PNEUMONIA
Dosen Pengampu : Ns.Subandiyo,S.Kep,Spd,M.Kes
Disusun oleh :
1.Bela Sekarini
P174202130006
2.Muhammad Galih
P174202130017
P174202130028
4.Yunita Wigatiningsih
P174202130039
PNEUMONIA
A. DEFINISI
1. Pneumonia adalah suatu proses peradangan dimana terdapat konsolidasi yang disebabkan
pengisian rongga alveoli oleh eksudat (Irman Somantri. 2007) .
2. Pneumonia adalah infeksi saluran pernapasan bawah ,yang melibatkan parenkim paru
paru ,termasuk alveoli dan struktur pendukungnya (Charlene J.Reeves ,Gayle Roux
,Robin Lockhart 2001) .
3. Pneumonia adalah Inflamasi paru yang ditandai oleh eksudasi kedalam alveoli (Nicholas
J.Talley & Simon Oconnor. 1994 ) .
4. Pneumonia adalah radang paru paru yang dapat disebabkan oleh bakteri, virus dan
jamur.( Kelompok )
B. ETIOLOGI
1. Paling sering diakibatkan oleh infeksi bakteri, virus, atau mikroplasma, atau aspirasi
benda asing.
2. Organisme utama penyebab pneumonia bakteri adalah Streptococcus pneumoniae,
Streptococcus grup A, Staphylococcus, basil gram negatif, basil enterik, dan
Chlamydia.
3. Pneumonia virus lebih sering terjadi dibandingkan pneumonia bakteri, seperti RSV,
Adeno-associated virus, virus influenza dan parainfluenza.
4. Pneumonia mikroplasma mirip dengan pneumonia virus, kecuali bahwa organisme
Mycoplasma lebih besar dibandingkan virus (Pemeriksaan klinis .Nicholas.J.Talley
dan Simon oconnor.1994) .
C. PATOFISIOLOGI
Pneumonia, infeksi akut pada jaringan paru oleh mikroorganisme, merupakan infeksi
saluran napas bagian bawah. Sebagian besar pneumonia disebabkan oleh bakteri, yang terjadi
secara primer atau sekunder infeksi virus. Penyebab tersering pneumonia bakteri adalah
bakteri gram-positif, Streptococus pneumonia yang menyebakan pneumonia streptokokus.
Bakteri Staphylococus aureus dan strepyokokus beta hemolitikus grup A juga sering
menyebabkan pneumonia, demikian juga Pseudomonas aeruginosa. Pneumonia lainnya
disebabkan oleh virus, misalnya influenza. Anak-anak yang masih kecil sangat rentan
terutama terhadap pneumonia virus, biasnya dari infeksi dengan respiratory syncytial virus
(RSV), parainfluenza, adeno virus, atau rinovirus. Pneumonia mikoplasma, jenis pneumonia
yang relative sering dijumpai, disebabkan oleh mikroorganisme yang berdasarkan beberapa
aspeknya, berada diantara bakteri dan virus. Individu yang mengidap acquired
immunodeficiency syndrome, (AIDS) sering mengalami pneumonia yang ada pada orang
normal sangat jarang terjadi, yaitu Pneumocystis carinii. Individu yang terpajan aerosol dari
air yang lama tergenang, sebagai contoh, dari unit pendingin ruangan (AC) atau alat
pelembab yang kotor, dapat mengidap pneumonia legionella. Individu yang mengalami
aspirasi isi lambung karena muntah atau air akibat tenggelam, pada akhirnya dapat mengidap
pneumonia aspirasi. Bagi individu-individu ini, materi yang teraspirasi itu sendiri yang dapat
menyebabkan pneumonia, bukan mikroorganisme, dengan mencetuskan reaksi inflamasi.
Selanjutnya, dapat berkembang menjadi infeksi bakteri.
Risiko untuk mengidap pneumonia seperti dijelaskan di atas lebih besar pada anakanak, orang berusia lanjut, atau mereka yang mengalami gangguan kekebalan atau menderita
penyakit atau kondisi kelemahan lain. Risiko kematian setelah pneumonia juga dibedakan
berdasarkan usia (diatas 50 tahun atau kurang dari 50 tahun, terutama bayi) dan adanya
penyakit yang di derita seperti gagal jantung kongestif, penyakit neoplastik, atau penyakit
ginjal.
