Anda di halaman 1dari 10

Makalah Farmakoterapi Terapan Lanjut

Prinsip Dasar Kerja Obat (Sifat Fisika Kimia Obat)

Kelompok 1
Disusun Oleh :
Desy Ratna Sari N. S. Farm

(14340071)

Yohanes. S. Farm

(14340001)

Pratiwi. S. Farm

(14340015)

Nabhilla Sofia. S. Farm

(14340043)

Sari Purwitarini. S. Farm

(14340057)

Ivan Bin Hebron. S. Farm

(14340029)

PROGRAM STUDI APOTEKER


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI NASIONAL
JAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur atas kehadirat yang Maha Kuasa yang telah melimpahkan rahmat-Nya
atas segala berkah dan kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan Tugas Makalah Mata
Kuliah Farmakoterapi terapan lanjut ini dengan tepat waktu.
Makalah ini berjudul Prinsip Dasar Kerja Obat (Sifat Fisika Kimia Obat)sebagai
bentuk tugas mata kuliah Farmakoterapi Terapan Lanjut. Pada kesempatan ini kami juga
ingin berterimakasih kepada Ibu Dra. Sulina K., MS., Apt selaku dosen Mata Kuliah
Farmakoterapi terapan lanjut yang telah membimbing dan membantu kami dalam pengerjaan
makalah ini.
Kami menyadari masih banyak kekurangan yang terdapat dalam penulisan dan penyajian
materi pada makalah yang sederhana ini. Dan untuk itu kami menerima saran dan kritik dari
pembaca.
Tiada hal lain yang kami harapkan selain makalah ini dapat diterima dengan baik dan
bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Jakarta, November 2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Penggunaan obat yang rasional dimulai pada abad ke 19 dan mengalami tiga tahap
perkembangan. Pertama, dengan lahirnya sintetis kimia organik dan pertanyaan bagaimana
beberapa zat baru mempunyai khasiat medis. Diantara zat-zat kimia terbaru yang diakui
sebagai terapeutik penting sebagai anastetik umum dan bahan-bahan kemoterapi adalah
salvarsan. Pilar kedua dalam pengobatan modern telah dijelaskan sebagai mode aksi dari
bahan-bahan kimia dengan pengujian terhadap hewan dan manusia. Ketiga, peningkatan
pengetahuan manusia tentang penyakit yang ditunjukkan dengan gangguan mekanisme
kontrol fisiologis dan perubahan anatomi yang parah.
Dari asal usul yang berbeda, farmakologi klinis telah muncul sebagai suatu disiplin
ilmu yang bertujuan, secara umum, studi ilmiah obat pada manusia. Ada banyak aspek
farmakologi klinis, farmakokinetik, deskripsi matematis bagaimana nasib obat dalam tubuh,
termasuk proses penyerapan obat, distribusi, metabolisme dan ekskresi, telah menarik
perhatian proporsional yang penting karena kemampuan untuk mengukur dengan tepat
konsentrasi

obat

dalam

cairan

biologis

menggunakan

teknologi

analitis

halus.

Farmakodinamik meliputi studi tentang efek obat pada tubuh dan mode yang mendasari kerja
obat; masih tetap menjadi tantangan utama dalam farmakologi klinis karena teknik yang
tersedia yang baik invasif dan demikian umumnya tidak dapat diterapkan atau non invasif
dan cenderung mentah dan tidak tepat. Toksikologi adalah aspek farmakologi yang
berhubungan dengan efek samping dari obat yang digunakan dalam terapi dan bahan kimia
yang digunakan dalam rumah tangga, industri, atau yang ditemukan di lingkungan. Karena
alasan ini adalah bentuk farmakologi klinis yang paling sering ditunjukkan ke publik dan
merupakan salah satu alasan untuk saat ini jauh dari obat-obatan allopathic. Aspek yang
berbeda dari farmakologi klinis dengan pengujian pada manusia dengan uji klinis. Studi
tersebut hanya baik sebagai metode yang digunakan untuk menilai efek obat, dan metode
statistik untuk mengevaluasi hasil.
Penggunaan obat rasional dalam kedokteran klinis jelas menyajikan tantangan ke
farmakologi klinis. Kebijakan fiskal baru untuk menahan pilihan obat yang tersedia untuk
dokter berlatih baik di Inggris dan di tempat lain membuat penaksiran dari nilai agen terapi
individu lebih relevan dibandingkan sebelumnya. Daftar obat yang tersedia untuk resep

