Anda di halaman 1dari 3

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai
lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km 2 sehingga
wilayah pesisir dan lautan Indonesia dikenal sebagai negara dengan kekayaan dan
keanekaragaman hayati (biodiversity) laut terbesar di dunia dengan memiliki ekosistem
pesisir seperti mangrove, terumbu karang (coral reefs) dan padang lamun (sea grass beds)
(Dahuri et al. 1996).
Untuk ekosistem terumbu karang World Resource Institute (WRI) (2002)
mengestimasi bahwa luas terumbu karang di Indonesia adalah sekitar 51.000 km 2. Angka ini
belum mencakup terumbu karang di wilayah terpencil yang belum dipetakan atau yang
berada di perairan agak dalam (inland waters). Jika estimasi ini akurat maka 51% terumbu
karang di Asia Tenggara atau 18% terumbu karang di dunia berada di perairan Indonesia.
Sebagian besar dari terumbu karang ini bertipe terumbu karang tepi fringing reefs) yang
berdekatan dengan garis pantai sehingga mudah diakses oleh masyarakat sekitar. Lebih dari
480 jenis karang batu (hard coral )telah didata di wilayah timur Indonesia dan merupakan
60% dari jenis karang batu di dunia yang telah berhasil dideskripsikan. Keanekaragaman
tertinggi ikan karang di dunia juga ditemukan di Indonesia dengan lebih dari 1.650 jenis
hanya untuk wilayah Indonesia bagian timur.
Sebagai salah satu ekosistem utama pesisir dan laut, terumbu karang dengan beragam
biota asosiatif dan keindahan yang mempesona, memiliki nilai ekologis dan ekonomis yang
tinggi. Selain berperan sebagai pelindung pantai dari hempasan ombak dan arus kuat,
terumbu karang juga mempunyai nilai ekologis antara lain sebagai habitat, tempat mencari
makanan, tempat asuhan dan tumbuh besar serta tempat pemijahan bagi berbagai biota laut.
Nilai ekonomis terumbu karang yang menonjol adalah sebagai tempat penangkapan berbagai
jenis biota laut konsumsi dan berbagai jenis ikan hias, bahan konstruksi dan perhiasan, bahan
baku farmasi dan sebagai daerah wisata serta rekreasi yang menarik.
Selanjutnya Hopley dan Suharsono (2000) dalam Burke et al.(2002)
mengestimasikan bahwa Keuntungan ekonomi dari terumbu karang Indonesia setiap
tahunnya sekitar 1,6 milyar US Dollar, selain itu terumbu karang Indonesia juga dikenal
sebagai salah satu penyumbang terbesar perikanan laut di dunia yang menyediakan 3,6 juta
ton dari produksi perikanan laut secara keseluruhan pada tahun 1997 .
Sebagaimana ciri negara berkembang dengan populasi penduduk yang besar
ditambah dengan struktur geografis yang dikelilingi oleh laut, maka laut menjadi tumpuan
sebagian besar penduduk Indonesia untuk memenuhi kebutuhan hidup terutama masyarakat
di daerah pesisir. Tekanan terhadap sumberdaya laut terutama terumbu karang meningkat
seiring dengan bertambahnya populasi secara cepat. Ketergantungan yang tinggi telah
menyebabkan penurunan yang besar pada nilai ekologis dan ekonomis akibat degradasi dan
kerusakan yang parah. Dari sekitar 51.000 km2 luas terumbu karang di Indonesia, lebih dari
40 % dalam kondisi rusak dan hanya sekitar 6,5% dalam kondisi sangat baik selebihnya
dalam kondisi sedang (WRI, 2002).

