Anda di halaman 1dari 19

SEJARAH ISLAM ZAMAN RASULLULAH SAW

Hadirnya Nabi Muhammad pada masyarakat Arab membuat terjadinya kristalisasi pengalaman baru
dalam dimensi ketuhanan yang mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat, termasuk hukumhukum yang digunakan pada masa itu.Berhasilnya Nabi Muhammad SAW dalam memenangkan
kepercayaan yang dianut bangsa Arab. Dalam waktu yang relatif singkat beliau mampu memodifikasi
jalan hidup orang-orang Arab.Sebagaian dari nilai dan budaya Arab pra-islam, dalam beberapa hal
diubahnya dan ada pula yang diteruskan oleh masyarakat Nabi Muhammad ke dalam tatanan moral
Islam.Hadirnya Nabi Muhammad, sedikit demi sedikit merubah budaya-budaya yang tidak
memanusiakan manusia dalam artian budaya yang mengarah pada keburukan menjadi budaya-budaya
yang mengarah kepada kebaikan dalam payung Islam.Budaya-budaya yang mengarah kebaikan yang
dibawa Nabi Muhammad pada akhirnya menghasilkan peradaban yang luar biasa pada zamannya. Yang
mana muara dari peradaban itu semua ialah Islam.Islam sangat berperan penting dalam menciptakan
peradaban yang luar biasa yang tercipta pada masa zaman Nabi Muhammad. Dan aktor penting di balik
itu semua tidak lain ialah Nabi Muhammad sendiri. Nabi Muhammad tidak hanya sebagai Nabi melaikan
ia juga memerankan sebagai pengajar, pendidik, pemimpin, pemimpin militer, politikus, reformis, dan
lain-lain.
A. Nabi Muhammad SAW
Sebelum kita membahas segala yang berhubungan dengan peradaban pada masa Rasulullah. Ada baiknya
kita membahas terlebih dahulu tentang Nabi Muhammad dan kehidupannya. Ini penting untuk kita
ketahui karena Nabi Muhammadlah aktor penting di balik terciptanya peradaban islam yang luar biasa
itu.Nabi Muhammad SAW lahir pada tahun gajah, tahun ketika pasukan gajah Abrahah mengalami
kehancuran.[1] Peristiwa itu terjadi kira-kira pada tahun 570 M (12 Rabiul Awal). Beliau lahir tidak jauh
dari kabah. Ayahnya Abdullah meninggal dunia ketika beliau masih dalam kandungan, sementara ibunya
Aminah wafat sewaktu ia berusia 6 tahun. Kakeknya Abdul Muthalib mengasuhnya selama dua tahun,
dan ia diasuh oleh pamannya Abu Thalib.Merupakan suatu kebiasaan di antara orang-orang kaya dan
kaum bangsawan Arab bahwa ibu-ibu mereka mengirimkan anak-anak mereka ke pedesaan untuk diasuh
dan dibesarkan disana. Begitu pula Nabi Muhammad, setelah diasuh beberapa lama oleh ibunya, beliau
dipercayakan kepada Halimah dari suku Banu Saad untuk diasuh dan dibesarkan.Nabi Muhammad
berada dalam asuhan Halimah hingga beliau berusia 6 tahun, lalu beliau dikembalikan ke ibunya Aminah.
Pada saat ibunya membawanya untuk menziarahi makam ayahnya di madinah, ditengah perjalanan,
tepatnya di Abwa, ibunya menderita sakit dan menghembuskan nafas yang terakhir di sana. Dengan
demikian pada usianya 6 tahun, Nabi Muhammad sudah kehilangan kedua orang tuanya.Dalam usia
muda, Nabi Muhammad hidup sebagai pengembala kambing keluarganya dan kambing penduduk mekah.
Melalui kegiatan pengembalaan ini, dia menemukan tempat untuk berpikir dan merenung. Pemikiran dan
perenungan ini membuat beliau jauh dari segala pemikiran nafsu duniawi, sehingga beliau terhindar dari
berbagai macam noda yang dapat merusak namanya.Selain mengembala beliau juga berdagang, ketika
beliau tinggal bersama pamannya Abu Thalib, beliau mengikuti pamannya itu berdagang ke negeri Syam,
sampai beliau dewasa dan dapat berdiri sendiri. Dalam perjalanan itu, dibushra, sebelah selatan Syria
(Syam) ia bertemu dengan pendeta Kristen bernama buhairah. Pendeta itu melihat tanda-tanda kenabian
pada diri Nabi Muhammad sesuai dengan petunjuk cerita-cerita Kristen. Pendeta itu menasehati Abu
Thalib agar jangan terlalu jauh memasuki Syria, sebab dikhawatirkan orang-orang yahudi yang
mengetahui tanda-tanda itu akan berbuat jahat terhadapnya.[2]Sebagai seorang pemuda beliau tidak

mengikuti kebiasaan masyarakat di kala itu, yaitu minum khamar, berjudi, mengunjungi tempat-tempat
hiburan dan menyembah berhala. Beliau sangat populer dikenal sebagai seorang pemaaf, rendah hati,
berani, dan jujur, sehingga ia dijuluki Al-Amin.Ketika Nabi Muhammad berusia 25 tahun, beliau
berangkat ke Siria membawa barang dagangan seorang saudagar wanita kaya raya yang telah lama
menjanda, Khadijah. Dalam perdagangan ini, Nabi Muhammad memperoleh laba yang besar. Khadijah
kemudian melamarnya. Lamaran itu diterima dan pernikahanpun segera dilaksanakan. Ketika itu
Khadijah berumur 40 tahun.Dalam perkembangan selanjutnya, Khadijah adalah wanita pertama masuk
Islam dan banyak membantu Nabi Muhammad dalam perjuangan menyebarkan Islam. Pernikahan itu
dikarunia enam orang anak, dua putra dan empat putri: Qasim, Abdullah, Zainab, Ruqayah, Ummu
Kalsum, dan Fatimah. Kedua putranya meninggal waktu kecil. Nabi Muhammad tidak menikah lagi
sampai Khadijah meninggal dunia.

