Anda di halaman 1dari 12

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU

DAN BERKELANJUTAN
Anwar
Dosen Fakultas Teknik USBRJ
Anwar_usbrj@yahoo.com

ABSTRAK

Air adalah aspek vital yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Oleh
karena itu tidak berlebihan bila pengelolaan air disebut sebagai pondasi peradaban
manusia. Secara umum potensi air permukaan di Indonesia ditentukan oleh beberapa
faktor antara lain kondisi daerah pengaliran sungai (DPS) dan ragam fisik sumber
daya air, luas dan volume tampungan (baik yang alami atau buatan), pengaruh iklim
serta campur tangan manusia.
Suatu sifat fisik yang khas dari sumber daya air Indonesia adalah fluktuasinya sesuai
musim. Pada saat musim hujan, kuantitas air (dalam pengertian volume) cukup besar
dan cendrung berlebihan. Dalam kondisi demikian pengelolaan sumber daya air lazim
diarahkan pada pengendalian bencana banjir. Sebaliknya pada musim kemarau,
ketersediaan air menurun secara drastis sehingga pengelolaan sumber daya air
dimusim ini dititik beratkan kepada alokasi dan distribusi air yang optimal guna
memenuhi kebutuhan masyarakat dan lingkungannya, jadi dapat dikatakan bahwa air
merupakan sumber daya yang mempunyai peran strategis dalam pembangunan
nasional yang berkelanjutan. Sumber daya air mempunyai karakteristik yang spesifik
yakni sebagai sumber daya alam yang mengalir (Flowing resources) dan dapat
bersifat lintas wilayah administratif pemerintahan. Disamping itu ada keterkaitan
yang erat antara hulu dan hilir, antara instream dan ofstream.
I.

PENDAHULUAN

Daerah Aliran Sungai (DAS) secara umum didefinisikan sebagai suatu hamparan
wilayah/kawasan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang
menerima, mengumpulkan air hujan, sedimen dan unsur hara serta mengalirkannya
melalui anak-anak sungai dan keluar pada sungai utama ke laut atau danau.
Berdasarkan UU RI No 7 Tahun 2004 tentang sumber daya air DAS adalah suatu
wilayah daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anaknya
yang berfungsi menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

hujan ke danau atau kelaut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih terpengaruh
aktifitas daratan ( Pasal 1.11)
Dari definisi di atas, dapat dikemukakan bahwa DAS merupakan ekosistem, dimana
unsur organisme dan lingkungan biofisik serta unsur kimia berinteraksi secara
dinamis dan di dalamnya terdapat keseimbangan inflow dan outflow dari material dan
energi. Dalam mempelajari ekosistem DAS, dapat diklasifikasikan menjadi daerah
hulu, tengah dan hilir. DAS bagian hulu dicirikan sebagai daerah konservasi, DAS
bagian hilir merupakan daerah pemanfaatan. DAS bagian hulu mempunyai arti
penting terutama dari segi perlindungan fungsi tata air, karena itu setiap terjadinya
kegiatan di daerah hulu akan menimbulkan dampak di daerah hilir dalam bentuk
perubahan fluktuasi debit dan transport sedimen serta material terlarut dalam sistem
aliran airnya. Dengan perkataan lain ekosistem DAS, bagian hulu mempunyai fungsi
perlindungan terhadap keseluruhan DAS. Perlindungan ini antara lain dari segi fungsi
tata air, dan oleh karenanya pengelolaan DAS hulu seringkali menjadi fokus
perhatian mengingat dalam suatu DAS, bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan
biofisik melalui daur hidrologi.
II.

ISI

2.1

Sistem Sungai

Sungai dapat didefinisikan sebagai tempat-tempat dan wadah-wadah serta jaringan


pengaliran air, mulai dari mata air sampai muara, dengan dibatasi kanan kirinya serta
sepanjang pengalirannya oleh garis sepadan. Sungai dapat dipelajari dari gejala-gejala
dan parameter morfologi sungai antara lain:
-

Gejala Aliran; turbulensi, terjunan air, menjeram, loncatan air, banjir, kering
dan sebagainya

Parameter aliran; Tinggi air, kecepatan Aliran, debit dan arah aliran

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Perubahan bentuk; Longsor tebing/palung sungai, erosi degradasi, agradasi ,


penggerusan setempat , pengikisan, meandering, sedimentasi

2.2

Pengembangan Sungai

Pengembangan sungai adalah upaya

yang dilakukan untuk meningkatkan

kemanfaatan fungsi sungai sebesar-besarnya tanpa merusak keseimbangan sungai dan


lingkungan.

