Anda di halaman 1dari 8

27

Jurnal Biologi Sumatera, Juli 2006, hlm. 27 34


ISSN 1907-5537

Vol. 1,
No. 2

PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN KULTUR JARINGAN


KEMENYAN SUMATRANA (Styrax benzoin Dryander)
Isnaini Nurwahyuni dan Elimasni
Departemen Biologi, FMIPA, Universitas Sumatera Utara, Jalan Bioteknologi No. 1, Padang Bulan, Medan
20155

Abstract
The growth and development of the tissue culture of Sumatrana benzoin (Styrax benzoin
Dryander) is explained. The research was performed to obtain the best technique for propagation of
the benzoin. The study was carried out by using completed random design (CRD) with two treatment
factors. The results indicated that the growth regulators influenced callus shoot and root development.
The percentage of callus growth is varies between 50-83%, in which the highest was found 83% in
D1B0 and D2B0 respectively. The weight of the callus was 0.319 g that was found in D3B3. The
average number of the root produced D3B0 was 5.50 in which the root was produced separately from
shoot, and there was no plantlet observed in the culture.
Keywords: kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander), kultur daun, BAP, 2, 4-D, kalus, eksplan

PENDAHULUAN
Pelestarian dan peningkatan kualitas
tanaman hutan perlu mendapat perhatian,
terutama terhadap tanaman yang dapat
menghasilkan produk nonkayu yang memiliki
nilai ekonomi tinggi. Salah satu tanaman hutan
yang sangat penting untuk dikembangkan dan
dibudidayakan adalah kemenyan sumatrana (Styrax
benzoin Dryander) karena mempunyai nilai
ekonomi tinggi, yaitu tumbuhan yang penghasil
getah kulit yang disebut kemenyan dengan kualitas
ekspor (BPS, 2003). Kemenyan sumatrana
mengandung senyawa bioaktif yang dapat
digunakan sebagai bahan baku obat (Sianipar dan
Simanjuntak, 2000). Tanaman ini tumbuh dengan
baik di hutan Sumatera Utara, khususnya di lima
kabupaten seperti Kabupaten Tapanuli Utara
(Taput), Kabupaten Dairi, Kabupaten Toba dan
Samosir (Tobasa), Kabupaten Samosir, dan
Kabupaten Humbang Hasundutan (Humbahas).
Beberapa kabupaten lain masih dimungkinkan
untuk tempat tumbuh tanaman kemenyan
sumatrana (Styrax benzoin Dryander), namun
tanaman kemenyan belum dibudidayakan melalui
hutan-hutan rakyat maupun tanaman industi.
Produksi kemenyan Sumatera Utara
masih berasal dari tanaman yang tumbuh secara
liar di hutan. Budidaya kemenyan sumatrana
dalam jumlah banyak sulit untuk dilakukan
karena kendala dalam penyediaan bibit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan masyarakat
secara sampling di beberapa kabupaten di sekitar
hutan diketahui bahwa bibit kemenyan di dalam
hutan tersebut diperoleh dari biji yang tumbuh

liar. Usaha untuk menghasilkan bibit melalui biji


sering dicoba masyarakat, akan tetapi,
viabilitasnya sangat rendah karena kulit biji yang
keras dan sulitnya mendapatkan media untuk
menumbuhkan biji di persemaian. Hal ini
menyebabkan usaha budidaya kemenyan menjadi
sulit dilakukan, terutama untuk kebutuhan hutan
rakyat dan hutan industri lahan luas. Dengan
demikian bila budidaya kemenyan tidak
dilakukan dan bila kebutuhan bibit tidak dapat
diatasi maka diperkirakan dalam waktu singkat
tanaman ini akan punah.
Usaha
untuk
menumbuhkan
biji
kemenyan sebagai bibit untuk digunakan sumber
eksplan dalam kultur jaringan telah dilakukan
oleh peneliti (Nurwahyuni, 2002) tetapi tidak
dapat menyelesaikan permasalahan yang
dihadapi
untuk
penyediaan
bibit.
Penyediaan bibit kemenyan umumnya
dilakukan secara konvensional dengan biji yang
tumbuh secara alami, sehingga penanaman
kemenyan dalam jumlah besar dan seragam di
hutan tidak memungkinkan. Sebagai alternatif
terbaik untuk memenuhi penyediaan bibit
kemenyan dalam jumlah besar harus dilakukan
melalui teknik in vitro, karena dapat
memproduksi bibit dalam jumlah banyak dan
seragam dalam waktu relatif singkat.
Penelitian awal dalam perbanyakan
kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander)
melalui kultur pucuk telah dilakukan oleh peneliti
(Nurwahyuni,
2002).
Hasil
penelitian
menunjukkan tahapan yang menggembirakan
dengan media MS diperkaya NAA dan kinetin
menghasilkan kalus dan kalus berakar. Usaha

