Anda di halaman 1dari 27

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Vaksin HPV


2.1.1

HPV (Human Papillomavirus)


Human papillomavirus merupakan virus DNA rantai ganda sirkuler tanpa envelop yang terdiri
atas 7,5-8,0 klb berukuran 50 nm serta bersifat epidermofitik. Secara struktural dan fungsional,
HPV terdiri atas Upper Regulatory Region (URR), Early Region (ER), dan Late Region (LR)
dimana UR sebagaigen regulator, ER sebagai gen yang mengkode protein onkogenik E1,E2,
E3, E4, E5, E6, dan E7 danLR mengkode L1 dan L2. Secara fungsional, HPV terdiri atas E1E7 yang bersifat onkogenik dan L1-2 yang bersifat imunogenik.6

2.1.2

Vaksin Human Papillomavirus


Vaksin dihasilkan dari produksi antibodi seseorang atau sel T sebagai hasil infeksi atau
pajanan alami suatu antigen. Vaksin mengandung patogen yang telah mati atau dilemahkan
yang dapat menstimulasi respons imun tubuh. Pada beberapa kasus, suntikan booster
diberikan untuk menstimulasi ulang memori imun dan mempertahankan level proteksi yang
tinggi.22 Vaksinasi telah mengurangi jumlah penderita penyakit infeksi di dunia. Saat ini
sedang diupayakan untuk memperoleh vaksin dalam jumlah besar, dapat didistribusikan
secara efektif dan mudah serta biaya yang murah.5
Vaksin HPV sebagai vaksin kanker serviks adalah vaksin kedua di dunia yang dapat
mencegah terjadinya kanker. Sebelumnya terdapat vaksin hepatitis B untuk mencegah kanker
hati. Teknologi untuk memproduksi vaksin HPV adalah rekombinan DNA :
1. Viral Like Particles Vaccines (VLP): Vaksin dibentuk dengan protein virus, L1, yang
bertanggungjawab dalam membentuk kapsid virus. Protein tersebut memiliki fungsi untuk
membentuk dirinya sendiri menjadi partikel yang menyerupai virus. Partikel tersebut tidak
mengandung DNA virus sehingga tidak bersifat infeksius dan dapat menghilangkan risiko
seseorang terkena infeksi dari vaksin itu sendiri. Partikel tersebut dapat menstimulasi
produksi antibodi yang dapat mengikat dan menetralkan virus yang bersifat infeksius. Saat
ini penelitian mengenai penambahan polipeptid nonstruktural dari protein virus ke protein
minor L1 dan L2 sedang dilakukan dengan harapan dapat meningkatkan sifat proteksi
vaksin.

2. Recombinant Fusion Proteins and Peptides. Merupakan gabungan ekspresi antigen


dengan peptida sintetik yang dapat berespons terhadap epitop imunogenik protein virus.
Pada binatang percobaan vaksin ini memiliki kapasitas untuk menginduksi respons
antitumor. Vaksin ini diharapkan dapat memberikan efek terapeutik terhadap subyek yang
sudah terinfeksi.
3. Live Recombinant Vectors. Vaksin berasal dari virus hidup yang direkombinan dengan
virus vaccinia untuk mengekspresikan gen HPV tipe 16 dan 18. Pengembangan vaksin
saat ini lebih menitikberatkan pada penggunaan teknologi VLP dengan tujuan utama
melindungi manusia terhadap infeksi HPV tipe 16 dan 18, yaitu tipe virus yang
bertanggungjawab terhadap 99% kanker serviks.
Terdapat tipe vaksin lain yang melindungi infeksi HPV tipe 6 dan 11. Salah satu vaksin
yang sedang dikembangkan saat ini adalah vaksin VLP yang disintesis sendiri dari protein oleh
kapsid antigen L1 dengan menggunakan ragi. Vaksin tersebut adalah vaksin kuadrivalen yang
mengandung VLP dari HPV tipe 6, 11, 16, 18 yang ditanam dalam ragi S.cerevisiae.
Penyertaan tipe 6 dan 11 pada vaksin diharapkan dapat mencegah lebih dari 90% kasus
kondiloma akuiminata dan melindungi dari displasia awal yang dilihat pada infeksitipe 6 dan
11. Vaksin lain yang sedang dikembangkan adalah VLP tipe 16 dan 18 yang menggunakan
teknologi rekombinan baculovirus.Vaksin tersebut diharapkan dapat mencegah70% kanker
serviks di seluruh dunia.5
Pemikiran terbaru adalah menggunakan vaksin dari tipe HPV yang paling sering di
dunia yaitu tipe 16, 18, 45, 31, 33, 52, 58 sehingga diharapkan dapat mencegah 87% kanker
serviks di dunia. Meskipun demikian penambahan VLP pada satu vaksin tunggal ditakutkan
akan memberikan persoalan teknis dalam produksi vaksin.5
2.1.3

Sasaran Vaksin HPV


Vaksin HPV direkomendasikan untuk wanita usia 11 atau 12 tahun. Dapat diberikan
mulai umur 9 tahun. Vaksin ini juga direkomendasikan untuk wanita usia 13 26 tahun yang
belum mendapat 3 dosis vaksin lengkap. Booster belum direkomendasikan. Vaksin HPV juga
tidak direkomendasikan untuk wanita hamil. Wanita yang sedang menyusui boleh mendapat
vaksinasi.6
Pemberian vaksin pada laki-laki dapat dipertimbangkan apabila vaksin tersebut terbukti
efektif dalam mengurangi insiden kondiloma pada laki-laki.Ide vaksinasi pada laki-laki adalah
untuk mengurangi insidens kondiloma pada laki-laki dan secara tidak langsung pada
perempuan pasangannya serta untuk mengurangi insidens kanker penis, anus dan mulut yang
berhubungan

dengan

infeksi

HPV. Pemberian

vaksin

pada

laki-laki

masih

dalam
6

pertimbangan, karena vaksinasi pada laki-laki setelah pemberian vaksin kepada seluruh
perempuan tidak akan memberikan pengaruh yang bermaknapada insidens infeksi tersebut.5
2.1.4

Distribusi Vaksin HPV


Pengembangan vaksin kuadrivalen dimulai pada permulaan tahun 1990-an. Dua tahun
setelah persetujuan pertama di tahun 2006, vaksin telah disetujui di 107 negara dan digunakan
secara luas dengan jumlah sebanyak 36 juta dosis terdistribusi di seluruh dunia. Sedangkan
vaksin bivalen telah diterima di 95 negara di dunia termasuk 27 negara bagian Uni Eropa,
Australia, Brazil, Korea Selatan, Meksiko, dan Taiwan. Izin pemakaiannya telah diajukan di
lebih dari 20 negara lainnya termasuk Jepang dan Amerka. Vaksin ini diajukan kepada WHO
untuk prekualifikasi pada September 2007.11

2.1.5

Efektivitas dan Durasi Perlindungan Vaksin HPV


Salah satu penelitian mengenai efektifitas vaksin HPV (penelitian fase 3) yang
dilakukan pada 2261 sampel yang diberi vaksin HPV dan sejumlah 2279 diberi placebo. Pada
kelompok yang diberi vaksin tidak dijumpai sampel yang menderita infeksi HPV ataupun NIS,
sedangkan pada kelompok yang diberikan placebo ditemukan lesi prakanker dan inveksi HPV
sebanyak 40 dari 2279 sampel penelitian.12
Pada tanggal 8 Juni 2006, FDA (The U.S. Food and Drug Administration) telah
mengesahkan vaksin HPV dan sudah mendapat izin edar dari BPOM RI di Indonesia. Vaksin
ini mempunyai efektivitas 96%-100% untuk mencegah kanker leher rahim yang disebabkan
oleh HPV tipe 16 dan 18.3
Perlindungan yangdidapat dari vaksin ini paling tidakselama lima tahun dan
mungkinlebih. Vaksin HPV akan mengurangitetapi tidak mengeliminasi risikokanker servik dan
programskrining akan sangat penting untukdilakukan secara berkala meskipuntelah mendapat
vaksinasi. Denganvaksin HPV sebagai pencegahanprimer dan skrining untuk deteksidini
kanker servik, bila keduanyadilakukan secara sinergis makainsiden kanker serviks di dunia
akanmenurun secara drastis di masa yangakan datang.6

