Anda di halaman 1dari 17

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN

MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)


(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)
Sutrisno Badri, Romadhon
Program Studi Manajemen
Fakultas Ekonomi-Universitas Widya Dharma Klaten
E-mail. lpmk.unwidha@yahoo.com
Abstrak
Usaha pengendalian kualitas merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan
dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan
mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut tidak terjadi didalam perusahaan yang
bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan
agar produk dan jasa dari perusahaan yang bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas
sebagaimana yang telah direncanakan.
Tujuan penelitian ini untuk (1). Memecahkan masalah yang berkaitan dengan
kerusakan produk dengan model SCQ, (2). Menentukan biya kualitas total minimum
(minimize total cost quality)
Hasil analisis control charts menunjukkan bahwa jumlah produk yang diperiksa
sebanyak 96.500 unit, rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %. Batasan
pengawasannya: UCL sebesar 0,031 atau 3,1 %, LCL sebesar 0,021 atau 2,1 %. Sedangkan
anlisis intensitas pengendalian kualitas adalah sebagai berikut: produk rusak yang benarbenar terjadi sebanyak 2531 unit, jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang
menanggung biaya kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit. Total biaya atas kualitas
sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC
sebesar Rp. 9.452.800.
Key word: SQC, UCL, LCL, Minimum Total Cost

PENGENDALIAN KUALITAS PRODUK DENGAN PENDEKATAN


MODEL SQC (STATISTICAL QUALITY CONTROL)
(APLIKASI MODEL PADA PERUSAHAAN FURNITURE)
_________________________________________________________________________
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Pengendalian kualitas harus dapat mengarahkan kepada beberapa tujuan secara
terpadu, sehingga para konsumen dapat puas mempergunakan produk atau jasa dari
perusahaan. Harga produk atau jasa perusahaan tersebut harus dapat ditekan serendahrendahnya serta proses produksinya dapat selesai sesuai dengan waktu yang telah
direncanakan sebelumnya didalam perusahaan yang bersangkutan. Pengendalian kualitas
merupakan suatu kegiatan yang sering dilakukan disetiap perusahaan. Apabila
pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, bagi perusahaan akan menimbulkan
tambahan biaya yaitu biaya pengawasan kualitas, dan tingkat kerusakan produk yang
dihasilkan sangat rendah atau produk rusak yang terjadi sedikit.
Sebaliknya bagi perusahaan yang tidak memperhatikan pengendalian kualitas,
dalam jangka pendek perusahaan tidak perlu mengeluarkan biaya pengawasan kualitas,
tetapi dalam jangka panjang perusahan sulit memasarkan produk dikarenakan tersaingi
perusahaan yang sejenis yang kualitas produknya lebih baik. Usaha pengendalian kualitas
merupakan usaha preverentif (penjagaan) dan dilaksanakan sebelum kesalahan kualitas
produk atau jasa tersebut terjadi, melainkan mengarahkan agar kesalahan kualitas tersebut
tidak terjadi didalam perusahaan yang bersangkutan. Persoalan pengendalian kualitas
adalah bagaimana menjaga dan mengarahkan agar produk dan jasa dari perusahaan yang
bersangkutan tersebut dapat memenuhi kualitas sebagaimana yang telah direncanakan.
Jadi peranan pengendalian kualitas produk sangat penting dan berguna bagi perusahaan.
Apabila pengendalian kualitas dilakukan dengan baik, maka pimpinan perusahaan akan
dapat mengambil tindakan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan, menyusun rencana yang
baik untuk masa yang akan datang, serta memperbaiki sistem pengendalian atau
pengawasan terhadap produk yang sudah dilakukan dengan baik.
Untuk mengetahui apakah peranan pengendalian kualitas sudah dilakukan dengan
baik atau belum oleh perusahaan, maka analisis yang digunakan diantaranya analisis
control charts dan analisis intensitas pengawasan kualitas. Analisis tersebut digunakan
untuk mengetahui seberapa besar tingkat kerusakan produk yang terjadi dan untuk
mengetahui biaya pengawasan kualitas yang efisien.
1.2. Formulasi Masalah
Berdasarkan latar belakang
permasalahan sebagai berikut:

