tidak sehat, karena dokter memegang prinsip rahasia kedokteran
pasien, maka dokter tidak boleh membocorkan apapun yang dialami pasien kepada siapapun
termasuk kepada sang istri. Dokter seharusnya hanya bisa menyarankan agar pasien berusaha
jujur dan bertanggung jawab atas apa yang dilakukan nya, tetapi semua keputusan tetap di
tangan pasien tersebut,karena dokter tidak bisa memaksa sesuai hak autonomy seorang pasien
dan sesuai rahasia jabatan kedokteran.
Daftar Pustaka
1. Sampurna Budi, et all. Bioetik dan Hukum Kedokteran. Jakarta: Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI. 2007. Hal: 49-51
2. Peraturan Perundang-Undangan Bidang Kedokteran. Edisi Pertama. Jakarta: Bagian
Kedokteran Forensik FKUI. 1994. Hal 1-25
3. Hanafiah HJ. Pernyataan IDI tentang informed consent. Dalam: Etika Kedokteran dan
Hukum Kesehatan. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999; hal. 27981.
4. Etika
Kedokteran
Indonesia.
Februari
2012.
Diunduh
dari:
18