SEJARAH KHULAFA RASYIDIN

Inilah yang terjadi di zaman Khulafa Rasyidin, zaman setelah wafatnya Rasulullah saw Untuk
itu marilah kita telusuri secara singkat sejarah terpilihnya empat khalifah pasca Nabi Muhammad
saw.
Abu Bakar ash-Shiddiq RA
Pasca meninggalnya Rasulullah SAW, kaum Anshar (penduduk asli Madinah), berkumpul di
Saqifah bani Saaidah. Bukan sekadar berkumpul, tapi mereka sedang mendulang dukungan
kepada Saad bin Ubaidah RA sebagai pimpinan, menggantikan Nabi. Peristiwa tersebut
didengar oleh Umar bin Khaththab. Umar lalu memberitahukan kepada Abu Bakar ash-Shiddiq.
Lalu, Umar dan Abu Bakar mengajak Abu Ubaidah RA menuju ke Saqifah bani Saaidah.
Sesampainya di sana, jumlah umat semakin banyak, dan di depan umat itulah Abu Bakar
berpidato agar umat memilih Umar atau Abu Ubaidah. Tapi keduanya menolaknya. Bahkan
Umar dan Abu Ubaidah bersepakat untuk membaiat Abu Bakar. Belum juga mereka menjabat
tangan Abu Bakar, Basyir bin Saad yang berasal dari kaum Anshar, menjabat tangan Abu Bakar
dan langsung membaiatnya. Dari sini lalu khalayak membaiat Abu Bakar, baik dari kalangan
Anshar, Muhajirin, dan tokoh Islam lainnya. Abu Bakar tidak lagi sanggup menolak amanah
yang diberikan umat kepadanya.
Umar bin Khaththab RA
Tatkala Abu Bakar ash-Shiddiq merasakan ajalnya sudah dekat, ia mengundang para sahabat
untuk membahas siapa penggantinya. Abu Bakar juga menulis surat yang ditujukan kepada
khalayak, yang menjelaskan atas apa pilihannya itu. Abu Bakar menjatuhkan pilihannya kepada
Umar bin Khaththab. Tapi, kepada para sahabat, Abu Bakar berkata, Saya menjatuhkan pilihan
kepada Umar, tapi Umar bebas menentukan sikap.
Rupanya, umat juga bersetuju dengan Abu Bakar. Lalu, kepada Umar, Abu Bakar berpesan,
Sepeninggalku nanti, aku mengangkatmu sebagai penggantiku ucap Abu Bakar pada Umar
bin Khaththab.
Aku sama sekali tak memerlukan jabatan khalifah itu, Umar menolak.
Tapi, atas desakan Abu Bakar dan dengan argumentasi yang membawa misi Ilahi, Umar luluh
dan menerimanya. Sepeninggal Abu Bakar, ketika Umar dilantik jadi khalifah, ia justru
menangis. Orang-orang pun bertanya, Wahai Amirul Mukminin, mengapa engkau menangis
menerima jabatan ini?
Aku ini keras, banyak orang yang takut padaku. Kalau aku nanti salah, lalu siapa yang berani
mengingatkan?
Tiba-tiba, muncullah seorang Arab Badui dengan menghunus pedangnya, seraya berkata, Aku,
akulah yang mengingatkanmu dengan pedang ini.

Alhamdulillah, puji Umar pada Ilahi, karena masih ada orang yang mau dan berani
mengingatkannya bila ia melakukan kesalahan.
Utsman bin Affan RA
Sebagaimana tersebut dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim, Umar tidak mau
menunjuk penggantinya. Kepada para sahabat, dia berpesan, Hendaklah kalian meminta
pertimbangan pada sekelompok orang yang oleh Rasulullah SAW pernah disebut sebagai calon
penghuni surga. Mereka adalah Ali bin Abi Thalib RA, Utsman bin Affan RA, Abdurrahman bin
Auf RA, Zubair bin al-Awwam RA, Saad bin Abi Waqqash RA dan Thalhah bin Saad
Ubaidillah RA.
Hendaklah engkau memilih salah satu dari mereka untuk menjadi pemimpin. Dan bila sudah
terpilih, maka dukunglah dan bantulah pemimpin itu dengan baik.
Ketika Umar meninggal dunia, para sahabat berkumpul di rumah Aisyah RA, kecuali Thalhah
yang sedang berada di luar kota. Mereka pun bermusyawarah, siapa sebaiknya yang patut
menggantikan Umar. Di tengah membicarakan mekanismenya, Abdurrahman angkat bicara,
Siapa di antara kalian yang mengundurkan diri dari pencalonan ini, maka dia berhak
menentukan siapa pengganti Khalifah Umar. Tak seorang pun yang berkomentar. Maka,
Abdurrahman berinisiatif mengundurkan diri. Yang lain berjanji akan tetap bersama
Abdurrahman, dan menerima apa yang akan diputuskannya.
Meski sudah mendapat mandat dari para calon ahli surga, Abdurrahman tak mau gegabah untuk
memutuskan siapa yang mesti dipilih sebagai khalifah. Selama tiga hari tiga malam
Abdurrahman mendatangi berbagai komponen masyarakat untuk didengar aspirasinya.
Pada hari ketiga, barulah Abdurrahman memutuskan Utsman sebagai pengganti Umar.
Abdurrahman membaiat Utsman, diikuti oleh para sahabat lainnya, termasuk mereka yang
disebut-sebut oleh Rasulullah SAW sebagai ahli surga.
Ali bin Abi Thalib RA
Akhir hayat Utsman juga sama dengan yang dialami oleh Umar bin Khaththab, dibunuh oleh
seseorang yang tak menyukai Islam terus berjaya. Sepeninggal Utsman, Ali didatangi oleh kaum
Anshar dan Muhajirin. Mereka bersepakat untuk membaiat Ali. Tapi Ali menolaknya, karena ia
memang tidak berambisi untuk menduduki jabatan duniawi. Tak ada pilihan, tak ada tokoh
sekaliber dia. Umat pun terus mendesak. Akhirnya Ali luluh, dan berucap, Baiklah, kalau begitu
kita lakukan di masjid saja. Dan Ali, dibaiat di dalam masjid.

SEJARAH PERADABAN ISLAM ZAMAN DINASTI ABBASIYAH

Dengan tumbangnya daulah Bani Umayyah maka keberadaan Daulah Bani Abbasiyah
mendapatkan tempat penerangan dalam masa kekhalifahan Islam saat itu, dimana daulah
Abbasiyah in sebelumnya telah menyusun dan menata kekuatan yang begitu rapi dan terencana.
Dan dalam makalah ini akan diurakan sedikit mengenai berdirinya masa kekhalifahan
Abbasiyah, sistem sosial politiknya, masa kejayaan dan prestasi apa saja yang pernah diraih serta
apa saja penyebab runtuhnya daulah Abbasiyah.
A. Kelahiran Daulah Abbasiyah
Masa Daulah Abbasiyah adalah masa keemasan Islam, atau sering disebut dengan istilah The
Golden Age. Pada masa itu Umat Islam telah mencapai puncak kemuliaan, baik dalam bidang
ekonomi, peradaban dan kekuasaan. Selain itu juga telah berkembang berbagai cabang ilmu
pengetahuan, ditambah lagi dengan banyaknya penerjemahan buku-buku dari bahasa asing ke
bahasa Arab. Fenomena ini kemudian yang melahirkan cendikiawan-cendikiawan besar yang
menghasilkan berbagai inovasi baru di berbagai disiplin ilmu pengetahuan. Bani Abbas mewarisi
imperium besar Bani Umayah. Hal ini memungkinkan mereka dapat mencapai hasil lebih
banyak, karena landasannya telah dipersiapkan oleh Daulah Bani Umayah yang besar. Menjelang
tumbangnya Daulah Umayah telah terjadi banyak kekacauan dalam berbagai bidang kehidupan
bernegara; terjadi kekeliruan-kekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang dibuat oleh para Khalifah
dan para pembesar negara lainnya sehingga terjadilah pelanggaran-pelanggaran terhadap ajaran
Islam, termasuk salah satunya pengucilan yang dilakukan Bani Umaiyah terhadap kaum mawali
yang menyebabkan ketidak puasan dalam diri mereka dan akhirnya terjadi banyak kerusuhan .
Bani Abbas telah mulai melakukan upaya perebutan kekuasaan sejak masa Khalifah Umar bin
Abdul Aziz (717-720 M) berkuasa. Khalifah itu dikenal memberikan toleransi kepada berbagai
kegiatan keluarga Syiah. Keturunan Bani Hasyim dan Bani Abbas yang ditindas oleh Daulah
Umayah bergerak mencari jalan bebas, dimana mereka mendirikan gerakan rahasia untuk
menumbangkan Daulah Umayah dan membangun Daulah Abbasiyah.
Di bawah pimpinan Imam mereka Muhammad bin Ali Al-Abbasy mereka bergerak dalam dua
fase, yaitu fase sangat rahasia dan fase terang-terangan dan pertempuran. Selama Imam
Muhammad masih hidup gerakan dilakukan sangat rahasia. Propaganda dikirim ke seluruh
pelosok negara, dan mendapat pengikut yang banyak, terutama dari golongan-golongan yang
merasa ditindas, bahkan juga dari golongan-golongan yang pada mulanya mendukung Daulah
Umayah. Setelah Imam Muhammad meninggal dan diganti oleh anaknya Ibrahim, pada masanya
inilah bergabung seorang pemuda berdarah Persia yang gagah berani dan cerdas dalam gerakan
rahasia ini yang bernama Abu Muslim Al-Khurasani. Semenjak masuknya Abu Muslim ke dalam
gerakan rahasia Abbasiyah ini, maka dimulailah gerakan dengan cara terang-terangan, kemudian
cara pertempuran, dan akhirnya dengan dalih ingin mengembalikan keturunan Ali ke atas
singgasana kekhalifahan, Abu Abbas pimpinan gerakan tersebut berhasil menarik dukungan
kaum Syiah dalam mengobarkan perlawanan terhadap kekhalifahan Umayah. Abu Abbas
kemudian memulai makar dengan melakukan pembunuhan sampai tuntas semua keluarga