yang telah dijelaskan sebelumnya, maka

1. Bagaimana menerapkan sistem pengendalian kualitas untuk meminimimkan


kerusakan produk?
2. Apakah jumlah kerusakan produk yang terjadi masih berada pada toleransi standar?
3. Berapa jumlah produk yang dapat ditoleransi sehingga mampu meminimumkan total
biaya kualitas?
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah:
1. Memecahkan masalah yang berkaitan dengan kerusakan produk dengan model SCQ
2. Menentukan biya kualitas total minimum (minimize total cost quality)
1.4. Batasan masalah
Permasalahan penelitian sebagai berikut:
1. Pemecahan masalah difokuskan pada pengendalian kualitas untuk meminimalisasikan
kerusakan produk dan menentukan total cost minimum.
2. Data yang dianalisis adalah data produksi tahun 2006 - 2009.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Pengertian pengendalian kualitas
Pengendalian kualitas adalah suatu aktivitas (manajemen perusahaaan) untuk
menjaga dan mengarahkan agar kualitas produk (dan jasa) perusahaan dapat
dipertahankan sebagaimana yang telah direncanakan. Pengendalian kualitas
merupakan usaha preventif dan dilaksanakan sebelum kualitas produk mengalami
kerusakan. (Agus Ahyari, 2000: 239). Pengertian pengendalian kualitas sangat luas,
dikarenakan berhubungan dengan beberapa unsur yang mempengaruhi kualitas yang
harus dimasukkan dan dipertimbangkan.
Secara garis besar pengendalian kualitas dikelompokkan menjadi :
a. Pengendalian kualitas sebelum pengolahan atau proses yaitu pengendalian kualitas
yang berkenaan dengan proses yang berurutan dan teratur termasuk bahan-bahan
yang akan diproses.
b. Pengendalian kualitas terhadap produk jadi yaitu pengendalian yang dilakukan
terhadap barang hasil produksi untuk menjamin supaya produk jadi tidak
mengalami kerusakan atau tingkat kerusakan produk sedikit. (Sofyan Assauri,
1993: 218). Teknik yang digunakan dalam pengendalian kualitas diantaranya
dengan metode control chart. Metode tersebut digunakan untuk mengetahui ratarata kerusakan produk dan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang terjadi.
Tujuan pengendalian kualitas menurut (Agus Ahyari, 2000: 53) adalah:
a. Untuk meningkatkan kepuasan konsumen
b. Mengusahakan agar penggunaan biaya serendah mungkin

c. Agar dapat memproduksi selesai tepat pada waktunya


Langkah pengendalian kualitas menurut (Bounds, 1994: 76) adalah:
a. Menilai kinerja kualitas aktual
b. Membandingkan kinerja dengan tujuan
c. Bertindak berdasarkan perbedaan antara kinerja dan tujuan
Fungsi pengendalian mengandung makna pelaksanaan, pengukurasn dan pola
tindakan kolektif yang meyakinkan tercapainya tujuan secara luas akibat
pengendalian, yaitu:
a. Pengukuran pelaksanaan tujuan, rencana kegiatan dan kebijaksanaan yang telah
ditetapkan terlebih dahulu.
b. Analisis penyimpangan, tujuan, rencana dan kebijaksanaan untuk mencapai
penyebabnya.
c. Komunikasi hasil pengukuran terhadap individu atau kelompok yang
melaksanakan.
d. Pertimbangan alternatif atas dasar tindakan yang dapat diambil untuk koreksi
gejala adanya suatu kekurangan.
e. Menilai dan melengkapi alternatif yang baik sesuai dengan kemampuan.
2.2. Model SQC
1. Metode control chart menurut Sukanto Reksohadiprojo (1995: 142)
Analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan penyimpangan, batas atas dan batas
bawah pengawasan kualitas produk.
1) Mencari rata-rata kerusakan:
X
P
n
Dimana:
P

= rata-rata kerusakan produk

= jumlah produk rusak

= jumlah produk diobservasi

2) Menentukan standar deviasi/penyimpangan:


Sp

p (1 p )
n

Dimana:
P

= rata-rata kerusakan produk

Sp

= standar deviasi/penyimpangan

= jumlah produk diobservasi

3) Menentukan batasan pengawasan.


