Rasulullah SAW bersabda: "Sesungguhnya mengumpulkan harta itu memiliki lima dampak negatif; payah mengumpulkannya, lupa mengingat Allah karena sibuknya, takut terhadap perampok dan pencuri, pantas menyandang gelar si kikir, dan jauh dari orang yang shaleh karena sibuknya. Dan menghindarkan diri dari mengumpulkan harta memiliki lima dampak positif; senang hati mencarinya, banyak waktu mengingat Allah, Aman dari perampok dan pencuri, pantas menyandang gelar si mulia di sisi Allah, dan dapat bergaul dengan orang-orang sholeh." (Nashaihul 'Ibad/Bab V/No.18) Dalam Alquran, Allah SWT lebih banyak menyebut harta dengan istilah al-Mal daripada al-Khair. Dari 61 ayat yang menjelaskan tentang harta, hanya satu kali disebut menggunakan istilah al-Khair. Mal memiliki konotasi condong kepada keburukan, sedangkan Khair lebih berkonotasi kebaikan. Ini berarti kecenderungan orang kaya akan mengalami lima dampak negatif sebagaimana sabda Rasulullah SAW di atas. Sedangkan realitas tingginya angka kemiskinan, maraknya kolusi, korupsi dan nepotisme (KKN) merupakan fakta tak terbantahkan yang menunjukkan sedikitnya orang kaya yang memberikan kemaslahatan bagi si miskin. Sebagian besar manusia melihat harta sepenuhnya sebagai hak milik pribadi karena ia didapatkan dengan kerja keras dan hasil usahanya sendiri. Keterlibatan orang lain hanya sebagai sarana untuk mendapatkan haknya. Cara pandang seperti ini hanya akan melahirkan sikap mementingkan diri sendiri (egois) dan mengikis habis perasaan empati terhadap sesama. Pada akhirnya orang cenderung untuk menumpuk harta sedikit demi sedikit, bahkan tidak jarang mendapatkannya dengan menghalalkan segala macam cara. Pada sisi inilah harta tidak lagi menjadi berkah, justru akan menjadi laknat dan fitnah. Allah SWT mengingatkan dalam firman-Nya: "Bermegah-megahan telah melalaikan kamu." (QS 102:1) "Sesungguhnya hartamu dan anak-anakmu hanyalah fitnah (bagimu)." (QS 64:15). Al-Qur'an menjelaskan, meski secara lahir harta kita diperoleh melalui hasil usaha sendiri, namun harta tetap harus dipandang sebagai amanah yang dititipkan Allah SWT dimana di dalamnya terdapat hak-hak fakir miskin (QS 51:19). Konsekuensinya, kita harus bisa menjaga amanah tersebut dan mempertanggungjawabkannya dengan baik di hadapan Allah kelak. Cara terbaik melakukannya adalah dengan bersyukur. Refleksi syukur hendaknya tidak hanya diwujudkan lewat sedekah, tetapi memberi lapangan kerja dan membangun jaringan bisnis dengan mereka sehingga berujung pada pengentasan kemiskinan yang nyata. Wallahu a'lam bish-shawab.*