2.1.6

Keamanan Vaksin HPV


Rekomendasi CDC tahun2010 terhadap penggunaan vaksinHPV:
1. Vaksin HPV telah digunakandi US dan seluruh dunia selama beberapa tahun
dandiketahui sangat aman.
2. Reaksi ringan sampai sedangsetelah pemberian vaksin:
a. Vaksin bivalen L1 VLPs HPV-16 dan HPV-18:13

Reaksi di tempat suntikan:


7

Nyeri (sekitar 9dari 10 subjek)

Kemerahan atau bengkak (sekitar 1dari 2 subjek)

Reaksi ringan yanglain:


o

Demam > 99,5 F(sekitar 1 dari 8subjek)

Sakit kepala ataufatique (sekitar 1dari 2 subjek)

Mual, muntah,diare, atau nyeriabdomen (sekitar1 dari 4 subjek)

Nyeri otot atausendi (1 dari 2subjek)

Pusing dan pingsandapat terjadi padasemua prosedur


medistermasuk vaksinasi.Hal ini dapat dicegahdengan duduk
atauberbaring 15 menitsetelah vaksinasi.

b. Vaksin kuadrivalen L1 VLPs HPV-6, 11, 16, dan 18 :14

2.1.7

Reaksi di tempatsuntikan:
o Nyeri (sekitar 8dari 10 subjek)
o Kemerahan ataubengkak (sekitar 1dari 4 subjek)
Demam :
o Ringan (100 F)(sekitar 1 dari 10subjek)
o Moderate (102 F)(sekitar 1 dari 65subjek)
Masalah lain :
o Sakit kepala(sekitar 1 dari 3subjek)
o Pusing dan pingsan(sama dengancervarix)

Regimen Pemberian Vaksin HPV


Terdapat beberapa jenisvaksin dan regimen pemberianvaksin profilaktik yaitu:
1. Vaksin bivalen L1 VLPs HPV-16 dan HPV-18 diberikan secara intramuskuler pada
muskulus deltoideus anterolateral dengan dosis 0,5 ml pada bulan ke nol, satu dan
enam.
2. Vaksin kuadrivalen L1 VLPs HPV-6, 11, 16, dan 18 diberikan secara intramuskuler
pada muskulus deltoideus anterolateral dengan dosis 0,5 ml padabulan ke nol, dua dan
enam dengan catatan tidak melebihi satu tahun.
Vaksin diberikan pada perempuan atau laki sebelum melakukan hubungan seksual pertama
kali dan juga pada umur 9-26 tahun tergantung pertimbangan cost and benefit. Tidak diberikan
pada wanita hamil dan diberikan secara konkomitan dengan vaksin jenis lainnya seperti
hepatitis B.6

2.1.8

Mekanisme Proteksi Vaksin HPV


Respon Antibodi terhadap infeksi HPV secara alami sangat lama dan lemah serta
banyak wanita yang tidak mengalami serokonversi. Hal ini disebabkan tidak adanya viremia
pada infeksi secara alami.6
8

Human Papillomavirus juga tidak melisiskan keratinosit sehingga tidak terjadi inflamasi,
tidak terbentuk sitokin pro-inflamasi, serta lemahnya aktivasi sel Langerhans dan sel dendritik.
Lebih lanjut, partikelvirus dilepaskan dari permukaan epitel skuamosa dimana tempat ini
memiliki akses vascular dan Lymph node yang buruk sehingga respon imun tidak terinisiasi.6
Vaksin HPV VLP L1 menginduksi konsentrasi neutralizing antibody yang tinggi dan
semua subjek dalam penelitian mengalami serokonversi. Vaksin yang diberikan secara
intramuskuler menghasilkan akses yang cepat ke Lymph node. Virus like proteins sangat
imunogenik dan menginduksi respon antibodi yang poten. VLP secara cepat dibawa dengan
proteksi terhadap infeksi HPV. IgG ini adalah immunoglobulin yang penting pada sekresi
serviks terutama pada zona transisional dimana konsentrasinya sangat tinggisehingga secara
langsung mencegah terjadinya infeksi.6
2. 2 Kanker Serviks
2. 2. 1 Definisi Kanker Serviks
Kanker serviks adalah tumor ganas primer yang berasal dari sel epitel skuamosa.
Kanker serviks merupakan kanker yang terjadi pada serviks atau leher rahim, suatu daerah
pada organ reproduksi wanita yang merupakan pintu masuk ke arah rahim, letaknya antara
rahim (uterus) dan liang senggama atau vagina. Sebanyak 90% dari kanker serviks berasal
dari sel skuamosa yang melapisi serviks dan 10% sisanya berasal dari sel kelenjar penghasil
lendir pada saluran servikal yang menuju ke rahim.15
2. 2. 2 Human Papiloma Virus (HPV) dan Hubungannya dengan Kanker Serviks
HPV pada saluran genitalia adalah penyakit infeksi virus yang paling sering terjadi di
Amerika Serikat. Diketahui 1-3% uji-coba pap akan menunjukan penyakit HPV yang dapat
dideteksi secara histologi (infeksi aktif, produktif). Biologi dari infeksi virus HPV tidak
sepenuhnya diketahui.Seluruh saluran genitalia bagian bawah bisa terkena penyakit, mulai
dari daerah perianal sampai ke perineum, vulva, vagina, dan serviks.Kondiloma akuminata
nyata yang ditemukan pada 30% dari semua penderita penyakit infeksi HPV biasanya tampak
sebagai tumor tanpa tangkai dengan banyak tonjolan lembut runcing yang kaya pembuluh
darah serta berwarna merah muda dan putih.15
Dari kanker serviks tipe skuamosa, sekitar 99,7% DNA HPV dapat diisolasi terutama
HPV 16 dan familinya tipe 31, 33, 35, 52, dan 58. Sedangkan kanker serviks tipe adenosa,
sebagian besar (82,5%) berhubungan dengan dengan HPV 18 dan familinya tipe 39, 45, 59,
68 dan juga tergantung pada usia. Pada usia kurang dari 40 tahun dengan kanker serviks tipe
adenosa didapatkan HPV sebanyak 89% sedangkan pada umur 60 tahun atau lebih hanya
9

43%. Studi metaanalisis menyatakan bahwa 2/3 kanker serviks berhubungan dengan 51%
HPV 16 dan 16,2% HPV 18. Tipe-tipe HPV berbeda antar satu negara dengan negara lain, di
Eropa ditemukan lebih banyak HPV 16 sedangkan di Asia HPV 18. Di Asia juga ditemukan
HPV 58 (5,8%) dan HPV 52 (4,4%) serta lebih sering dibanding dengan HPV 31, 33 dan 45.15
2. 2. 3 Etiologi
Sebab langsung dari kanker serviks belum diketahui. Ada bukti kuat kejadiaannya
mempunyai hubungan erat dengan sejumlah faktor ektrinsik, diantaranya yang penting jarang
ditemukan pada perawan (virgo), insidensi lebih tinggi pada mereka yang menikah daripada
yang tidak menikah, terutama pada gadis yang coitus pertama (coitarche) dialami pada usia
amat muda (<16 tahun), insiden meningkat dengan tingginya paritas, apalagi bila jarak
persalinan terlampau dekat, mereka dari golongan sosial ekonomi rendah (higienis seksual)
yang jelek, aktivitas seksual yang sering berganti-ganti pasangan (promiskuitas), jarang
dijumpai pada masyarakat yang suaminya disunat (sirkumsisi), sering ditemukan pada wanita
yang mengalami infeksi virus Human Papiloma Virus (HPV) tipe 16 atau 18, dan kebiasaan
merokok.16
Penyakit ini bermula sebagai proses displasia pada sambungan squamosa-kolumner.
Kemajuan yang berlangsung dari displasia ringan ke displasia sedang seterusnya ke displasia
berat dan karsinoma insitu memakan waktu bertahun-tahun. Sebagian pasien mengalami
transformasi cepat, dan sebagian pasien displasianya akan menghilang tanpa pengobatan.
Waktu rata-rata yang diperlukan untuk berkembang menjadi kanker invasif sejak awal mula
mengalami displasia adalah 10-20 tahun.Yang dimaksud dengan kanker invasif adalah sel-sel
tumor menembus membrana basalis (basement membrane) dan menyerang jaringan stroma
dibawahnya. Kemudian tumor itu menyebar setempat melalui invasi. Penyebaran metastasis
terjadi melalui aliran limfe ke kelenjar-kelenjar limfe dalam panggul. Jarang terjadi metastasis
melalui homogen, kematian biasanya terjadi karna gagal ginjal sebagai akibat sekunder dari
hidronefrosis atau pendarahan dari tempat tumor.17
Infeksi HPV risiko tinggi merupakan faktor etiologi kanker serviks. Pendapat ini
ditunjang oleh berbagai penelitian. Penelitian yang dilakukan oleh International Agency for
Research on Cancer (IARC) terhadap 1 000 sampel dari 22 negara mendapatkan adanya
infeksi HPV pada sejumlah 99,7% kanker serviks. Penelitian meta-analisis yang meliputi 10
000 kasus didapatkan 8 tipe HPV yang banyak ditemukan, yaitu tipe 16, 18, 31, 33, 35, 45, 52,
58.15

