Anda di halaman 1dari 33

UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN XANTHONE DARI KULIT BUAH

MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

PROPOSAL PENELITIAN
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pada Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian
Universitas Katolik Santo Thomas
Medan

Oleh :
Tri Ayu Ningsih Laoli
090410003

JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2013

UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA


FAKULTAS PERTANIAN
JURUSAN TEKNOLOGI HASIL PERTANIAN
JUDUL

: UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN XANTHONE DARI KULIT


BUAH MANGGIS (Garcinia mangostana L.)

NAMA

: TRI AYU NINGSIH LAOLI

NPM

: 090410003

Disetujui Oleh :
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MSi


Pembimbing Utama

Ir. R. E Siboro, MSi


Pembimbing Pendamping

Diketahui Oleh :

Ir. Apul Sitohang, MSi


Ketua Jurusan

Ir. Cyprianus P.H Saragi, MS


Dekan

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas segala
berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian dengan judul
Uji Aktivitas Antioksidan xanthone dari Kulit Buah Manggis (Garcinia mangostana
L.) yang dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Fakultas Pertanian Universitas
Katolik Santo Thomas Sumatera Utara.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Herla Rusmarilin, MSi sebagai dosen Pembimbing Utama yang telah
memberikan arahan dan bimbingan pada penulis dalam menyelesaikan proposal
penelitian ini.
2. Ir. R.E Siboro, MSi sebagai dosen Pembimbing Pendamping yang telah
membimbing, mengarahkan penulis dalam menyusun proposal penelitian ini.
3. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang telah memberikan dukungan doa, semangat,
nasehat dan dana sehingga penulis dapat menyelesaikan proposal penelitian
dengan baik.
Penulis menyadari bahwa proposal penelitian ini masih belum sempurna,
untuk itu penulis mengharapkan masukan dan saran yang membangun dari pembaca.
Akhirnya, penulis mengharapkan semoga proposal penelitian dapat diterima dan
disetujui.

Medan, April 2013

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I.

PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
I.2 Tujuan Penelitian
I.3 Hipotesis Penelitian
I.4 Kegunaan Penelitian
II. TINJAUAN PUSTAKA
II.1MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
II.1.1 . Taksonomi Manggis
II.1.2 Kandungan Kimia Buah Manggis
II.2Xanthone
II.3Antioksidan
II.3.1 Sumber antioksidan
II.3.2 Fungsi Antioksidan
II.4Radikal Bebas
II.5Uji Aktivitas Antioksidan
II.6Metode Ekstraksi
III.
METODE PENELITIAN
III.1 Bahan dan Alat Penelitian
III.1.1 Bahan Penelitian
III.1.2 Alat Penelitian
III.2 Reagensia Penelitian
III.3 Tempat Penelitian
III.4 Metode Penelitian
III.5 Model Rancangan
III.6 Pelaksanaan Penelitian
III.7 Pengamatan dan Pengumpulan Data
III.7.1 Rendemen Ekstraksi
III.7.2 IC50
III.7.3 Uji Aktivitas Antioksidan dengan Metode DPPH
DAFTAR PUSTAKA