Khalifah, yang waktu itu dipegang oleh Khalifah Marwan II bin Muhammad. Begitu dahsyatnya
pembunuhan itu sampai Abu Abbas menyebut dirinya sang pengalir darah atau As-Saffah. Maka
bertepatan pada bulan Zulhijjah 132 H (750 M) dengan terbunuhnya Khalifah Marwan II di
Fusthath, Mesir dan maka resmilah berdiri Daulah Abbasiyah.
Dalam peristiwa tersebut salah seorang pewaris takhta kekhalifahan Umayah, yaitu
Abdurrahman yang baru berumur 20 tahun, berhasil meloloskan diri ke daratan Spanyol. Tokoh
inilah yang kemudian berhasil menyusun kembali kekuatan Bani Umayah di seberang lautan,
yaitu di keamiran Cordova. Di sana dia berhasil mengembalikan kejayaan kekhalifahan Umayah
dengan nama kekhalifahan Andalusia.
Pada awalnya kekhalifahan Daulah Abbasiyah menggunakan Kufah sebagai pusat pemerintahan,
dengan Abu Abbas As-Safah (750-754 M) sebagai Khalifah pertama. Kemudian Khalifah
penggantinya Abu Jakfar Al-Mansur (754-775 M) memindahkan pusat pemerintahan ke
Baghdad. Di kota Baghdad ini kemudian akan lahir sebuah imperium besar yang akan menguasai
dunia lebih dari lima abad lamanya. Imperium ini dikenal dengan nama Daulah Abbasiyah.
Dalam beberapa hal Daulah Abbasiyah memiliki kesamaan dan perbedaan dengan Daulah
Umayah. Seperti yang terjadi pada masa Daulah Umayah, misalnya, para bangsawan Daulah
Abbasiyah cenderung hidup mewah dan bergelimang harta. Mereka gemar memelihara budak
belian serta istri peliharaan (hareem). Kehidupan lebih cenderung pada kehidupan duniawi
ketimbang mengembangkan nilai-nilai agama Islam . Namun tidak dapat disangkal sebagian
khalifah memiliki selera seni yang tinggi serta taat beragama.

SEJARAH ISLAM ZAMAN UMAYYAH

Asal Usul Bani Umayyah


Nama Umayyah merujuk pada seorang Quraisy di masa Jahiliyah. Dia adalah Umayyah bin
Abdus Syam bin Abdi Manaf. Masih terhitung saudara dari Bani Hasyim (keluarga besar
Rasulullah SAW), karena Hasyim (ayah Abdul Muthalib) juga salah satu Putra Abdi Manaf. Jadi,
Abdi Manaf adalah kakek moyang kedua Bani tersebut. Tetapi, sekalipun satu kakek moyangnya,
sejak zaman Jahiliyah Bani Umayyah juga tidak jarang mengganggu keberhasilan Bani Hasyim.
Abdul Muthalib, pemimpin Kabah saat itu, diganggu oleh Abdus Syam dan Umayyah. Ketika
menemukan kembali mata air zamzam, Umayyah dan bapaknya meminta bagian agar dapat
mengurusi mata air itu. Tetapi karena penduduk Mekkah tidak berkenan dengan tindakan mereka
itu, maka keluarga Abdus Syam tersebut meninggalkan Mekkah menuju Damaskus karena
merasa malu.
Pada masa Muhammad diangkat sebagai Rasul Allah, Bani Umayyah merupakan keluarga kaya,
terdidik dan berpengaruh. Salah satu dari mereka adalah pemimpin Kaum Quraisy Mekkah. Dia
adalah Abu Sufyan bin Harb bin Umayyah. Kecintaannya kepada harta dan kekuasaan membuat
dia dan keluarganya tidak mau mengakui kebenaran Islam sebagai ajaran yang mulia. Oleh
karena itu, Abu Sufyan tidak mau tunduk terhadap ajakan Rasulullah SAW, bahkan terus
memusuhi. Aktivitas dakwah Rasulullah SAW yang dianggapnya akan mengubah keadaan sosial,
ekonomi, dan politik Mekkah, tentu merugikan para orang kaya, termasuk Bani Umayyah. Untuk
itu, berbagai cara dilakukan guna menggagalkan gerakan reformasi yang dibangun Rasulullah
SAW tersebut. Sampai-sampai, cara-cara kekerasan (perang) pun mereka lakukan. Tercatat
beberapa perang besar (Perang Badar, Perang Uhud, dan Perang Khandaq) pasca hijrah,
melibatkan kepemimpinan Abu Sufyan.
Abu Sufyan dan keluarga, akhirnya masuk Islam dengan terpaksa pada saat berpuluh-puluh ribu
kaum Muslimin mengepung Mekkah dari segala penjuru. Walapun banyak sahabat tidak suka
terhadap masuk Islamnya keluarga Abu Sufyan, Rasulullah SAW tetap menghormati perubahan
sikapnya. Kesalahan-kesalahannya diampuni, bahkan Muawiyah putra Abu Sufyan diangkat
sebagai sekretaris beliau dan saudara perempuannya, Ummu Habibah diperistri oleh Beliau.
Setelah beberapa tahun bergabung sebagai kaum Muslimin, keluarga terdidik dan berpengaruh
ini ikut membesarkan Islam. Di masa Abu Bakar Sidiq, keluarga Abu Sufyan dan Bani Umayyah
merasa rendah diri karena kelas mereka berada di bawah kaum Muhajirin dan Ansar. Mereka
tahu diri bahwa perjuangan mereka belum apa-apa dibanding dengan kedua kaum di atas.
Apalagi di masa dahulu, mereka memusuhi perjuangan Rasulullah SAW dan kaum Muslimin.
Oleh karena itu, mereka maklum ketika Khalifah Abu Bakar menyatakan di depan umum bahwa
keluarga besar Bani Umayyah harus ikut berjuang membela Islam termasuk di medan perang,
bila ingin setingkat dengan kaum Muhajirin dan Ansar. Beberapa peperangan yang terjadi di
masa Abu Bakar ini anggota Bani Umayyah ikut serta dibarisan kaum Muslimin. Bahkan, Yazid
bin Abu Sufyan menjadi salah satu panglima untuk memimpin pasukan ke Syiria melawan
Bizantium.

