Anda di halaman 1dari 9

Sekularisme dan Perkembangan Islam

Di Prancis

A. PENGERTIAN SEKULARISME
Menurut Ensiklopedi Britania, menyebutkan bahwa sekularisme adalah sebuah gerakan
kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata mata
berorientasi kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, orang sangat
cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia. Sekularisme tampil
untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang pada abad kebangkitan,
orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan
dan kemungkinan terealisasinya ambisi mereka terhadap dunia. Lalu orientasi kepada sekularisme
yang merupakan gerakan perlawan terhadap agama dan ajaran Masehi terus berlanjut di celah-celah
sejarah modern seluruhnya[1].
Di Kamus Oxford, menyebutkan sebagai berikut, Sekularisme artinya bersifat keduniaan atau
materialisme, bukan keagamaan atau keruhaniaan. Seperti pendidikan sekuler, seni atau musik sekuler
pemerintahan sekuler, pemerintahan yang bertentangan dengan gereja. Sekularisme adalah pendapat
yang mengatakan bahwa agama tidak layak menjadi fondasi akhlak dan pendidikan[2].
Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak
boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.
Dalam melacak etimologi dari istilah sekuler, Nikki Keddie mencatat bahwa kata tersebut diturunkan
dalam bahasa Inggris pertengahan dari bahasa Prancis Kuno seculer (yang juga diturunkan dari
istilah Latin saecularis). Kata ini asalnya merujuk pada para pendeta yang tidak terikat oleh aturan
aturan keagamaan dari kelompok kebiaraan (monastic order). Keddie menambahkan : Dalam bahasa
Inggris pertengahan, ia dapat pula merujuk pada alam duniawi sebagai lawan kata dari yang Ilahi
alam suci dan ukhrawi yang secara historis di Eropa Barat dimonopoli oleh Gereja Katolik Roma[3].
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah
tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara
Katholik dan Protestan di Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka
yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan
Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main
kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa
negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sehingga negaralah yang
layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui
keberadaannya di gereja-gereja saja.
B. PENGARUH SEKULARISME
Awalnya sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan negara. Namun dalam
perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke segala lini pemikiran kaum
intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan bakar sekaligus sumber inspirasi ke segenap
kawasan pemikiran. Paling tidak ada tiga kawasan penting yang menjadi sasaran perbiakan
sekularisme[4], sebagaimana yang akan diungkap dalam tulisan ini:

a. Pengaruh sekularisme di bidang Aqidah


Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala
bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau
doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada
kekuatan akal manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan
dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap faham keagamaan yang paling
fundamental di bidang aqidah adalah ditandai dengan munculnya berbagai aliran pemikiran seperti:
pemikiran Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme, Freudianisme dsb., yang memisahkan diri dari
ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini
akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan
kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan faham keagamaan yang ada. Mereka
mengingkari adanya Pencipta, sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan
manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya
sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.
b. Pengaruh sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek yang paling mendasar (aqidah) tersebut,
tetapi terus merambah pada aspek pengaturan kehidupan lainnya dalam rangka untuk menyelesaikan
segenap persoalan kehidupan yang akan mereka hadapi. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari
ikrar mereka untuk membebaskan diri dari Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai contoh sederhana
yang dapat dikemukakan penulis adalah:
-

Di bidang pemerintahan

Dalam bidang pemerintahan, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam bidang politik
adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang berhubungan
dengan kehidupan dunia dan dipersempit menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan dan kekuasaan
belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung
agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula para pemikir demokrasi seperti John
Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah
pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari
mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini
kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan
individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang
independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian
dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya
tahun 1863 sebagai: pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat (Roberts & Lovecy,
1984).
-

Di bidang Ekonomi

Dalam bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori ekonominya
berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith memandang bahwa manusia memiliki
sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia
seperti ini tidak negatif, tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi
dan pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia ini tidak akan

mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Setiap orang yang
menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas
tingkat harga pasar (Deliarnov, 1997).
-

Di bidang Sosiologi

Dalam bidang sosiologi, muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile
Durkheim dsb. Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi
dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan
perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon, 1999). Dari
sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa sosial dapat lebih mudah dan
leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus pasrah dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan
sebagai ketentuan-ketentuan Tuhan.
-