Dibeberapa tempat di Indonesia karang batu dgunakan untuk berbagai kepentingan


seperti konstruksi jalan dan bangunan, bahan baku industri dan perhiasan. Dalam industri
pembuatan kapur, karang batu (iard coral) kadang-kadang ditambang sangat intensif
sehingga bisa mengancam keamanan pantai. Selain itu karang dan ikan karang Indonesia
yang berlimpah tersebut terancam oleh praktek penangkapan ikan yang merusak.
Penangkapan ikan menggunakan racun sianida dan bahan peledak telah meluas di Indonesia
bahkan di daerah yang dilindungi (WRI, 2002).
Kerusakan terumbu karang yang telah terjadi di beberapa kawasan pantai di
Indonesia menjadi keprihatinan banyak fihak akan keberlanjutan fungsi ekosistem tersebut.
Kerusakan ekosistem terumbu karang terjadi karena faktor- faktor alam, akan tetapi faktorfaktor antropogenik mempunyai andil yang besar Menurut Garces (1992) sumber-sumber
kerusakan karang dapat dikelompokan sebagai aktivitas ekonomi yang terdiri dari kegiatan
perikanan, pembangunan di daratan disamping wilayah pesisir dan rekreasi serta pariwisata.
Hasil survei WRI (2002) di wilayah Indonesia bagian Timur menunjukkan sekitar
65% kerusakan ekosistem terumbu karang disebabkan penangkapan ikan secara destruktif.
Sebagian besar menggunakan racun dan bom dimana aktivitas ini telah mengakibatkan
kerugian ekonomi yang luar biasa. WRI mengestimasi kerugian di Indonesia akibat
penangkapan ikan menggunakan bahan peledak selama 20 tahun ke depan adalah sebesar
570 juta US Dollar. Sedangkan estimasi kerugian dari penangkapan ikan dengan racun
sianida secara berkala adalah sebesar 46 juta US Dollar. Dari ekosistem terumbu karang yang
rusak hanya diperoleh hasil perikanan rata-rata 5 ton/km 2 /tahun sedangkan hasil
produktivitas terumbu karang yang sehat bisa mencapai sekitar 20 ton/km2/tahun.
Provinsi Maluku Utara merupakan bagian dari lingkup yang bergerak antara Sangihe
Talaut, Minahasa ke Filipina yang merupakan jalur distribusi terumbu karang di Indonesia
bagian Timur. Jalur kepulauan Indonesia dan Filipina ini merupakan pusat keragaman
terumbu karang dunia dengan jumlah spesies yang telah teridentifikasi sekitar 600 spesies.
COREMAP (2001) melaporkan bahwa dibeberapa daerah di Provinsi Maluku Utara
terjadi kerusakan ekosistem terumbu karang. Mulai dari Pulau Ternate, Pulau Bacan, Pulau
Obi, Pulau Halmahera sampai bagian Utara yaitu pulau Morotai. Di Pulau Halmahera
tutupan karang hidup dengan kondisi baik sebesar 29%, 14% dalam kondisi sedang dan
selebihnya dalam kondisi buruk. Berdasarkan laporan Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan
Lautan (PKSPL) Universitas Khairun (2001) bahwa ekosistem terumbu karang dibeberapa
lokasi di Pulau Ternate mengalami kerusakan akibat tindakan destruktif. Penyebab dominan
kerusakan adalah kegiatan penangkapan ikan menggunakan muroami, bahan peledak, bahan
beracun, pemasangan perangkap, aktivitas transportasi dan wisata bahari.
Perumusan Masalah

Sebagai sebuah ekosistem, terumbu karang merupakan sumberdaya yang tidak


mempunyai nilai pasar (non market base). Salah satu proxy bagi nilai ekonomi terumbu
karang adalah melalui Proxy terhadap nilai produktivitas perikanan. Nilai ekonomi terumbu
karang didekati dengan nilai proksi yaitu produktivitas perikanan karang. Fungsi terumbu
karang sebagai feeding ground, spawning ground dan nursery ground dapat diestimasi
dengan nilai output yang dihasilkan oleh ekosistem ini yaitu ikan karang. Terumbu karang
dan ikan karang merupakan suatu rangkaian mata rantai dimana keberadaan ekosistem
terumbu karang akan menunjang kelimpahan ikan karang. Permasalahan yang timbul adalah
dalam mengekstraksi ikan karang dilakukan tindakan destruktif sehingga ekosistem terumbu
karang mengalami kerusakan. Kerusakan itu menyebabkan fungsi-fungsi terumbu karang

mengalami gangguan. Gangguan tersebut dapat menjalar secara berantai terhadap fungsifungsi ekosistem yang lain dan akhirnya bermuara pada penurunan nilai ekonomi dari
sumberdaya.
Pertanyaan yang kemudian timbul dengan mencermati fenomena ekstraksi potensi
sumberdaya ekosistem terumbu karang di atas adalah :
1)
Bagaimana potensi dan jenis pemanfaatan ekosistem terumbu karang yang dilakukan
oleh masyarakat lokal di Pulau Ternate ?
2)
Bagaimana dan seberapa besar nilai manfaat ekonomi dari ekosistem terumbu karang
di Pulau Ternate ?
3) Bagaimana pemanfaatan yang berkelanjutan untuk ekosistem terumbu karang ?
Tujuan dan Kegunaan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan untuk


1)

Mengidentifikasi potensi dan jenis pemanfaatan terumbu karang oleh masyarakat lokal

di Pulau Ternate.
Menganalisis secara ekonomi nilai manfaat dari ekosistem terumbu karang.
Kegunaan penelitian, yaitu :
Dari penelitian ini di harapkan diperoleh data dan informasi mengenai nilai estimasi
dari manfaat ekonomi suatu ekosistem terumbu karang sehingga kesalahan dalam
mengestimasi nilai ekosistem terumbu karang menjadi undervalue atau overvalue tidak
terjadi.

2)

Anda mungkin juga menyukai