Vol. 1, 2006

J. Biologi 28
Sumatera

pelestarian tanaman penghasil senyawa bioaktif,


sebagai bahan obat-obatan telah dilakukan oleh
(Shahjahan dan Islam, 1998; Bacchi, dkk. 1995;
Bacchi dan Sertie, 1994; Jiang, dkk., 1979;
Ulubelen dan Goren, 1973). Kemenyan
sumatrana (Styrax benzoin Dryander) memiliki
banyak senyawa bioaktif seperti asam sinamat
dan turunannya, yaitu senyawa kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku untuk industri
kosmetika dan obat-obatan (Sianipar dan
Simanjuntak, 2000; Luo, dkk., 1996).
Perbanyakan tanaman ini didasarkan
pada perbanyakan tanaman dikotil yang memiliki
nilai ekonomi (Chaturvedi, dkk., 1982). Dan dasar
pemilihan eksplan jaringan muda karena jaringan
tersebut mengandung sel-sel yang aktif membelah
atau sel meristematik (Ling dan Iwamasa, 1997;
Balch dan Alejo, 1997). Eksplan ditanam pada
media MS (Murashige dan Skoog, 1962; Murashige
dan Tucker, 1969).
Ada beberapa jenis ZPT yang digunakan
dalam kultur jaringan tanaman, namun efisiensi
dan efektivitasnya berbeda terhadap jenis
tanaman yang berbeda. Sebagai contoh, kinetin
sangat efektif untuk kultur buku batang (Carimi,
dkk., 1995), sementara sitokinin konsentrasi
rendah dapat memacu perkembangan tunas
sedangkan konsentrasi tinggi merangsang
penggandaan tunas (Nurwahyuni, 2004). Auksin
pada konsentrasi rendah dapat memacu
pertumbuhan akar dan pada konsentrasi tinggi
dapat merangsang pertumbuhan kalus (Magoon
dan Singh, 1995; Goh, dkk., 1995). Dengan
demikian, pengaturan zat pengatur tumbuh di
dalam media sangat menentukan terhadap
keberhasilan pertumbuhan dan perkembangan kultur.
Dalam perbanyakan tanaman dibutuhkan pemilihan
perbandingan konsentrasi auksin, sitokinin dan
suplemen yang tepat, karena hal ini akan
menentukan
dalam
derajat
keberhasilan
pembentukan tanaman baru (Nurwahyuni dan
Tjondronegoro, 1994).
Hasil telusur pustaka telah dilakukan
tetapi menunjukkan belum pernah dilakukan
usaha kultur jaringan terhadap tanaman styrax.
Sehingga sebagai acuan perbanyakan kemenyan
dalam penelitian ini adalah pendekatan teknik in
vitro tanaman tingkat tinggi seperti jeruk manis
(Nurwahyuni, 2003; Nurwahyuni, 2001a; Grosser,
dkk., 1996) dan kopi arabika (Nurwahyuni, 2001b,
Nurwahyuni, 1999). Beberapa hal penting yang
perlu diperhatikan dalam pemilihan eksplan
untuk kultur jaringan tanaman tingkat tinggi
seperti di antaranya organ sumber eksplan, umur
organ, musim, ukuran eksplan, dan kualitas tanaman
induk (Moreira-Dias, dkk., 2000; Hidaka, 1984;

Barlass dan Skene, 1982). Sumber eksplan adalah


bagian vegetatif tanaman karena mudah diperoleh.
Usaha perbanyakan kemenyan sumatrana
(Styrax benzoin Dryander) melalui kultur daun
pucuk juga telah dilakukan (Nurwahyuni, 2004,
Nurwahyuni, 2005a dan 2005b) sebagai upaya
mendapatkan kalus dengan kualitas lebih baik
untuk selanjutnya diregenerasi menjadi planlet
dan tanaman. Pertambahan berat kultur di dalam
media
juga
didapatkan
eksplan
yang
menghasilkan kalus menunjukkan kalus yang
berbeda tipe sehingga sangat memungkinkan
untuk dilakukan subkultur untuk perbanyakan
klonal dari kultur pucuk.
BAHAN DAN METODE
Bahan Kimia dan Peralatan. Bahan
yang dipergunakan di dalam penelitian adalah
daun muda kemenyan Sumatrana (Styrax benzoin
Dryander) dari tumbuhan induk berkualitas baik
hasil seleksi dari hutan rakyat Huta Pongki, Desa
Pohan Tonga, Kecamatan Siborong-borong,
Kabupaten Tapanuli Utara, Propinsi Sumatera
Utara.
Senyawa dan zat-zat kimia yang
diperlukan di dalam penelitian adalah kualitas
analytical grade (PA). Zat pengatur tumbuh
seperti napthalene acetic acid (NAA), kinetin,
glisin, nicotinic acid, vitamin tiamin-HCl dan
pyridoksin-HCl diperoleh dari Sigma Chem. Co.
Bakto agar diperoleh dari Kimia Farma. Peralatan
yang diperlukan di dalam penelitian di antaranya
adalah dissecting set, autoclaf, lampu UV, lampu
TL, ent kas, pH-meter, botol kultur, pemanas
listrik dan pengaduk magnet, serta gelas-gelas
kimia pendukung di Laboratorium Fisiologi dan
Kultur Jaringan Tanaman Jurusan Biologi,
FMIPA USU, Medan.
Prosedur Penelitian. Penelitian bersifat
eksperimental rancangan acak lengkap faktorial
dengan 6 ulangan setiap perlakuan (Zar, 1996)
Kombinasi perlakuan 2 jenis zat pengatur tumbuh
seperti: Benzyl Amino Purin (BAP) dan 2,4
dichlorophenoxyacetic acid (2,4-D). Prosedur
penelitian terdiri atas persiapan bahan tanaman,
penyediaan mendium kultur, sterilisasi eksplan dan
penanaman eksplan, regenerasi kalus, dan
aklimatisasi tanaman. Bahan baku tanaman untuk
kultur jaringan tanaman adalah anakan pohon
kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander)
berkualitas baik dipilih dari areal hutan di
Tapanuli Utara, dan ditanam di pot di rumah kaca
Jurusan Biologi FMIPA USU. Media basal terdiri
atas garam dan vitamin yaitu media MS
(Murashige dan Skoog, 1962) dikeraskan dengan
8% agar. Kondisi pH media diatur pada pH 5.8,
o
kemudian di sterilisasi di autoclaf pada 121 C