Di bidang pengamalan Agama

Dalam pengamalan agama-pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham pluralisme
agama yang memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip kebebasan, yaitu negara harus
memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan tertentu); prinsip kesetaraan,
yaitu negara tidak boleh memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas,
yaitu negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama,
memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi, yaitu
dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
c. Pengaruh sekularisme di bidang akademik
Di bidang akademik[5], kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada
prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka
kembangkan yang mencakup tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu,
yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan
filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji
persoalan indah atau jelek.
Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita
dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia,
bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral
dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau
salah).
Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah metodologi
ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi, untuk menghasilkan produk-produk ilmu
pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan
dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan manusia sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin
berkembang, kokoh dan tak terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
Dari seluruh uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sekularisme telah hadir di dunia
ini sebagai sebuah sosok alternatif yang menggantikan sepenuhnya peran Tuhan dan aturan Tuhan di
dunia ini. Hampir tidak ada sudut kehidupan yang masih menyisakan peran Tuhan di dalamnya, selain

tersungkur di sudut hati yang paling pribadi dari para pemeluk-peluknya yang masih setia
mempertahankannya
C. SEKULARISME DI PRANCIS
Inti dari faham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari kehidupan
(falud-din anil-hayah). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik ditandai dengan 3
hal, yaitu: (1). Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan struktur eklesiatik, (2). Ekspansi
pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam bidang sosial dan ekonomi, yang semula
ditangani oleh struktur keagamaan, (3). Penilaian atas kultur politik ditekankan pada alasan dan tujuan
keduniaan yang tidak transenden.
Praktek Sekularisme di Prancis[6]
a. Korban-Korban Pelarangan Jilbab
Islamic Human Rights Commission, satu NGO Islam di Inggris, melaporkan (Januari 2003) bahwa
telah 400 kasus terjadi di Perancis berkenaan dengan pelarangan jilbab ini sebelum dan sesudah
pidato Chirac. Majalah Tarbawi (Januari 2004) menyebutkan bahwa sejumlah muslimah berjilbab
diberhentikan dari tempat kerja di institusi pemerintahan dan pendidikan Perancis. Seorang anggota
tim Juri pengadilan kota Bubini, Paris, juga dipecat dari pekerjaannya atas perintah jaksa agung
Perancis, karena berjilbab. Menteri kehakiman Dominique Perben melarang perempuan berjilbab
berada di gedung pengadilan. Ia mengatakan tidak dapat menerima simbol-simbol keagamaan ada di
ruang pengadilan. Menlu Perancis Nicole Sarkozi mengungkapkan pada 19 April 2003 bahwa mereka
yang mengenakan jilbab harus melepaskan jilbab bila terkait urusan kepolisian.
Doktor Yusuf Qardhawi dalam situs islamonline.com (majalah Tarbawi, Januari 2004) menyebutkan
bahwa pelarangan Kerudung Panjang sama sekali bertentangan dengan prinsip kebebasan hidup
modern, yakni kebebasan individu dan kebebasan beragama. "Ada kesalahan besar bila dikatakan
Kerudung Panjang adalah simbol keagamaan. Ini aneh. Kerudung Panjang bukan simbol agama, tapi
kewajiban. Tak ada terbetik dalam di pikiran seorang muslimah bahwa Kerudung Panjang untuk
menunjukkan keislaman seseorang. Kerudung Panjang tidak sama dengan salib atau dengan kippa
milik orang Yahudi," ujar Qardhawi.
b. Pelanggaran Jilbab bertentangan dengan HAM
Pelarangan jilbab bertentangan dengan hak-hak sipil yang terkandung dalam beberapa instrumen
HAM universal. Pasal 18 Deklarasi HAM Universal, 1948, menyebutkan bahwa : "Setiap orang
berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama; hak ini termasuk kebebasan menyatakan
agama dan kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya,
baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan di tempat umum maupun tersendiri."
Muatan pasal ini hampir senada dengan pasal 9 Konvensi Eropa tentang Perlindungan Hak-hak Asasi
Manusia dan Kebebasan Dasar tahun 1950. Sementara itu, pasal 18 ayat (2) Kovenan Internasional
Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966 menambahkan bahwa tidak seorang-pun boleh dikenakan
pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau
kepercayaan pilihannya sendiri.
c. Koran Perancis tidak ketinggalan Islam Phobia
[Al Islam 580] Barat kembali menunjukkan watak kebenciannya terhadap Islam. Sebuah majalah
Prancis, Charlie Hebdo membuat edisi terbaru dengan mengklaim sebagai "majalah Syariah

Mingguan", mencantumkan nama Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin redaksi dan redaktur
tamu (Republika.co.id, 2/11). Sampul majalah itu menunjukkan Nabi saw mengatakan: "100
cambukan jika anda tidak tertawa". Lalu, ada sebuah
halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, "Ya, Islam
identik dengan humor". Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk menyambut dengan
sindiran kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.
Itulah pelajaran yang dapat dipetik dari pelaksanaan Sekularisme di Perancis[7], bahwa sekularisme
itu tidaklah steril dari sikap diskriminatif, bahkan dijuruskan pada Islam phobia. Pantaslah hal itu
mengundang reaksi kemarahan dari kaum Muslim di Prancis. Menurut Ahmed Dabi, aktivis pembela
hak Muslim Perancis, majalah itu sengaja memprovokasi kemarahan dan ketidaksukaan terhadap
Muslim.
D. PERKEMBANGAN ISLAM DI PRANCIS
Islam adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar itu, agama
Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini. Mulai dari jazirah Arabia,
Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.
Pada abad ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa. Perlahan-lahan,
masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan Katholikini mulai menerima
kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam menjadi salah satuagama yang mendapat perhatian
serius dari masyarakat Eropa.
Di Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun 1922,
telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris.
Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.Di negara ini, Islam berkembang
melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya.
Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa,
terutama di Prancis[8].
Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut,
Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman
sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang dengan
pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara
perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran
melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam
yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa
kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok
masyarakat.
Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit,
bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat.
Pintu ke arah sana semakin terbuka.
Sebuah kajian memprediksikan bahwa jumlah umat Islam akan semakin bertambah tiga kali lipat
sampai tahun 2020 mencapai sekitar 20 juta warga muslim, disebabkan populasi mereka yang cepat
dan besar, banyak pendatang muslim dan juga banyak warga asli yang masuk Islam. Oleh karena itu,

warga muslim di sana tidak bisa diremehkan dan tidak mungkin diabaikan, lebih khusus mereka
mewakili 17% dari pekerja di militer Perancis.
Faktanya, para imigran yang mempunyai andil dalam penyebaran islam di Perancis kebanyakan
berasal dari negara-negara jajahan Perancis yang mayoritas muslim yaitu Aljazair, Maroko dan
Tunisia.
Adapun beberapa faktor pendukung berkembangnya Islam di Prancis[9], diantaranya adalah :
1. Faktor Internal
a. Tempat Ibadah
Fungsi Masjid di Prancis merupakan tempat mempertemukan berbagai macam bangsa yang berasal
dari berbagai komunitas muslim di dunia yang ssudah menetap dan menjadi warga muslim Prancis.
b. Organisasi Islam
Oranisasi Islam mempunyai peran penting dalam berbagai kegiatan dalam memobilisasi komunitas
muslim yang tersebar di beberapa tempat di Prancis. Keberadaan organisasi Islam di Prancis
dipengaruhi oleh keberadaan Masjid Agung Paris yang menjadi pusat Muslim. Di antara organisasi
yang dibentuk merupakan bentukan dari komunitas muslim dari berbagai negara seperti :
Islam Maghrib : Berasal dari negara Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko.
Mereka membentuk organisasi yang bernama GIF (Groupment Islamique en France).
Islam Afrika : Dibentuk oleh Imigran Islam Afrika, organisasi yang paling dikenal
adalah Association de Renovation de lalliance Islamique atau Perkumpulan Pembaruan Persekutuan
Muslim.
Islam Turki : Didirikan oleh masyarakat Muslim Turki dengan nama Union des Centres
Cultures Islamiqueatau Persekutuan Pusat Pusat Kebudayaan Islam.
Islam Asia dan Eropa : Mahasiswa Iran yang mendominasi pelajar yang menuntut ilmu di
Prancis mempelopori terbentuknya Organisasi Association des Etudiants Islamique en France atau
Perkumpulan Mahasiswa Islam di Prancis.
Islam Prancis : Terdapat dua organisasi yang cukup populer di kalangan umat Islam di Prancis
bahkan di tingkatan pemerintahan mereka mempunyai wakil. Organisasi tersebut adalah Federation
Nationale des Musulmans de France (FNMF) atau Federasi Nasional Muslim Prancis dan Union des
Oraginisations Islamiques de France (UOIF) atau Perkumpulan Organisasi organisasi Islam di
Prancis.
c. Praktek Islam
Praktek Islam di Prancis dibagi menjadi pada 3 praktek keagamaan, diantaranya :
-

