perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan bahwa korupsi mengurangi
ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus yang baru muncul berkesimpulan bahwa
ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru.
Dimana korupsi menyebabkan inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan lapangan perniagaan.
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai hasilnya mempertahankan
perusahaan-perusahaan yang tidak efisien. Korupsi menimbulkan distorsi di dalam sektor publik
dengan mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan upah
tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek masyarakat untuk
menyembunyikan praktek korupsi yang akhirnya menghasilkan lebih banyak kekacauan. Korupsi juga
mengurangi pemenuhan syarat-syarat keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain.
Korupsi juga mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah. Para pakar ekonomi memberikan pendapat bahwa
salah satu faktor keterbelakangan pembangunan ekonomi di Afrika dan Asia, terutama di Afrika, adalah
korupsi yang berbentuk penagihan sewa yang menyebabkan perpindahan penanaman modal (capital
investment) ke luar negeri, bukannya diinvestasikan ke dalam negeri. Berbeda sekali dengan diktator
Asia, seperti Soeharto yang sering mengambil satu potongan dari semuanya (meminta sogok), namun
lebih memberikan kondisi untuk pembangunan, melalui investasi infrastruktur, ketertiban hukum, dan
lainnya. Pakar dari Universitas Massachussetts memperkirakan dari tahun 1970 sampai 1996, pelarian
modal dari 30 negara sub-Sahara berjumlah US $187 triliun, melebihi dari jumlah utang luar negeri
mereka sendiri. Dalam kasus Afrika, salah satu faktornya adalah ketidak-stabilan politik dan juga
kenyataan bahwa pemerintahan baru sering menyegel aset-aset pemerintah lama yang sering didapat
dari korupsi. Ini memberi dorongan bagi para pejabat untuk menumpuk kekayaan mereka di luar
negeri, di luar jangkauan dari ekspropriasi di masa depan.
Kesejahteraan Korupsi politis ada di banyak negara dan memberikan ancaman besar bagi warga
negaranya. Korupsi politis berarti kebijakan pemerintah sering menguntungkan pemberi sogok,
bukannya rakyat luas. Politis membuat kebijakan dimana kebijakan itu berfokus untuk keuntungan
pihak tertentu bukan masyarakat. Kebijakan juga sering disalah gunakan untuk pengalihan isu-isu
mengenai pemerintahan. Salah satu contoh adalah bagaimana politikus membuat peraturan yang
melindungi perusahaan besar namun merugikan perusahaan-perusahaan kecil. Politikus-politikus probisnis ini hanya mengembalikan pertolongan kepada perusahaan besar yang memberikan sumbangan
besar kepada kampanye pemilu mereka. Masih banyak lagi contoh lainnya yang jelas membuktikan
bahwa kebijakan-kebijakan tersebut dibuat hanya untuk keuntungan pihak tertentu.
Moral Nilai moral baik individual maupun masyarakat secara keseluruhan. Selain meningkatkan
ketamakan dan kerakusan terhadap penguasaan aset dan kekayaan korupsi juga akan menyebabkan
hilangnya sensitivitas dan kepedulian terhadap sesama. Rasa saling percaya yang merupakan salah satu
modal sosial yang utama akan hilang. Akibatnya, muncul fenomena distrust society, yaitu masyarakat
yang kehilangan rasa percaya, baik antar sesama individu maupun terhadap institusi negara. Perasaan
aman akan berganti dengan perasaan tidak aman (insecurity feeling). Fakta bahwa negara dengan
tingkat korupsi yang tinggi memiliki tingkat ketidakpercayaan dan kriminalitas yang tinggi pula.
Kriminalitas terpicu dengan banyaknya kasus korupsi seperti pencurian, pembunuhan, dan
perampokan. Ada korelasi yang kuat di antara ketiganya.
KESIMPULAN
Ditinjau dari sudut apapun, korupsi sama sekali tidak memberikan manfaat. Baik kepada
perekonomian, maupun kepada sistem demokrasi politik yang baik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa negara dalam masa transisi seperti Indonesia, baik dari sistem ekonomi (dari sistem ekonomi
terpusat menuju sistem ekonomi yang lebih menganut pasar) maupun dari sistem politik dan demokrasi
(pemerintahan yang otoriter ke pemerintahan yang demokratis), selalu mengalami masalah korupsi
yang luar biasa besar. Bahkan, saat ini sudah terbangun mitos di masyarakat bahwa korupsi hampir
mustahil dapat dibasmi karena ada anggapan bahwa korupsi telah menjadi kebudayaan bangsa
Indonesia. Namun hal ini tidak bisa dijadikan justifikasi dan apologi untuk terus bersikap toleran dan
permisif terhadap keberadaan korupsi.
DAFTAR PUSTAKA
Soemiarno, Slamet., dkk. (2013). Buku Ajar III Bangsa, Negara, dan Pancasila. Jakarta : Universitas
Indonesia
http://www.bimbingan.org/dampak-dilakukan-korupsi.htm
http://andismayantiazizah.wordpress.com/2013/12/05/korupsi/