Pada masa Umar, ketika wilayah Islam semakin meluas dan membutuhkan banyak tenaga
administratif, sang Khalifah memanfaatkan tenaga-tenaga Bani Umayyah yang umumnya
terdidik untuk membaca, menulis, dan berhitung. Bahkan, Yazid dan Muawiyah dipercaya untuk
mengelolah wilayah Syiria. Kepercayaan Khalifah Umar ini tidak disia-siakan oleh Bani
Umayyah. Mereka bekerja dengan tekun dan dikenal sukses dalam mengerjakan tugas-tugas
administratif. Periode Umar inilah awal mula Bani Umayyah menduduki posisi-posisi penting.
Namun karena kewibawaan sang Khalifah yang bersih dan berwibawa, mereka tidak berani
bertindak macam-macam, seperti korupsi dan sejenisnya.
Pada masa Ustman, kebijakan mempekerjakan tenaga-tenaga Bani Umayyah seperti masa Umar,
tetap dilanjutkan. Bahkan Ustman mempercayai mereka untuk jabatan-jabatan strategis. Enam
tahun pertama, Ustman sukses membangun Negara. Namun, pada enam tahun berikutnya, karena
usia Ustman yang semakin uzur, maka posisi Bani Umayyah semakin kuat. Melalui sekretaris
Negara Marwan bin Hakam yang juga salah satu anggota Bani Umayyah, mereka menempatkan
kroni-kroninya pada posisi strategis. Praktek-praktek KKN (Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme)
dijalankan dengan penuh kesungguhan. Hal inilah yang menjadi awal bencana hingga
terbunuhnya Khalifah Ustman.
Pada era Ali, keluarga Umayyah yang menjabat posisi-posisi penting pada pemerintahan Ustman,
semuanya dicopot. Kebijakan Ali yang keras inilah yang mendorong mereka menentang
pengangkatan Ali sampai membuat pecahnya Perang Siffin. Namun, keberuntungan memang ada
dipihak mereka pada saat Perang Siffin mengangkat Muawiyah menjadi Khalifah tandingan.
Bahkan lebih beruntung lagi ketika Hasan bin Ali yang menggantikan kepemimpinan ayahnya
mengakui Muawiyah sebagai Khalifah yang sah di seluruh wilayah kekuasaan Islam. Sejak
itulah mereka mulai membangun pemerintahan Islam warisan Rasulullah SAW dan para sahabat
tersebut menjadi pemerintahan milik keluarga besar Bani Umayyah.
Corak Khas Pemerintahan Bani Umayyah
Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah adalah sosok pemimpin yang alim dalam ilmu agama,
sederhana dalam hidup, dan tanggung jawab kepada rakyatnya. Dia menjadi imam di Masjid,
sekaligus komandan di medan perang. Dia hidup sederhana dan jauh dari sikap mewah. Bahkan,
sebagai kepala Negara tidak ada pengawal yang menjaga di sekitarnya. Karena baginya, hidup
mati adalah urusan Allah. Adapun untuk mengetahui denyut nadi keadaaan rakyatnya, hampir
setiap malam seorang Khalifah mengunjungi kehidupan rakyatnya. Keinginan dan kebutuhan
rakyat harus disaksikan dan dirasakan sendiri dengan cara seperti itu. Khalifah sadar bahwa
tanggung jawab sebagai pemimpin umat sangatlah berat.
Pada masa kekuasaan Bani Umayyah, sikap hidup seperti itu tidak akan ditemukan. Sejak
Muawiyah memegang kekuasaan, gaya hidup seorang Khalifah sudah berubah drastis.
Muawiyah hidup di dalam benteng dengan pengawalan ketat dan bermewah-mewah sebagai raja.
Tradisi Harem dan perbudakan ditumbuhkan kembali. Pesta-pesta diadakan di istana, lengkap

dengan hiburan-hiburan yang jauh dari nilai-nilai Islam. Hal seperti ini diwariskan kepada
Khalifah-Khalifah sesudahnya kecuali pada Khalifah Umar bin Abdul Aziz (Umar II). Hal lain
yang berubah pada masa Bani Umayyah adalah fungsi dan kedudukan Baitul Mal. Ketika era
Khulafaur Rasyidin. Baitul Mal adalah harta Negara yang harus dipergunakan untuk
kesejahteraan rakyat. Namun pada masa Bani Umayyah, fungsi dan kedudukan Baitul Mal telah
bergeser, sebab Khalifah memiliki wewenang yang besar untuk menggunakan harta Baitul Mal
sesuai keinginannya. Kewenangannya, khalifah menggunakan harta tersebut untuk kepentingan
pribadi maupun keluarganya. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah memperlakukan Baitul
Mal seperti itu. Khalifah Umar II berusaha mengembalikan fungsi dan kedudukan Baitul Mal
sebagaimana yang dicontohkan oleh para Khulafaur Rasyidin.
Bani Umayyah juga meninggalkan tradisi musyawarah dan keterbukaan yang dirintis oleh
pendahulunya. Pada masa Khulafaur Rasyidin, Khalifah didampingi oleh sebuah Dewan
penasehat yang ikut berperan dalam setiap kebijakan-kebijakan penting Negara. Lebih dari itu,
seorang rakyat biasa pun dapat menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan Khalifah secara
terbuka. Tradisi positif itu tidak dilanjutkan oleh Muawiyah dan para penerusnya. Walapun lagilagi, Umar II berusaha menghidupkan kembali tradisi tersebut, namun penguasa setelahnya
segera mengembalikan pada cara-cara kerajaan yang menempatkan sang raja di atas segalagalanya. Satu hal yang memprihatinkan pada masa pemerintahan Bani Umayyah adalah
diabaikannya nilai-nilai ajaran Islam oleh para pejabat Negara dan keluarganya. Mereka lebih
suka hidup mewah, mengembangkan budaya KKN (Korupsi, Kolusi, Nepotisme), serta tidak
segan-segan menggunakan kekerasan untuk tujuan politiknya. Dan tampaknya hal seperti itu
direstui oleh sang Khalifah. Bahkan, para Khalifah Bani Umayyah justru menikmati kondisi
seperti itu.
Namun demikian, ada pula kemajuan positif yang terjadi pada masa Bani Umayyah. Di
antaranya adalah bertambah luasnya daerah kekuasaan pemerintahan Islam yang membentang
dari Afganistan sampai Andalusia. Suksesnya politik ekspansi ini menempatkan Islam menjadi
kekuatan Internasional yang paling disegani di Timur dan di Barat. Imbas positifnya, dakwah
Islam cepat tersebar ke berbagai penjuru dunia. Islam dapat tersebar dengan cepat dan meluas.
Bahasa Arab menjadi bahasa dunia, Masjid-masjid dibangun di setiap kota besar serta kegiatan
pendalaman agama dan pengembangan ilmu pengetahuan Islam semarak di mana-mana. Saat itu,
Daulah Bani Umayyah adalah sebuah Negara adikuasa di dunia. Sebagai Negara besar, Daulah
Bani Umayyah memiliki militer yang sangat kuat. Tidak seperti para pejabat istana, kaum militer
ini umumnya terdiri atas orang-orang yang sederhana dan taat beribadah. Mereka berjuang bukan
demi Khalifah, melainkan demi tersiarnya Islam diseluruh penjuru bumi. Bagi mereka, mati di
medan perang adalah persembahan terbaik kepada Tuhan. Gugur di medan laga adalah syahid di
jalan Allah. Tidak dapat dipungkiri bahwa kemenangan pasukan Islam di berbagai wilayah
disebabkan oleh semangat seperti ini. Karena itu, Bani Umayyah sangat terkenal dalam
suksesnya politik ekspansi. Salah satu kesuksesannya adalah mampu menembus hingga wilayah
Spanyol.