- Batasan pengawasan atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL= P+ 3 Sp
-

Batasan pengawasan bawah (Lower Control Limit = LCL)


LCL = P 3 Sp

1. Pengendalian kualitas akan berjalan baik jika kerusakan produk masih


dalam batas normal yaitu terletak antara batasan pengawasan atas (UCL)
dan batasan pengawasan bawah (LCL).
2. Apabila kerusakan produk di atas garis UCL maka perusahaan akan
mengalami kerugian yang dikarenakan jumlah kerusakan produk tinggi
dan jika jumlah kerusakan produk di bawah LCL maka perusahaan akan
memperoleh keuntungan/laba besar yang dikarenakan jumlah kerusakan
produknya sedikit.
2.3. Intensitas pengawasan kualitas
Metode yang digunakan untuk mengetahui jumlah produk rusak yang
optimal yaitu jumlah produk rusak dengan biaya pengawasan kualitas yang
efisien.
Biaya-biaya yang diperhitungkan adalah:
1) Biaya pengawasan kualitas
R.o
( Indriyo Gitosudarmo, 1993 : 142)
QCC
q
Dimana:
QCC = total biaya pengawasan kualitas
R

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= jumlah produk rusak

2) Biaya jaminan mutu/kualitas


Dirumuskan: QAC = c.q
QAC = total biaya jaminan mutu
c

= biaya jaminan mutu tiap unit

= jumlah produk rusak selama satu periode

3) Total biaya atas kualitas

TQC

= QCC + QAC

Dimana:
TQC

= total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas


QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
4) Dari kedua biaya tersebut diatas yaitu biaya pengawasan kualitas (QCC) dan
biaya jaminan mutu (QAc), maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya
tersebut dan menemukan jumlah produk rusak yang menanggung total biaya
kualitas yang rendah. Caranya adalah dengan menyamakan persamaan garis
dari kedua biaya tersebut. Titik temu itu adalah pada:

Q*

R.o
c

Dimana:
Q*

= jumlah produk optimal

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= biaya jaminan mutu tiap unit

Keterangan:
1. Q* untuk mengetahui jumlah produk rusak yang menanggung biaya
terendah.
2. Intensitas pengawasan kualitas sudah berjalan baik jika produk rusak yang
benar-benar terjadi (Q) lebih kecil dari produk rusak yang dikehendaki
(Q*).
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Analisis Control Charts
Control Charts merupakan analisis untuk mengetahui rata-rata kerusakan dari
produk yang diperiksa, serta untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi,
kemudian ditentukan batasan pengawasannya yaitu batas atas dan batas bawah. Data yang
diperoleh selama penelitian adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Persentase Kerusakan Produk Mebel Tahun 2009


Jumlah Produk
Rusak

Persentase
Kerusakan

Januari
8.500
Februari
8.000
Maret
8.500
April
8.000
Mei
7.500
Juni
8.000
Juli
7.500
Agustus
8.500
September
8.000
Oktober
7.500
Nopember
8.000
Desember
8.500
Jumlah
96.500
Sumber : Data Penelitian

216
211
235
219
191
193
195
226
224
202
207
212
2.531

2,5
2,6
2,8
2,7
2,5
2,4
2,6
2,7
2,8
2,7
2,6
2,5

= 96.500 unit
= 2.531 unit

Bulan

Jumlah Produk
yang Diperiksa

Jumlah produk yang diperiksa


Jumlah produk yang rusak
Persentase kerusakan
X
P
n
2.531

96.500
0,026
2,6 %

n rata-rata
96.500
12
8041,67

Standar Deviasi (penyimpangan)

SP

P(1 P )
n

0,026 (1 0,026)
8041,67

0,025324
8041,67

0,0000031
0,0017746
-

Batasan pengawasan
Batasan Atas (Upper Control Limit = UCL)
UCL P 3SP
0,026 3 (0,0017746)
0,026 0,0053238
0,031 atau 3,1 %

Batasan Bawah (Low Control Limit = LCL)


LCL P 3SP
0,026 3(0,0017746)
0,026 0,0053238
0,021 atau 2,1 %

Dari perhitungan dengan metode control charts diperoleh batas atas sebesar
0,031 atau 3,1 % dan batas bawah sebesar 0,021 atau 2,1 %. Dengan melihat batasan
pengawasan yaitu batas atas (UCL) dan batas bawah (LCL) serta kejadian selama satu
tahun, maka dikatakan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel sudah
dilaksanakan dengan baik, karena kerusakan produk yang terjadi masih dalam batas
wajar yaitu masih terletak antara batas atas dan batas bawah. Kejadian-kejadian itu
bila digambarkan tampak sebagai berikut:

Persentase Kerusakan (%)

3,1

UCL

2,6

2,1

LCL

10

11

12

Bulan

Gambar 2. Grafik Control Charts Mebel


Indikator-indikator kerusakan produk dan sebab terjadinya kerusakan produk:
1. Produk rusak digudang sebelum barang dijual seperti: kotor, pecah, cacat dan lainnya
2. Produk rusak merupakan hal yang normal terjadi dalam proses pengolahan produk,
seperti : berlubang, cacat, kotor.
3.2. Analisis Intensitas Pengawasan Kualitas
Analisis yang digunakan untuk mengetahui seberapa jauh pengawasan terhadap
kualitas produk yang dijalankan pada PT. Mitra Sejati dan untuk mengetahui besarnya
biaya yang timbul akibat adanya kegiatan pengawasan kualitas yaitu biaya yang efisien
dengan tingkat kerusakan produk yang optimal. Biaya-biaya yang diperhitungkan dalam
kegiatan pengawasan kualitas adalah:
1. Biaya pengawasan kualitas
Biaya-biaya yang merupakan biaya pengawasan kualitas adalah:
a. Biaya kerusakan bahan baku dan bahan penolong karena kurangnya perawatan
pada waktu penyimpanan di gudang dan kurang stabilnya mutu bahan baku,
sehingga pada waktu bahan baku akan diproses kualitasnya mengalami
penyusutan.
b. Biaya tenaga kerja yang terlibat dalam pengawasan kualitas. Biaya ini merupkan
biaya tambahan karena perusahaan sering mengadakan kerja lembur untuk
pemeriksaan kualitas. Besarnya biaya pengawasan kualitas dipengaruhi oleh ketat
tidaknya intensitas pengawasan kualitas produk. Hal tersebut dapat diketahui
dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
R.o
QCC
q
Dimana:

QCC

= total biaya pengawasan kualitas

= jumlah produk ditest

= biaya pengetesan setiap kali test

= jumlah produk rusak

2. Biaya jaminan mutu


Biaya jaminan mutu yang dikeluarkan perusahaan diakibatkan karena kerusakan
produk selama perjalanan dari perusahaan ke distributor atau ke konsumen. Biaya
jaminan mutu ini meliputi:
a. Biaya perbaikan produk yang rusak
b. Biaya penggantian produk rusak dan cacat
c. Biaya atas ditanggungnya resiko menyebabkan berkurangnya volume penjualan
karena biaya produk yang rusak atau cacat telah dibeli oleh konsumen. Besarnya
biaya jaminan mutu dapat dicari dengan menggunakan rumus:
QAC
= c.q
Dimana:
QAC

= total biaya jaminan mutu

= biaya jaminan mutu tiap unit

= jumlah produk rusak selama satu periode

3. Total Biaya Kualitas


Total biaya atas kualitas merupakan jumlah antara biaya pengawasan kualitas dengan
biaya jaminan mutu, secara matematis total biaya atas kualitas dirumuskan sebagai
berikut:
TQC

= QCC + QAC

Dimana:
TQC

= total biaya atas kualitas

QCC = total biaya pengawasan kualitas


QAC = total biaya jaminan mutu/kualitas
Dari keadaan di atas, maka dapat dicari titik temu antara kedua biaya tersebut untuk
menentukan jumlah produk rusak yang menanggung biaya kualitas yang terendah.
Titik temu itu dapat diketahui dengan rumus:

R.o
c

Q*

Dimana:
Q*

= jumlah produk optimal

= jumlah produk ditest/diperiksa

= biaya pengetesan setiap kali test

= biaya jaminan mutu tiap unit

Perhitungan intensitas pengawasan kualitas dalam penelitian ini adalah:


1. Intensitas pengawasan kualitas mebel
- R
= jumlah produk yang diperiksa
= 96.500 unit
-

Biaya tenaga kerja yang melakukan kegiatan pengendalian kualitas dalam satu
tahun.
7 orang tenaga kerja = 7 x 12 x 420.000
= Rp.35.280.000