10

2. 2. 4 Epidemiologi
Kanker serviks merupakan penyebab kematian utama kanker pada wanita di negaranegara sedang berkembang. Setiap tahun diperkirakan terdapat 500.000 kasus kanker serviks
baru di seluruh dunia, 77% di antaranya ada di negara-negara sedang berkembang. Di
Indonesia diperkirakan sekitar 90-100 kanker baru di antara 100.000 penduduk pertahunnya,
atau sekitar 180.000 kasus baru pertahun, dengan kanker serviks menempati urutan pertama
di antara kanker pada wanita.18
American Cancer Society mengatakan bahwa ada 15.800 kasus baru kanker serviks
invasif dan 65.000 kasus karsinoma serviks in situ di Amerika tahun 1995. 408 pasien
meninggal karena kanker serviks, persentasenya 2% dari wanita yang meninggal terkena
penyakit kanker dan 18% meninggal karena kanker ginekologik.19
Angka kejadian kanker serviks sekitar 74% dibandingkan kanker ginekologi lainnya.
Tahun 2003, WHO menyebutkan bahwa sekitar 500.000 wanita setiap tahunnya didiagnosa
menderita kanker serviks dan hampir 60% diantaranya meninggal dunia. Di Indonesia,
diperkirakan terjadi sekitar 40 kasus baru perharinya dan 50% diantaranya meninggal karena
kanker serviks.19Depkes RI melaporkan bahwa penderita kanker leher rahim di Indonesia
diperkirakan mencapai 90-100 diantara 100000 penduduk pertahun.5
Distribusi kasus kanker serviks menurut lokasi pada wanita yang terjadi di seluruh
senter di Indonesia sekitar 2400 orang, sedangkan distribusi kasus kanker serviks menurut
tumor primer pada wanita yang terjadi di seluruh senter di Indonesia sekitar 2399 orang.19
Pada tahun 2009,jumlah kasus kanker serviks di Jawa Timur mencapai 1.879 kasus
yang terdiri atas 1.185 orang menjalani rawat inap dan 694 orang rawat jalan. Angka kejadian
ini, menempatkan Jawa Timur sebagai urutan pertama kasus kanker seviks tingkat nasional.
Upaya penanggulangan kanker ini sangat penting dilakukan secara bersama-sama karena
para ahli memperkirakan 40% kanker dapat dicegah dengan mengurangi dan menghindari
faktor-faktor risiko kanker.19

11

Stadium Kanker Leher Rahim

Tabel 1. Stadium Kanker Serviks Menurut Klasifikasi FIGO4

2. 2. 5 Patofisiologi
Karsinoma serviks adalah penyakit yang progresif, mulai dengan intraepitel, berubah menjadi
neoplastik, dan akhirnya menjadi kanker serviks setelah 10 tahun atau lebih. Secara histopatologi lesi
pre invasif biasanya berkembang melalui beberapa stadium displasia (ringan, sedang dan berat)
menjadi karsinoma insitu dan akhirnya invasif. Berdasarkan karsinogenesis umum, proses perubahan
menjadi kanker diakibatkan oleh adanya mutasi gen pengendali siklus sel. Gen pengendali tersebut
adalah onkogen, tumor supresor gene, dan repair genes. Onkogen dan tumor supresor gen
mempunyai efek yang berlawanan dalam karsinogenesis, dimana onkogen memperantarai timbulnya
transformasi maligna, sedangkan tumor supresor gen akan menghambat perkembangan tumor yang
diatur oleh gen yang terlibat dalam pertumbuhan sel. Meskipun kanker invasive berkembang melalui
perubahan intraepitel, tidak semua perubahan ini progres menjadi invasif. Lesi preinvasif akan
mengalami regresi secara spontan sebanyak 3 -35%.4
12

Bentuk ringan (displasia ringan dan sedang)mempunyai angka regresi yang tinggi.Waktu yang
diperlukan dari displasia menjadi karsinoma insitu (KIS) berkisar antara 1 7 tahun, sedangkan waktu
yang diperlukan dari karsinoma insitu menjadi invasif adalah 3 20 tahun. Proses perkembangan
kanker serviks berlangsung lambat, diawali adanya perubahan displasia yang perlahan-lahan menjadi
progresif. Displasia ini dapat muncul bila ada aktivitas regenerasi epitel yang meningkat misalnya
akibat trauma mekanik atau kimiawi, infeksi virus atau bakteri dan gangguan keseimbangan hormon.
Dalam jangka waktu 7 10 tahun perkembangan tersebut menjadi bentuk preinvasif berkembang
menjadi invasif pada stroma serviks dengan adanya proses keganasan. Perluasan lesi di serviks
dapat menimbulkan luka, pertumbuhan yang eksofitik atau dapat berinfiltrasi ke kanalis serviks. Lesi
dapat meluas ke forniks, jaringan pada serviks, parametria dan akhirnya dapat menginvasi ke rektum
dan atau vesika urinaria. Virus DNA ini menyerang epitel permukaan serviks pada sel basal zona
transformasi, dibantu oleh faktor risiko lain mengakibatkan perubahan gen pada molekul vital yang
tidak dapat diperbaiki, menetap, dan kehilangan sifat serta kontrol pertumbuhan sel normal sehingga
terjadi keganasan.4
Pada infeksi fase laten, terjadi terjadi ekspresi E1 dan E2 yang menstimulus ekspresi terutama
terutama L1 selain L2 yang berfungsi pada replikasi dan perakitan virus baru. Virus baru tersebut
menginfeksi kembali sel epitel serviks. Di samping itu, pada infeksi fase laten ini muncul reaksi imun
tipe lambat dengan terbentuknya antibodi E1 dan E2 yang mengakibatkan penurunan ekspresi E1 dan
E2. Penurunan ekspresi E1 dan E2 dan jumlah HPV lebih dari 50.000 virion per sel dapat
mendorong terjadinya integrasi antara DNA virus dengan DNA sel penjamu untuk kemudian infeksi
HPV memasuki fase aktif.4
Dengan demikian dapatlah diasumsikan bahwa pada kanker serviks terinfeksi HPV terjadi
peningkatan kompleks p53-E6. Dengan pernyataan lain, terjadi penurunan p53 pada kanker serviks
terinfeksi HPV. Dan, seharusnya p53 dapat dipakai indikator molekuler untuk menentukan prognosis
kanker serviks.Bila pembuluh limfe terkena invasi, kanker dapat menyebar ke pembuluh getah bening
pada servikal dan parametria, kelenjar getah bening obtupator, iliaka eksterna dan kelenjar getah
bening hipogastrika. Dari sini tumor menyebar ke kelenjar getah bening iliaka komunis dan pada
aorta.Secara hematogen, tempat penyebaran terutama adalah paru-paru, kelenjar getah bening
mediastinum dan supravesikuler,tulang, hepar, empedu, pankreas dan otak.4
2. 2. 6 Gejala Klinis
Gejala kanker serviks pada kondisi pra-kanker ditandai dengan Fluor albus (keputihan)
merupakan gejala yang sering ditemukan getah yang keluar dari vagina ini makin lama akan berbau
busuk akibat infeksi dan nekrosis jaringan. Dalam hal demikian, pertumbuhan tumor menjadi
ulseratif.Perdarahan yang dialami segera setelah bersenggama (disebut sebagai perdarahan kontak)
13