Kemajuan Islam Pada Masa Bani Umayyah


Kemajuan Islam di masa Daulah Umayyah meliputi berbagai bidang, yaitu politik, ekonomi,
sosial, ilmu pengetahuan, seni dan budaya. Di antaranya yang paling spektakuler adalah
bertambahnya pemeluk Agama Islam secara cepat dan meluas. Semakin banyaknya jumlah kaum
Muslimin ini terkait erat dengan makin luasnya wilayah pemerintahan Islam pada waktu itu.
Pemerintah memang tidak memaksakan penduduk setempat untuk masuk Islam, melainkan
mereka sendiri yang dengan rela hati tertarik masuk Islam. Akibat dari makin banyaknya orang
masuk agama Islam tersebut maka pemerintah dengan gencar membuat program pembangunan
Masjid di berbagai tempat sebagai pusat kegiatan kaum Muslimin. Pada masa Khalifah Abdul
Malik, masjid-masjid didirikan di berbagai kota besar. Selain itu, beliau juga memperbaiki
kembali tiga Masjid utama umat Islam, yaitu Masjidil Haram (Mekkah), Masjidil Aqsa
(Yerusalem) dan Masjid Nabawi (Madinah). Al-Walid, Khalifah setelah Abdul Malik yang ahli
Arsitektur, mengembangkan Masjid sebagai sebuah bangunan yang indah. Menara Masjid yang
sekarang ada dimana-mana itu pada mulanya merupakan gagasan Al-Walid ini. Perhatian pada
Masjid ini juga dilakukan oleh Khalifah-Khalifah Bani Umayyah setelahnya.
Perkembangan lain yang menggembirakan adalah makin meluasnya pendidikan Agama Islam.
Sebagai ajaran baru, Islam sungguh menarik minat penduduk untuk mempelajarinya. Masjid dan
tempat tinggal ulama merupakan tempat yang utama untuk belajar agama. Bagi orang dewasa,
biasanya mereka belajar tafsir Al-Quran, hadist, dan sejarah Nabi Muhammad SAW. Selain itu,
filsafat juga memiliki penggemar yang tidak sedikit. Adapun untuk anak-anak, diajarkan baca
tulis Arab dan hafalan Al-Quran dan Hadist. Pada masa itu masyarakat sangat antusias dalam
usahanya untuk memahami Islam secara sempurna. Jika pelajaran Al-Quran, hadist, dan sejarah
dipelajari karena memang ilmu yang pokok untuk memahami ajaran Islam, maka filsafat
dipelajari sebagai alat berdebat dengan orang-orang Yahudi dan Nasrani yang waktu itu suka
berdebat menggunakan ilmu filsafat. Sedangkan ilmu-ilmu lain seperti ilmu alam, matematika,
dan ilmu social belum berkembang. Ilmu-ilmu yang terakhir ini muncul dan berkembang denga
baik pada masa dinasti Bani Abbasiyah maupun Bani Umayyah Spanyol.
Bidang seni dan budaya pada masa itu juga mengalami perkembangan yang maju. Karena ajaran
Islam lahir untuk menghapuskan perbuatan syirik yang menyembah berhala, maka seni patung
dan seni lukis binatang maupun lukis manusia tidak berkembang. Akan tetapi, seni kaligrafi, seni
sastra, seni suara, seni bangunan, dan seni ukir berkembang cukup baik. Di masa ini sudah
banyak bangunan bergaya kombinasi, seperti kombinasi Romawi-Arab maupun Persia-Arab.
Apalagi, bangsa Romawi dan Persia sudah memiliki tradisi berkesenian yang tinggi. Khususnya
dalam bidang seni lukis, seni patung maupun seni arsitektur bangunan. Contoh dari
perkembangan seni bangunan ini, antara lain adalah berdirinya Masjid Damaskus yang
dindingnya penuh dengan ukiran halus dan dihiasi dengan aneka warna-warni batu-batuan yang
sangat indah. Perlu diketahui bahwa untuk membangun Masjid ini, Khalifah Walid
mendatangkan 12.000 orang ahli bangunan dari Romawi. Tetapi di antara kemajuan-kemajuan
yang terjadi pada masa Daulah Bani Umayyah tersebut, prestasi yang paling penting dan

berpengaruh hingga zaman sekarang adalah luasnya wilayah Islam. Dengan wilayah yang
sedemikian luas itu ajaran Islam menjadi cepat dikenal oleh bangsa-bangsa lain, tidak saja
bangsa Arab.
Masa Kemunduran Bani Umayyah
Daulah Bani Umayyah yang megah akhirnya runtuh juga. Namun keruntuhannya tidaklah datang
secara tiba-tiba. Melainkan melalui sebuah proses yang panjang. Setelah Khalifah Umar bin
Abdul Aziz. Khalifah-Khalifah sesudahnya bukanlah orang-orang yang cakap dalam memimpin
pemerintahan. Namun, lebih dari itu sistem sosial dan politik yang berkembang oleh
pemerintahan Bani Umayyah memang mengandung banyak kelemahan. Di antara kelemahankelemahan sistem itu sebagai berikut :
Ketidakjelasan Sistem Suksesi, sistem pergantian Khalifah melalui garis keturunan adalah
sesuatu yang baru bagi tradisi Arab. Tradisi asli Arab adalah masyarakat terbentuk atas kabilahkabilah. Dan kepemimpinan masyarakat yang terdiri dari kabilah-kabilah tersebut dilakukan
dengan sistem perwakilan tiap pimpinan kabilah. Adapun tradisi kepemimpinan yang turuntemurun merupakan tradisi kerajaan Romawi dan kerajaan Persia. Tampaknya, Muawiyah
meniru kedua kerajaan besar tersebut. Kelemahan dari tradisi kepemimpinan turun-temurun
adalah adanya ketidakjelasan sistem pergantian. Ketidakjelasan tersebut menyebabkan terjadinya
persaingan yang tidak sehat di kalangan anggota keluarga Istana. Akibatnya, ketidakkompakkan
anggota keluarga Istana memperlemah kekuatan kekhalifahan.
Sistem Sosial yang Diskriminatif, Bani Umayyah menerapkan sistem diskriminasi sosial.
Padahal ajaran Islam menganggap bahwa semua manusia itu sederajat. Namun, Bani Umayyah
memperlakukan orang-orang Islam non-Arab (kaum mawali) sebagai warna kelas dua. Hal ini
jelas menimbulkan kecemburuan. Apalagi para pemeluk Islam non-Arab makin hari makin besar
jumlahnya. Tampaknya, pemerintah Bani Umayyah tidak mempertimbangkan persoalan ini sejak
awal. Selain itu, Bani Umayyah juga bersikap buruk kepada Bani Hasyim, lebih-lebih keturunan
Ali. Kecuali Khalifah Umar II, semua Khalifah Bani Umayyah melakukan kezaliman tersebut.
Sikap Mewah Kalangan Istana, lemahnya pemerintahan daulah Bani Umayyah juga disebabkan
oleh sikap hidup mewah di lingkungan istana. Kemewahan itu membuat anak-anak Khalifah
tidak sanggup memikul beban berat kenegaraan tatkala mereka mewarisi kekuasaan. Selain itu,
golongan agama banyak yang kecewa karena perhatian penguasa terhadap perkembangan agama
sangat kurang.
Selain persoalan-persoalan sistem tersebut. Daulah Bani Umayyah juga mengalami persoalan
dengan adanya kaum oposisi maupun kaum pemberontak. Golongan Syiah (pengikut Ali) dan
kaum Khawarij merupakan gerakan oposisi utama sejak Daulah Bani Umayyah berdiri. Mereka
melakukan oposisi secara terbuka maupun bersembunyi. Penumpasan terhadap gerakan kedua
oposisi itu banyak menyedot kekuatan pemerintah. Adapun gerakan oposisi yang paling kuat
adalah oposisi yang dilakukan Bani Abbasiyah. Gerakan ini merupakan gerakan gabungan antara

keluarga (Orang-orang Muslim Non-Arab) dan orang-orang Khurasan pimpinan Abu Muslim.
Gerakan ini menggelembung menjadi besar, dan pada tahun 750 M mampu menggulingkan
Daulah Bani Umayyah. Sekian dan Semoga dapat menjadi pembelajaran buat kita.