29

NURWAHYUNI ET AL.

selama 20 menit. Media basal yang digunakan


divariasi komposisinya zat pengatur tumbuh
yaitu benzyl amino purin (BAP) dan 2,4
diklorophenoxyacetic acid (2,4-D). Percobaan
dilakukan dengan variasi zat pengatur tumbuh
yaitu BAP (0, 0.1, 1.0 dan 10 mg/l) dan 2,4-D (0,
0.05, 0.5 dan 5 mg/l). Media kultur untuk inisiasi
kalus terdiri atas media MS (Murashige dan
Skoog, 1962) yang diperkaya dengan zpt.
Optimasi percobaan meliputi inisiasi kalus,
regenerasi, aklimatisasi akan dilakukan dengan
berbagai variasi perlakuan.
Daun muda diambil lalu dicuci dengan
air detergen dan dibilas dengan air kran. Bahan
disterilasi dalam kondisi aseptik dalam alkohol
70% selama 1 menit dan diikuti dengan
pemindahan ke dalam larutan bayclin 10 dan
20% masing-masing selama 15 menit diseling
dengan pembilasan dengan akuades 3 kali.
Eksplan dipotong sebesar 1.0 cm dan ditanam
pada 16 perlakuan media yang sudah dibuat.
Kultur diinkubasi dengan penyinaran 1000 lux
o
selama 16 jam/hari, dengan suhu 25-27 C.
Kultur dipelihara selama 90 hari dan pengamatan
dilakukan setiap 3 hari sekali. Terhadap setiap
kultur akan dilakukan pengamatan yaitu
persentase kultur terkontaminasi, pertumbuhan
kultur: jumlah tunas, tinggi tunas, pertambahan
jumlah daun, jumlah akar, persentase kultur
mengkalus. Jika pada media perlakuan dihasilkan
kalus embriogenik maka kalus tersebut
diregenerasi dalam media MSO (media MS tanpa
zat pengatur tumbuh). Kondisi ruangan kultur
dipelihara sama seperti pada saat inisiasi. Pada
fase ini dilakukan pengamatan kemampuan kultur
beregenerasi menjadi tanaman, seperti jumlah
planlet terbentuk.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Induksi Kalus Kemenyan Sumatrana.
Pada teknik kultur jaringan tanaman, telah
diketahui bahwa kemampuan jaringan tanaman
untuk membentuk kalus sangat dipengaruhi
antara lain oleh komponen dan konsentrasi
media, jenis dan konsentrasi zat pengatur tumbuh
(zpt) dan intensitas cahaya (Nurwahyuni, 1994),
maka dalam kultur kemenyan sumatrana (Styrax
benzoin Dryander) digunakan media MS
sehingga pengaruh pemberian kombinasi zpt
terhadap pertumbuhan kalus dapat diamati.
Pertumbuhan kultur kemenyan sumatrana (Styrax
benzoin Dryander) yang hidup di dalam media
kultur dengan variasi perlakuan sampai minggu
ke-6 diperlihatkan pada Tabel 1.
Dalam percobaan ini potongan daun
dibenamkan
dengan
seluruh
permukaan
menempel pada media. Cara ini dilakukan karena