merupakan gejala karsinoma serviks (75-80%). Pada tahap awal, terjadinya kanker serviks tidak ada
gejala-gejala khusus. Biasanya timbul gejala berupa ketidak teraturannya siklus haid, amenorhea,
hipermenorhea, dan penyaluran sekret vagina yang sering atau perdarahan intermenstrual, post
koitus serta latihan berat. Perdarahan yang khas terjadi pada penyakit ini yaitu darah yang keluar
berbentuk mukoid.
Nyeri dirasakan dapat menjalar ke ekstermitas bagian bawah dari daerah lumbal.Pada tahap
lanjut, gejala yang mungkin dan biasa timbul lebih bervariasi, sekret dari vagina berwarna kuning,
berbau dan terjadinya iritasi vagina serta mukosa vulva. Perdarahan pervagina akan makin sering
terjadi dan nyeri makin progresif. Tidak ada tanda-tanda khusus yang terjadi pada klien kanker
serviks.Perdarahan setelah koitus atau pemeriksaan dalam (vaginal toussea) merupakan gejala yang
sering terjadi.Karakteristik darah yang keluar berwarna merah terang dapat bervariasi dari yang cair
sampai menggumpal.Gejala lebih lanjut meliputi nyeri yang menjalar sampai kaki, hematuria dan
gagal ginjal dapat terjadi karena obstruksi ureter.Perdarahan rektum dapat terjadi karena penyebaran
sel kanker yang juga merupakan gejala penyakit lanjut. Pada pemeriksaan Pap Smear ditemukannya
sel-sel abnormal di bagian bawah serviks yang dapat dideteksi melalui, atau yang baru-baru ini
disosialisasikan yaitu dengan Inspeksi Visual dengan Asam Asetat. Sering kali kanker serviks tidak
menimbulkan gejala. Namun bila sudah berkembang menjadi kanker serviks, barulah muncul gejalagejala seperti pendarahan serta keputihan pada vagina yang tidak normal, sakit saat buang air kecil
dan rasa sakit saat berhubungan seksual.4
2. 2. 7 Diagnosis
Stadium klinik seharusnya tidak berubah setelah beberapa kali pemeriksaan. Apabila ada keraguan
pada stadiumnya maka stadium yang lebih dini dianjurkan. Pemeriksaan berikut dianjurkan untuk
membantu penegakkan diagnosis seperti palpasi, inspeksi, kolposkopi, kuretase endoserviks,
histeroskopi, sistoskopi, proktoskopi, intravenous urography, dan pemeriksaan X-ray untuk paru-paru
dan tulang. Kecurigaan infiltrasi pada kandung kemih dan saluran pencernaan sebaiknya dipastikan
dengan biopsi. Konisasi dan amputasi serviks dapat dilakukan untuk pemeriksaan klinis. Interpretasi
dari limfangografi, arteriografi, venografi, laparoskopi, ultrasonografi, CT scan dan MRI sampai saat ini
belum dapat digunakan secara baik untuk staging karsinoma atau deteksi penyebaran karsinoma
karena hasilnya yang sangat subyektif. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil
pemeriksaan sebagai berikut : ,20
1. Pemeriksaan pap smear
Pemeriksaan ini dilakukan untuk mendeteksi sel kanker lebih awal pada pasien yang tidak
memberikan keluhan.Sel kanker dapat diketahui pada sekret yang diambil dari porsi serviks.
Pemeriksaan ini harus mulai dilakukan pada wanita usia 18 tahun atau ketika telah melakukan
14

aktivitas seksual sebelum itu. Setelah tiga kali hasil pemeriksaan pap smear setiap tiga tahun sekali
sampai usia 65 tahun. Pap smear dapat mendeteksi sampai 90% kasus kanker leher rahim secara
akurat dan dengan biaya yang tidak mahal, akibatnya angka kematian akibat kanker leher rahim pun
menurun sampai lebih dari 50%. Setiap wanita yang telah aktif secara seksual sebaiknya menjalani
pap smear secara teratur yaitu 1 kali setiap tahun. Apabila selama 3 kali berturut-turut menunjukkan
hasil pemeriksaan yang normal, maka pemeriksaan pap smear bisa dilakukan setiap 2 atau 3 tahun
sekali. Hasil pemeriksaan pap-smear:
a. Normal
b. Displasia ringan (perubahan dini yang belum bersifat ganas).
c. Displasia berat (perubahan lanjut yang belum bersifat ganas).
d. Karsinoma in situ (kanker terbatas pada lapisan serviks paling luar).
e.Kanker invasif (kanker telah menyebar ke lapisan serviks yang lebih dalam atau ke organ tubuh
lainnya).
2. Pemeriksaan DNA HPV
Pemeriksaan ini dimasukkan pada skrining bersama-sama dengan Paps smear untuk wanita dengan
usia di atas 30 tahun. Penelitian dalam skala besar mendapatkan bahwa Paps smear negatif disertai
DNA HPV yang negatif mengindikasikan tidak akan ada CIN 3 sebanyak hampir 100%. Kombinasi
pemeriksaan ini dianjurkan untuk wanita dengan umur diatas 30 tahun karena prevalensi infeksi HPV
menurun sejalan dengan waktu. Infeksi HPV pada usia 29 tahun atau lebih dengan ASCUS hanya
31,2% sementara infeksi ini meningkat sampai 65% pada usia 28 tahun atau lebih muda. Walaupun
infeksi ini sangat sering pada wanita muda yang aktif secara seksual tetapi nantinya akan mereda
seiring dengan waktu. Sehingga, deteksi DNA HPV yang positif yang ditentukan kemudian lebih
dianggap sebagai HPV yang persisten. Apabila hal ini dialami pada wanita dengan usia yang lebih tua
maka akan terjadi peningkatan risiko kanker serviks.
3. Biopsi
Biopsi dilakukan jika pada pemeriksaan panggul tampak suatu pertumbuhan atau luka pada serviks,
atau jika hasil pemeriksaan pap smear menunjukkan suatu abnormalitas atau kanker. Biopsi ini
dilakukan untuk melengkapi hasil pap smear. Teknik yang biasa dilakukan adalah punch biopsy yang
tidak memerlukan anestesi dan teknik cone biopsy yang menggunakan anestesi. Biopsi dilakukan
untuk mengetahui kelainan yang ada pada serviks. Jaringan yang diambil dari daerah bawah kanal
servikal. Hasil biopsi akan memperjelas apakah yang terjadi itu kanker invasif atau hanya tumor saja.

15

4. Kolposkopi (pemeriksaan serviks dengan lensa pembesar)


Kolposkopi dilakukan untuk melihat daerah yang terkena proses metaplasia. Pemeriksaan ini kurang
efisien dibandingkan dengan pap smear, karena kolposkopi memerlukan keterampilan dan
kemampuan kolposkopis dalam mengetes darah yang abnormal.
5. Tes Schiller
Pada pemeriksaan ini serviks diolesi dengan larutan yodium. Pada serviks normal akan membentuk
bayangan yang terjadi pada sel epitel serviks karena adanya glikogen. Sedangkan pada sel epitel
serviks yang mengandung kanker akan menunjukkan warna yang tidak berubah karena tidak ada
glikogen.
6. Radiologi
a) Pelvik limphangiografi, yang dapat menunjukkan adanya gangguan pada saluran pelvik atau
peroartik limfe.
b) Pemeriksaan intravena urografi, yang dilakukan pada kanker serviks tahap lanjut, yang dapat
menunjukkan adanya obstruksi pada ureter terminal. Pemeriksaan radiologi direkomendasikan untuk
mengevaluasi kandung kemih dan rektum yang meliputi sitoskopi, pielogram intravena (IVP), enema
barium, dan sigmoidoskopi.Magnetic Resonance Imaging (MRI) atau scan CT abdomen / pelvis
digunakan untuk menilai penyebaran lokal dari tumor dan / atau terkenanya nodus limpa regional.20
2. 2. 8 Pencegahan
Pencegahan

kanker

didefinisikan

sebagai

mengidentifikasikan

factor-faktor

yang

menyebabkan timbulnya kanker pada manusia dan membuat penyebabnya tidak efektif dengan caracara apapun. Pencegahan terhadap terjadinya kanker serviks melalui tiga bagian, yaitu pencegahan
primer, sekunder dan tersier.20
Pencegahan Primer
Pencegahan primer kanker serviks merupakan kegiatan yang dapat dilakukan oleh setiap
orang untuk menghindari diri dari factor-faktor yang dapat menyebabkan kanker. Masyarakat yang
melakukan pencegahan pada tingkat ini akan bebas dari penderitaan, produktivitas berjalan terus,
tidak memerlukan biaya untuk pemeriksaan, pengobatan, rehabilitasi serta perawatan lebih lanjut.
Salah satu bagian dari pencegahan primer adalah memberikan vaksin Human Papilloma Virus (HPV),
pemberian vaksin HPV akan mengeliminasi infeksi HPV.