- Biaya bahan baku dan bahan penolong sebesar Rp. 450.000


Dalam satu bulan melakukan kegiatan pengendalian kualitas rata-rata sebanyak 9
kali, jadi dalam satu tahun sebanyak 9 12 = 108 kali.
Sehingga biaya pengetesan setiap kali test (o) adalah:
o Rp. 35.280.000 Rp. 450.000
108

Rp. 35.730.000
108

Rp. 330.833,3
2. Biaya jaminan mutu setiap unit (c):
Harga jual per unit mebel sebesar Rp. 140.000, 00
Besarnya biaya jaminan mutu setiap unit sebesar 2 % dari harga jual.
C = Rp. 140.000, 00 2 %
= Rp. 2.800, 00

Berdasarkan data diatas, dapat dibuat persamaan total biaya pengawasan


kualitas (QCC) dan biaya jaminan mutu (QAC) sebagai berikut:
R.o
QCC
q

96.500 x 330.933,3
q

QAC c.q
Rp. 2.800 x q
Dari persamaan tersebut, dapat ditentukan jumlah produk rusak yang menanggung
biaya terendah (q*) yaitu:

q*

R.o
c
96.500 x 330.833,3
2800

11401933,3
3376,674888 unit
Maka biaya pengwasan kualitas yang ditanggung perusahaan sebesar :
-

Biaya pengawasan kualitas (QCC) :


R.o
QCC
q

96.500 x 330.833,3
3378,674888

Rp. 9.449.093,064 dibulatkan Rp. 9.449.093


-

Biaya jaminan mutu (QAC)


QAC = c x q
= Rp. 2.800 x 3378,674888
= Rp. 9.460.289, 686 dibulatkan Rp. 9.460.290

Jadi total biaya atas kualitas (TQC)


TQC = QCC + QAC

= Rp. 9.449.093,064 + Rp. 9.460.289,686


= Rp. 18.909.382,75 dibulatkan Rp. 18.909.383
Dari perhitungan dengan menggunakan analisis intensitas pengawasan
kualitas, jumlah produk rusak yang menanggung biaya terendah sebanyak 3376
unit dan total biaya atas kualitasnya sebesar Rp. 18.909.383 yang terdiri dari
QCC sebesar Rp. 9.449.093 dan QAC sebesar Rp. 9.460.290 Apabila diadakan
perbandingan antara q* yang dikehendaki dengan q (produk rusak) yang benarbenar terjadi terdapat selisih sebesar 3376 - 2.531 = 845 unit. Selisih ini
menunjukkan bahwa produk rusak yang benar-benar terjadi lebih kecil dari
produk rusak yang dikehendaki. Maka dapat dikatakan bahwa intensitas
pengawasan kualitas yang dilaksanakan telah berjalan dengan baik. Sedangkan
perhitungannya akan nampak seperti dibawah ini:
-

Misal q
Maka :

QCC

= 1000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
1000

31.925.414
QAC = c x q
= 2.800 x 1000
= 2.800.000
TQC

= QCC + QAC
= 31.925.414 + 2.800.000
= 34.725.414

Misal q

QCC

= 2000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
2000

15.962.707

QAC = c x q
= 2.800 x 2000
= 5.600.000
TQC

= QCC + QAC
= 15.962.707 + 5.600.000
= 21.562.707

Misal q

QCC

= 3000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
3000

10.641.805
QAC = c x q
= 2.800 x 3000
= 8.400.000
TQC

= QCC + QAC
= 10.641.805 + 8.400.000
= 19.041.805

Misal q

QCC

= 3376 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
3376

9.456.579
QAC = c x q
= 2.800 x 3376
= 9.452.800

TQC

= QCC + QAC
= 9.456.579 + 9.452.800
= 18.909.379

Misal q

QCC

= 5000 unit

R.o
q
96.500 x 330.933,3
5000

6.385.082
QAC = c x q
= 2.800 x 5000
= 14.000.000
TQC

= QCC + QAC
= 6.385.082 + 14.000.000
= 20.385.082

Perhitungan tersebut bila disusun dalam tabel tampak seperti di bawah ini :
Tabel 2. Jumlah produk rusak (q), masing-masing biaya
(QCC, QAC, TQC)
q (Unit)

