Anda di halaman 1dari 15

1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pada jaman sekarang ini, konsep bangunan ramah lingkungan atau green building
didorong menjadi tren dunia, terutama bagi pengembangan properti saat ini. Bangunan ramah
lingkungan ini mempunyai kontribusi menahan laju pemanasan global dengan membenahi
iklim mikro. Dalam pemanasan global, hal yang perlu diperhatikan adalah dengan
penghematan air dan energi serta penggunaan energi terbarukan.
Arsitektur ramah lingkungan, yang juga merupakan arsitektur hijau, mencakup
keselarasan antara manusia dan lingkungan alamnya. Arsitektur hijau mengandung juga
dimensi lain seperti waktu, lingkungan alam, sosio-kultural, ruang, serta teknik bangunan.
Hal ini menunjukkan bahwa arsitektur hijau bersifat kompleks, padat dan vital dibanding
dengan arsitektur pada umumnya. Sehingga mempelajari hal-hal yang terkait dalam bidang
arsitektur tentu sangat penting. Seperti mempelajari Ekologi dalam arsitektur juga penting.
Perhitungan ekologi perlu dipahami karena kita memerlukan rancangan suatu bangunan
yang dapat berkelanjutan dikemudian hari dan seminimal mungkin tidak merusak
lingkungan. Memperhitungkan desain ekologi yang mengedepankan konsep bangunan yang
ramah lingkungan dan penampilan alam dalam desain tersebut tentunya menjadi hal yang
sangat penting bagi para arsitek masa depan. Dan tidak lupa penggunaan bahan-bahan yang
mudah diperbaharui juga perlu diperhatikan sehingga alam dapat bersahabat dengan kita.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan perhitungan ekologi?

1.3 Tujuan
1. Agar dapat lebih mengedepankan aspek ekologi dalam hal mendesain suatu bangunan.
2. Agar dapat mengetahui pengertian dan prinsip-prinsip perhitungaan ekologi.

BAB 2
URAIAN TEORI

2.1 Pengertian perhitungan ekologi


Desain yang dirancang dengan memperhatikan perhitungan lingkungan sekitar sehingga
setelah desain ini terwujud tidak menganggu keseimbangan ekosistem yang ada. Desain yang
dibuat harus dapat menjaga kelestarian lingkungan sekitar.
Perhitungan desain ekologi mencakup luas tanah yang tidak digunakan secara maksimal,
kilowatt-jam energi, galon air, jumlah tanah yang terkikis, dan semua dampak-dampak
lingkungan lainnya terhadap sebuah desain.
Perhitungan jejak ekologis didasarkan pada asumsi sebagai berikut.
1.

Memungkinkan untuk merunut seluruh sumber daya yang dikonsumsi dan limbah yang

dihasilkan
2. Sebagian besar arus sumber daya dan limbah dapat diukur dari segi wilayah produktif
biologisnya yang diperlukan untuk mempertahankan arus sumber daya (flow).
Sumberdaya dan arus limbah yang tidak dapat diukur dikecualikan dari penilaian.
3. Dengan membobot bioproduktivitas setiap daerah secara proporsional, berbagai jenis
daerah dapat dikonversi ke dalam unit umum hektar global (gha) yaitu hektar dengan
rata-rata bioproduktivitas dunia.
4. Luasan bioproduktif yang berbeda dapat dikonversi menjadi satu ukuran tunggal, yaitu
hektar global (gha). Setiap hektar global pada satu tahun mencerminkan bioproduktif
yang sama dan dapat dijumlahkan untuk memperoleh suatu agregat indikator jejak
ekologis atau biokapasitas.
5. Permintaan manusia terhadap sumberdaya alam yang dinyatakan sebagai Jejak Ekologis,
bisa
6.

langsung

dibandingkan

dengan

pasokan

alam

dan

biokapasitasnya

(biocapacity/supply), ketika keduanya dinyatakan dalam satuan hektar global (gha).


Luas wilayah yang dibutuhkan (human demand) dapat melebihi wilayah pasokannya
(natures supply), jika permintaan terhadap suatu ekosistem melebihi kapasitas
regeneratif ekosistem tersebut (misalnya, masyarakat menuntut biokapasitas yang lebih
besar terhadap areal hutan, atau perikanan).