16

Pencegahan Sekunder
Deteksi dini dan skrining merupakan pencegahan sekunder kanker serviks. Tujuan dari
pencegahan sekunder adalah untuk menemukan kasus-kasus dini sehingga kemungkinan
penyembuhan dapat ditingkatkan.Selain itu, bertujuan untuk memperlambat atau menghentikan
penyakit pada stadium awal. Pencegahan sekunder melalui diagnosis dini displansia dengan berbagai
cara baik klinis maupun laboratorium.
Pencegahan Tersier
Tujuan dari pencegahan tersier adalah untuk mencegah komplikasi penyakit dan pengobatan,
sesudah gejala klinis berkembang dan diagnosis sudah ditegakkan. Terdapat dua pengobatan pada
pencegahan tersier yaitu:
a. Pengobatan pada pra kanker
- Kauterisasi yaitu membakar serviks secara elektris.
- Kriosurgeri yaitu serviks dibuat beku sampai minus 80-180 derajat celcius dengan
-

menggunakan gas CO2 atau N2O


Konisasi yaitu memotong sebagian dari serviks yang cukup representatif dengan pisau

biasa atau pisau elektris


Operasi (histerektomi) bila penderita tidak ingin punya anak lagi
Sinar laser yang digunakan dibawah pengawasan kolposkop, radiasi dengan pemanasan

jarum radium yang dapat digunakan bila penderita yang sudah tau takut dioperasi.
b. Pengobatan pada kanker invasif
Tindakan pengobatan pada kanker invasif berupa radiasi, operasi atau gabungan antara
operasi dan radiasi.20
2. 2. 9 Penatalaksanaan
Terapi karsinoma serviks dilakukan bila mana diagnosis telah dipastikan secara histologik dan
sesudah dikerjakan perencanaan yang matang oleh tim yang sanggup melakukan rehabilitasi dan
pengamatan la njutan (tim kanker / tim onkologi). Pemilihan pengobatan kanker leher rahim
tergantung pada lokasi dan ukuran tumor, stadium penyakit, usia, keadaan umum penderita, dan
rencana penderita untuk hamil lagi. Lesi tingkat rendah biasanya tidak memerlukan pengobatan lebih
lanjut, terutama jika daerah yang abnormal seluruhnya telah diangkat pada waktu pemeriksaan
biopsi.Pengobatan

pada

lesi

prekanker

bisa

berupa

kriosurgeri

(pembekuan),

kauterisasi

(pembakaran, juga disebut diatermi), pembedahan laser untuk menghancurkan sel-sel yang abnormal
tanpa melukai jaringan yang sehat di sekitarnya dan LEEP (loop electrosurgical excision procedure)
atau konisasi.4
1. Pembedahan
17

Pada karsinoma in situ (kanker yang terbatas pada lapisan serviks paling luar), seluruh kanker
sering kali dapat diangkat dengan bantuan pisau bedah ataupun melalui LEEP (loop electrosurgical
excision procedure) atau konisasi. Dengan pengobatan tersebut, penderita masih bisa memiliki anak.
Karena kanker bisa kembali kambuh, dianjurkan untuk menjalani pemeriksaan ulang dan Pap smear
setiap 3 bulan selama 1 tahun pertama dan selanjutnya setiap 6 bulan. Jika penderita tidak memiliki
rencana untuk hamil lagi, dianjurkan untuk menjalani histerektomi.Pembedahan merupakan salah satu
terapi yang bersifat kuratif maupun paliatif. Kuratif adalah tindakan yang langsung menghilangkan
penyebabnya sehingga manifestasi klinik yang ditimbulkan dapat dihilangkan. Sedangkan tindakan
paliatif adalah tindakan yang berarti memperbaiki keadaan penderita. Histerektomi adalah suatu
tindakan pembedahan yang bertujuan untuk mengangkat uterus dan serviks (total) ataupun salah
satunya (subtotal). Biasanya dilakukan pada stadium klinik IA sampai IIA (klasifikasi FIGO).Umur
pasien sebaiknya sebelum menopause, atau bila keadaan umum baik, dapat juga pada pasien yang
berumur kurang dari 65 tahun.Pasien juga harus bebas dari penyakit umum (resiko tinggi) seperti
penyakit jantung, ginjal dan hepar.20
2. Terapi penyinaran (radioterapi)
Terapi radiasi bertujuan untuk merusak sel tumor pada serviks serta mematikan parametrial
dan nodus limpa pada pelvik.Kanker serviks stadium II B, III, IV sebaiknya diobati dengan radiasi.
Metoda

radioterapi

disesuaikan

dengan

tujuannya

yaitu

tujuan

pengobatan

kuratif

atau

paliatif.Pengobatan kuratif ialah mematikan sel kanker serta sel yang telah menjalar ke sekitarnya
atau bermetastasis ke kelenjar getah bening panggul, dengan tetap mempertahankan sebanyak
mungkin kebutuhan jaringan sehat di sekitar seperti rektum, vesika urinaria, usus halus, ureter.
Radioterapi dengan dosis kuratif hanya akan diberikan pada stadium I sampai IIIB. Apabila sel kanker
sudah keluar ke rongga panggul, maka radioterapi hanya bersifat paliatif yang diberikan secara
selektif pada stadium IV A. Terapi penyinaran efektif untuk mengobati kanker invasif yang masih
terbatas pada daerah panggul.
Pada radioterapi digunakan sinar berenergi tinggi untuk merusak sel-sel kanker dan
menghentikan pertumbuhannya. Ada dua jenis radioterapi yaitu radiasi eksternal yaitu sinar berasal
dari sebuah mesin besar dan penderita tidak perlu dirawat di rumah sakit, penyinaran biasanya
dilakukan sebanyak 5 hari/minggu selama 5-6 minggu.Keduannya adalah melalui radiasi internal yaitu
zat radioaktif terdapat di dalam sebuah kapsul dimasukkan langsung ke dalam serviks.Kapsul ini
dibiarkan selama 1-3 hari dan selama itu penderita dirawat di rumah sakit.Pengobatan ini bisa diulang
beberapa kali selama 1-2 minggu. Efek samping dari terapi penyinaran adalah iritasi rektum dan
vagina, kerusakan kandung kemih dan rektum dan ovarium berhenti berfungsi.20
3. Kemoterapi
18

Kemoterapi adalah penatalaksanaan kanker dengan pemberian obat melalui infus, tablet, atau
intramuskuler. Obat kemoterapi digunakan utamanya untuk membunuh sel kanker dan menghambat
perkembangannya.Tujuan pengobatan kemoterapi tegantung pada jenis kanker dan fasenya saat
didiag nosis.Beberapa kanker mempunyai penyembuhan yang dapat diperkirakan atau dapat sembuh
dengan pengobatan kemoterapi. Dalam hal lain, pengobatan mungkin hanya diberikan untuk
mencegah kanker yang kambuh, ini disebut pengobatan adjuvant. Dalam beberapa kasus, kemoterapi
diberikan untuk mengontrol penyakit dalam periode waktu yang lama walaupun tidak mungkin
sembuh.Jika kanker menyebar luas dan dalam fase akhir, kemoterapi digunakan sebagai paliatif untuk
memberikan kualitas hidup yang lebih baik.Kemoterapi secara kombinasi telah digunakan untuk
penyakit metastase karena terapi dengan agen-agen dosis tunggal belum memberikan keuntungan
yang memuaskan. Contoh obat yang digunakan pada kasus kanker serviks antara lain CAP
(Cyclophopamide Adrem ycin Platamin), PVB (Platamin Veble Bleomycin) dan lainlain.20

2. 2. 10 Prognosis
Prognosis kanker serviks adalah buruk. Prognosis yang buruk tersebut dihubungkan dengan 85-90 %
kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, stadium lanjut, bahkan stadium terminal. Selama ini,
beberapa cara dipakai menentukan faktor prognosis adalah berdasarkan klinis dan histopatologis
seperti keadaan umum, stadium, besar tumor primer, jenis sel, derajat diferensiasi Broders. Prognosis
kanker serviks tergantung dari stadium penyakit. Umumnya, 5-years survival rate untuk stadium I lebih
dari 90%, untuk stadium II 60-80%, stadium III kira - kira 50%, dan untuk stadium IV kurang dari 30%.4
1. Stadium 0
100 % penderita dalam stadium ini akan sembuh.
2. Stadium 1 Kanker serviks stadium I sering dibagi menjadi IA dan IB. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium IA memiliki 5-years survival rate sebesar 95%. Untuk stadium IB 5years survival rate sebesar 70 sampai 90%. Ini tidak termasuk wanita dengan kanker pada
limfonodi mereka.
3. Stadium 2 Kanker serviks stadium 2 dibagi menjadi 2, 2A dan 2B. Dari semua wanita yang
terdiagnosis pada stadium 2A memiliki 5-years survival rate sebesar 70-90%. Untuk stadium
2B 5-years survival rate sebesar 60 sampai 65%.
4. Stadium 3 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 30-50%.
5. Stadium 4 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 20-30%.
6. Stadium 5 Pada stadium ini 5-years survival rate-nya sebesar 5-10%.
2. 3

Perilaku Manusia

19

Masalah kesehatan adalah suatu masalah yang sangat kompleks, yang saling
berkaitan dengan masalah-masalah lain di luar kesehatan itu sendiri. Demikian pula
pemecahan masalah kesehatan masyarakat, tidak hanya dilihat dari segi kesehatannya
sendiri, tapi harus dilihat dari seluruh segi yang ada pengaruhnya terhadap masalah sehatsakit atau kesehatan tersebut. Banyak faktor yang mempengaruhi kesehatan, baik kesehatan
individu maupun kesehatan masyarakat.
Beberapa faktor yang mempengaruhi derajat kesehatan menurut Hendrik L.
Blum,derajat kesehatan seseorang ataupun masyarakat dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu
perilaku, lingkungan, pelayanan kesehatan danketurunan. Status kesehatan akan tercapai
secara optimal bila mana keempat faktor tersebut secara bersama-sama mempunyai kondisi
yang optimal pula. Salah satu faktor saja berada dalam keadaan yang terganggu (tidak
optimal), maka status kesehatan akan bergeser ke arah di bawah optimal.21
2. 3.1 Definisi Perilaku Manusia
Menurut esiklopedia Amerika perilaku diartikan sebagai suatu aksi dan reaksi
organisme terhadap lingkungannya. Hal ini berarti bahwa perilaku baru terjadi apabila ada
sesuatu yang diperlukan untuk menimbulkan reaksi, yakni yang disebut rangsangan. Dengan
demikian, maka suatu rangsangan tertentu akan menghasilkan reaksi atau perilaku tertentu.
Robert Kwick menyatakan bahwa perilaku adalah tindakan atau perbuatan suatu
organisme yang dapat diamati dan bahkan dapat dipelajari. Perilaku tidak sama dengan sikap.
Sikap adalah hanya suatu kecenderungan untuk mengadakan tindakan terhadap suatu objek,
dengan suatu cara yang menyatakan adanya tanda-tanda untuk menyenangi atau tidak
menyenangi objek tersebut. Sikap hanyalah sebagian dari perilaku manusia.
Perilaku manusia itu sangat kompleks dan mempunyai ruang lingkup yang sangat luas.
Perilaku dalam pandangan biologis adalah merupakan suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan. Jadi perilaku manusia pada hakikatnya adalah suatu aktivitas daripada
manusia itu sendiri. Untuk kepentingan kerangka analisis dapat dikatakan bahwa perilaku
adalah apa yang dikerjakan oleh organisme tersebut, baik dapat diamati secara langsung atau
secara tidak langsung.21

Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Manusia


Lewrence Green menjelaskan bahwa perilaku itu dilatarbelakangi atau dipengaruhi oleh
tiga faktor pokok yakni:
1. Faktor-faktor predisposisi (predispose factor) yaitu pengetahuan, sikap, kepercayaan,
tradisi, nilai, agama, keturunan, sosial ekonomi, norma keluarga dan sebagainya.

20

2. Faktor-faktor

yang

mendukung

(enabling

factor)

yaitu

ketersediaan

sumber-

sumber/fasilitas.
3. Faktor yang memperkuat (reinforcing factor) yaitu sikap dan perilaku petugas kesehatan
atau petugas lain, yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.21
Hereditas atau faktor keturunan adalah merupakan konsepsi dasar atau modal untuk
perkembangan mahluk hidup itu untuk selanjutnya.Status ekonomi atau ekonomi keluarga
merupakan pengeluaran bahan makanan dan non makanan atau akumulasi pendapatan
semua anggota keluarga dalam satu rumah dibagi jumlah anggota keluarga dalam satu rumah.
Menurut WHO, perilaku dapat dipengaruhi oleh ekonomi.21
Di dalam keluarga senantiasa berlaku aturan-aturan dan norma-norma keluarga
tertentu, maka perilaku tiap individu anggota keluarga berlangsung di dalam suatu jaringan
normatif. Norma keluarga adalah aturan-aturan yang berlaku dalam kelompok keluarga yang
membentuk karakteristik individu. Dalam proses menuju manusia yang beradab sesuai dengan
norma-norma yang berlaku secara global, seorang anak yang masuk dalam suatu proses
pembelajaran untuk mengenal orang lain, saling menghargai, berlaku sopan terhadap
sesamanya ataupun orang tua, disiplin terhadap peraturan yang ada, menghargai waktu dan
pendapat orang lain serta bersikap sportif. Ini karena lingkungan keluarga adalah lingkaran
pertama yang sangat mempengaruhi pengambilan keputusan dan tindakan seseorang.
Semuanya diawali sejak usia dini, di mana orang tua mulai mengenalkan dan menerapkan
konsep-konsep

sehat

berdasarkan

pengetahuan,

kepercayaan,

keyakinan

ataupun

pengalaman yang diperolehnya. Pada tahap ini diperkenalkan berbagai kebiasaan dan sifat
yang berhubungan sopan santun, etika pergaulan dan perikemanusiaan.22
Faktor pengaturan masyarakat yang diwujudkan oleh petugas kesehatan atau petugas
lain bisa memengaruhi perilaku masyarakat. Ini karena faktor pengaturan masyarakat
merupakan masalah yang mendapat perhatian khusus bagi kesehatan remaja. Peraturan yang
diwujudkan itu adalah undang-undang yang di tetapkan untuk menentukan ketenteraman,
keharmonian dan kelicinan perjalanan aktiviti-aktiviti. Menurut World Health Organization
(WHO), perubahan perilaku yang dipaksakan kepada sasaran atau masyarakat sehingga ia
mau melakukan seperti yang diharapkan. Cara ini dapat ditempuh misalnya dengan adanya
peraturan/perundang-undangan yang harus dipatuhi oleh anggota masyarakat. Cara ini akan
menghasilkan perubahan perilaku yang cepat, akan tetapi perubahan tersebut belum tentu
akan berlangsung lama karena perubahan perilaku yang terjadi tidak atau belum berdasarkan
kesadaran sendiri.Sarana adalah ketersediaan fasilitas yang mendukung seseorang untuk
berperilaku seperti seharusnya.

21

Domain Perilaku Manusia


Benyamin Bloom membagi perilaku itu ke dalam 3 domain, meskipun kawasankawasan tersebut tidak mempunyai batasan yang jelas dan tegas. Pembagian kawasan ini
dilakukan untuk kepentingan tujuan pendidikan. Ketiga domain ini diukur dari:
1. Pengetahuan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan (knowlegde).
2. Sikap atau tanggapan peserta didik terhadap materi pendidikan yang diberikan
(attitude).
3. Praktik atau tindakan yang dilakukan oleh peserta didik sehubungan dengan materi
pendidikan yang diberikan (practice).21
Terbentuknya suatu perilaku baru, dimulai pada domain kognitif, dalam arti subyek tahu
terlebih dahulu terhadap stimulus yang berupa materi atau obyek di luarnya. Sehingga
menimbulkan pengetahuan baru pada subyek tersebut dan selanjutnya menimbulkan respons
batin dalam bentuk sikap si subyek terhadap obyek yang diketahui itu. Akhirnya rangsangan
yakni obyek yang telah diketahui dan disadari sepenuhnya tersebut akan menimbulkan
respons lebih jauh lagi, yaitu berupa tindakan (action) terhadap atau sehubungan dengan
stimulus obyek studi. Namun demikian, di dalam kenyataan stimulus yang diterima oleh
subyek dapat langsung menimbulkan tindakan. Artinya seseorang dapat bertindak atau
berperilaku baru tanpa mengetahui terlebih dahulu terhadap makna stimulus yang diterimanya.
Dengan kata lain tindakan (practice) seseorang tidak harus didasari oleh pengetahuan atau
sikap.21
Perilaku Kesehatan
Perilaku kesehatan pada dasarnya adalah suatu respon seseorang terhadap stimulus
yang

berkaitan

dengan

sakit-penyakit,

pelayanan

kesehatan,

makanan,

serta

lingkungan.Respon atau reaksi manusia, baik bersifat pasif (pengetahuan, persepsi dan sikap),
maupun bersifat aktif (tindakan yang nyata). Sedangkan stimulus atau rangsangan disini terdiri
dari empat unsur pokok, yakni: sakit penyakit, sistem pelayanan kesehatan dan lingkungan.
Batasan ini mempunyai dua unsur pokok, yakni respons dan stimulus atau perangsangan.
Dengan demikian secara lebih terinci perilaku kesehatan itu mencakup:
a. Perilaku seseorang terhadap sakit dan penyakit, yaitu bagaimana manusia berespons, baik
secara pasif (mengetahui, bersikap dan mempersespsi penyakit dan rasa sakit yang ada
pada dirinya dan di luar dirinya, maupun aktif (tindakan) yang dilakukan sehubungan
dengan penyakit dan sakit tersebut. Perilaku terhadap sakit dan penyakit ini dengan
sendirinya sesuai dengan tingkat-tingkat pencegahan penyakit, yakni:

22

i.

Perilaku sehubungan dengan peningkatan dan pemeliharaan kesehatan (health


promotion behavior), misalnya makan makanan yang bergizi, olahraga dan
sebagainya

ii.

Perilaku pencegahan penyakit (health prevention behavior) adalah respons untuk


melakukan pencegahan penyakit, misalnya: tidur memakai kelambu untuk
mencegah gigitan nyamuk malaria, imunisasi dan sebagainya. Termasuk juga
perilaku untuk tidak menularkan penyakit kepada orang lain.

iii.

Perilaku sehubungan dengan pencarian pengobatan (health seeking behavior) yaitu


perilaku untuk melakukan atau mencari pengobatan, misalnya usaha-usaha
mengobati sendiri penyakitnya atau mencari pengobatan ke fasilitas-fasilitas
kesehatan modern (puskesmas, mantri, dokter dan sebagainya), maupun ke
fasilitas kesehatan tradisional.

iv.

Perilaku sehubungan dengan pemulihan kesehatan (health rehabilitation behavior)


yaitu perilaku yang berhubungan dengan usaha-usaha pemulihan kesehatan
setelah sembuh dari suatu penyakit. Misalnya melakukan diet, mematuhi anjurananjuran dokter dalam rangka pemulihan kesehatannya.

b. Perilaku terhadap sistem pelayanan, adalah respons seseorang terhadap sistem


pelayanan kesehatan baik sistem pelayanan kesehatan modern maupun tradisional.
c. Perilaku terhadap makanan (nutrition behavior), yakni respon seseorang terhadap
makanan sebagai kebutuhan vital bagi kehidupan. Perilaku ini meliputi pengetahuan,
persepsi, sikap dan praktik kita terhadap makanan serta unsur-unsur yang terkandung di
dalamnya (zat gizi), pengelolaan makanan dan sebagainya sehubungan kebutuhan tubuh
kita.
d. Perilaku terhadap lingkungan kesehatan (enviromental health behavior) adalah respon
seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Lingkup perilaku
ini seluas lingkup kesehatan lingkungan itu sendiri. Perilaku ini antara lain mencakup:
i. Perilaku sehubungan dengan air bersih, termasuk di dalamnya komponen, manfaat
dan pengunaan air bersih untuk kepentingan kesehatan
ii. Perilaku sehubungan dengan pembuangan air kotor, yang menyangkut segi-segi
higiene, pemeliharaan, tehnik dan penggunaannya
iii. Perilaku sehubung dengan limbah, baik limbah padat maupun limbah cair.
Termasuk di dalamnya sistem pembungan sampah dan air limbah yang sehat, serta
dampak pembuangan limbah yang tidak baik
iv. Perilaku sehubungan dengan rumah sehat, yang meliputi ventilasi, pencahayaan,
lantai dan sebagainya.
23

Dari uraian di atas tampak jelas bahwa perilaku adalah merupakan konsepsi yang tidak
sederhana, sesuatu yang kompleks, yakni suatu pengorganisasian proses-proses psikologis
oleh seseorang yang memberikan predisposisi untuk melakukan responsi menurut cara
tertentu terhadap suatu obyek.21

Pengetahuan
Pengetahuan adalah hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan
penginderaan terhadap suatu obyek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca
indera manusia. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting
untuk terbentuknya tindakan seseorang (overt behavior). Karena dari pengalaman dan
penelitian ternyata perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama
daripada perilaku yang tidak didasari pengetahuan.21
Penelitian Rogersmengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku
baru di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:
a. Awareness (kesadaran), dimana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui
terlebih dahulu terhadap stimulus (obyek)
b. Interest (tertarik) terhadap stimulus atau obyek tersebut. Di sini sikap subyek sudah
mulai timbul
c. Evaluation (menimbang-nimbang) terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut
bagi dirinya.
d. Trial, dimana subyek mula mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang
dikehendaki stimulus
e. Adoption, di mana subyek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,
kesadaran dan sikapnya terhadap stimulus.21
Namun demikian dari penelitian selanjutnya Rogersmenyimpulkan bahwa
perubahan perilaku tidak selalu melewati tahap-tahap tersebut di atas. Tetapi perilaku
yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran dan sikap yang positif akan bersifat tahan
lama (long lasting)daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan. Tetapi
setelah dilakukan upaya promosi kesehatan yang dilaksanakan dengan prinsip-prinsip
partisipasi terbukti efektif meningkatkan pengetahuan dan praktek.21
Pengetahuan yang dicakup di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkat, yakni:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai

mengingat

suatu materi yang telah dipelajari

sebelumnya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali

24

(recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau
rangsangan yang telah diterima.
2. Memahami (comprehension)
Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan menjelaskan secara benar
tentang objek yang diketahui, dan dapat menginterpretasi materi tersebut secara benar.
3. Aplikasi (aplication)
Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah
dipelajari pada situasi atau kondisi riil (sebenarnya). Aplikasi di sini dapat diartikan
aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya
dalam konteks atau situasi yang lain.
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek
ke dalam komponen-komponen, tetapi masih di dalam suatu struktur organisasi
tersebut, dan masih ada kaitannya satu sama lain.
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis

menunjuk

kepada

suatu

kemampuan

untuk

meletakkan

atau

menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu bentuk keseluruhan yang baru. Dengan


kata lain sintesis itu suatu bentuk keseluruhan untuk menyusun formulasi-formulasi
yang ada.
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau
penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian itu berdasarkan suatu kriteriakriteria yang telah ada.
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket
yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari sebjek penelitian atau
responden. Kedalaman pengetahuan yang ingin diketahui dan diukur dapat disesuaikan
dengan tingkat-tingkat tersebut.21

25

Sikap
Sikap adalah merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup
terhadap suatu stimulus atau obyek. Manifestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat,
tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara
nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu.
Dalam kehidupan sehari-hari adalah merupakan reaksi yang bersifat emosional
terhadap stimulus sosial. Newcomb, salah seorang ahli psikologi sosial menyatakan
bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak dan bukan
merupakan suatu tindakan atau aktivitas akan tetapi adalah merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku. Lebih dapat dijelaskan lagi bahwa sikap merupakan reaksi
terhadap obyek di lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap
obyek.Allportmenjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok, yakni:
a. kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu obyek
b. kehidupan emosional atau evaluasi emosional terhadap suatu obyek
c. kecenderungan untuk bertindak (trend to behave)
Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total
attitude). Dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, berpikir, keyakinan dan
emosi memegang peranan penting.
Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan, yakni:
1. Menerima (receiving)
Menerima, diartikan bahwa orang (subyek) mau dan memperhatikan stimulus yang
diberikan (obyek). Misalnya sikap orang terhadap gizi dapat dilihat dari kesediaan
dan perhatian terhadap ceramah-ceramah.
2. Merespon (responding)
Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tigas yang
diberikan adalah indikasi suatu sikap. Karena dengan suatu usaha untuk menjawab
pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan adalah berarti orang menerima
ide tersebut.
3. Menghargai (valuing)
Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain
terhadap suatu masalah adalah sautu indikasi sikap tingkat tiga.
4. Bertanggung jawab (responsible)
Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko
adalah merupakan sikap yang paling tinggi.
26

Pengukuran sikap dilakukan dengan secara langsung dan tidak langsung. Secara
langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden
terhadap suatu obyek.21
Praktik atau Tindakan (Practice)
Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt behavior). Untuk terwujudnya sikap
menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan,
antara lain adalah fasilitas. Di samping faktor fasilitas juga diperlukan faktor dukungan (support) dari
pihak lain.21
Tingkat-tingkat praktik:
a. Persepsi (perception)
Mengenal atau memilih berbagai obyek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil
adalah merupakan praktik tingkat pertama.
b. Respon terpimpin (guided respons)
Dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar merupakan indikator praktik
tingkat dua.
c. Mekanisme (mecanism)
Mekanisme apabila seseorang telah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara
otomatis sesuatu itu sudah merupakan kebiasaan maka ia sudah mencapai praktik tingkat
ketiga.
d. Adaptasi (adaptation)
Suatu praktik atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik artinya tindakan itu sudah
dimodifikasi sendiri tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.
Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung, yakni dengan wawancara
terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari atau bulan yang lalu
(recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung, yakni dengan mengobservasi
tindakan atau kegiatan responden.21
2. 4

Faktor- faktor yang berhubungan dengan vaksin HPV

Umur
Dalam model sistem kesehatan (Health System Models) oleh Anderson menyebutkan bahwa umur
termasuk didalam faktor sosial demografi yang mempengaruhi seseorang untuk mencari pengobatan
dan menggunakan pelayanan kesehatan.20Makin tua umur seseorang maka proses-proses
perkembangan mentalnya bertambah baik, akan tetapi pada umur tertentu, bertambahnya proses
perkembangan mental ini tidak secepat seperti ketika berumur belasan tahun. Selain itu, daya ingat
27

seseorang dipengaruhi oleh umur. Dari uraian ini maka dapat kita simpulkan bahwa bertambahnya
umur seseorang dapat berpengaruh pada pertambahan pengetahuan yang diperolehnya, akan tetapi
pada umur-umur tertentu atau menjelang usia lanjut kemampuan penerimaan atau mengingat suatu
pengetahuan akan berkurang.4
Pendidikan
Tingkat pendidikan seseorang mempengaruhi pengetahuan dan perilaku mengenai kondisi
kesehatannya. Apabila ia berpendidikan tinggi diharapkan

pengetahuannya semakin baik karena

banyaknya informasi yang diperoleh,sedangkan yang berpendidikan sedang atau rendah diharapkan
mendapatkan pengetahnan berasal dariteman/saudara maupun dari kegiatan penyuluhan dan media.
Green menganalisis pendidikan dipengaruhi oleh factor predisposisi yaitu pengetahuan yang dimiliki
seseorang.20 Pendidikan dapat memperluas wawasan atau pengetahuan seseorang. Secara umum,
seseorang yang berpendidikan lebih tinggi akan mempunyai pengetahuan yang lebih luas
dibandingkan dengan seseorang yang tingkat pendidikannya lebih rendah.4
Pekerjaan
Pekerjaan menjadi faktor penyebab seseorang untuk berperilaku terhadap kesehatannya. Hal ini
disebabkan karenapekerjaan menjadi faktor risiko seorang mengalami sakit maupun penyakitnya. 20
Pekerjaan adalah jenis aktifitas yang dilakukan sehari- hari. Hal ini dapat dimengerti bahwa pekerjaan
dapat mempengaruhi lingkungan soaial dimana seseorang berinteraksi. Kenyataan ini dapat dikaitan
tingkat pendidikan dan jenis pekerjaan dimana seseorang yang mempunyai tingkat pendidikan yang
lebih baik akan mendapat pekerjaan yang lebih baik, sehingga akan mempengaruhi terhadap tingkat
penghasilan. Dengan tingkat penghasilan yang tinggi seseorang lebih dapat memikirkan kesehatan
dibandingkan dengan orang yang berpenghasilan lebih rendah. Secara umum dapat juga dijelaskan
bahwa seseorang yang lebih berpenghasilan besar akan memperoleh kesempatan untuk
mendapatkan informasi berasaldari berbagai macam media. Seseorang dengan berpenghasilan
rendah atau tidak mencukupi akan lebih memikirkan bagaimana menambah penghasilanya daripada
mencari informasi yang kurang diperlukan.4
Tingkat Ekonomi
Sosial

ekonomi

mempengaruhi

seseorang

dalam

mencari

pelayanan

kesehatan

berupa

pengobatan.Tingkat perekonomian yang rendah semakin memperparah hal tersebut karena


kebersihan dan gaya hidup yang tidak higienis. 20Penghasilan tidak berpengaruh langsung terhadap
pengetahuan seseorang. Namun bila seseorang berpenghasilan cukup besar maka dia akan mampu
untuk menyediakan atau membeli fasilitas-fasilitas sumber informasi. 4
28

Pengetahuan
Pengetahuan menjadi faktor predisposisi karena dapat mempermudah untuk terjadinya perubahan
perilaku dalam mengatasi masalah kesehatannya. WHOmenganalisis bahwa seseorang berperilaku
karena adanyaalasan dalam bentuk pemikiran dan perasaan yaitu pengetahuan. 20 Pengetahuan ibu
mayoritas ibu berusia 30-39 tahun yaitu, ibu menikah pada usia 20-25 tahun yaitu 44 orang (41,1 %),
pendidikan ibu adalah SMP yaitu 39 orang (36,4 %) , pekerjaan ibu adalah IRT yaitu 54 orang (50,5
%), pekerjaan suami adalah karyawan swasta yaitu 66 orang (61,7 %), pendapatan keluarga adalah
1-2 juta yaitu 44 orang (41,1 %), pengetahuan tentang kanker leher rahim mayoritas ibu
berpengetahuan cukup yaitu 82 orang (76,7%), tentang Human Pappiloma Virus mayoritas ibu
berpengetahuan cukup yaitu 69 orang (64,5%), di Dusun 1 Desa Bangun Rejo Kecamatan Tanjung
Morawa Tahun 2012 tentang Hubungan Human Pappiloma Virus dengan kanker leher rahim
mayoritas ibu berpengetahuan kurang yaitu 75 orang (70,1%) dan tentang vaksin Human Pappiloma
Virus mayoritas ibu berpengetahuan kurang yaitu 83 orang (77,6%).4
Jarak
Faktor yang mendukung seseorang untuk melakukan pemeriksaan adalah jarak. Menurut teori
Snehandu terjangkaunya informasi dapat mempengaruhi seseorang untuk bertindak dalam mencari
pengobatan. Sedangkan Green menganalisis bahwa keterjangkauan sarana dan prasarana
kesehatan yaitu jarak menjadi faktor pemungkin seseorang untuk dapat merubah perilakunya dalam
mencari pengobatan dan mendapatkan pelayanan kesehatan.20
Sumber informasi
Sumber informasi berhubungan dengan pengetahuan, baik dari orang maupun media. Dalam proses
peningkatan pengetahuan agar diperoleh hasil yang efektif diperlukan alat bantu. Fungsi media dalam
pembentukan pengetahuan seseorang menyampaikan informasi atau pesan-pesan.Meskipun
seseorang memiliki pendidikan yang rendah tetapi jika ia mendapatkan informasi yang baik maka
pengetahuan seseorang akan meningkat. Sumber informasi yang dapat mempengaruhi pengetahuan
seseorang, misalnya radio, televisi, majalah, koran dan buku.4

2. 5

Kerangka Teori

29

Sumber informasi :
-Media
massa(Koran/majalah/televisi)
-dokter/perawat/tenaga
kesehatan/Penyuluhan
-tetangga/teman
-internet

Pendidikan

Pengetahuan:
Vaksin HPV, HPV, kanker
serviks

Pekerjaa
n
Usia ibu

Tingkat
ekonomi
Sikap

Perilaku

Jarak fasilitas
kesehatan

Imunisasi HPV

30

2.6

Kerangka Konsep

Pendidikan
ibu
Usia ibu

Tingkat ekonomi
Pengetahuansikapperilaku
ibupengunjung puskesmas tentang
vaksin HPV

Sumber
informa
si

Pekerjaan
ibu
Jarak
fasilitas
kesehatan

31

Anda mungkin juga menyukai