Kerusakan jaringan paru setelah kolonisasi suatu mikroorganisme di paru banyak
disebabkan dari reaksi imun dan inflamasi yang dilakukan oleh pejamu. Selain itu, toksin
yang di keluarkan bakteri pada pneumonia bakteri dapat secara langsung Merusak sel-sel
system pernapasan bawah, termasuk produksi surfaktan sel alveolar tipe II. Pneumoni bakteri
mengakibatkan respons imun dan inflamasi yang paling mencolok, yang perjalanannya
tergambar jelas pada pneumonia pneumokokus. (Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi Corwin. Jakarta : EGC)
D. GAMBARAN KLINIK
1. Pneumonia Bakerial
Chlamydia trachomatis ,Chlamydia pneumonia, stafilokokus, streptokokus (90% dari
kasus bacterial), dan pneumonia pneumokokus terjadi paling sering.
Gejala awal :
a. Rinitis ringan
b. Anoreksia
c. Lesu
Berkembang kearah awitan yang tiba tiba :
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
dan abdomen
i. Temuan radiografi dada menunjukkan pneumonia lobaris
2. Pneumonia Viral
Virus virus penyebab meliuti respiratory syncytial virus (RSV : biasanya pada bayi
yang berusia 2 sampai 5 bulan), virus parainfluenza, adenovirus, dan enterovirus.
Gejala awal :
a. Batuk, biasanya tdak produktif
b. Rinitis
Berkembang kearah awitan yang tdak jelas tetapi membahayakan atau tiba tiba :
a. Rentang gejala demam ringan, sedikit batuk, dan malaise sampai demam tinggi,
batuk berat, dan kelemahan
b. Takipnea, walaupun bayi dengan infeksi RSV mungkin mengalami apnea
c. Bising tersebar, ronki, mengi
d. Perubahan hitung sel darah putih normal atau sedikit
e. Temuan radiografi dada dari infiltrasi lobaris sementara
3. Pneumonia Mikroplasma (jenis ini paling sering terjadi pada anak yang berusia lebih dari
5 tahun)
Gejala awal :
a.
b.
c.
d.
e.
Berkembang menjadi :
a.
b.
c.
d.
Batuk
Dispnea
Takipnea
Pucat, tampilan kehitaman, atau sianosis (biasanya tanda lanjut)
Melemah atau hilangnya suara napas
Retraksi dinding toraks : interkostal, substernal, diafragma, atau supraklavikula
(Mitchell, Richard N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbons & Cotran, Ed. 7. Jakarta :
EGC)
E. PENGKAJIAN
1. WAWANCARA
a. Aktivitas / Istirahat
Gejala
: kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda
: letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
b. Sirkulasi
Gejala
: riwayat gagal jantung kronis
Tanda
: takikardia, penampilan keperanan atau pucat
c. Integritas Ego
Gejala
: banyak stressor, masalah finansial
d. Makanan / Cairan
Gejala
: kehilangan nafsu makan, mual / muntah, riwayat DM
Tanda
: distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan turgor
buruk, penampilan malnutrisi
e. Neurosensori
Gejala
: sakit kepala dengan frontal
Tanda
: perubahan mental
f. Nyeri / Kenyamanan
Gejala
: sakit kepala nyeri dada meningkat dan batuk myalgia, atralgia
g. Pernapasan
Gejala
: riwayat PPOM, merokok sigaret, takipnea, dispnea, pernapasan
dangkal, penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda
: sputum : merah muda, berkarat atau purulen
Perkusi : pekak di atas area yang konsolidasi, gesekan friksi pleural
Bunyi nafas : menurun atau tak ada di atas area yang terlibat atau nafas bronkial
Framitus : taktil dan vokal meningkat dengan konsolidasi
Warna
:pucat atau sianosis bibir / kuku
h. Keamanan
Gejala
: riwayat gangguan sistem imun, demam
Tanda
i. Penyuluhan
Gejala
: riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
2. PEMERIKSAAN FISIK
a. Kaji terhadap nyeri ,takipnea ,penggunaan otot aksesori ,nadi cepat bersambungan
,batuk, sputum purulen ,dan auskultasi bunyi napas untuk mengetahui konsolidasi.
b. Perhatikan perubahan suhu tubuh dan warna sekresi
c. Kaji terhadap kegelisahan dan delerium dalam alkoholisme
d. Kaji terhadap komplikasi yaitu demam berlanjut atau kambuhan ,tidak berhasil untuk
sembuh ,atelektasis ,efusi pleural ,komplikasi jantunh ,dan superinfeksi.
3. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Chest X-ray
Teridentifikasi adanya penyebaran (misal : lobus dan bronkial), dapat juga
menunjukkan multipel abses/infiltrat, empiema (staphylococcus), penyebaran
atau lokasi infiltrasi (bakterial), atau penyebaran / extensive nodul infiltrat (sering
kali viral), pada pneumonia mycoplasma chest x-ray mungkin bersih.
b. Analisis gas darah (Analysis Blood Gasses (ABGs) dan Pulse Oximetry
Abnormalitas mungkin timbul tergantung dari luasnya kerusakan paru paru.
c. Pewarnaan Gram / Culture Sputum dan Darah
Didapatkan dengan needle biopsy, aspirasi transtrakheal, fiberoptic bronchoscopy,
atau biopsi paru paru terbuka untuk mengeluarkan organisme penyebab. Lebih
dari satu tipe organisme yang dapat ditemukan, seperti Diplococcus pneumoniae,
Staphylococcus aureus, A. Hemolytic streptococcus, dan Hemophilus influenzae.
d. Periksa Darah Lengkap (Complete Blood Count CBC)
Leukositosis biasanya timbul, meskipun nilai pemeriksaan darah putih (white
blood count WBC) rendah pada infeksi virus.
e. Tes Serologi
Membantu dalam membedakan diagnosa pada organisme secara spesifik.
f. LED : meningkat
g. Pemeriksaan Fungsu Paru Paru
Volume mungkin menurun (kongesti dan kolaps alveolar) : tekanan saluran udara
meningkat dan kapasitas pemenuhan udara menurun, hipoksemia.
h. Elektrolit
Sodium dan klorida mungkin rendah.
i. Bilirubin mungkin meningkat
F. PATHWAY
G. ANALISIS DATA
SYMPTON
DS : Pasien mengatakan
ETIOLOGI
penumpukan sekret di
PROBLEM
Bersihan Jalan Nafas
jalan nafas.
tidak efektif
Ketidak seimbangan
Gangguan pertukaran
perfusi ventilasi
gas
Hiperventilasi
Resiko kekurangan
secara aktif
cairan
ketika bangun
DO : Pasien terlihat
pucat ,RR >24 /
menit,sianosis
DS : Pasien mengatakan
sesak nafas ,nafas pendek .
DO : menggunakan oot
pernapasan tambahan
,orthopnea ,tahap ekspirasi
IWL
: 1775 500 825
: 450cc
DS : Pasien mengatakan
Anoreksia
Ketidakseimbangan antara
kebutuhan
Intoleransi aktivitas
beraktivitas
DO : RR 32 x/menit
N : 115 X / menit
H. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan sekret di jalan
2.
3.
4.
5.
6.
nafas.
Gangguan petukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan perfusi ventilasi
Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan hiperventilasi
Resiko kekurangan cairan berhubungan dengan kehilangan volume cairan secara aktif
Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen
I. INTERVENSI
1. Dx 1: Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukan secret
dijalan nafas
NOC : Kepatenan jalan napas
Indikator
:
1. Demam tidak ada
2. Ansietas tidak ada
3. Sesak tidak ada
4. Frekuensi napas dalam batas normal
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak ada suara napas tambahan
NIC 1 : Manajemen Jalan Napas
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Indikator :
1.Nadi dalam batas yang diharapkan
2. Irama jantung dalam batas yang diharapkan
3. Frekuensi pernafasan dalam batas yang diharapkan
4. Natrium serum dalam batas normal
5. Kalium serum dalam batas normal
6. Klorida serum dalam batas normal
7. Kalsium serum dalam batas normal
8. Magnesium serum dalam batas normal
NIC 1: Aktivitas Manajemen asam basa
1. Pertahankan kepatenan akses IV
2. Pertahankan kepatenan jalan nafas
3. Pantau kadar eletrolit
4. Pantau pola nafas
5. Sediakan terapi oksigen
NIC 2
: Terapi Oksigen
1. Bersihkan secret mulut dan trakea
2. Jaga kepatenan jalan napas
3. Sediakan peralatan oksigen, sistim humadifikasi
Indikator :
1. Demam tidak ada
2. Sesak tidak ada
3. Frekuensi napas dalam batas normal
4. Irama napas teratur
5. Keluaran sputum dari jalan napas
6. Tidak adanya suara napas tamabahan
NIC 1
: Bantuan Ventilasi
1 : Manajemen cairan
1. Timbang BB tiap hari
2. Hitung haluaran
3. Pertahankan intake yang adekuat
4. Monitor status hidrasi
5. Monitor TTV
6. Berikan terapi IV
NIC
4. Hemoglobin
5. Total iron binding capacity
6. Jumlah limfosit
NIC
:
1. Kaji adanya alergi makanan
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
3. Yakinkan diet yang dimakan mengandung tinggi serat untuk mencegah konstipasi
4. Ajarkan pasien bagaimana membuat catatan makanan harian.
5. Monitor adanya penurunan BB dan gula darah
6. Monitor lingkungan selama makan
7. Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
8. Monitor turgor kulit
9. Monitor kekeringan, rambut kusam, total protein, Hb dan kadar Ht
10. Monitor mual dan muntah
11. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva
12. Monitor intake nuntrisi
13. Informasikan pada klien dan keluarga tentang manfaat nutrisi
14. Kolaborasi dengan dokter tentang kebutuhan suplemen makanan seperti NGT/
TPN sehingga intake cairan yang adekuat dapat dipertahankan.
15. Atur posisi semi fowler atau fowler tinggi selama makan
16. Kelola pemberan anti emetik
17. Anjurkan banyak minum
18. Pertahankan terapi IV line
19. Catat adanya edema, hiperemik, hipertonik papila lidah dan cavitas oval
4. Monitor pasien akan adanya kelelahan fisik dan emosi secara berlebihan
5. Monitor respon kardivaskuler terhadap aktivitas (takikardi, disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan hemodinamik)
6. Monitor pola tidur dan lamanya tidur/istirahat pasien
7. Kolaborasikan dengan Tenaga Rehabilitasi Medik dalam merencanakan progran terapi
yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan
9. Bantu untuk memilih aktivitas konsisten yang sesuai dengan kemampuan fisik,
psikologi dan sosial
10. Bantu untuk mengidentifikasi dan mendapatkan sumber yang diperlukan untuk
aktivitas yang diinginkan
11. Bantu untuk mendpatkan alat bantuan aktivitas seperti kursi roda, krek
12. Bantu untuk mengidentifikasi aktivitas yang disukai
13. Bantu klien untuk membuat jadwal latihan diwaktu luang
14. Bantu pasien/keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas
15. Sediakan penguatan positif bagi yang aktif beraktivitas
16. Bantu pasien untuk mengembangkan motivasi diri dan penguatan
17. Monitor respon fisik, emosi, sosial dan spiritual
J. EVALUASI
Evaluasi yang diharapkan :
1. Tanda tanda dan gejala gejala telah membaik .
2. PaO2 dan Ph telah kembali dalam batas normal.
3. Pasien menyatakan penyebab dan faktor faktor yang berperan pada pneumonia.
4. Pasien menyatakan gejala gejala pneumonia yang umum.
5. Pasien menyatakan bilamana vaksinasi pneumonia harus segara dilakukan.
K. KOMPLIKASI
Komplikasi pneumonia lobaris dan kadang - kadang bronkopneumonia adalah :
1
Pembentukan abses
Bakteremia dan sepsis dengan infeksi pada organ tubuh yang lain
Komplikasi lain :
1.Sianosis disertai hipoksia
2.Ventilasi mungkin menurun akibat akumulasi mukus yang dapat berkembang menjadi
artelektaksis absorbsi.
3.Gagal nafas dan kematian dapat terjadi pada kasus ekstrim berhubungan dengan kelelahan
atau spepsis ( Penyebaran infeksi ke dalam )
DAFTAR PUSTAKA
Somantri, Irman. 2007. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Reeves, Charlene J, dkk. 2001. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : Salemba Medika
Talley, Nicholas J, dkk. 1994. Pemeriksaan Klinis. Jakarta: Binarupa Aksara
Mitchell, Richard N. 2009. Buku Saku Dasar Patologis Penyakit Robbons & Cotran, Ed. 7. Jakarta :
EGC