SEJARAH MASUK NYA ISLAM KE INDONESIA

Ada beberapa teori yang hingga kini masih sering dibahas, baik oleh sarjana-sarjana
Barat maupun kalangan intelektual Islam sendiri. Setidaknya ada beberapa teori yang
menjelaskan kedatangan Islam ke Timur Jauh termasuk ke Nusantara.
1. Teori Pertama, diusung oleh Snouck Hurgronje yang mengatakan Islam masuk ke Indonesia
dari wilayah-wilayah di anak benua India. Tempat-tempat seperti Gujarat, Bengali dan Malabar
disebut sebagai asal masuknya Islam di Nusantara.
Dalam Larabie et les Indes Neerlandaises, Snouck mengatakan teori tersebut didasarkan
pada pengamatan tidak terlihatnya peran dan nilai-nilai Arab yang ada dalam Islam pada masamasa awal, yakni pada abad ke-12 atau 13. Snouck juga mengatakan, teorinya didukung dengan
hubungan yang sudah terjalin lama antara wilayah Nusantara dengan daratan India.
2. Teori kedua, adalah Teori Persia. Tanah Persia disebut-sebut sebagai tempat awal Islam datang
di Nusantara. Teori ini berdasarkan kesamaan budaya yang dimiliki oleh beberapa kelompok
masyarakat Islam dengan penduduk Persia. Misalnya saja tentang peringatan 10 Muharam yang
dijadikan sebagai hari peringatan wafatnya Hasan dan Husein, cucu Rasulullah. Selain itu, di
beberapa tempat di Sumatera Barat ada pula tradisi Tabut, yang berarti keranda, juga untuk
memperingati Hasan dan Husein. Ada pula pendukung lain dari teori ini yakni beberapa serapan
bahasa yang diyakini datang dari Iran. Misalnya jabar dari zabar, jer dari ze-er dan beberapa
yang lainnya.
Teori ini menyakini Islam masuk ke wilayah Nusantara pada abad ke-13. Dan wilayah
pertama yang dijamah adalah Samudera Pasai.

Kedua teori di atas mendatang kritikan yang cukup signifikan dari teori ketiga, yakni
Teori Arabia. Dalam teori ini disebutkan, bahwa Islam yang masuk ke Indonesia datang langsung
dari Makkah atau Madinah. Waktu kedatangannya pun bukan pada abad ke-12 atau 13,
melainkan pada awal abad ke-7. Artinya, menurut teori ini, Islam masuk ke Indonesia pada awal
abad hijriah, bahkan pada masa khulafaur rasyidin memerintah. Islam sudah mulai ekspidesinya
ke Nusantara ketika sahabat Abu Bakar, Umar bin Khattab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi
Thalib memegang kendali sebagai amirul mukminin.
A. Kondisi Dan Situasi Politik Kerajaan-Kerajaan di Indonesia
Lambat laun penduduk pribumi mulai memeluk Islam meskipun belum secara besarbesaran. Aceh, daerah paling barat dari Kepulauan Nusantara, adalah yang pertama sekali
menerima agama Islam. Bahkan di Acehlah kerajaan Islam pertama di Indonesia berdiri, yakni
Pasai. Berita dari Marcopolo menyebutkan bahwa pada saat persinggahannya di Pasai tahun 692
H / 1292 M, telah banyak orang Arab yang menyebarkan Islam.
Begitu pula berita dari Ibnu Battuthah, pengembara Muslim dari Maghribi., yang ketika
singgah di Aceh tahun 746 H / 1345 M menuliskan bahwa di Aceh telah tersebar mazhab Syafi'i.
Adapun peninggalan tertua dari kaum Muslimin yang ditemukan di Indonesia terdapat di Gresik,
Jawa Timur. Berupa komplek makam Islam, yang salah satu diantaranya adalah makam seorang
Muslimah bernama Fathimah binti Maimun. Pada makamnya tertulis angka tahun 475 H / 1082
M, yaitu pada jaman Kerajaan Singasari. Diperkirakan makam-makam ini bukan dari penduduk
asli, melainkan makam para pedagang Arab.
Sampai dengan abad ke-8 H / 14 M, belum ada pengislaman penduduk pribumi Nusantara secara
besar-besaran. Baru pada abad ke-9 H / 14 M, penduduk pribumi memeluk Islam secara massal.
Para pakar sejarah berpendapat bahwa masuk Islamnya penduduk Nusantara secara besarbesaran pada abad tersebut disebabkan saat itu kaum Muslimin sudah memiliki kekuatan politik
yang berarti. Yaitu ditandai dengan berdirinya beberapa kerajaan bercorak Islam seperti Kerajaan
Aceh Darussalam, Malaka, Demak, Cirebon, serta Ternate. Para penguasa kerajaan-kerajaan ini
berdarah campuran, keturunan raja-raja pribumi pra Islam dan para pendatang Arab.
Pesatnya Islamisasi pada abad ke-14 dan 15 M antara lain juga disebabkan oleh surutnya
kekuatan dan pengaruh kerajaan-kerajaan Hindu / Budha di Nusantara seperti Majapahit,
Sriwijaya dan Sunda. Thomas Arnold dalam The Preaching of Islam mengatakan bahwa
kedatangan Islam bukanlah sebagai penakluk seperti halnya bangsa Portugis dan Spanyol. Islam
datang ke Asia Tenggara dengan jalan damai, tidak dengan pedang, tidak dengan merebut
kekuasaan politik. Islam masuk ke Nusantara dengan cara yang benar-benar menunjukkannya
sebagai rahmatan lil'alamin.