J. Biologi Sumatera

ternyata meletakkan daun pada posisi permukaan


bawah atau permukaan atas daun yang
bersentuhan dengan media cukup baik untuk
inisiasi dan pertumbuhan kalus pada kultur daun
pucuk kemenyan ini karena setiap sel pada
permukaan yang bersentuhan dengan media
mempunyai potensi untuk menyerap nutrien yang
terdapat dalam media. Walaupun menurut
Hendroyono dan Wijayani (1994) cara seperti ini
tidak selalu efektif dalam induksi kalus, akan
tetapi, pada penelitian yang dilakukan pada kultur
jaringan kopi (Nurwahyuni, 1999), dan kultur
jaringan jeruk manis (2001) telah terbukti bahwa
cara yang dilakukan seperti pada kultur jaringan
kemenyan ini tidak efektif dalam merangsang
pembentukan kalus embriogenik. Setelah masa
inkubasi empat minggu terlihat kalus mulai
terbentuk dan membesar untuk beberapa
kelompok perlakuan, dan dilanjutkan pada
pertumbuhan kalus di dalam media kultur pada
minggu keduabelas. Kalus tumbuh mulai pada
bagian eksplan bekas luka yang merupakan
pinggiran yang bersentuhan langsung dengan
media, dan selanjutnya pertumbuhan meluas ke
seluruh permukaan eksplan. Pertumbuhan kalus
pada eksplan semakin meningkat apabila pada
eksplan terdapat tulang-tulang daun apalagi ibu
tulang daun yang mengandung berkas/jaringan
pengangkut, hal ini disebabkan oleh karena pada
jaringan pengangkut tersebut terdapat nutrien yang
lebih banyak bila dibandingkan dengan jaringan
daun yang tidak mempunyai jaringan pengangkut
mengakibatkan pemacuan pertumbuhan kalus
meningkat. Hasil seperti ini selalu didapati seperti
dijelaskan dalam beberapa penelitian sebelumnya
(Nurwahyuni, 2002, dan Nurwahyuni, 2004).
Pertumbuhan kalus kultur kemenyan
sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada media
MS yang diperkaya dengan berbagai jenis zat
pengatur tumbuh memperlihatkan persentase
kultur berkalus bervariasi (Tabel 2). Dari hasil
pengamatan terlihat bahwa kalus berwarna coklat
berair hanya bertumbuh menjadi kalus yang
besar, tetapi tidak dapat menghasilkan tanaman,
sedangkan kalus yang berwarna hijau merupakan
kalus embriogenik yang dapat berkembang
dengan baik. Bentuk kalus yang bertumbuh pada
minggu ke-12 diperlihatkan pada Gambar 1.

Vol. 1, 2006

J. Biologi 30
Sumatera

Gambar 1. Bentuk kalus kultur kemenyan


sumatrana (Styrax benzoin Dryander)
pada minggu kedua belas, bertunas
dan berakar terpisah
Pengaruh
Media
terhadap
Pertumbuhan Kalus. Dalam percobaan ini telah
dilakukan variasi beberapa jenis zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan ke dalam media
kultur, kemudian persentase kultur yang
bertumbuh kalusnya diamati dan berat kalus
ditimbang untuk dianalisis secara statistika.
Pengaruh pemberian zat pengatur tumbuh ke dalam
media kultur mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan kalus, yaitu diamati setelah
pengkulturan selama 1 bulan. Pertumbuhan eksplan
baru menunjukkan gejala tumbuh nyata setelah 1
bulan, dan diikuti dengan perkembangan kalus.
Perkembangan kalus di dalam media kultur
sangat lambat. Pertumbuhan dan perkembangan
kalus oleh pengaruh konsentrasi 2,4-D dan BAP
di dalam media ditunjukkan dari pertambahan
berat basah kalus di dalam kultur. Dari pengaruh
variasi
zat
pengatur
tumbuh
terhadap
pertumbuhan kalus diperoleh seperti dirangkum
para Tabel 2.
Pemberian zpt sangat nyata berpengaruh
terhadap induksi dan kecepatan perkembangan kalus
tetapi tidak berpengaruh terhadap persentase kultur
membentuk kalus. Pada kelompok perlakuan
ditemukan persentase kultur berkalus yang
bervariasi, yaitu 5083%, di mana persentase
tertinggi ditemukan pada kelompok D1B0 dan D2B0
masing-masing 83%, sedangkan persentase terendah
ditemukan pada kelompok D3B1 hanya bertumbuh
50%. Dari hasil penelitian diketahui bahwa media
dengan komposisi kombinasi zpt sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan dan perkembangan kalus
kemenyan, berat kalus tertinggi diperoleh pada
kelompok perlakuan D3B3 dengan rataan berat kalus
0.319 g, disusul dengan kelompok perlakuan D3B2
dengan rataan berat basah kalus 0.190 g,
sedangkan berat kalus terendah diperoleh pada
kelompok perlakuan D0B1 dengan rataan berat
kalus 0.028 g, yaitu hampir sama dengan kelompok

kontrol D0B0 dengan rataan berat kalus 0.017g.


Dari data ini diketahui bahwa konsentrasi zat
pengatur tumbuh sangat mempengaruhi terhadap
pertumbuhan kalus, yaitu semakin tinggi
konsentrasi 2,4-D dan BAP yang ditambahkan ke
dalam media kultur maka berat basah kalus yang
dihasilkan juga semakin tinggi. Analisis data
dengan menggunakan statistik sidik ragam. Dari
hasil ini disimpulkan bahwa zpt yang
ditambahkan ke dalam media sangat berpengaruh
terhadap
pertumbuhan
kalus
kemenyan
Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) (Fhitung
27.39 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01.
Pengaruh nyata dari masing-masing zat pengatur
tumbuh yang ditambahkan ke dalam media kultur
juga sangat signifikan, yaitu 2,4-D sangat nyata
mempengaruhi pertumbuhan kalus (Fhitung 113.45
> Fcrit 4.23) dan media BAP juga sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan kalus (Fhitung
11.70 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf
signifikansi 0,01. Hasil ini juga menunjukkan
adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar
variabel (Fhitung 3.94 > Fcrit 2.44) pada taraf
signifikansi 0,01.
Perkembangan
Tunas
Kemenyan
Sumatrana
(Styrax
benzoin
Dryander).
Perkembangan tunas di dalam kultur untuk
beberapa kondisi perlakuan menunjukkan
pertumbuhan yang cukup baik. Persentase
keberhasilan kultur untuk bertumbuh menjadi
tunas cukup tinggi. Kalus di dalam media
menunjukkan pertumbuhan dan perkembangan
yang cukup baik setelah 6 minggu, yaitu
berkembang membentuk tunas seperti dirangkum
pada Tabel 3. Dari hasil diketahui bahwa variasi
perlakuan memberikan perkembangan kultur
menjadi tunas bervariasi, namun jumlah tunas
antar perlakuan tidak berbeda nyata. Kalus yang
terbentuk pada beberapa kombinasi media,
seperti pada perlakuan D1B3 memiliki intensitas
pertumbuhan yang tinggi dengan rataan jumlah
tunas sebanyak 2,0 buah, disusul dengan
kelompok perlakuan D2B3 dengan rataan jumlah
tunas sebanyak 1.75 buah, kelompok perlakuan
D1B2 dengan rataan jumlah tunas sebanyak 1.50
buah, dan kelompok perlakuan D3B3 dengan
rataan jumlah tunas sebanyak 1.25 buah. Akan
tetapi masih banyak kelompok perlakuan yang
tidak menumbuhkan tunas seperti pada kelompok
perlakuan D1B0, D2B0, D2B1, D3B0, D3B1,
dan kelompok D3B2, yaitu hampir sama dengan
kelompok kontrol D0B0. Dari hasil ini terlihat
bahwa peningkatan konsentrasi zat pengatur
tumbuh tidak konsisten terhadap variasi
pertumbuhan tunas.
Lebih lanjut diketahui bahwa variasi
perlakuan memberikan perkembangan kultur

31

NURWAHYUNI ET AL.

J. Biologi Sumatera

menjadi tunas dengan bentuk bervariasi. Tipe


pertumbuhan untuk tunas bervariasi seperti
perbesaran eksplan yang disebabkan oleh
peningkatan jumlah sel dan pembesaran sel yang
menyebabkan
eksplan
bertambah
luas
permukaannya. Warna eksplan coklat dan
bentuknya berupa lembaran potongan daun yang
membesar. Tunas yang tumbuh di dalam media
kultur
menunjukkan
pertumbuhan
dan
perkembangan yang cukup baik setelah 6
minggu. Tunas yang dihasilkan dianalisis dengan
menggunakan sidik ragam. Dari hasil ini
disimpulkan bahwa zpt yang ditambahkan ke
dalam media berpengaruh nyata terhadap
pertumbuhan tunas kemenyan Sumatrana (Styrax
benzoin Dryander) (Fhitung 1.88 > Fcrit 2.44) pada
taraf signifikansi 0,05, tetapi tidak nyata pada
taraf signifikansi 0,01. Akan tetapi, setiap zpt
yang ditambahkan ke dalam media kultur
memberikan pengaruh terhadap pertumbuhan
tunas, yaitu 2,4-D nyata mempengaruhi
pertumbuhan tunas (Fhitung 9.50 > Fcrit 4.23) dan
media yang mengandung BAP juga sangat
berpengaruh terhadap pertumbuhan tunas (Fhitung
52.45 > Fcrit 4.23) masing-masing pada taraf
signifikansi 0,01. Hasil ini juga menunjukkan
adanya pengaruh interaksi yang signifikan antar
variabel (Fhitung 4.59 > Fcrit 2.81) pada taraf
signifikansi 0,01.
Pengaruh
Media
terhadap
Pertumbuhan Akar Kemenyan Sumatrana.
Untuk mengetahui pengaruh zpt
terhadap
pertumbuhan akar di dalam media kultur, telah
dilakukan penambahan 2,4-D dan BAP dengan
variasi konsentrasi ke dalam media basal MS,
dan pertumbuhan akar diamati. Dari hasil
pengamatan diketahui bahwa pemberian 2,4-D
dan BAP di dalam media basal MS sangat
mempengaruhi terhadap pertumbuhan akar
kemenyan. Akar yang tumbuh pada media basal
yang mengandung 2,4-D dan BAP menunjukkan
kualitas bervariasi seperti di rangkum pada Tabel
4.
Dari berbagai jenis perlakuan terlihat
adanya variasi pertumbuhan akar kemenyan yang
dipengaruhi oleh pemberian zpt ke dalam media
kultur. Pola pertumbuhan akar tanaman bervariasi
untuk kelompok perlakuan, jumlah akar yang paling
banyak ditemukan pada kelompok perlakuan D3B0
dengan rataan jumlah akar 5.50 buah, diikuti oleh
kelompok perlakuan D3B1 dengan rataan jumlah

akar 4.67 buah, dan kelompok perlakuan D1B3


dengan rataan jumlah akar 4.25 buah. Sementara itu
masih ada kelompok perlakuan yang tidak
menghasilkan akar yaitu kelompok perlakuan D0B2
dan kelompok D0B3 yang hampir sama dengan
kelompok kontrol D0B0. Data hasil penelitian
menunjukkan bahwa pertambahan akar tanaman
kemenyan sangat dipengaruhi oleh konsentrasi zpt
yang ditambahkan ke dalam media kultur.
Data pertumbuhan akar oleh pengaruh
pemberian zpt dianalisis menggunakan sidik
ragam. Dari hasil ini disimpulkan bahwa zpt yang
ditambahkan ke dalam media berpengaruh nyata
terhadap
pertumbuhan
akar
Kemenyan
Sumatrana (Styrax benzoin Dryander) (Fhitung
8.08 > Fcrit 2.44) pada taraf signifikansi 0,01.
Lebih lanjut diketahui bahwa masing-masing zpt
yang ditambahkan ke dalam media kultur
memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
pertumbuhan akar, yaitu 2,4-D sangat nyata
mempengaruhi pertumbuhan akar (Fhitung 27.56 >
Fcrit 4.23) dan media BAP juga berpengaruh nyata
terhadap pertumbuhan akar (Fhitung 4.48 > Fcrit
4.23) masing-masing pada taraf signifikansi 0,01.
Hasil ini juga menunjukkan adanya pengaruh
interaksi yang signifikan antar variabel (Fhitung
2.78 > Fcrit 2.81) pada taraf signifikansi 0,05
tetapi tidak signifikan pada taraf signifikansi
0,01.
Regenerasi Kalus Styrax benzoin
Dryander. Regenerasi Styrax benzoin Dryander
dapat dilakukan dengan memindahkan kalus
embriogenik dalam media inisiasi ke media MS0
untuk membentuk planlet. Di samping itu,
pembentukan planlet dapat juga dilakukan melalui
regenerasi langsung, yaitu planlet langsung terbentuk
di dalam media. Untuk mengembangkan kalus
menjadi plantlet maka embriosomatik dipindahkan
ke dalam media yang tidak mengandung zpt. Dalam
hal ini pembentukan planlet terjadi melalui
regenerasi tidak langsung, yaitu melalui
pembentukan kalus dan harus terlebih dahulu
dipindahkan ke media MS0. Kalus yang
beregenerasi pada media yaitu menunjukkan
diferensiasi sel menjadi tunas dan akar secara
terpisah. Pada tahap ini belum dapat dilakukan
aklimatisasi tanaman karena tidak terbentuk
planlet. Usaha masih dilakukan dengan
penambahan
berbagai
jenis
zpt
untuk
menumbuhkan planlet untuk perbanyakan
tanaman secara kultur jaringan tanaman.

Tabel 1. Pertumbuhan kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) yang hidup di dalam
media kultur dengan variasi perlakuan sampai minggu ke-6
Perlakuan
D0B0
D0B1
D0B2

1
*
*
*

2
*
*
*

Pertumbuhan Kalus pada Minggu Ke3


4
5
*
*
*
+
+
+
+
+
++

6
*
+
++

Vol. 1, 2006

J. Biologi 32
Sumatera

D0B3
D1B0
D1B1
D1B2
D1B3
D2B0
D2B1
D2B2
D2B3
D3B0
D3B1
D3B2

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*
*

++
+
+
++
+
*
+
+
+
++
+
+
++

++
+
+
++
+
*
+
+
+
++
+
+
++

+++
+
++
+++
+
+
++
+
++
+++
+
++
+++

+++
+
++
+++
++
+
++
+
++
+++
+
++
+++

D3B3
Keterangan: D0 = 0,0 mg/l 2,4-D
B0 = 0,0 mg/l BAP
D1 = 0,05 mg/l 2,4-D
B1 = 0,1 mg/l
BAP
D2 = 0,5 mg/l 2,4-D
B2 = 1,0 mg/l BAP
D3 = 5,0 mg/l 2,4-D
B3 = 10,0
mg/l BAP
(*) eksplan membesar, (+) kalus bertumbuh, (++) intensitas pertumbuhan kalus sedang, (+++)
intensitas pertumbuhan kalus sangat besar

Tabel 2. Pertumbuhan kalus kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada media MS
yang diperkaya dengan berbagai jenis zat pengatur tumbuh
% kultur kalus
bertumbuh
1
D0B0
0
2
D0B1
67
3
D0B2
67
4
D0B3
67
5
D1B0
83
6
D1B1
67
7
D1B2
67
8
D1B3
67
9
D2B0
83
10
D2B1
67
11
D2B2
67
12
D2B3
67
13
D3B0
67
14
D3B1
50
15
D3B2
67
16
D3B3
67
*Diperoleh berdasarkan hasil analisis statistika Uji Jarak Duncan
No.

Jenis Perlakuan

Berat akhir kalus


Berat (g)
Notasi*
0.017
f
0.028
ef
0.030
ef
0.031
ef
0.042
ef
0.042
ef
0.050
ef
0.053
ef
0.065
de
0.068
de
0.073
de
0.093
cd
0.146
b
0.161
b
0.190
b
0.319
a

Tabel 3. Pertumbuhan tunas kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada media MS
yang diperkaya dengan berbagai jenis zat pengatur tumbuh
No.

Jenis Perlakuan

% Kultur Bertunas

1
2
3
4
5
6
7
8
9

D0B0
D0B1
D0B2
D0B3
D1B0
D1B1
D1B2
D1B3
D2B0

0
67
67
67
0
67
67
67
0

Jumlah Tunas
Rataan Tunas (buah)
Notasi*
0.00
e
0.50
d
1.00
bc
1.00
bc
0.00
e
1.00
cd
1.50
abc
2.00
a
0.00
e

33

NURWAHYUNI ET AL.

10
11
12
13
14
15
16

J. Biologi Sumatera

D2B1
D2B2
D2B3
D3B0
D3B1
D3B2
D3B3

0
67
67
0
0
0
67

0.00
1.00
1.75
0.00
0.00
0.00
1.25

e
bc
ab
e
e
e
abc

Tabel 4. Pertumbuhan akar kultur kemenyan sumatrana (Styrax benzoin Dryander) pada media MS
yang diperkaya dengan berbagai jenis zat pengatur tumbuh
No.

Jenis Perlakuan

% Kultur Berakar

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

D0B0
D0B1
D0B2
D0B3
D1B0
D1B1
D1B2
D1B3
D2B0
D2B1
D2B2
D2B3
D3B0
D3B1
D3B2
D3B3

67
67
0
0
83
67
67
67
83
67
67
67
67
50
67
67

DAFTAR PUSTAKA
Bacchi, E. M. dan Sertie, J. A., (1994), Antiulcer
action of Styrax camporum and
Caesalpinia ferrea in rats, Planta Medica
60: 118-120.
Bacchi, E. M.; Sertie, J. A.; Villa, N. Dan Katz,
H., (1995), Antiulcer action and toxicity of
Styrax camporum and Caesalpinia ferrea,
Planta Medica 61: 204-207.
Balch, E. P. M. dan Alejo, N. O., (1997), In vitro
plant regeneration of Mexican lime and
Mandarin by direct organogenesis,
Hortscience 32: 931-934.
Barlass, M. dan Skene, K.G.M., (1982), In Vitro
plantlet formation from Citrus species and
hybrids, Scientia Horticulturae 17: 333341.
BPS, (2003), Statistik Hasil Hutan Indonesia
Tahun 1991-1993, Komoditi Kemenyan,
Biro Pusat Statistik, Indonesia
Carimi, F.; DePasquale, F. dan Crescimanno, F.
G., (1995), Somatic embryogenesis in
Citrus from styles culture, Plant Science
105: 81-86.
Chaturvedi, H. C.; Sharma, A. K.; Sharma, M.
dan Prasad, R. N., (1982), Morphogenesis,

Jumlah Akar
Rataan Akar (Buah)
Notasi*
0.50
ef
0.50
ef
0.00
ef
0.00
ef
2.40
cd
2.75
bcd
1.25
de
4.25
abc
2.20
cd
2.75
bcd
1.25
de
1.75
de
5.50
a
4.67
ab
2.75
bcd
1.50
de

micropropagation
and
germplasm
preservation of some economic plants by
tissue cultures. In: Plant Tissue Culture,
(A.Fugiwara, eds), Maruzen, Tokyo, p.
687-688.
Grosser, J. W.; Gmitter, F. G.; Tusa, N.; Recupero,
G. R. dan Cucinotta, P., (1996), Further
evidence of a cybridization requirement for
plant regeneration from citrus leaf protoplasts
following somatic fusion, Plant Cell Report
15: 672-676.
Jiang W. D. Xu D. Z. Hu G. J. Lin B. Z. (1979),
Some pharmacologic effects of the "Styrax
pill for coronary disease" and the
pharmacological basis of a simplified
styrax-borneol
preparation,
Acta
Pharmaceutica Sinica 14(11): 655-61
(Abstract)
Ling, J. T. dan Iwamasa, M., (1997), Plant
regeneration from embryogenic calli of six
Citrus related genera, Plant Cell and
Organ Culture 49: 145-148.
Luo, G.; Yang, R.; Lai, X.; Yang, W.; Xie, S. dan
Zhou, H., (1996), Analysis of cinnamic
acid in storax and its original plant by
HPLC, China Journal of Chinese Materia
Medica 21(12): 744-745, 763 (Abstract)