Praktek Daerah

Praktek di daerah adalah praktek keagamaan yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau individu
dalam sebuah daerah dengan menyesuaikan diri di tempat mereka menetap. Upaya ini adalah usaha
umat Islam dalam menyesuaikan diri secara sosial dan politik dengan pemerintah dan berbagai partai
politik di Prancis.

Praktek Kelompok Umur

Praktek kelompok umur adalah praktek keagamaan yang dibedakan dalam perbedaan usia antara
kaum muda dan kaum tua. Kaum tua dalam prakteknya lebih bersifat tenang, sedangkan kalangan
muda lebih terbuka.
-

Praktek Sektoral

Praktek sektoral lebih bersifat politik sebagai upaya pemerintah, perusahaan negara dan swasta untuk
memenuhi hak hak pekerjanya. Para pekerja dibuatkan tempat ibadah beragam mulai dari masjid,
musholla bahkan ruang bawah tanah sebagai fasilitas tempat ibadah.
2. Eksternal
a. Migrasi Muslim ke Prancis
Keberadaan imigran muslim di Prancis mempengaruhi tumbuh dan perkembang pesatnya umat Islam.
Migrasi pertama pada tahun 1920-an sampai 1930-an lalu migrasi berikutnya pada tahun 1950-an
setelah Perang Dunia II berakhir.
Faktor yang mempengaruhi[10] warga Perancis masuk Islam adalah, pertemanan, yaitu pertemanan
warga muslim dengan non muslim. Umat Islam dikenal sangat toleran, memiliki akhlak yang baik,
taat beribadah , tidak minum alkohol dan tidak melakukan tindak kejahatan pidana. Radio Suara
Perancis memainkan peranan yang sangat penting di dalam proses masuknya warga Perancis kepada
Islam. Direktur bagian Acara radio ini, Sami Abdus Salam mengatakan bahwa siaran radio ini
sasarannya untuk komunitas muslim yang berada di masyarakat Perancis berupa nasehat, arahan,
dsikusi, dialog seputar permasalahan sosial dan keagamaan, selama delapan belas (18) jam secara
live.
Dari hasil siaran itu, banyak dari kalangan pemuda muslim, sekitar 99% tidak mau makan daging
babi. Selain itu, bertambahnya orang yang masuk Islam setiap hari dari warga asli Perancis, karena
mereka melihat keadilan Islam yang disiarkan melalui radio. Jumlah populasi umat Islam di Perancis
lebih dari 6 juta orang, 10% dari total jumlah penduduk Perancis. Mereka mempunyai jumlah suara
dalam pemilu sebesar 1,8 Juta suara. Mereka berasal dari 53 negara yang berbeda, dan 21 bahasa yang
berbeda. Keturunan Al Jazair termasuk yang paling dominan.
E. KETERKAITAN SEKULARISME DENGAN ISLAM DI PRANCIS
Pemerintah Perancis melarang penggunaan cadar di tempat umum. Namun, mereka menyatakan
bahwa Perancis tidak menentang Islam.
Menjadi kewajiban pemerintah agar tiap pemeluk agama (termasuk Islam) dapat menjalankan
ibadahnya, kata Bernard Godard, Kepala Misi Agama Islam pada Kementerian Dalam Negeri
Perancis, Senin (20/6).
Dijelaskan, sesuai dengan prinsip sekularisme (laicite) yang dianut Perancis, maka negara memegang
teguh netralitas. Pemerintah tidak ikut campur dalam urusan agama. Pemerintah tidak memiliki hak
untuk mencampuri masalah internal sebuah agama, juga tidakberhak mencampuri organisasi internal
agama tersebut.

Aspek lain dari sekularisme Perancis, kata dia, adalah adanya keseimbangan antaragama dan juga
penghormatan terhadap agama-agama tersebut sehingga tidak ada agama yang lebih difavoritkan
dibanding lainnya.
Seringkali, katanya, orang di Perancis dan negara lain menganggap bahwa sekularisme ala Perancis
adalah terhapusnya agama dari lingkungan umum. Itu salah, ujarnya. Justru menjadi kewajiban
pemerintah untuk menjamin agar tiap pemeluk agama bisa menjalankan aktivitas keagamaannya[11].
Mengisi kesenjangan spiritual di tanah air mereka yang sekuler, semakin banyak warga Prancis yang
memilih untuk masuk Islam, menjadi anti tesis dari sikap bermusuhan pemerintah dan sebagian
masyarakat Prancis terhadap agama Islam.
Fenomena mualaf meningkat secara signifikan dan sangat mengesankan, terutama sejak tahun 2000,
kata Bernard Godard, yang bertanggung jawab atas isu-isu agama di Kementerian Dalam Negeri
Prancis mengatakan kepada surat kabar New York Times pada hari Senin 4 Februari 2013.
Estimasi menunjukkan bahwa sekitar 150 prosesi masuk Muslim diadakan setiap tahun di sebuah
masjid di Crteil.
Meskipun relatif kecil secara total jumlah penduduk di Prancis, jumlah warga Prancis yang menjadi
mualaf menyajikan tantangan bagi pemerintah Prancis karena meningkatnya umat Islam dua kali lipat
dalam 25 tahun terakhir.
Menurut Godard, dari enam juta Muslim yang diperkirakan ada di Prancis, sekitar 100.000 nya adalah
mualaf, dibandingkan dengan sekitar 50.000 pada tahun 1986.
Namun Asosiasi Muslim Prancis mengatakan jumlah itu lebih tinggi bahkan mencapai 200.000
mualaf. Menyoroti meningkatnya jumlah mualaf, banyak para pakar menyebut fenomen tersebut
sebagai perubahan besar dalam masuk Islamnya warga Prancis.
Di Marseille, di pantai selatan Prancis, jumlah mualaf telah meningkat dengan kecepatan yang luar
biasa dalam tiga tahun terakhir, kata Abderrahmane Ghoul, imam masjid Marseille dan presiden
cabang lokal dari Dewan Iman Muslim Prancis. Ghoul menyatakan bahwa dirinya menandatangani
sekitar 130 sertifikat mualaf pada tahun 2012 lalu.
Banyaknya warga Prancis yang masuk Islam juga didorong oleh sekularisme resmi yang ada di
Prancis, yang pada akhirnya melahirkan kekosongan spiritual. Sekularisme telah menjadi
antireligius, kata Hassen Chalghoumi, imam di Drancy, pinggiran kota dekat Paris Akibat dari
semua itu akhirnya menciptakan sebuah fenomena yang berlawanan. Ini lah yang menyebabkan
banyak warga Prancis menemukan Islam dan akhirnya masuk Islam.
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya.!!!
Amien yaa Robbal Alamien

[1] http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME diakses pada 25 April 2013,


pukul 08.38 PM
[2] http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME diakses pada 25 April 2013,
pukul 08.42 PM

[3] Nader Hasmeni, Islam, Sekularisme, dan Demokrasi Liberal (Menuju Teori Demokrasi Dalam
Masyarakat Muslim). Gramedia (Jakarta : 2011). Hal. 173
[4] Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta
: 1998), Cet. II.

[5] Altwajri, Ahmed O. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta: 1997.

[6] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html diakses pada


tanggal 2 Mei 2013, Pukul 09.29 PM
[7] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html diakses pada
tanggal 2 Mei 2013, Pukul 08.36 PM
[8] http://yunalisra.blogspot.com/2009/07/ternyata-prancis-adalah-kota-islam.html diakses pada
tanggal 30 April 2013, Pukul. 08.30 PM
[9] Saenal Abidin, Skripsi : Perkembangan Islam di Prancis, Fak. Adab UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta: 2007. Hal. 48 - 59
[10] http://vienmuhadi.com/2011/09/20/mencermati-perkembangan-islam-di-perancis-5/ diakses pada
tanggal 30 April 2013, Pukul. 08.25 PM
[11] http://www.fimadani.com/junjung-sekularisme-perancis-tidak-menentang-islam/ diakses pada
tanggal 7 Mei 2013, Pukul. 08.31 PM
[12] http://islampos.com/sekularisme-menyebabkan-banyak-warga-prancis-memilih-masuk-islam41946/ diakses pada tanggal 7 Mei 2013,

Anda mungkin juga menyukai