terbatas harus didasarkan pada prinsip-prinsip farmakologi klinis yang dijelaskan dalam
paragraf berikut.
Penggunaan obat secara rasional dalam pengobatan klinis jelas menyajikan sebuah
tantangan pada farmakologi klinis. Tindakan untuk mengendalikan pilihan obat yang tersedia
kepada tenaga medis di Inggris dan dimanapun membuat penilaian dari hasil terapi individu
yang lebih relevan daripada sekarang. Daftar obat pilihan bagi resep yang terbatas harus
berdasarkan prinsip farmakologi klinis. Prinsip-prinsip yang mendasari terapi obat pada
dasarnya sama untuk pengobatan klinis pada kondisi apapun dimana obat yang digunakan
memilki variabel yang jelas termasuk sifat dan stadium penyakit, sifat kimia dan fisika dari
obat yang digunakan. Tujuan dari semua terapi adalah untuk mengelola obat tepat pada dosis
yang tepat untuk menghasilkan efek terapi yang diinginkan meminimalkan dengan efek
samping yang tidak diinginkan.
1.2

Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini adalah untuk menjelaskan tentang bagaimana
konsep dasar dari prisip kerja obat dimana pada makalah ini kami lebih dalam membahas
tentang bagiaman sifat fisika kimia dari sebuah obat yang dapat mempengaruhi proses
perjalanan obat didalam tubuh sehingga obat tersebut dapat memberikan efek terapi.

1.3

Manfaat
Adapaun

manfaat

dari

pembuatan

makalah

ini

adalah

dimana

kami

mahasiswa/mahasiswi dapat mengetahui bagaimana konsep dasar dari prisip kerja obat
terutama pada sifat fisika kimia dari sebuah obat yang dapat mempengaruhi proses perjalanan
obat didalam tubuh sehingga obat tersebut dapat memberikan efek terapi.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Prinsip Dasar Kerja Obat
Sifat Fisikokimia Obat
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar pada
kinetika pelarutan. Luas permukaan yang efektif obat dapat sangat diperbesar dengan
memperkecil ukuran partikel. Karena pelarutan terjadi pada permukaan solute, maka semakin
besar luas permukaan makin cepat laju pelarutan. Bentuk geometric partikel juga
mempengaruhi luas permukaan dan selama pelarutan permukaan berubah secara konstan.
Obat juga dapat berada dalam bentuk lebih dari satu bentuk Kristal yang dikenal sebagai
polimorf. Polimorf-polimorf ini mempunyai struktur kimia yang identik, tetapi menunjukkan
kinetika pelarutan yang berbeda.
Pada umumnya membran sel mempunyai struktur lipoprotein yang bertindak sebagai
membrane lipid semipermeable. Berbagai penyelidikan telah dilakukan menggunakan obat
dengan berbeda struktur dan sifat fisikokimia dan dengan membrane sel, sebagai hasilnya
diketahui mekanisme pengangkutan beberapa obat lewat membrane sel. Salah satu temuan
menunjukkan bahwa beberapa sifat fisikokimia molekul memilki pengaruh terhadap laju
lintas obat lewat membrane sel.(2)Sifat fisikokimia yang paling penting dari obat adalah
kelarutan lemak (lipid) , derajat ionisasi dan ukuran molekul.
2.2.1 Kelarutan lemak (lipid)
Kelarutan lemak (lipid) adalah penentu utama dari kemampuan obat untuk
menyeberangi membran dari dinding sel, kemampuan obat melewati dari saluran pencernaan,
tubulus ginjal, atau sawar darah otak. Sawar Absorpsi adalah

batas pemisah antara

lingkungan dalam dan lingkungan luar, ialah membran permukaan sel. Absorpsi dan sama
halya distribusi dan ekskresi tidak mungkin terjadi tanpa suatu transpor melalui membran.
Menurut Model Fluid-Mosaik yang dikemukakan oleh Leonard dan Singer membran terdiri
atas lapisan rangkap lipid, dan protein seperti pulau terkait di dalamnya atau di atasnya dan
dengan demikian membentuk mosaik. Relevansi kelarutan lemak terbaik dapat dihargai
dengan mempertimbangkan nasib obat benar-benar diserap dalam sistem tubulus ginjal untuk
tetap dalam tubuh untuk waktu yang tak terbatas.
Obat-obat yang larut dalam lemak lebih mudah melewati membrane sel dari pada obat
yang kurang larut dalam lemak atau larut dalam air. Bagi obat yang bersifat elektrolit lemah

sebagai missal asam dan basa lemah, besar ionisasinya mempengaruhi laju pengangkutan
obat. Bagian obat yang terionisasi mempunyai muatan dan menjadikan lebih larut dalam air
dari pada bagian yang tidak terionisasi.
Asam lemah, pH yang tinggi (suasana basa) akan meningkatkan ionisasinya,dan
mengurangi bentuk nonionnya. Sebaliknya untuk basa lemah, pH yang rendah (suasana
asam) yang akan meningkatkan ionisasinya dan mengurangi bentuk nonionnya. Hanya
bentuk nonion yang dapat diabsorpsi, oleh karna bentuk nonion dan bentuk inon berada
dalam keadaan kesetimbangan maka setelah bentuk nonion diabsorpsi kesetimbangan akan
bergeser kearah bentuk non ion sehingga absorpsi akan berjalan terus menerus sampai habis.
Metabolisme obat dapat dilihat sebagai mekanisme untuk mengubah senyawa yang larut
dalam lipid menjadi senyawa yang lebih tinggi tingkat kelarutannya dalam air, yaitu polaritas
yang lebih besar. Sifat metabolit yang larut dalam air pada tubulus ginjal sangat berbeda dari
senyawa asalnya. Metabolit tidak diserap kembali di tubulus ginjal dan akan dikeluarkan
melalui urin.
Kelarutan lemak dapat diukur dengan metode invitro menggunakan partisi dari obat
antara pelarut organik dan pelarut air. Tabel 1. Menunjukkan agen pemblok betaadrenoseptor antara oktanol dan air, ini memiliki relevansi klinis karena beta-bloker memiliki
tingkat kelarutan tinggi dalam lemak misalnya propanolol dan oxprenolol, dimana cenderung
baik diserap dari usus, dan menunjukkan tinggi first pass effect dalam usus dan hati dan
memiliki waktu paruh yang relatif singkat. Obat juga mudah melewati korteks serebral
sehingga memiliki kecenderungan untuk menghasilkan efek samping sentral.
Tabel 1. Beberapa Nama Dagang Obat Golongan Beta-Bloker
Obat

Cardio
selectivity

Acebutolol
Alprenolol
Atenolol
Metoprolol
Nadolol
Oxprenolol
Pindolol
Practolol
Propanolol
Sotalol
Timolol

+
+
+
-

Intrinsic
sympathomimeti
c activity
+
+
+
+
+
-

Membrane
stabilizing
activity
+
+

+
+
+
+

Log partition
coefficient
actanol/water
1,87
2.61
0,23
2.15
0.71
2.18
1,75
079
3.65
0.79
2.10

Di sisi lain terdapat juga beta-adrenoreseptor blocking yang kurang larut dalam lipid
seperti atenolol dan sotolol dimana obat-obatan tidak begitu mudah diserap, tidak secara
ekstensif metabolisme di hati, dan cenderung akan di eliminasi berubah melalui ginjal.
Dimana akses obat tidak mudah ke sawar otak yang bersifat lebih larut dalam lipid.
Sejauh mana obat terionisasi tergantung pada pKa obat dan pH dari media di mana
obat terlarut. pKA didefinisikan sebagai pH di mana 50 persen dari obat terionisasi. Jika obat
asam lemah direpresentasikan sebagai HA, oleh karena itu :
HA

H+ + A-

(1)
( A)
(HA )

( H)
Ka=

++
Dan selanjutnya

(2)

di mana Ka adalah konstanta disosiasi. pKa adalah antilog Ka.


Logaritma transformasi dari persamaan (2) diturunkan kembali sehingga:
A
(HA )
pH= pKa+ log 10

(3)

Dari sini dapat dilihat bahwa perubahan pH dengan PKa obat seperti Fenobarbital
akan menimbulkan perubahan besar dalam tingkat ionisasi. Hal ini dimanfaatkan secara klinis
pada pasien yang over dosis dengan Fenobarbital dengan cara urin dibuat alkali dengan
pemberian Natrium Karbonat untuk mempercepat eksresinya. Jika pH urin 8,0 maka lebih
dari 95% Fenobarbital akan terinonisasi dan dengan demikian akan diserap kembali oleh
ginjal. Untuk obat seperti amfetamin atau quinidine (dilambangkan dengan BH) pada
persamaan (3) diturunkan kembali sehingga:
+
B

(BH )+

pH= pKa+ log 10

(4)

Dengan argumen yang sama seperti diatas pengasaman urin akan meningkatkan
pengeluaran obat sehingga dapat mencegah terjadinya over dosis.

2.2.2 Derajat Ionisasi


Derajat ionisasi obat bergantung pada konstanta ionisasi obat (pKa) dan pada pH
larutan dimana obat berada. Jumlah ionisasi suatu elektrolit lemah bergantung pada pKa dan
pH medium tempat obat terlarut. Derajat ionisasi memiliki implikasi untuk penyerapan obat
dari saluran pencernaan. Kondisi asam yang rendah di dalam lambung, dihargai dari
persamaan (3) bahwa obat asam seperti salisilat dan warfarin akan ada yang istimewa dalam
bentuk larut lipid non-terionisasi. Dasar obat seperti klorpromazin dan antidepresan trisiklik
cenderung terionisasi larut dalam asam lambung. Pada pH ini semakin besar permukaan dari
usus kecil. Hal ini menyatakan bahwa kedua jenis obat pH dan PKa (konstanta ionisasi) akan
cenderung maksimal diserap lebih rendah disaluran pencernaan dari lambung. Diilustrasikan
pada gambar 1.(1,2,3)

Gambar 1. Proses distribusi obat bersifat asam (warfarin) diantara cairan plasma dan
lambung.

2.2.3 Ukuran Molekul


Sifat fisikokimia lain yang mempengaruhi perjalanan suatu obat lewat suatu
membrane sel adalah ukuran molekul. Molekul yang sangat kecil seperti urea dan ion-ion
kecil seperti Na+2, K+ dan Li+2 bergerak melewati membrane secara cepat seolah olah
membrane itu memilki pori, makromolekul yang sangat besar seperti protein tidak dapat
melewati membrane sel, namum dapat melewati membrane tapi dalam jumlah sedikit.
Fenomena ini sering terjadi bila obat berikatan dengan protein plasma.
Ukuran molekul adalah mungkin yang paling penting dari tiga sifat fisik obat. Biliary
excretion sebagian besar ditentukan oleh ukuran molekul. Senyawa dengan berat molekul
lebih besar dari 400 seperti molekul ekresi empedu. Berat molekul ini menunjukkan variasi
spesies yang cukup besar dan berlaku untuk konjugat obat juga. Properti ini juga dapat
digunakan terapi. Ampisilin yang pengeluaran/ekresi dalam empedu dan penggunaan dalam

pengobatan injeksi saluran empedu, sekali konjungan usus telah mencapai usus melalui
empedu mereka dapat dipecah oleh enzim dari bakteri usus, membebaskan obat bebas untuk
reabsorpsi.

BAB III
KESIMPULAN
Adapun kesimpulan dari pembahasan diatas adala sebagai berikut:
Bahwa prinsip-prinsip yang mendasari terapi obat pada dasarnya sama untuk
pengobatan klinis pada kondisi apapun, dimana obat yang digunakan harus sesuai variabel
yang jelas termasuk sifat dan stadium penyakit, sifat kimia dan fisika dari obat yang
digunakan.sehingga menghasilkan efek terapi yang diinginkan meminimalkan dengan efek
samping yang tidak diinginkan.
Sifat fisika dan kimia partikel-partikel obat padat mempunyai pengaruh yang besar
pada kinetika pelarutan. beberapa sifat fisikokimia molekul memilki pengaruh terhadap laju
lintas obat lewat membrane sel adalah kelarutan lemak (lipid), derajat ionisasi dan ukuran
molekul. Dimana ketiganya ini saling berkaitan terhadap proses perjalanan obat didalam
tubuh sampai memberikan efek terapi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Breckenridge. A, M. LE Orme. Principle Of Clinical Pharmacology And


Therapeutics.
2. Shargel. L, Andrew B.C.YU. 2005. Biofarmasetika Dan Farmakokinetika Terapan
Edisi ke-2. Airlangga University Press. Hal: 86-87, 97
3. Gan gunawan, S. 2007. Farmakologi dan terapi Edisi ke-5. FKUI. Jakarta. Hal 2.

Anda mungkin juga menyukai