Vol. 1, 2006

J. Biologi 34
Sumatera

Maggon, R. dan Singh, B. D., (1995), Promotion


of adventitious bud regeneration by ABA
in combination with BAP in epicotyl and
hypocotyl explants sweet orange (Citrus
sinensis L. Osbeck), Scientia Horticulturae
63: 123-128.
Moreira-Dias, J. M.; Molina, R. V.; Guardiola, J.
L. dan Garcia-Luis, A., (2001), Daylength
and photon flux density influence the
growth regulator effects on morphogenesis
in epicotyl segments of Troyer citrange,
Scientia Horticulturae 87: 275-290.
Murashige, T. dan Skoog, F., (1962), A revised
media for rapid grouth and bioassay with
tobacco tissue culture, Physiol. Plant. 15:
473-496.
Murashige, T. dan Tucker, D. P. H., (1969),
Grouth factor requirement of citrus tissue
culture, Proc. 1st. Citrus Symp. 3: 11551161.
Nurwahyuni, I., (1999), Perbanyakan tanaman
kopi arabika (Coffea arabica L.) secara
kultur jaringan, Komunikasi Penelitian
11(2): 88-102.
Nurwahyuni, I., (2005a), Propagasi in vitro
tanaman kemenyan sumatrana (Styrax
Benzoin Dryander) melalui kultur pucuk,
Jurnal Sain Indonesia (In Press)
Nurwahyuni, I., (2005b), Perbanyakan tanaman
kemenyan sumatrana (Styrax Benzoin
Dryander)
melalui
kultur
jaringan
tanaman, Jurnal Sain Indonesia29(2): 4449
Nurwahyuni, I., (2004), Perbanyakan Tanaman
Kemenyan Sumatrana (Styrax Benzoin
Dryander) Melalui Kultur Pucuk, Laporan
Hasil Penelitian, PPD HEDS-FMIPA USU
Medan
Nurwahyuni, I., (2000), Kultur Kalus Jeruk
Manis (Citrus sinensis Brasitepu), Laporan
Hasil Penelitian, FMIPA USU Medan.
Nurwahyuni, I., (2001a), Perbanyakan Tanaman
Jeruk Manis (Citrus sinensis Brasitepu)

Secara Kultur Jaringan, Laporan Hasil


Penelitian, FMIPA USU Medan.
Nurwahyuni, I., (2001b), Kultur jaringan daun
kopi arabika (Coffea arabica L.) dalam
media MS diperkaya dengan kombinasi
sitokinin dan auksin, Jurnal Pendidikan
Science 25(2A): 29-38.
Nurwahyuni, I., (2002a), Upaya Perbanyakan
Tanaman Kemenyan Sumatrana (Styrax
Benzoin Dryander) Melalui Kultur Pucuk,
Laporan Hasil Penelitian, PPD HEDS FMIPA USU Medan.
Nurwahyuni, I., (2002b), Kultur jaringan daun
jeruk manis (Citrus sinensis Brasitepu)
untuk mikropropagasi, Jurnal Sain
Indonesia 24(1): 17-20.
Nurwahyuni, I., (2003), Uji ketahanan kultur
jeruk manis (Citrus sinensis Brasitepu)
terhadap salinitas menuju bibit unggul,
Jurnal Scientia 3(2): 75-84
Nurwahyuni, I., dan Tjondronegoro, P., (1994),
Induksi kalus dan regenerasi tanaman
Dioscorea composita Hemls, Hayati 1: 1517.
Nurwahyuni, I.; Munir, E., dan Riyani, Y.,
(1996), Perbanyakan Tanaman Anggrek
Dendrobium sp. secara Kultur jaringan,
Komunikasi Penelitian 8(4): 331-337.
Shahjahan, M. dan Islam, I., (1998), Preliminary
evaluation of shilajit as a suspending agent
in antacid suspensions, Drug Development
& Industrial Pharmacy 24: 1109-1112.
Sianipar, H., dan Simanjuntak, B., (2000) Isolasi
dan identifikasi asam sinamat dari
Kemenyan Sumatrana, Media Farmasi
4(1): 22-28.
Ulubelen, A. dan Goren, N., (1973), Preliminary
investigations on the herba of Styrax
officinalis. I., Planta Medica 24: 290-293.
Zar, J. H., (1996), Biostatistical Analysis, 3rd ed,
Prentice hall International Inc., London.

Anda mungkin juga menyukai