QCC (Rupiah)

QAC (Rupiah)

TQC (Rupiah)

1000

31.924.414

2.800.000

34.725.414

2000

15.962.707

5.600.000

21.562.707

3000

10.641.805

8.400.000

19.041.805

3376

9.456.579

9.452.800

18.909.379

5000

6.385.082

14.000.000

20.385.082

Sumber : data primer yang diolah


Grafik QCC, QAC, TQC (Jutaan Rupiah) ditunjukkan pada gambar berikut:

35.000.000
30.000.000
TQC
25.000.000
20.000.000
15.000.000

QAC

10.000.000
QCC
5.000.000
0

1000

2000

3000

4000

5000

(Ribuan Unit)
Gambar 3. Grafik biaya kualitas
Keterangan :
Dari grafik tersebut diatas dapat dilihat bahwa :
1. QCC akan menurun apabila jumlah produk rusak meningkat dan sebaliknya QCC
akan meningkat apabila jumlah produk rusak menurun.
2. QAC akan menurun apabila jumlah produk rusak juga menurun dan sebaliknya
QAC akan meningkat apabila jumlah produk rusak juga meningkat.
3. Dengan jumlah produk rusak sebanyak 3376 unit akan diperoleh biaya QCC
sebesar Rp. 9.456.579, biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800 dan biaya TQC = Rp.
18.909.379

IV. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


4.1. Kesimpulan
1. Analisis Control Charts
Analisis control charts untuk mebel sebagai berikut:
1) Jumlah produk yang diperiksa sebanyak 96.500 unit
2) Rata-rata kerusakan produk sebesar 0,026 atau 2,6 %
3) Untuk batasan pengawasannya:
a. Batas atas (UCL) sebesar 0,031 atau 3,1 %
b. Batas bawah (LCL) sebesar 0,021 atau 2,1 %

Dapat disimpulkan bahwa pengendalian kualitas terhadap mebel


sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak masih dalam
batas yang wajar yaitu terletak antara batas atas dan batas bawah.
2. Analisis intensitas pengawasan kualitas
Intensitas pengawasan kualitas untuk mebel sebagai berikut:
1)
2)

Produk rusak yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit.


Jumlah produk rusak yang dikehendaki yaitu yang menanggung biaya
kualitas terendah (q*) sebanyak 3376 unit.
3) Total biaya atas kualitas sebesar Rp. 18.909.379 yang terdiri dari biaya
QCC sebesar RP. 9.456.579 dan biaya QAC sebesar Rp. 9.452.800.
Sehingga dapat disimpulkan bahwa intensitas pengawasan kualitas
terhadap mebel sudah dilaksanakan dengan baik, karena jumlah produk rusak
yang benar-benar terjadi sebanyak 2531 unit lebih kecil dari jumlah produk
rusak yang dikehendaki sebanyak 3376 unit.
4.2. Rekomendasi
Dari hasil analisis tersebut, maka penulis memberikan saran-saran. Adapun
saran-saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:
1) Manajemen pengendalian mutu lebih meningkatkan frekuensi pemeriksaan
untuk mengurangi jumlah produk rusak walaupun harus menanggung biaya
kualitas tinggi.
2) Meningkatkan pelayanan terhadap konsumen, misalnya dengan memberikan
jaminan kualitas terhadap produk yang diberikan kepada pelanggan. Hal ini
perlu dilakukan agar konsumen atau pelanggan tetap setia kepada perusahaan,
mengingat adanya persaingan yang semakin ketat.
3) Melakukan pengendalian kualitas secara terus menerus, agar jumlah produk
rusak dapat diminimalkan menjadi lebih kecil.
DAFTAR PUSTAKA
Agus Ahyari, 2000, Manajemen Produksi, BPFE-UGM, Yogyakarta.
Elwood S. Buffa dan Rakesh K. Sarin, 1999, Manajemen Operasi dan Produksi Modern,
Binarupa Aksara, Jakarta.
Fandi Tjiptono, 1995, Total Quality Management, Andi Offset, Yogyakarta.
Gasperz V, 1997, Manajemen Kualitas, PT. Gramedia, Jakarta.
Indriyo Gitosudarmo, 1993, Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, BPFEUGM, Yogyakarta.
Lalu Sumayang, Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Salemba Empat,
Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai