Anda di halaman 1dari 10

Textbook Reading

AMPUTASI EKSTREMITAS ATAS


Diambil dari Buku:
Essentials of Physical Medicine and Rehabilitation
halaman 595 (Upper Limb Amputation) second-edition
Edited by: Walter R., Frorentera, Julie K. Silver, Thomas D.,Rizzo

Disusun Oleh:
Ashita Hulwah Adwirianny, S.Ked 04084811416068
M Ath Thaariq Prasetiyo, S.Ked

04084811416072

Pembimbing:
dr. Jalalin, Sp.KFR

DEPARTEMEN REHABILITASI MEDIK


RUMAH SAKIT DR. MOH. HOESIN PALEMBANG
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2014

KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan Textbook reading dengan judul
Amputasi Ekstremitas Atas. Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada dr. Jalalin, Sp.KFR, selaku pembimbing yang telah membantu penyelesaian laporan
kasus ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan referat ini masih banyak
terdapat kesalahan dan kekurangan. Oleh karena itu, segala saran dan kritik yang bersifat
membangun sangat penulis harapkan.
Demikianlah penulisan laporan ini, semoga bermanfaat, amin.

HALAMAN PENGESAHAN

Textbook Reading

Judul:
AMPUTASI EKSTREMITAS ATAS

Oleh:
Ashita Hulwah Adwirianny, S.Ked 04084811416068
M Ath Thaariq Prasetiyo, S.Ked

04084811416072

Telah diterima dan disetujui sebagai salah satu syarat dalam mengikuti Kepaniteraan Klinik
Senior di Bagian Rehabilitasi Medik Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya Rumah Sakit
Moh. Hoesin Palembang periode 26 Januari- 12 Februari 2015.

Palembang, Februari 2015

dr. Jalalin, Sp.KFR

AMPUTASI EKSTREMITAS ATAS

1. Definisi
Amputasi pada ekstremitas atas merupakan suatu kejadian yang memilukan bagi
seseorang, yang disertai dengan gangguan konsekuensi fungsional yang mendalam. Trauma
merupakan alasan utama dari amputasi ekstremitas atas. Keganasan merupakan penyebab
terbanyak selanjutnya yang menjadi alasan amputasi ekstremitas atas. Amputasi ekstremitas
atas pada kasus trauma terjadi sebanyak 3.8 dalam 100.000 kasus; amputasi jari adalah kasus
terbanyak (2.8 dalam 100.000 kasus). Amputasi tangan pada kasus trauma terjadi sebanyak
0.16 dalam 100.000 kasus, sedangkan amputasi transhumeral akibat trauma terjadi dalam
tingkat 0.1 dalam 100.000 kasus. Kejadian amputasi akibat trauma menurun 50% selama
tahun 1988 hingga 1996, hal ini mungkin dikarenakan adanya perubahan dalam pola kerja
dan adanya perhatian yang lebih terhadap keselamatan industri.
Amputasi ekstremitas atas pada kasus keganasan juga menurun sekitar 42% pada tahun
1988 hingga 1996. Angka kejadian amputasi pada kasus keganasan ini lebih rendah
dibandingkan pada kasus trauma (0.09 per 100.000 kasus).
Angka kejadian pada amputasi ekstremitas atas, baik akibat trauma maupun non-trauma,
lebih rendah dibandingkan angka kejadian amputasi dysvaskular pada ekstremitas bawah
yang disebabkan oleh diabetes dan penyakit arteri perifer. Amputasi ekstremitas atas dapat
ditemui sebanyak 45 orang dalam 100.000 kasus dan dapat mempengaruhi seorang individu.
Mesin dan alat-alat listrik merupakan penyebab tersering pada kasus amputasi
ekstremitas atas akibat trauma. Laki-laki lebih beresiko mengalami amputasi dibandingkan
perempuan. Laki-laki memiliki resiko 6,6 kali lebih beresiko mengalami amputasi jari dan
tangan dibandingkan perempuan. Amputasi pada kasus trauma umumnya akan menyebabkan
bentuk dari bagian residu yang ireguler dan membutuhkan skin graft yang rutin. Usaha-usaha
untuk mengurangi edema dan memperbaiki bentuk harus dilaksanakan sesegera mungkin.
Tingkat amputasi merupakan penentu tunggal yang sangat penting dalam menentukan
fungsi setelah amputasi. Prinsip utama dalam pembedahan adalah menyelamatkan sebanyak
mungkin bagian ekstremitas sambil memastikan pengangkatan dari jaringan-jaringan non-

