PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penggunaan suatu obat dapat berpengaruh terhadap kualitas pengobatan,
pelayanan dan biaya pengobatan. Penggunaan obat merupakan tahap akhir
manajemen obat. Penggunaan obat atau pelayanan obat merupakan proses
kegiatan yang mencakup aspek teknis dan non teknis yang dikerjakan mulai dari
menerima resep dokter hingga penyerahan obat kepada pasien. Dalam hal
penggunaan obat, langkah yang paling penting diperhatikan adalah diagnosis yang
tepat, sehingga menghasilkan suatu peresepan rasional, efektif, aman, dan
ekonomis (Depkes RI, 1998).
Menetapkan kriteria evaluasi penggunaan obat amat sangat penting, dan
merupakan tanggung jawab dari PFT. Evaluasi kriteria penggunaan obat
menjelaskan tentang penggunaan obat dengan benar dan mengamati berbagai
macam komponen. Komponen yang digunakan untuk menilai kriteria penggunaan
obat adalah indikasi obat yang tepat, obat yang tepat untuk kondisi klinik, dosis
yang sesuai dengan indikasi, ada tidaknya interaksi, langkah yang berkaitan
dengan pemberian obat, menginstruksikan penggunaan obat kepada pasien,
keadaan klinik dan laboratorium dari pasien (WHO dan MSH, 2003).
Penggunaan obat yang tidak rasional merupakan masalah serius dalam
pelayanan kesehatan karena kemungkinan dampak negatif yang terjadi. Di banyak
negara, pada berbagai tingkat pelayanan kesehatan, berbagai studi dan temuan
telah menunjukkan bahwa penggunaan obat jauh dari keadaan optimal dan
rasional. Banyak hal yang dapat ditingkatkan dalam penggunaan obat pada
umumnya dan khususnya dalam peresepan obat (prescribing). Secara singkat,
penggunaan obat (khususnya adalah peresepan obat atau prescribing), dikatakan
tidak rasional apabila kemungkinan memberikan manfaat sangat kecil atau tidak
ada sama sekali, sehingga tidak sebanding dengan kemungkinan efek samping
atau biayanya (Vance dan Millington, 1986).
Penggunaan obat dikatakan rasional apabila pasien menerima pengobatan
yang sesuai dengan kebutuhannya secara klinis, dalam dosis yang sesuai dengan
kebutuhan individunya, selama waktu yang sesuai, dengan biaya yang paling
rendah sesuai dengan kemampuannya dan masyarakatnya. Penggunaan obat yang
rasional harus memenuhi beberapa kriteria berikut, yaitu pemilihan obat yang
benar, tepat indikasi, tepat obat, tepat dosis, tepat pasien, pemberian obat dengan
benar dan ketaatan pasien pada pengobatan (WHO, 2002).
Indikator digunakan sebagai alat untuk mendeteksi adanya suatu masalah
yang dilakukan baik dari individu atau fasilitas kesehatan, sehingga indikator
dapat dijadikan patokan untuk melihat keberhasilan dari suatu evaluasi (WHO,
1993). Dalam evaluasi penggunaan obat, dapat digunakan indikator yang berasal
dari WHO (1993), yaitu indikator peresepan mengenai persentase obat yang
diresepkan yang sesuai dengan formularium rumah sakit.
Salah satu indikator penggunaan obat yang tidak rasional disuatu sarana
pelayanan kesehatan adalah angka penggunaan antibiotika. Antibiotika adalah
obat yang sangat dikenal, bukan hanya oleh kalangan medis, tetapi juga oleh
masyarakat. Sayangnya, hampir semuanya mengenal antibiotika secara salah, dan
ini terbukti dalam kenyataannya bahwa antibiotika merupakan obat yang paling
banyak digunakan secara salah (misused). Masalah penggunaan antibiotika
merupakan masalah peresepan yang tidak rasional yang paling besar di dunia, dari
dahulu sampai sekarang baik di rumah sakit maupun di komunitas.
Hasil laporan akhir studi penggunaan obat, yang dilakukan oleh Yayasan
Indonesia Sejahtera (1990), dinyatakan bahwa penggunaan antibiotika per oral
maupun injeksi menduduki urutan kedua terbanyak dibandingkan dengan obatobat lain. Sebagian besar penyimpangan penggunaan antibiotika, terletak pada
ketidaktepatan pada indikasi. Kesalahan indikasi sering ditemui misalnya pada
demam non spesifik. Pada kasus perawatan paska operasi sering ditemukan
demam non spesifik, yang dapat disebabkan oleh metabolisme lemak tubuh,
akibat tidak adanya masukan makanan, dan atau sebab-sebab lain yang dapat
meningkatkan suhu tubuh, sehingga pemberian antibiotika pada kasus-kasus
semacam itu merupakan tindakan yang kurang tepat.