Sungai mempunyai fungsi mengumpulkan curah hujan dalam suatu

daerah tertentu dan mengalirkannya ke laut. Dengan fungsinya tersebut sungai


memiliki beberapa potensi diantaranya:
1.

Potensi Tenaga air


Prinsipnya adalah bentuk perubahan tenaga air dengan ketinggian dan debit
tertentu menjadi tenaga listrik dengan menggunakan turbin air dan generator
daya dapat dihitung berdasarkan rumus:
P = 9,8. H.Q

2.

Potensi Air baku untuk Irigasi


Kebutuhan air irigasi untuk tanaman

(Consumative Use) Evaporasi +

transpirasi, dirumuskan sebagai berikut:


IR = Evt + P Re + L

mm/h

IR

= Kebutuhan air irigasi

= Perkolasi

Re = Hujan effektif
L

= Losses mm/hari

Evt = Evapotranspirasi
3.

Potensi air baku untuk air minum


Suatu sistem penyediaan air minum, meliputi
a.

Sumber-sumber penyediaan ( Salah satunya dari sungai)

b.

Sarana-sarana penampungan

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

4.

5.

2.3

c.

Sarana-sarana pengolahan

d.

Sarana-sarana penyaluran/distribusi

Potensi untuk transportasi


a.

Sungai sebagai jaringan lalu lintas

b.

Dikembangkan jaringan lalulintas air dengan membuat terusan

c.

Dianggap paling murah dalam perhitungan biaya eksploitasi

Potensi Untuk Perikanan


a.

Kolam

b.

Waduk (Mengalir)
Kekeringan

Kekeringan adalah periode kurang hujan yang berkepanjangan mengakibatkan


kerugian yang cukup berarti. Kekeringan umumnya dicerminkan oleh kondisi tanah,
tanaman dan air permukaan. Dari segi kondisi, gejala terlihat dari tanahnya yang
menjadi sangat kering dan keras tergantung dari tekstur tanahnya. Pada tanah liat
yang banyak mengandung mineral liat montmorillonit dan illit, tanah yang kering
ditunjukkan oleh adanya lapisan permukaan tanah yang pecah-pecah dan tanaman
yang umumnya layu dan kering. Air tanah yang berada di lapisan tanah permukaan
sudah tidak mampu lagi diambil oleh tanaman karena sudah berada pada kandungan
jauh di bawah dari titik layu permanen. Kandungan air pada titik layu permanen
tergantung pada jenis tanahnya dan kandungan liat dan kandungan bahan organik
tanahnya. Semakin besar kandungan liat dan semakin banyak bahan organik tanah
semakin besar air yang mampu ditahan atau disimpan oleh tanah. Banyaknya air yang
tersimpan di dalam tanah juga dipengaruhi oleh kondisi profil tanah dan
permeabilitas tanahnya. Profil tanah yang dalam dan permebilitas tanah yang baik
(sedang-cepat) memungkinkan air permukaan dapat masuk lebih dalam ke dalam
tanah dan mengisi pori-pori dan rongga-rongga yang ada jauh di dalam tanah. Dalam
skala yang lebih luas (DAS) gejala kekeringan ditunjukkan oleh besar kecilnya debit
air yang ada si sungai-sungai di dalam wilayah DAS tersebut. Semakin kering kondisi

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

air tanah semakin kecil debit air yang mengalir di saluran-saluran drainase dan
sungai.
2.4