Dasar perhitungan jejak ekologis adalah menggunakan lahan atau laut yang secara
biologis produktif, yang diperlukan untuk menopang kehidupan sejumlah populasi tertentu.
Namun pada kenyataannya, kondisi populasi manusia dan sumber daya alam tidaklah
konstan, dan perhitungan lahan produktif cukup sulit karena harus membuat penilaian
terhadap tingkat produktivitasnya. Selanjutnya, penggunaan teknologi secara signifikan dapat
meningkatkan produktivitas lahan, sebaliknya aktivitas manusia dan teknologi juga dapat
memberikan dampak negatif terhadap produktivitas lahan.
2.2 Mengetahui tujuan kebutuhan energi
Krisis energi menjadi topik yang banyak dibahas beberapa tahun ini mengingat kondisi
persediaan energi tak terbaharui seperti minyak bumi yang semakin menipis. Sejalan dengan
itu juga munculnya isu global warming yang salah satu akibatnya adalah peningkatan suhu
dunia. Sebelas dari duabelas tahun terakhir menunjukkan tahun - tahun terpanas sejak 1850.
Rata rata suhu udara global telah meningkat setidaknya 0,74 derajat C selama abad 20
dimana dampaknya paling terasa di daratan dibanding di lautan (Data UNEP, 2007).
Peningkatan suhu ini akan berdampak pada penambahan pemanfaatan energi untuk
kepentingan kenyamanan bangunan.
Krisis energi dunia ternyata memacu dikembangkannya konsep arsitektur baru yang lebih
sadar energi. Arsitektur hemat energi (energy efficient architecture) adalah arsitektur dengan
kebutuhan energi serendah mungkin yang bisa dicapai dengan mengurangi jumlah sumber
daya yang masuk akal (Enno, 1994). Dengan demikian, arsitektur hemat energi ini
berlandaskan pada pemikiran meminimalkan penggunaan energi tanpa membatasi atau
merubah fungsi bangunan, kenyamanan, maupun produktifitas penggunanya. Konsep
Arsitektur Hemat Energi ini mengoptimasikan sistem tata cahaya dan tata udara, integrasi
antara sistem tata udara buatan alamiah dan sistem tata cahaya buatan alamiah serta
sinergi antara metode pasif dan aktif dengan material dan instrumen hemat energi.
Konsep bangunan dengan efisiensi energi sangat penting karena jika melihat pada
penggunaan energi secara global, sektor bangunan sendiri menyerap 45 % dari kebutuhan
energi keseluruhan. Pemanfaatan energi dalam bangunan ini khususnya untuk pemanasan,
pendinginan dan pencahayaan bangunan. Komposisi persentase penggunaan energi menurut
sektor kegiatan dapat dilihat lebih jelas pada gambar 2.2

Gambar 2.2 : Presentase Penggunaan Energi

2.3 Perhitungan perhitungan ekologi


Keberlanjutan (sustainability) akan terjadi bila kita dapat menjadi penghitung-penghitung
ekologi yang lebih baik pada tataran tingkat komunitas . Perhitungan ekologi secara hati-hati
menyediakan ukuran dampak-dampak lingkungan secara akurat pada desain sehingga
memungkinkan dampak-dampak ini menjadi informasi penting pada proses desain.
Jika dampak-dampak lingkungan dipakai sebagai dasar untuk mencerminkan harga-harga
produk, produk-produk desain yang ramah lingkungan akan lebih mudah dikembangkan
kedepannya. Produksi yang ramah lingkungan (eco product) harus dijadikan syarat dalam
sistem penyaluran dan kebutuhan produk atau supply and demand .
Faktor-faktor yang mempengaruhi perhitungan ekologi, antara lain:
1. Peka Terhadap Iklim
Perubahan iklim adalah masalah lingkungan. Walaupun keberadaannya masih
diperdebatkan, tetapi dari data yang ada kecenderungan perubahan terutama suhu udara
ada secara nyata. Jika tidak dipersiapkan upaya penekanan laju perubahan dan adaptasi
dalam menghadapi keadaan ini, maka biaya perawatan yang ditanggung akan sangat
besar. Fakta akibat pemanasan global mendorong lahirnya berbagai inovasi produk
industri terus berkembang dalam dunia arsitektur. Konsep pembangunan arsitektur hijau
menekankan peningkatan efisiensi dalam penggunaan air, energi, dan material bangunan,

mulai dari desain building interior, pembangunan, hingga pemeliharaan bangunan itu ke
depan.
Misalnya desain rancang bangunan yang memerhatikan banyak bukaan untuk
memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya alami. Sedikit mungkin menggunakan
penerangan lampu dan pengondisi udara pada siang hari.