Dengan masuk Islamnya penduduk pribumi Nusantara dan terbentuknya pemerintahanpemerintahan Islam di berbagai daerah kepulauan ini, perdagangan dengan kaum Muslimin dari
pusat dunia Islam menjadi semakin erat. Orang Arab yang bermigrasi ke Nusantara juga semakin
banyak. Yang terbesar diantaranya adalah berasal dari Hadramaut, Yaman. Dalam Tarikh
Hadramaut, migrasi ini bahkan dikatakan sebagai yang terbesar sepanjang sejarah Hadramaut.
Namun setelah bangsa-bangsa Eropa Nasrani berdatangan dan dengan rakusnya menguasai
daerah-demi daerah di Nusantara, hubungan dengan pusat dunia Islam seakan terputus.
Terutama di abad ke 17 dan 18 Masehi. Penyebabnya, selain karena kaum Muslimin Nusantara
disibukkan oleh perlawanan menentang penjajahan, juga karena berbagai peraturan yang
diciptakan oleh kaum kolonialis. Setiap kali para penjajah - terutama Belanda - menundukkan
kerajaan Islam di Nusantara, mereka pasti menyodorkan perjanjian yang isinya melarang
kerajaan tersebut berhubungan dagang dengan dunia luar kecuali melalui mereka. Maka
terputuslah hubungan ummat Islam Nusantara dengan ummat Islam dari bangsa-bangsa lain yang
telah terjalin beratus-ratus tahun. Keinginan kaum kolonialis untuk menjauhkan ummat Islam
Nusantara dengan akarnya, juga terlihat dari kebijakan mereka yang mempersulit pembauran
antara orang Arab dengan pribumi.
Semenjak awal datangnya bangsa Eropa pada akhir abad ke-15 Masehi ke kepulauan subur
makmur ini, memang sudah terlihat sifat rakus mereka untuk menguasai. Apalagi mereka
mendapati kenyataan bahwa penduduk kepulauan ini telah memeluk Islam, agama seteru
mereka, sehingga semangat Perang Salib pun selalu dibawa-bawa setiap kali mereka
menundukkan suatu daerah. Dalam memerangi Islam mereka bekerja sama dengan kerajaankerajaan pribumi yang masih menganut Hindu / Budha. Satu contoh, untuk memutuskan jalur
pelayaran kaum Muslimin, maka setelah menguasai Malaka pada tahun 1511, Portugis menjalin
kerjasama dengan Kerajaan Sunda Pajajaran untuk membangun sebuah pangkalan di Sunda
Kelapa. Namun maksud Portugis ini gagal total setelah pasukan gabungan Islam dari sepanjang
pesisir utara Pulau Jawa bahu membahu menggempur mereka pada tahun 1527 M.
Pertempuran besar yang bersejarah ini dipimpin oleh seorang putra Aceh berdarah Arab Gujarat,
yaitu Fadhilah Khan Al-Pasai, yang lebih terkenal dengan gelarnya, Fathahillah. Sebelum
menjadi orang penting di tiga kerajaan Islam Jawa, yakni Demak, Cirebon dan Banten,
Fathahillah sempat berguru di Makkah. Bahkan ikut mempertahankan Makkah dari serbuan
Turki Utsmani.
Kedatangan kaum kolonialis di satu sisi telah membangkitkan semangat jihad kaum muslimin
Nusantara, namun di sisi lain membuat pendalaman akidah Islam tidak merata. Hanya kalangan
pesantren (madrasah) saja yang mendalami keislaman, itupun biasanya terbatas pada mazhab
Syafi'i. Sedangkan pada kaum Muslimin kebanyakan, terjadi percampuran akidah dengan tradisi
pra Islam. Kalangan priyayi yang dekat dengan Belanda malah sudah terjangkiti gaya hidup
Eropa.

Kondisi seperti ini setidaknya masih terjadi hingga sekarang. Terlepas dari hal ini, ulama-ulama
Nusantara adalah orang-orang yang gigih menentang penjajahan. Meskipun banyak diantara
mereka yang berasal dari kalangan tarekat, namun justru kalangan tarekat inilah yang sering
bangkit melawan penjajah. Dan meski pada akhirnya setiap perlawanan ini berhasil ditumpas
dengan taktik licik, namun sejarah telah mencatat jutaan syuhada Nusantara yang gugur pada
berbagai pertempuran melawan Belanda.
Sejak perlawanan kerajaan-kerajaan Islam di abad 16 dan 17 seperti Malaka (Malaysia), Sulu
(Filipina), Pasai, Banten, Sunda Kelapa, Makassar, Ternate, hingga perlawanan para ulama di
abad 18 seperti Perang Cirebon (Bagus rangin), Perang Jawa (Diponegoro), Perang Padri (Imam
Bonjol), dan Perang Aceh (Teuku Umar).
B. Munculnya Pemukiman-Pemukiman di Kota Pesisir
Sumber-sumber literatur Cina menyebutkan, menjelang seperempat abad ke-7, sudah berdiri
perkampungan Arab Muslim di pesisir pantai Sumatera. Di perkampungan-perkampungan ini
diberitakan, orang-orang Arab bermukim dan menikah dengan penduduk lokal dan membentuk
komunitas-komunitas Muslim.
Kian tahun, kian bertambah duta-duta dari Timur Tengah yang datang ke wilayah
Nusantara. Seperti pada masa Dinasti Umayyah, ada sebanyak 17 duta Muslim yang datang ke
Cina. Pada Dinasti Abbasiyah dikirim 18 duta ke negeri Cina. Bahkan pada pertengahan abad ke7 sudah berdiri beberapa perkampungan Muslim di Kanfu atau Kanton.
Tentu saja, tak hanya ke negeri Cina perjalanan dilakukan. Beberapa catatan
menyebutkan duta-duta Muslim juga mengunjungi Zabaj atau Sribuza atau yang lebih kita kenal
dengan Kerajaan Sriwijaya. Hal ini sangat bisa diterima karena zaman itu adalah masa-masa
keemasan Kerajaan Sriwijaya. Tidak ada satu ekspedisi yang akan menuju ke Cina tanpa
melawat terlebih dulu ke Sriwijaya.
Selain Sabaj atau Sribuza atau juga Sriwijaya disebut-sebut telah dijamah oleh dakwah
Islam, daerah-daerah lain di Pulau Sumatera seperti Aceh dan Minangkabau menjadi lahan
dakwah. Bahkan di Minangkabau ada tambo yang mengisahkan tentang alam Minangkabau yang
tercipta dari Nur Muhammad. Ini adalah salah satu jejak Islam yang berakar sejak mula masuk
ke Nusantara.
Di saat-saat itulah, Islam telah memainkan peran penting di ujung Pulau Sumatera.
Kerajaan Samudera Pasai-Aceh menjadi kerajaan Islam pertama yang dikenal dalam sejarah.
Selain di Pulau Sumatera, dakwah Islam juga dilakukan dalam waktu yang bersamaan di
Pulau Jawa. Prof. Hamka dalam Sejarah Umat Islam mengungkapkan, pada tahun 674 sampai