Banjir

Banjir adalah suatu peristiwa alami yang akan terjadi bila air yang datang (hujan)
tidak dapat lagi diakomodasi oleh lahan (tanah) dalam wilayah daerah aliran sungai
(DAS) dan sarana drainase alami yang ada di DAS tersebut, sehingga kelebihan air
yang jatuh ke permukaan tanah berupa air limpasan (run off) tidak dapat lagi
dialirkan ke tempat-tempat penampungan/pengeluaran di luar DAS oleh sarana
drainase yang ada (sungai-sungai, kanal) secara normal. Akibatnya, kelebihan air
tersebut akan menggenangi wilayah di sekitarnya dan terjadilah banjir. Kondisi dan
sifat banjir sangat tergantung dari faktor-faktor yang berkaitan dengan banjir yaitu:

karakteristik hujan

karakteristik lahan

Gambar 1.

Banjir

Banyaknya air yang terserap oleh tanah sangat ditentukan oleh kecepatan infiltrasi,
intensitas dan lamanya hujan serta kedalaman lapisan tanah yang mampu meluluskan
dan menyimpan air. Kecepatan infiltasi sangat dipengaruhi oleh kondisi kejenuhan air
tanah yang ada sebelum terjadi hujan dan permeabilitas profil tanah di atas lapisan
kedap air atau di atas permukaan air tanah (ground water level). Bila tanah sudah

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

jenuh air sebelum terjadinya hujan maka kecepatan infiltrasi sangat lambat dan
mendekati nol sehingga sebagian besar air hujan akan,mengalir menjadi air limpasan
(surface run off). Hal ini akan dipercepat bila topografi lahan cukup miring dan tanah
jenuh air. Sebaliknya, air akan menjadi tergenang bila topografi lahan datar dan
kondisi sarana drianase lahan cukup buruk. Kecepatan infiltrasi tanah, kelembaban
tanah, intensitas curah hujan, banyaknya curah hujan dan lamanya hujan biasanya
menjadi faktor penentu yang sangat penting dalam menentukan terjadinya air
limpasan.
2.5

Eksploitasi Sungai

Berdasarkan PP No 35/1991, yang dimaksud dengan eksploitasi sungai adalah usaha


pengaturan dan pengalokasian sumber daya air dan sumber daya alam lainnya yang
berada di sungai untuk tujuan penggunaan secara optimum.
Sumber daya yang terdapat di sungai mencakup; air sungai, wadahnya atau alur dan
bantaran serta daerah retensi, dan sedimen yang terdapat di alur sungai. Ruang
lingkup kegiatan eksploitasi sungai meliputi :
1.

Eksploitasi air sungai :


a. Pengambilan dan penggunaan air sungai
b. Pengaturan / pengendalian muka air tinggi dan muka air rendah
c. Pengendalian kualitas air sungai

2.

Eksploitasi air sungai, bantaran dan daerah retensi


a. Pemakaian alur dan bantaran sungai untuk keperluan: drainase, prasarana
transportasi, rekreasi, pertanian dan perikanan
b. Pengaturan penggunaan alur dan bantaran sungai
c. Pengaturan alur untuk menjaga kelestarian fungsi sungai sebagai penyalur
banjir

3.

Eksploitasi sedimen di sungai


Pengambilan bahan galian golongan C di sungai

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

2.6

Dampak Pengolahan Sungai

Pemanfaatan dari suatu sungai dapat menimbulkan perubahan bentuk sungai, baik
perubah arah vertikal maupun horizontal, sebagai akibatnya adalah :
a.

Perubahan parameter hidrograft (Q, h:fl)

b.

Perubahan gejala dan parameter aliran hidrolika

c.

Perubahan gejala dan parameter angkutan sedimen

Eksploitasi di daerah Hulu dan dampaknya


Adanya perubahan peruntukan lahan di daerah hulu akibat perluasan daerah
perkebunan, perluasan daerah pemukiman dan juga pembalakan hutan/ilegal logging
mengakibatkan :
a.

Surface Run-off yang tinggi

b.

Daerah tangkapan / resapan semakin sedikit

c.

Fluktuasi debit yang besar

d.

Semakin tinggi tingkat erosi

e.

Sedimen semakin banyak

f.