2. Hemat Energi

Gambar 2.3.1 : Ruangan yang memperhatikan bukaan


alami untuk memaksimalkan sirkulasi udara dan cahaya
alami.

Desain-desain bangunan Sumber


harus :memperhatikan
perhitungan-perhitungan ekologis.
http://1.bp.blogspot.com/gnLWfHYwWfw/UC8UPSVbezI/AAAAAAAAA4s/bXX076yyYL
Salah satu contoh
penerapan perhitungan ekologi misalnya bangunan dengan konsep
M/s1600/rumah+minim+budget_interior+ruang+keluarga_+

hemat energi.
arsitek+surabaya.jpg
Desain bangunan hemat energi, membatasi lahan terbangun, layout sederhana, ruang
mengalir, kualitas bangunan bermutu, efisiensi bahan, dan material ramah lingkungan.
Atap-atap bangunan dikembangkan menjadi taman atap (roof garden, green roof) yang
memiliki nilai ekologis tinggi (suhu udara turun, pencemaran berkurang, ruang hijau
bertambah).
Desain bangunan yang hemat energy otomatis dapat mengurangi pengeluaran
terhadap penggunaan energy itu sendiri. Misalnya dengan membuat banyak bukaan agar
penggunaan AC (Air Conditioner) bisa dikurangi. Listrik yang digunakan juga akan
berkurang. Begitu juga dengan mengurangi penggunaan lampu pada siang hari.
Contoh desain hemat energi yang lain misalnya dalam hal penggunaan air.
Permukiman sebaiknya menyediakan sistem pengolahan air yang setidaknya mampu
mendaur ulang kurang lebih 100 persen air buangan cucian, dan limbah dari kamar mandi
dan kloset. Air daur ulang bisa dipakai untuk mencuci kendaraan, membilas kloset,

menyiram tanaman di taman, lapangan olah raga, dan lain-lain sehingga tak ada air yang
terbuang. Sementara sistem ekodrainase di perumahan harus dapat menyerap air hujan
sebanyak-banyaknya ke dalam tanah atau ke areal resapan air berupa taman, lapangan
olah raga, dan danau buatan. Setiap rumah dan bangunan dilengkapi sumur resapan
sesuai ketersediaan lahan. Jadi, air yang lepas ke sungai dan laut sangat minimal.Sistem
pengolahan limbah harus memperhatikan sistem 3R. Pengembangan didorong
membangun tempat pemrosesan sampah dengan prinsip zero waste melalui program 3R
(reduce, reuse, recycle). Seluruh penghuni diberdayakan mengurangi (reduce) pemakaian
bahan-bahan sulit terurai yang bisa menekan produksi sampah hingga 50 persen. Sampah
anorganik seperti kertas, botol, kaleng kayu, dan besi dipilah dan dipakai ulang (reuse).
Sementara sampah organik diolah menjadi pupuk.

Gambar 2.3.2 : Pemisahan jenis sampah


agar mudah dalam pengolahan
Sumber :
http://3.bp.blogspot.com/_Vk4f0y36Dhs/S4rs
z5SvSmI/AAAAAAAAAIs/80P52TAgrhM/s16
00-h/Foto204.jpg

3. Material Ramah Lingkungan


Penggunaan material bahan bangunan yang tepat berperan besar dalam menghasilkan
bangunan berkualitas yang ramah lingkungan. Beberapa jenis bahan bangunan ada yang
memiliki tingkat kualitas yang memengaruhi harga. Penetapan anggaran biaya sebaiknya
sesuai dengan anggaran biaya yang tersedia dan dilakukan sejak awal perencanaan
sebelum konstruksi untuk mengatur pengeluaran sehingga bangunan tetap berkualitas.
Material ramah lingkungan memiliki kriteria sebagai berikut;
a. Tidak beracun, sebelum maupun sesudah digunakan
b. Dalam proses pembuatannya tidak memproduksi zat-zat berbahaya bagi
lingkungan
c. Dapat menghubungkan kita dengan alam, dalam arti kita makin dekat dengan
alam karena kesan alami dari material tersebut (misalnya bata mengingatkan kita
pada tanah, kayu pada pepohonan)