Penggunaan obat yang rasional merupakan suatu upaya yang penting
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan obat. Proses pemilihannya yang
senantiasa dilakukan secara konsisten mengikuti standar baku, akan menghasilkan
orang, apoteker 8 orang, perawat 173 orang, bidan 37 orang, tenaga penunjang 57
orang, struktural 15 orang, tenaga non kesehatan 227 orang. Jumlah kunjungan
per tahun rawat jalan adalah 81.132 orang dan rawat inap adalah 16.704 orang.
Jumlah tempat tidur pada tahun 2011 sebanyak 235 TT. Adapun data sepuluh
penyakit terbanyak pasien rawat jalan dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1. Kasus sepuluh penyakit terbesar pasien rawat jalan
di RSUD Cilacap pada tahun 2012
No
Nama Penyakit
1
Extracorporeal Dialysis
2
Hipertensi
3
Bronchopneumonia
4
Tuberkulosis Paru
5
ISPA
6
Impacted Cerumen
7
Miopi
8
Dispepsia
9
Gastritis
10
Gangguan refraksi dan akomodasi
Sumber: Instalasi rekam medis dan SIM RSUD Cilacap, 2013
Jumlah
6976
1935
1391
1344
1130
1045
881
618
464
423
beberapa penyakit pada pasien rawat jalan. Dengan adanya pedoman SPM,
formularium dan DOEN, kebutuhan dasar masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas dan patient safety dapat terpenuhi, serta akan menjadi
tolak ukur mutu pelayanan medis suatu rumah sakit dan menghindarkan rumah
sakit dari kemungkinan tuntutan hukum jika terjadi medical error. Oleh karena
itu, perlu dilakukan evaluasi penggunaan obat dengan pedoman SPM,
formularium, dan DOEN terhadap beberapa penyakit pasien rawat jalan di RSUD
Cilacap.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan
penelitian yaitu apakah penggunaan obat dengan pedoman standar pelayanan
medis, formularium, dan DOEN pada beberapa penyakit pasien umum rawat jalan
sudah dilakukan di RSUD Cilacap.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk meningkatkan
mutu pelayanan obat di rumah sakit dengan memanfaatkan instrumen manajerial
yaitu evaluasi penggunaan obat
2. Tujuan Khusus
Tujuan umum dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui
penggunaan obat dengan pedoman standar pelayanan medis rumah sakit,
formularium rumah sakit, dan DOEN pada beberapa penyakit pasien umum rawat
jalan di RSUD Cilacap.
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat dalam menjaga mutu pengobatan untuk tiap
jenis penyakit dan menjadi suatu kajian penggunaan obat yang sesuai dengan
pedoman SPM, formularium, dan DOEN.
2. Manfaat Praktis
a. Evaluasi
penggunaan
obat
dengan
menggunakan
pedoman
SPM,
E. Keaslian Penelitian
Wuryanto (1998), meneliti tentang evaluasi dampak program peningkatan
pengelolaan dan penggunaan obat secara rasional di rumah sakit umum pusat
Tegalyoso Klaten. Persamaan dengan penelitian ini adalah variabel terikat
(independent variable) yaitu melihat pola penyakit terbanyak dan kerasionalan
penggunaan obat berdasarkan indikator peresepan WHO (1993). Perbedaannya
adalah variabel bebas (dependent variable) yaitu pelatihan pengelolaan dan
penggunaan obat secara rasional, metode yang digunakan adalah rancangan kuasi
eksperimental tanpa kelompok kontrol sebelum dan sesudah intervensi.
Sudjiati (2003), meneliti tentang kerasionalan penggunaan obat pasien
rawat jalan dan pengelolaan obat di RSU Muntilan Kabupaten Magelang.
Persamaan dengan penelitian yang dilakukan adalah rancangan penelitian
penggunaan obat pasien rawat jalan, jenis penelitian bersifat deskriptif non
eksperimental.
Penelitian ini (2013), penelitian tentang evaluasi penggunaan obat dengan
pedoman SPM, formularium, dan DOEN pada beberapa penyakit pasien umum
rawat jalan di RSUD Cilacap. Penelitian ini menggunakan metode observasional
dengan rancangan case study, bersifat deskriptif analitik, dengan variabel bebas
(dependent variable) yaitu peresepan obat dengan pedoman SPM, formularium,
dan DOEN terhadap beberapa penyakit pasien rawat jalan, sedangkan variabel
terikat (independent variable) yaitu kerasionalan penggunaan obat berdasarkan
indikator WHO (1993).