vital dan penyembuhan ekstremitas residu. Menyelamatkan sendi paling distal dari suatu
organ yang diamputasi akan meningkatkan fungsi dari organ tersebut. Contohnya, sendi siku.
Dengan tidak mengamputasi sendi siku akan memungkin lengan untuk membawa sesuatu dan
membantu dalam akitvitas sehari-hari. Pada kasus tangan yang hancur, menyelamtkan jarijari akan mempermudah ahli bedah dalam merekonstruksi struktur atau bentuk tangan dengan
lebih baik sehingga dapat memungkin orang tersebut menggenggam suatu barang dan
menunjang aktivitasnya.
Individu dengan amputasi pada ekstremitas atas membutuhkan rehabilitasi yang
kompleks. Idealnya dilakukan pada pusat rehabilitasi yang terdapat seorang terapis, prostetis
dan dokter spesialis yang berkompeten dan berpengalaman. Rehabilitasi yang tepat dan
prostesis yang nyaman dan fungsional akan memfasilitasi pemulihan yang baik. Konseling
dan pelatihan terus menerus merupakan aspek vital pada semua program.
Perawatan yang terus menerus merupakan kunci vital dari kesuksesan rehabilitasi.
Pasien-pasien juga harus dialihkan dari pasien rawat inap postoperasi, terkadang menjadi
pasien rehabilitasi rawat inap. Pasien-pasien ini juga akan menjadi pasien-pasien rawat jalan
jangka panjang di rehabilitasi medik.
2. Gejala Klinis
Amputasi pada kasus kongenital tidak menimbulkan gejala-gejala yang spesifik kecuali
kurangnya fungsi pada ektremitas atas. Namun, pada amputasi akibat trauma akan
menyebabkan phantom pain (rasa nyeri pada bagian yang diamputasi) atau phantom
sensation (persepsi tidak nyeri pada bagian yang hilang). Rasa tidak nyaman dengan prostetik
atau kerusakan kulit pada bagian diamputasi juga sering dilaporkan terjadi pada pengguna
prostetik.
3. Pemeriksaan Fisik
Ekstremitas atas yang diamputasi membutuhkan pemeriksaan muskuloskeletal yang
meliputi kekuatan otot, fungsi sensoris, dan pemeriksaan pada ekstremitas kontralateral.
Bagian residu dari amputasi harus dinilai kerusakan kulit, kemerahan, nyeri, neuroma dan
perubahan volume yang dapat mempengaruhi prostetik. Cedera pleksus brakhialis atau cedera
pada rotator cuff dapat terjadi pada individu dengan amputasi trauma pada ekstermitas atas.
Hal ini dapat menyebabkan kelemahan pada organ residu tersebut.

Kerusakan kulit

umumnya sering terjadi pada pasien dengan prosthesis, dan biasanya pada bagian yang

kontak dengan prostesis tersebut. Pergerakan sendi juga harus dinilai. Pergerakan
skalpulothorakik juga sangat penting dinilai. Protraksi pada pergerakan skapulothorakik akan
menyebabkan paksaan pada sistem dual-kabel pada body powered prosthesis. Mengurangi
pergerakan siku dan bahu dari osifikasi heterotropik, kontraktur sendi atau kontaktur otot
akan menghalangi penyembuhan maksimal pada penggunaan prosthesis.
4. Keterbatasan Fungsional
Status dari ekstremitas atas yang diamputasi tergantung pada tingkatan amputasi.
Individu yang kehilangan jari (tidak termasuk jempol) cukup fungsional tanpa menggunakan
prosthesis. Orang-orang yang kehilangan jempol akan kehilangan kemampuannya untuk
menggenggam objek besar begitu juga gerak motorik halus yang harus melibatkan koordinasi
dengan jari-jari lainnya. Operasi rekonstruksi akan memperbaiki fungsi tangan.
Orang-orang yang mengalami amputasi transradial maupun transhumerus akan
kehilangan fungsi tangannya dan mengalami keterbatasan dalam aktivitas-aktivitasnya seharihari baik yang dasar maupun yang lebih berat, seperti berpakaian. Mereka sering membatasi
diri mereka dengan keterbatasan tersebut yang dapat menghalangi mereka kembali pada
aktivitas sebelumnya. Sebagian besar dari mereka akan beradaptasi terhadap aktivitas dasar
mereka dengan menggunakan bagian tubuh kontralateralnya yang masih utuh. Peralatan
prostetik dapat atau mungkin tidak dapat memberikan perbaikan fungsi. Dalam penelitian
yang dilakukan Datta dan kawan-kawan, terdapat 73,2% kembali bekerja setelah mengalami
amputasi ekstremitas atas dan 66,6% harus kehilangan pekerjaannya. Secara keseluruhan,
terdapat 33,75% dalam populasi tersebut yang menolak terhadap penggunaan prosthesis.
Sebagian besar menggunakan prosthetis untuk kepentingan kosmetik, 25% pasien
menggunakan prosthetis untuk berkendara, dan sebagian kecil diantaranya menggunakan
prosthetis untuk bekerja dan aktivitas-aktivitas rekreasi. Beberapa orang yang diamputasi
memerlukan prosthesis untuk melanjutkan pekerjaan atau aktivitasnya. Aktivitas rekreasi
seperti bermain golf, tenis atau olahraga lainnya dapat dilakukan dengan menggunakan
prosthesis dengan desain khusus untuk tujuan tertentu. Kembali ke aktivitas rekreasional
yang menyenangkan dapat menjadi terapi tersendiri untuk seseorang yang telah diamputasi.
5. Pemeriksaan Diagnostik
Tidak ada pemeriksaan khusus yang harus dilakukan pada pasien-pasien ini kecuali
pemeriksaan fisik yang teliti. Bila terdapat kelemahan pada ektremitas, pemeriksaan

elektrodiagnostik dapat digunakan untuk memastikan apakah terdapat plexopathy.


Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan untuk mengevaluasi apakah terdapat osteomyelitis,
osifikasi heterotropik atau bone spur pada bagian distal dari ekstremitas yang dapat
menyebabkan ketidaknyamanan dalam penggunaan prostetik.
6. Tatalaksana
6.1 Tatalaksana Awal
6.1.1 Tatalaksana Perioperatif
Tatalaksana pada pasien dengan amputasi ekstremitas atas membutuhkan perawatan
yang berkesinambungan. Hal ini dimulai dari pemberian informasi preoprasi bahwa amputasi
merupakan pilihan seperti pada kasus keganasan. Pertimbangan yang mendasari pihan
amputasi tersebt adalah untuk menyelamatkan suatu lengan seoptimal mungkin terutama
persendian seperti siku. Hal ini dilakukan agar siku dapat fleksi dan mencegah penggunaan
sistem dual-kabel. Masukan dari pskiater, perawat dan terapis sangat bermanfaat pada fase
ini. Keterlibatan dari suatu tim rehabilitasi akan sangat membantu pasien dalam mengambil
keputusan untuk menggunakan prosthesis, kelangsungan rehabilitasi dan harapan atau hal-hal
yang mungkin akan terjadi setelah diamputasi (seperti phantom sensation).
6.2 Rehabilitasi
6.2.1 Perawatan Awal Rehabilitasi
Tujuan utama setelah amputasi adalah penyembuhan luka, pengendalian edema, dan
pencegahan terhadap kontraktur dan dekondisi. Pasien yang mengalami amputasi ekstremitas
atas akibat trauma atau keganasan, umumnya memiliki peredaran darah yang normal dan
sebagian besar daerah yang diamputasi tersebut akan sembuh dengan cepat. Edema dapat
dicegah dengan penggunaan shrinker sock, perban elastic yang diikat dengan teknik angka
delapan yang memberi tekanan pada bagian distal dari lengan tanpa mengguncang lengan,
atau dengan menggunakan pakaian yang kaku. Pada beberapa pusat rehabilitasi, pemasangan
prosthesis post operasi dilakukan di ruang operasi. Pemasangan ini dilakukan segera setelah
penjahitan kulit atau penyatuan jaringan lunak. Pemasangan prosthesis setelah operasi
memungkinkan adanya drainase sehingga terbentuknya edema dapat dicegah. Pemasangan
prosthesis sesegera mungkin akan mempercepat latihan.
Identifikasi dan pengobatan dini terhadap jaringan yang melakat sangat penting
dilakukan. Jaringan parut dapat terbentuk diantara kulit, otot dan tulang. Perleketan ini akan

menyebabkan nyeri terutama saat otot berkontraksi atau sendi digerakkan selama penggunaan
prosthesis.
Nyeri pada organ residu dan phantom pain adalah dua keadaan yang biasanya terjadi
pada pasien yang mengalami amputasi ekstremitas atas. Phantom sensation sangat sering
terjadi, sayangnya mengurangi phantom pain hanya terjadi pada 5% orang yang diamputasi.
Walaupun banyak intervensi yang dilakukan untuk mengatasi phantom pain, namun belum
ditemukan pengobatan yang efektif. Obat-obatan dan fisioterapi harus tetap dicoba untuk
menentukan intevensi yang paling efektif. Terapi fisik dapat berupa transcutaneous electrical
nerve stimulation unit (TENS), manipulasi fisik dan masase organ residu. Pemasangan
prosthesis yang nyaman akan membantu mmengurangi rasa nyeri.
Obat-obatan neuromodulator, seperti tricyclic antidepresan dan antiepileptikum
(gabapentin) sering kali digunakan dan memberikan hasil yang bervariasi. bloker
(propanolol dan atenolol) ternyata juga memiliki efek untuk mengatasi phantom pain.
bloker dapat digunakan pada pasien-pasien yang mengonsumsi obat antihipertensi.
Penggunaan bloker pada pasien yang diamputasi dengan riwayat hipertensi atau sakit
jantung tidak hanya mengatasi hipertensi saja melainkan juga mengatasi phantom pain yang
dialami pasien.
Opioid dapat menjadi pilihan bila semua metode gagal mengatasi phantom pain. Bila
pasien dengan phantom pain dianjurkan menggunakan analgesia dalam jangka waktu yang
lama, maka long-acting opioid dapat digunakan. Long-acting opioid memiliki efek habituasi
dan adiksi yang lebih kecil. Sebagian besar orang yang diamputasi dengan nyeri hebat
intermiten dapat diobati dengan menggunakan short-acting opioid dosis kecil, seperti
oxycodone. Pada pasien dengan nyeri hebat yang tidak mengalami remisi sangat dianjurkan
untuk dirujuk ke spesialis.
6.2.2 Tatalaksana Rehabilitasi dan Prosthetik
Pencegahan kontraktur pada bagian residu dari amputasi adalah tujuan utama yang
enting dilakukan pada rehabilitasi dini. Cedera lainnya harus diidentifikasi dan upaya-upaya
rehabilitasi dapat diarahkan ke pengobatan yang sedang dilakukan. Kontraktur siku dan bahu
atau kapsulitis dapat terjadi pada penggunaan prosthesis dan hal ini harus segera ditangani.
Latihan dini dalam kemampuan aktivitas sehari-hari harus diimplemtasikan dengan baik.

Terapis harus mengarahkan perbaikan kelemahan melalui latihan atau latihan active-assisted
range of motion dan prolong stretching.
Secara umum, terdapat dua jenis prosthesis, perangkat body-powered dan myoelectric.
Perangkat body-powered kurang mementingkan sisi kosmetik, harganya juga lebih murah
namun lebih tahan lama. Myoelectric prosthesis dikendalikan oleh sinyal-sinyal yang
dihasilkan oleh otot-otot dari organ residu amputasi. Prosthesis myolektrik mengolah sinyal
dari otot-otot pada ekstremitas residu dan secara sadar akan mengaktifkan dan menggerakkan
prosthesis. Perangkat ini lebih mahal daripada body-powered dan kemampuan khusus untuk
membuat dan merawatnya. Namun, dari sisi kosmetik, perangkat ini memiliki penampilan
yang lebih menarik dan sangat cocok untuk beberapa pasien. Pemilihan perangkat prosthesis
tergantung pada tujuan seorang individu dalam menggunakannya baik dari sisi kosmetik,
fungsi atau faktor psikologi. Kerusakan kulit dapat terjadi pada penonjolan tulang terutama
pada daerah skin graft atau di daerah kulit melekat pada tulang dibawahnya. Penggantian
soket prosthesis atau pemberhentian sementara penggunaan prosthesis mungkin dibutuhkan
sampai penyembuhan kulit tercapai.
6.3 Prosedur
Sebagian prosedur terkait pada perawatan pasca amputasi ekstremitas atas terfokus
pada tatalaksana nyeri meliputi injeksi anestesi local di sekitar neuroma, blok saraf, masase
atau manipulasi chiropractic. Akupuntur, hipnotis juga dapat diterapkan pada tatalaksana
phantom pain pasca amputasi ekstremitas atas dengan tingkat kesuksesan yang bervariasi.
6.4 Operatif
Operasi terkadang diperlukan untuk mengangkat bone-spur yang dapat mengganggu
pemasangan prosthesis. Pembedahan awal sebaiknya melenggangkan beberapa tempat,
terutama pada persendian seperti siku. Penyembuhan area operasi yang baik dengan
penutupan jaringan lunak yang sempurna adalah salah satu hasil optimal yang dapat dicapai
pada penggunaan prosthesis. Selain itu, terapi pada jaringan parut juga penting dilakukan
untuk memperbaiki fungsi prosthesis.
7. Komplikasi
Efek yang mungkin terjadi dari amputasi ekstremitas atas seperti nyeri pada ekstremitas
residu, phantom pain, sangat mungkin terjadi. Kontraktur sendi dapat timbul pada bagian

ekstremitas atas yang tersisa, seperti frozen shoulder dan kapsulitis adhesive. Hal ini menjadi
pertimbangan terjadinya cedera pleksus brakialis ayau saraf-saraf perifer.
Depresi dilaporkan banyak terjadi pada pasien-pasien yang mengalami kesulitan
dalam menerima amputasi. Konseling psikologis dan dukungan orang-orang terdekat menjadi
dukungan yang sangat berharga.
8. Komplikasi dari Terapi
Banyak obat-obatan digunakan dalam menangani phantom pain terkait dengan
amputasi memiliki efek samping seperti mulut kering, konstipasi, penambahan berat badan,
gangguan mental, efek pada kardiovaskular dan adiksi. Efek samping dapat terjadi bervariasi
tergantung pada dosis dan golongan obat yang digunakan.
Kerusakan kulit akibat penggunaan prosthesis dapat terjadi akibat hyperhidrosis,
folliculitis dan kurangnya kebersihan. Cedera akibat penggunaan yang berlebihan pada
ekstremitas yang tidak diamputasi dilaporkan banyak terjadi pada populasi normal. Cedera
strain yang berulang dapat terjadi karena pasien melakukan beberapa tugas tertentu dengan
postur tubuh dan ergonomic yang buruk.

Anda mungkin juga menyukai