d. Bisa didapatkan dengan mudah dan dekat (tidak memerlukan ongkos atau proses
memindahkan yang besar, karena menghemat energi BBM untuk memindahkan
material tersebut ke lokasi pembangunan)
e. Bahan material yang dapat terurai dengan mudah secara alami
Bangunan harus menggunakan bahan yang tepat, efisien, dan ramah lingkungan.
Beberapa produsen telah membuat produk dengan inovasi baru yang meminimalkan
terjadinya kontaminasi lingkungan, mengurangi pemakaian sumber daya alam tak
terbarukan dengan optimalisasi bahan baku alternatif, dan menghemat penggunaan energi
secara keseluruhan. Bahan baku yang ramah lingkungan berperan penting dalam menjaga
kelestarian lingkungan bumi. Beragam inovasi teknologi proses produksi terus
dikembangkan agar industri bahan baku tetap mampu bersahabat dengan alam. Industri
bahan bangunan sangat berperan penting untuk menghasilkan bahan bangunan yang
berkualitas sekaligus ramah lingkungan. Konstruksi yang berkelanjutan dilakukan dengan
penggunaan bahan-bahan alternatif dan bahan bakar alternatif yang dapat mengurangi
emisi CO2 sehingga lebih rendah daripada kadar normal bahan baku yang diproduksi
sebelumnya.
Bahan baku alternatif yang digunakan pun beragam. Bahan bangunan juga
memengaruhi konsumsi energi di setiap bangunan. Pada saat bangunan didirikan
konsumsi energi antara 5-13 persen dan 87-95 persen adalah energi yang dikonsumsi
selama masa hidup bangunan.
Semen, keramik, batu bata, aluminium, kaca, dan baja sebagai bahan baku utama
dalam pembuatan sebuah bangunan berperan penting dalam mewujudkan konsep
bangunan ramah lingkungan. Untuk kerangka bangunan utama dan atap, kini material
kayu sudah mulai digantikan material baja ringan. Isu penebangan liar (illegal logging)
akibat pembabatan kayu hutan yang tak terkendali menempatkan bangunan berbahan
kayu mulai berkurang sebagai wujud kepedulian dan keprihatinan terhadap penebangan
kayu dan kelestarian bumi. Peran kayu pun perlahan mulai digantikan oleh baja ringan
dan aluminium. Baja ringan dapat dipilih berdasarkan beberapa tingkatan kualitas
tergantung dari bahan bakunya. Rangka atap dan bangunan dari baja memiliki
keunggulan lebih kuat, antikarat, antikeropos, antirayap, lentur, mudah dipasang, dan
lebih ringan sehingga tidak membebani konstruksi dan fondasi, serta dapat dipasang
dengan perhitungan desain arsitektur dan kalkulasi teknik sipil. Kusen jendela dan pintu

juga sudah mulai menggunakan bahan aluminium sebagai generasi bahan bangunan masa
datang. Aluminium memiliki keunggulan dapat didaur ulang (digunakan ulang), bebas
racun dan zat pemicu kanker, bebas perawatan dan praktis (sesuai gaya hidup modern),
dengan desain insulasi khusus mengurangi transmisi panas dan bising (hemat energi,
hemat biaya), lebih kuat, tahan lama, antikarat, tidak perlu diganti sama sekali hanya
karet pengganjal saja, tersedia beragam warna, bentuk, dan ukuran dengan tekstur variasi
(klasik, kayu).
Bahan dinding dipilih yang mampu menyerap panas matahari dengan baik. Batu bata
alami atau fabrikasi batu bata ringan (campuran pasir, kapur, semen, dan bahan lain)
memiliki karakteristik tahan api, kuat terhadap tekanan tinggi, daya serap air rendah,
kedap suara, dan menyerap panas matahari secara signifikan. Penggunaan keramik pada
dinding menggeser wallpaper merupakan salah satu bentuk inovatif desain. Dinding
keramik memberikan kemudahan dalam perawatan, pembersihan dinding (tidak perlu
dicat ulang, cukup dilap), motif beragam dengan warna pilihan eksklusif dan elegan, serta
menyuguhkan suasana ruang yang bervariasi.
Fungsi setiap ruang dalam rumah berbeda-beda sehingga membuat desain dan bahan
lantai menjadi beragam, seperti marmer, granit, keramik, teraso, dan parquet. Merangkai
lantai tidak selalu membutuhkan bahan yang mahal untuk tampil artistik. Lantai teraso
(tegel) berwarna abu-abu gelap dan kuning yang terkesan sederhana dan antik dapat
diekspos baik asal dikerjakan secara rapi. Kombinasi plesteran pada dinding dan lantai di
beberapa tempat akan terasa unik. Teknik plesteran juga masih memberi banyak pilihan
tampilan. Apabila semua perhitungan ekologi tersebut dapat diterapkan, maka bangunanbangunan yang akan dibuat dapat menjadi bangunan yang ramah lingkungan.
2.4 Aplikasi pada desain
Pengaplikasian perhitungan-perhitungan ekologi dalam desain yang nyata misalnya
dengan menggunakan bahan -bahan berasal dari alam yang dapat didaur ulang dan ramah
lingkungan. Desain bangunan tersebut juga harus memiliki sistem pembuangan limbah yang
teratur dan aman sehingga limbah tersebut tidak mencemari lingkungan yang ada
disekitarnya. Limbah-limbah yang dapat diolah sendiri juga sebaiknya digunakan kembali,
untuk meminimalisir pembuangan limbah dari penghuninya.