Perubahan morfologi sungai

Dampak dari kondisi tersebut maka pada musim kemarau terjadi kekeringan dan pada
saat musim hujan mengakibatkan banjir.

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Gambar 2.

Perubahan fungsi lahan

Eksploitasi di daerah transisi dan daerah hilir serta dampaknya


Eksploitasi yang terjadi didaerah transisi dan hilir dapat berupa :
a.

Perluasan daerah pemukiman

b.

Perluasan daerah industri

c.

Pengambilan bahan galian C

d.

Perluasan daerah irigasi

e.

Peningkatan kebutuhan air baku untuk air minum

f.

Pemanfaatan daerah bantaran sungai sebagai pemukiman

g.

Sistem drainase pemukiman

h.

Perilaku pembuangan sampah

i.

PLTA

Dari kegiatan-kegiatan tersebut mengakibatkan :


a.

Daerah resapan semakin sedikit

b.

Masuknya limbah industri kedalam sungai

c.

Perubahan morfologi sungai

d.

Penyempitan badan sungai

Meningkatnya wilayah pertanian, pengambilan air sebagai bahan baku, dan


pembangunan PLTA menambah alokasi air pada daerah tersebut tetapi berarti
mengurangi ketersediaan air di daerah hilir. Penyempitan daerah sungai, penambahan
sedimen sungai dan penambahan drainase daerah sekitar sungai serta reklamasi
menyebabkan terlambatnya laju pembuangan air menuju laut. Sehingga pada saat
musim hujan dapat menyebabkan bahaya banjir.
Secara umum dampak negatif dari suatu perubahan sungai adalah pembawa banjir
dan pembawa polusi. Banjir dengan tingkat bahaya yang tinggi biasanya terjadi pada
daerah hilir. Sedangkan dampak kekeringan lebih disebabkan oleh rusaknya
ekosistem DAS di hulu sehingga mempengaruhi kuantitas air, dimana pada saat
TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

musim kering seharusnya dapat mengeluarkan air tetapi tidak keluar, karena DAS
tersebut tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
2.7

Pengelolaan Sungai Terpadu

Prinsip pengelolaan sungai terpadu adalah dengan mempertimbangkan wilayah


hidrologis sebagai satu kesatuan wilayah pengelolaan dan pembinaan sesuai dengan
prinsip satu DAS, satu plan, dan satu pengelolaan terintegrasi. Tujuan dari satu
pengelolaan terpadu agar pemanfaatan sungai di hulu tidak memberikan dampak
negatif dihilir maupun sebaliknya. Adapun ruang lingkup pengelolaan mencakup
kegiatan:
1.

Pengusahaan air dan sumber air

2.

Operasi dan pemeliharaan bangunan sungai

3.

Konservasi, pengembangan, alokasi air, water quality control

Selain itu juga diperlukan koordinasi dan kerjasama dengan instansi terkait, seperti
-

Panitia Tata Pengaturan Air (PTPA)

BAPEDA ( Pemda)

Litbang

Perum Perhutani.

2.8

Pengoperasian dan pengelolaan sungai

Ada enam hal penting yang mempengaruhi kelanjutan operasi dan pengelolaan
sungai:
1.

Peta daerah pengaliran; Peta pengaliran ini harus lengkap, yang dapat
dianalisa sesuai kebutuhan. Pada peta tersebut dapat dibagi menjadi beberapa
penggalan.

2.

Alokasi Air
Pemanfaatan air pada sungai tergantung pada lokasi pengambilan dan jumlah
pengambilan.

3.

Sepadan Sungai

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

4.

Badan Sungai.

5.

Kualitas Air

6.

Daerah Pengaliran Sungai

Dengan adanya model ini , setiap penggunaan air dan lahan di DPS harus mengetahui
peruntukannya jika pemanfaatannya tidak sesuai akan mendapat sangsi (Perlu
dipertimbangkan dengan Pakar Hukum). Untuk kerjasama antar sektor dapat
digunakan model seperti dibawah ini, dalam diagram tersebut digambarkan
keterkaitan antara berbagai komponen yang dalam analisis kuantitatif akan digunakan
sebagai variabel untuk mengukur kinerja DAS secara keseluruhan.

Gambar 3.
III.

Skema Komponen Kinerja DAS

KESIMPULAN

1. Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu bentuk pengembangan


wilayah yang menempatkan DAS sebagai suatu unit pengelolaan, dengan daerah
bagian hulu dan hilir mempunyai keterkaitan biofisik melalui daur hidrologi. Oleh
karena itu perubahan penggunaan lahan di daerah hulu akan memberikan dampak
di daerah hilir dalam bentuk fluktuasi debit air, kualitas air dan transport sedimen
serta bahan-bahan terlarut di dalamnya.

Dengan demikian pengelolaan DAS

merupakan aktifitas yang berdimensi biofisik (seperti pengendalian erosi,


TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

pencegahan dan penanggulangan lahan-lahan kritis, dan pengelolaan pertanian


konservatif); berdimensi kelembagaan (seperti, insentif dan peraturan-peraturan
yang berkaitan dengan bidang ekonomi); dan berdimensi sosial yang lebih
diarahkan pada kondisi sosial budaya setempat, sehingga dalam perencanaan
model pengembangan DAS terpadu harus mempertimbangkan aktifitas/teknologi
pengelolaan DAS sebagai satuan unit perencanaan pembangunan yang
berkelanjutan.
2. Operasionalisasi konsep DAS terpadu sebagai satuan unit perencanaan dalam
pembangunan selama ini masih terbatas pada upaya rehabilitasi dan konservasi
tanah dan air, sedangkan organisasi masih bersifat ad.hoc, dan kelembagaan yang
utuh tentang pengelolaan DAS belum terpola. Agar pengelolaan DAS dapat
dilakukan secara optimal, maka perlu dilibatkan seluruh pemangku kepentingan
dan direncanakan secara terpadu, menyeluruh, berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan dengan DAS sebagai suatu unit pengelolaan.
3. Berdasarkan hasil analisa data diatas, perencanaan DAS tidak dapat dilakukan
melalui pendekatan sektoral saja, melainkan perlu adanya keterkaitan antar sektor
yang mewakili masing-masing sub DAS, dari sub-DAS hulu hingga ke hilir yang
menjadi fokus perhatian dengan berpegang pada prinsip one river one
management. Keterkaitan antar sektor meliputi perencanaan APBN, perencanaan
sektor/program/proyek hingga pada tingkat koordinasi semua instansi atau
lembaga terkait dalam pengelolaan DAS. Sungai sebagai bagian dari wilayah
DAS merupakan sumberdaya yang mengalir (flowing resources), dimana
pemanfaatan di daerah hulu akan mengurangi manfaat di hilirnya. Sebaliknya
perbaikan di daerah hulu manfaatnya akan diterima di hilirnya. Berdasarkan hal
tersebut diperlukan suatu perencanaan terpadu dalam pengelolaan DAS dengan
melibatkan semua sektor terkait, seluruh stakeholder dan daerah yang ada dalam
lingkup wilayah DAS dari hulu hingga ke hilir.

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Kehutanan dan Konservasi Sumber Daya Air, Kajian Model Pengelolaan
Daerah Aliran Sungai ( DAS) Terpadu.
Mulyantari, F.
2007.
Pengelolaan Banjir Terpadu Pelatihan Peningkatan
Kemampuan SDM bidang SDA Hidrologi Operasional Lanjutan. Bandung.
Soekistijono. 2002. Pengelolaan Sumber Daya Air Yang Berkelanjutan. Serasehan
Pekan DAS Brantas II. Malang
Sosrodarsono, Suyono . 2003. Hidrologi untuk Pengairan. PT Pradnya Paramita,
Jakarta.
Suripin. 2004. Sistem Drainase Perkotaan Yang Berkelanjutan. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Undang-Undang RI no 7/ 2004 tentang Sumber Daya Air
Yuwono, Arief . 2002. Pengaruh Pemanfaatan Sungai Terhadap Keseimbangan
Ekosistem. Seminar Nasional Pekan DAS Brantas VII.

TAPAK

Vol. 1 No. 1 Nopember 2011

Anda mungkin juga menyukai