Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
ACTINIC KERATOSES
BAB I
PENDAHULUAN
Actinic keratoses (AKs) adalah neoplasma pada jaringan kutaneus yang
terdiri dari ploriferasi sel sel abnormal epidermal keratinosit yang berkembang
akibat respon berkepanjangan terhadap pajanan radiasi ultraviolet (UV). AKs
pada umumnya dianggap sebagai pre-kanker atau pre-maligna karena keratinosit
atipikal pada lesi ini hanya terbatas pada epidermis. Meskipun demikian, AKs
memiliki potensi untuk berkembang menjadi Squamous Cell Carsinoma (SCC). (1,
2)
Faktor resiko terjadinya AKs, yaitu Usia yang sudah tua, Jenis kelamin
pria, Kulit cerah, orang berambut pirang atau merah, orang dengan warna mata
yang cerah, Akumulasi paparan radiasi UV, imunosupresan,riwayat terkena AKs
atau kanker kulit lainnya, dan sindrom genetik. Sebagian besar AKs muncul pada
daerah yang sering terkena matahari seperti pada wajah, kulit kepala dan
punggung tangan. terlebih pada orang yang sudah terkena pajanan radiasi UV
yang lama. Radiasi UV bertanggung jawab atas perkembangan AKs dengan dua
cara, yaitu dengan menyebabkan mutasi seluler pada Deoxyribonucleic acid
(DNA) yang jika tidak diperbaiki dapat menyebabkan pertumbuhan tumor yang
tebal dengan early SCC kadang sangat sulit dan membutuhkan pemeriksaan
biopsi.(1, 4)
AKs dapat dibagi menjadi tiga stadium,yaitu pada AKs I, densitas sel
bertambah dan sel keratinosit atipik dapat ditemukan di lapisan basal epidermis.
Pada AKs II, keratinosit atipik muncul pada lapisan epidermis bagian tengah
kebawah. Pada AKs III seluruh epidermis telah terinfiltrasi dengan keratinosit
atipik.(4)
Tatalaksana AKs
BAB II
DIAGNOSIS
Diagnosis dari Actinic Keratosis (AKs) didasari oleh aspek klinis.
Konfirmasi histologi dibutuhkan apabila ada keraguan klinis.(5)
I. PEMERIKSAAN FISIK
Actinic Keratosis (AKs) dimulai sebagai area dengan vaskular meningkat,
dengan permukaan kulit menjadi agak kasar. Tekstur adalah kunci untuk
mendiagnosis lesi awal. Lesi awal lebih mudah dikenali dengan palpasi daripada
inspeksi. Tumbuh secara perlahan, berwarna kuning, berskuama. Pengangkatan
skuama ini dapat mengakibatkan pendarahan. Sebagian besar lesi berkisar antara
3-6 mm. Penyebaran penyakit bervariasi dari lesi tunggal hingga keterlibatan
seluruh dahi, kulit kepala, atau pelipis. AKs dapat berprogres menjadi tebal atau
lesi hipertropik. Lesi yang menebal dapat menjadi SCC dan sulit untuk dibedakan.
(6)
Pasien dengan AKs umumnya berumur tua dan berkulit putih yang
memiliki riwayat terpapar matahari yang berlebih, terdapat bintik- bintik dan kulit
terbakar akibat dari berjemur, dan memiliki elastosis dalam jumlah banyak pada
pemeriksaan. AKs dapat ditemukan pada individu muda jika individu tersebut
telah terpapar paparan sinar matahari yang cukup selama hidupnya. Delapan puluh
persen dari AKs ditemukan pada daerah yang sering terkena matahari pada tubuh,
seperti kepala, leher, lengan bawah, dan tangan bagian punggung. Tanda dan
gejala umum AKs yaitu pruritus, rasa terbakar atau tersengat, perdarahan, dan
krusta. (1)
BAB III
PENATALAKSANAAN
Tidak ada pedoman yang pasti dalam melakukan penatalaksanaan pada
actinic keratosis (AKs). Diagnosis klinis AKs bahkan oleh spesialis dermatologis
dapat berbeda beda.(1)
I. LESSION TARGETED THERAPIES
1. Bedah beku dengan nitrogen cair
Merupakan prosedur destruktif paling umum dan efektif dilakukan dengan
menggunakan spray atau aplikator kapas untuk lesi yang sedikit. Keuntungan
bedah beku adalah mudah dilakukan dan hanya membutuhkan sedikit anestesi.
Kekurangannya yaitu rasa nyeri, tidak nyaman, adanya lecet atau lepuhan luka
selama seminggu atau lebih, hipopigmentasi, dan alopesia pada area intervensi.
(1)
2. Kuret
Kuret, dengan atau tanpa elektrosurgery merupakan penanganan lain yang
dilakukan untuk mengangkat keratinosit pada AKs secara mekanis.
Dibutuhkan anestesi lokal untuk prosedur ini. Teknik ini cocok untuk pasien
dengan AKs yang sedikit. Teknik ini juga menguntungkan sebagai
penatalaksanaan lesi setelah biopsi dan sebagai penatalaksanaan untuk
Hipertrofi Actinic Keratosis (HAK). Efek samping termasuk infeksi, jaringan
parut dan dispigmentasi. (1)
3. Bedah eksisi
Teknik ini membutuhkan anestesi lokal yang di ikuti dengan eksisi pada lesi
secara tangensial dengan menggunakan pisau bedah. Waktu sembuh berkisar
satu sampai dua minggu, dan komplikasi yang bisa terjadi yaitu infeksi,
jaringan parut, dan dispigmentasi.(1)
II. FIELD THERAPIES
Topikal :
larutan
Jessner
dan
trichloroacetic acid (TCA) 35% cukup efektif dalam menangani AKs yang
tersebar, khususnya jika peeling dilakukan beberapa kali.
4. Deep chemical peeling menggunakan fenol atau TCA lebih efektif dalam
menangani AKs yang tebal atau AKs dengan appendageal epithelial atypia
tetapi jarang digunakan karena potensial jantung dan toksisitas ginjal akibat
fenol, resiko besar terbentuknya jaringan parut dan infeksi, dan hipopigmentasi
yang muncul setelah operasi.
5. Laser resurfacing untuk pengobatan dan pencegahan AKs adalah salah satu
field therapy prosedural yang telah dimanfaatkan. Laser karbon dioksida (CO 2)
dan laser erbium:yttrium-aluminium-garnet (er:YAG) merupakan dua laser
yang telah diteliti. Kedua alat ini mengikis epidermis pada kedalaman yang
bervariasi dan memungkinkan pembentukan epitel baru dengan adneksa
keratinosit yang kurang mengalami kerusakan akibat paparan UV.
6. Terapi fotodinamik merupakan terapi yang digunakan untuk mengobati AKs
yang banyak dan tersebar. Ada dua sistem terapi fotodinamik yang disetujui
untuk menangani lesi AKs hipertropik yaitu, kombinasi dari 5-Aminolevulinic
Acid (ALA) dengan sumber cahaya biru pada tahun 1998. Baru baru ini
disetujui sistem yang telah banyak tersebar di Eropa yaitu kombinasi methyl
ester aminolevulinic acid (MAL) dengan sumber cahaya merah. Penelitian
membandingkan keamanan dan kemanjuran terapi fotodinamik ALA dengan
MAL dan ditemukan keduanya tidak memiliki perbedaan signifikan dalam
mengurangi lesi AKs tetapi ALA didapatkan lebih nyeri dan lebih banyak efek
yang merugikan dibanding fotodinamik MAL. Terapi fotodinamik dapat
menyebabkan ketidaknyamanan
3. Quinn AG, Perkins W. Non-Melanoma Skin Cancer and Other Epidermal Skin
Tumours. In: Burns T, Breathnach S, Cox N, Griffiths C, editors. Rook's
Textbook of Dermatology. fourth. 8th ed. Singapore: Wiley-Blackwell; 2010.
p. 2636-8.
4. Stockfleth E, Ortonne J-P, Alomar A. Actinic keratosis and field cancerisation.
European Journal of Dermatology. 2011;21:7-10.
5. Stockfleth E, Therhost D, Braathen L, Cribier B, Cerio R, Ferrandiz C, et al.
Guidelines For the Management of Actinic Keratoses. European Dermatology
Forum. 2010:14-5.
6. Hodgson S. Benign Skin Tumor. In: Habif TP, editor. Clinical Dermatology : A
Color Guide to Diagnosis and Therapy. 4th edition ed. Chile: Mosby; 2004. p.
736-42.
7. Dermal and Subcutaneus Tumor. In: James WD, Berger TG, Elston DM,
editors. Andrew's Disease of The Skin Clinical Dermatology. Tenth ed.
Canada: Saunder 2006.