Dalam penggunaan lahan, lahan yang digunakan harus efektif dan efisien. Efektif berarti
bangunan tersebut digunakan secara maksimal, namun energi yang dikeluarkan seminimal
mungkin.
Desain bangunan yang dibuat selaras dan sesuai lingkungan dengan cara menerapkan
kriteria bangunan yang ramah lingkungan. Kriteria tersebut antara lain:
1. Lokasi yang tepat
Lokasi sesuai peruntukan, strategis, aman, bebas banjir dan mudah diakses.
Pengembangan kawasan terpadu di mana orang bisa memenuhi semua
kebutuhannya di satu lokasi (one stop living), akan menarik minat konsumen.
Permukiman didukung infrastruktur jalan, pedestrian untuk pejalan kaki dan
sepeda, ekodrainase, jaringan transportasi umum, serta sarana dan prasarana yang
lengkap.
2. Optimalisasi lahan berimbang.
Ada upaya meningkatkan daya tampung lahan guna menjaga keseimbangan
lingkungan, dengan misalnya menyediakan hunian yang padat dan kompak.
Idealnya pengembangan memiliki komposisi 40-60 persen untuk ruang terbangun
dan 60-40 persen untuk ruang terbuka hijau, taman, lapangan olah raga, dan lainlain. Pada lahan yang lebih terbatas pengembangan diarahkan ke atas (vertikal).
Sementara pada rumah-rumah dengan kaveling 100 m2 ke bawah, septic tank
tidak dibuat di setiap rumah melainkan kolektif yang ditempatkan di salah satu
sudut taman lingkungan.
3. Zero water.
Permukiman menyediakan sistem pengolahan air dengan mendaur ulang 100
persen air buangan cucian, dan limbah dari kamar mandi dan kloset. Air daur
ulang bisa dipakai untuk mencuci kendaraan, membilas kloset, menyiram
tanaman di taman, lapangan olah raga, dan lain-lain sehingga tak ada air yang
terbuang. Sementara ekodrainase di perumahan menyerap air hujan sebanyakbanyaknya ke dalam tanah atau ke areal resapan air berupa taman, lapangan olah
raga, dan danau buatan. Setiap rumah dan bangunan dilengkapi sumur resapan
sesuai ketersediaan lahan. Jadi, air yang lepas ke sungai dan laut sangat minimal.
4. Pengendalian pencemaran udara.
Pengembangan membangun koridor jalur hijau yang lebar dan teduh dengan
pepohonan besar yang menyerap polutan dan kebisingan. Sementara jalur pejalan

10

kaki dan sepeda disediakan terpisah, terhubung ke berbagai tujuan harian (belanja,
sekolah, pasar, dan lain-lain) sehingga mendorong penghuni berjalan kaki atau
naik sepeda. Halte ditempatkan di lokasi strategis, di lintasan angkutan umum,
sehingga memudahkan warga bepergian tanpa harus memakai kendaraan pribadi.
5. Zero waste.
Pengembangan didorong membangun tempat pemrosesan sampah dengan
prinsip zero waste melalui program 3R (reduce, reuse, recycle). Seluruh penghuni
diberdayakan mengurangi (reduce) pemakaian bahan-bahan sulit terurai yang bisa
menekan produksi sampah hingga 50 persen. Sampah anorganik seperti kertas,
botol, kaleng kayu, dan besi dipilah dan dipakai ulang (reuse). Sementara sampah
organik diolah menjadi pupuk.
6. Green building code.
Perlu dimulai penerapan beberapa kriteria bangunan ramah lingkungan dalam
setiap pembangunan fisik (green building). Antara lain desain arsitektur yang
selaras antarbangunan dan menyatu dengan lingkungan, hemat energi, lahan
terbangun terbatas, lay out sederhana, ruang mengalir, kualitas material bermutu,
pemakaian bahan efisien dan ramah lingkungan (tidak beracun, tidak merusak
alam, dan bisa didaur ulang).