675 masehi duta dari orang-orang Ta Shih (Arab) untuk Cina yang tak lain adalah sahabat
Rasulullah sendiri Muawiyah bin Abu Sofyan, diam-diam meneruskan perjalanan hingga ke
Pulau Jawa. Muawiyah yang juga pendiri Daulat Umayyah ini menyamar sebagai pedagang dan
menyelidiki kondisi tanah Jawa kala itu.
Ekspedisi ini mendatangi Kerajaan Kalingga dan melakukan pengamatan. Maka, bisa
dibilang Islam merambah tanah Jawa pada abad awal perhitungan hijriah. Jika demikian, maka
tak heran pula jika tanah Jawa menjadi kekuatan Islam yang cukup besar dengan Kerajaan Giri,
Demak, Pajang, Mataram, bahkan hingga Banten dan Cirebon.
Proses dakwah yang panjang, yang salah satunya dilakukan oleh Wali Songo atau
Sembilan Wali adalah rangkaian kerja sejak kegiatan observasi yang pernah dilakukan oleh
sahabat Muawiyah bin Abu Sofyan.
Peranan Wali Songo dalam perjalanan Kerajaan-kerajaan Islam di Jawa sangatlah tidak
bisa dipisahkan. Jika boleh disebut, merekalah yang menyiapkan pondasi-pondasi yang kuat
dimana akan dibangun pemerintahan Islam yang berbentuk kerajaan. Kerajaan Islam di tanah
Jawa yang paling terkenal memang adalah Kerajaan Demak. Namun, keberadaan Giri tak bisa
dilepaskan dari sejarah kekuasaan Islam tanah Jawa.
Sebelum Demak berdiri, Raden Paku yang berjuluk Sunan Giri atau yang nama aslinya
Maulana Ainul Yaqin, telah membangun wilayah tersendiri di daerah Giri, Gresik, Jawa Timur.
Wilayah ini dibangun menjadi sebuah kerajaan agama dan juga pusat pengkaderan dakwah. Dari
wilayah Giri ini pula dihasilkan pendakwah-pendakwah yang kelah dikirim ke Nusatenggara dan
wilayah Timur Indonesia lainnya.
C. Cara Islamisasi Di Indonesia
Perjalanan dakwah awal Islam di Nusantara tak terbatas hanya di Sumatera atau Jawa saja.
Hampir seluruh sudut kepulauan Indonesia telah tersentuh oleh indahnya konsep rahmatan lil
alamin yang dibawa oleh Islam.
Ada beberapa contoh islamisasi di kepulauan Nusantara, seperti :
1. Islamisasi Kalimantan
Para ulama awal yang berdakwah di Sumatera dan Jawa melahirkan kader-kader dakwah yang
terus menerus mengalir. Islam masuk ke Kalimantan atau yang lebih dikenal dengan Borneo kala
itu. Di pulau ini, ajaran Islam masuk dari dua pintu.
Jalur pertama yang membawa Islam masuk ke tanah Borneo adalah jalur Malaka yang
dikenal sebagai Kerajaan Islam setelah Perlak dan Pasai. Jatuhnya Malaka ke tangan penjajah

Portugis kian membuat dakwah semakin menyebar. Para mubaligh-mubaligh dan komunitas
Islam kebanyakan mendiami pesisir Barat Kalimantan.
Jalur lain yang digunakan menyebarkan dakwah Islam adalah para mubaligh yang
dikirim dari Tanah Jawa. Ekspedisi dakwah ke Kalimantan ini menemui puncaknya saat
Kerajaan Demak berdiri. Demak mengirimkan banyak mubaligh ke negeri ini. Perjalanan
dakwah pula yang akhirnya melahirkan Kerajaan Islam Banjar dengan ulama-ulamanya yang
besar, salah satunya adalah Syekh Muhammad Arsyad al Banjari. (Baca: Empat Sekawan Ulama
Besar)
2. Islamisasi Sulawesi
Ribuan pulau yang ada di Indonesia, sejak lama telah menjalin hubungan dari pulau ke pulau.
Baik atas motivasi ekonomi maupun motivasi politik dan kepentingan kerajaan. Hubungan ini
pula yang mengantar dakwah menembus dan merambah Celebes atau Sulawesi.
Menurut catatan company dagang Portugis yang datang pada tahun 1540 saat datang ke
Sulawesi, di tanah ini sudah bisa ditemui pemukiman Muslim di beberapa daerah. Meski belum
terlalu besar, namun jalan dakwah terus berlanjut hingga menyentuh raja-raja di Kerajaan Goa
yang beribu negeri di Makassar.
Raja Goa pertama yang memeluk Islam adalah Sultan Alaidin al Awwal dan Perdana
Menteri atau Wazir besarnya, Karaeng Matopa pada tahun 1603. Sebelumnya, dakwah Islam
telah sampai pula pada ayahanda Sultan Alaidin yang bernama Tonigallo dari Sultan Ternate
yang lebih dulu memeluk Islam. Namun Tonigallo khawatir jika ia memeluk Islam, ia merasa
kerajaannya akan di bawah pengaruh kerajaan Ternate.
Beberapa ulama Kerajaan Goa di masa Sultan Alaidin begitu terkenal karena pemahaman
dan aktivitas dakwah mereka. Mereka adalah Khatib Tunggal, Datuk ri Bandang, datuk Patimang
dan Datuk ri Tiro. Dapat diketahui dan dilacak dari nama para ulama di atas, yang bergelar
datuk-datuk adalah para ulama dan mubaligh asal Minangkabau yang menyebarkan Islam ke
Makassar.
Pusat-pusat dakwah yang dibangun oleh Kerajaan Goa inilah yang melanjutkan
perjalanan ke wilayah lain sampai ke Kerajaan Bugis, Wajo Sopeng, Sidenreng, Tanette, Luwu
dan Paloppo.
3. Islamisasi Maluku
Kepulauan Maluku yang terkenal kaya dengan hasil bumi yang melimpah membuat wilayah ini
sejak zaman antik dikenal dan dikunjungi para pedagang seantero dunia. Karena status itu pula

Islam lebih dulu mampir ke Maluku sebelum datang ke Makassar dan kepulauan-kepulauan
lainnya.
Kerajaan Ternate adalah kerajaan terbesar di kepulauan ini. Islam masuk ke wilayah ini
sejak tahun 1440. Sehingga, saat Portugis mengunjungi Ternate pada tahun 1512, raja ternate
adalah seorang Muslim, yakni Bayang Ullah. Kerajaan lain yang juga menjadi representasi Islam
di kepulauan ini adalah Kerajaan Tidore yang wilayah teritorialnya cukup luas meliputi sebagian
wilayah Halmahera, pesisir Barat kepulauan Papua dan sebagian kepulauan Seram.
Ada juga Kerajaan Bacan. Raja Bacan pertama yang memeluk Islam adalah Raja
Zainulabidin yang bersyahadat pada tahun 1521. Di tahun yang sama berdiri pula Kerajaan
Jailolo yang juga dipengaruhi oleh ajaran-ajaran Islam dalam pemerintahannya.
4. Islamisasi Papua
Beberapa kerajaan di kepulauan Maluku yang wilayah teritorialnya sampai di pulau Papua
menjadikan Islam masuk pula di pulau Cendrawasih ini. Banyak kepala-kepala suku di wilayah
Waigeo, Misool dan beberapa daerah lain yang di bawah administrasi pemerintahan kerajaan
Bacan. Pada periode ini pula, berkat dakwah yang dilakukan kerajaan Bacan, banyak kepalakepala suku di Pulau Papua memeluk Islam. Namun, dibanding wilayah lain, perkembangan
Islam di pulau hitam ini bisa dibilang tak terlalu besar.
5. Islamisasi Nusa Tenggara
Islam masuk ke wilayah Nusa Tenggara bisa dibilang sejak awal abad ke-16. Hubungan
Sumbawa yang baik dengan Kerajaan Makassar membuat Islam turut berlayar pula ke Nusa
Tenggara. Sampai kini jejak Islam bisa dilacak dengan meneliti makam seorang mubaligh asal
Makassar yang terletak di kota Bima. Begitu juga dengan makam Sultan Bima yang pertama kali
memeluk Islam. Bisa disebut, seluruh penduduk Bima adalah para Muslim sejak mula.
Selain Sumbawa, Islam juga masuk ke Lombok. Orang-orang Bugis datang ke Lombok
dari Sumbawa dan mengajarkan Islam di sana. Hingga kini, beberapa kata di suku-suku Lombok
banyak kesamaannya dengan bahasa Bugis.
Dengan data dan perjalanan Islam di atas, sesungguhnya bisa ditarik kesimpula, bahwa
Indonesia adalah negeri Islam. Bahkan, lebih jauh lagi, jika dikaitkan dengan peran Islam di
berbagai kerajaan tersebut di atas, Indonesia telah memiliki cikal bakal atau embrio untuk
membangun dan menjadi sebuah negara Islam.

Anda mungkin juga menyukai