11

BAB 3
KONDISI FOKUS
3.1 Data Objek
Objek yang kami pakai adalah bangunan komersil restauran yang bernama warung
saman. Warung saman terletak di jalan tukad musi, renon Denpasar selatan Bali. Pemilik
warung ini bernama Ibu.Nani. Bangunan ini sudah berdiri sejak tahun 2011. Warung saman
merupakan tempat makan yang menyediakan makanan prasmanan khas jawa timur. Warung
ini sangat ramai pada siang dan sore yaitu pada jam jam istirahat dan pulang kantor.
Warung makan ini sangat ramai dikunjungi karena harganya yang terjangkau dan rasa dari
masakan khas rumahan yang enak.

12

Contents
BAB I........................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN........................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah............................................................................................. 1
1.3 Tujuan................................................................................................................ 1
BAB 2.......................................................................................................................... 2
URAIAN TEORI............................................................................................................. 2
2.1 Pengertian perhitungan ekologi.........................................................................2
2.2 Mengetahui tujuan kebutuhan energi................................................................3
2.3 Perhitungan perhitungan ekologi....................................................................4
2.4 Aplikasi pada desain.......................................................................................... 9
BAB 3........................................................................................................................ 11
KONDISI FOKUS......................................................................................................... 11
3.1 Data Objek...................................................................................................... 11

13

BAB IV
ANALISIS FOKUS
Objek yang kami gunakan adalah bangunan Warung Saman, rumah makan sederhana yang
berlokasi di daerah Renon. Rumah makan ini memiliki beberapa massa bangunan.
4.1 Penghawaan
4.1.1 Penghawaan alami
Massa bangunan terbesar rumah makan ini terletak di tengah site dengan ukuran
bangunan 9 x 6 meter, mewadahi fungsi utama bangunan yaitu sebagai tempat makan.
Bangunan ini tidak memiliki elemen samping, hanya terdiri dari tiang-tiang kayu (saka)
disekelilingnya. Oleh karena bangunannya yang terbuka ini, maka penghawaan secara
alami sangat mudah didapatkan.
Ketentuan ruangan yang baik adalah luas bukaan untuk penghawaan alami 10% dari
luas lantai ruangan, baik itu bukaan tetap maupun insidentil (dapat dibuka dan ditutup).
Luas bukaan minimal
Luas bukaan minimal

= 10% x luas lantai


= 10% x ( 9 x 6 )
= 10% x 54 m2
= 5,4 m2

Berdasarkan ketentuan tersebut, ruangan ini sebaiknya memiliki luas bukaan untuk
penghawaan alami minimal 5,4 m2. Akan tetapi karena ruangan ini adalah ruangan
terbuka tanpa elemen samping, maka aliran udara pada ruangan ini cukup deras. Crossventilation terjadi karena ruangan ini terbuka di ketiga bagian ruangan, yaitu utara, timur,
dan barat.

Aliran angin
Elemen samping
terbuka

14

a. Aliran angin dari arah utara tidak terlalu kencang karena terhalang oleh massa
bangunan kamar mandi dan pepohonan hias.
b. Aliran angin dari arah timur tidak terlalu kencang. Di bagian timur rumah makan
terdapat tempat makan outdoor dengan pepohonan rimbun dan kolam buatan
sehingga angin yang masuk ke ruangan dari arah timur cenderung sejuk dan tidak
panas
c. Aliran angin dari arah barat cenderung bersifat panas karena site rumah makan ini
berbatasan dengan jalan Tukad Gangga di bagian baratnya. Terdapat pepohonan di
bagian barat rumah makan yang bisa berfungsi sebagai penyaring debu dan
menyejukkan angin, baik itu pohon di tepi jalan Tukad Gangga maupun pepohonan
hias yang ditanam di dalam pekarangan rumah makan.
Pada massa bangunan yang difungsikan sebagai dapur, penghawaan alami juga
tidak memiliki masalah. Walaupun seluruh dinding dapur memiliki dinding sebagai
elemen sampingnya, ruangan dapur rumah makan ini memiliki kelancaran sirkulasi udara
dan penghawaan melalui desain atapnya. Atap rumah makan ini menggunakan bentuk
menyerupai wantilan.

15

Anda mungkin juga menyukai