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang


Manggis (Gracinia mangostana L.) merupakan salah satu tanaman buah asli
Indonesia yang mempunyai potensi ekspor sangat besar untuk meningkatkan
pendapatan devisa Negara. Manggis di luar negeri dijuluki dengan Queen of the
Tropical Fruits yang merupakan refleksi perpaduan dari rasa asam dan manis yang
tidak dipunyai oleh komoditas buah-buahan lainnya.
Pada saat ini, Indonesia telah mengekspor manggis ke beberapa daerah di luar
negeri. Buah manggis yang diperdagangkan pada pasar luar negeri (ekspor) sebagian
besar berasal dari kebun rakyat yang belum terpelihara secara baik dan sistem
produksinya masih tergantung pada alam (tradisional). Meskipun penanganan
budidaya dan pascapanen yang seadanya, ternyata petani manggis Indonesia mampu
melakukan ekspor dalam jumlah yang cukup besar, bahkan bisa bersaing dengan
manggis negara lain.
Produksi buah manggis Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, pada tahun 2006 produksi manggis Indonesia
sebesar 72.634 ton, lalu meningkat menjadi 112.722 ton pada tahun 2007. Tahun
2008 produksi manggis Indonesia kembali turun menjadi 65.133 ton dan kembali
naik pada tahun 2009 menjadi 105.558 ton. Pada tahun 2010 produksi manggis
kembali turun menjadi 87.154 ton.
Pada umumnya masyarakat memanfaatkan tanaman manggis karena buahnya
yang menyegarkan dan mengandung gula sakarosa, dekstrosa, dan levulosa.
Komposisi bagian buah yang dimakan per 100 gram meliputi 79,2 gram air, 0,5 gram

protein, 19,8 gram karbohidrat, 0,3 gram serat, 11 mg kalsium, 17 mg fosfor, 0,9 mg
besi, 14 IU vitamin A, 66 mg vitamin C, vitamin B (tiamin) 0,09 mg, vitamin B 2
(riboflavin) 0,06 mg, dan vitamin B5 (niasin) 0,1 mg. Kebanyakan buah manggis
dikonsumsi dalam keadaan segar, karena olahan awetannya kurang digemari oleh
masyarakat.
Secara umum, orang hanya mengkonsumsi buahnya saja dan cenderung
membuang kulit buah manggis tersebut padahal di dalam kulit buah manggis kaya
akan senyawa kimia yang bersifat sebagai antioksidan antara lain antosianin, xanton,
tanin dan asam fenolat (Hartanto, 2011).
Kulit manggis merupakan cangkang yang dibuang oleh konsumen atau dapat
disebut dengan limbah hasil pertanian. Sejauh ini pemanfaatan kulit manggis hanya
untuk penyamakan kulit, obat tradisional dan bahan pembuat zat antikarat serta
pewarna tekstil. Kulit buah Manggis diketahui mengandung senyawa xanthone
sebagai antioksidan, antiproliferativ, dan antimikrobial yang tidak ditemui pada buahbuahan

lainnya.

Senyawa

Xanthone

meliputi

mangostin,

mangostenol

A,

mangostinon A, mangostinon B, trapezifolixanthone, tovophyllin B, alfa mangostin,


beta mangostin, garcinon B, mangostanol, flavonoid epicatechin dan gartanin.
Senyawa- senyawa tersebut sangat bermanfaat untuk kesehatan (Qosim, 2007)
Di balik keesotikannya, manggis menyimpan berbagai manfaat yang luar
biasa bagi kesehatan atau biasa disebut sebagai pangan fungsional (functional food).
Di beberapa negara sudah sejak lama manggis dijadikan sebagai obat dan bahan
terapi, terutama bagian kulitnya. Kulit buah manggis yang dikategorikan sebagai
limbah, mengandung 62,05% air, 1,01% abu, 0,63% lemak, 0,71% protein, 1,17%

gula dan 35,61% karbohidrat. Berbagai hasil penelitian menunjukkan kulit buah
manggis kaya akan antioksidan terutama antosianin, xanthone, tannin dan asam
fenolat

yang

berguna

sebagai

anti-diabetes,

anti-kanker,

anti-peradangan,

hepatoprotektif, meningkatkan kekebalan tubuh, aromatase inhibitor, anti bakteri, anti


fungi, antiplasmodial dan aktivitas sitotoksik (Permana, 2010)
Senyawa xanton bersifat sebagai antioksidan dengan kadar yang tinggi
terdapat dalam kulit buah manggis dan tidak ditemukan pada buah-buahan lainnya.
Pemanfaatan kulit buah manggis yaitu dengan mengupas kulit manggis bagian terluar
terlebih dahulu karena mengandung banyak tanin yang memiliki efek menyamak dan
bila dikonsumsi dapat menutup pori-pori sel usus yang dapat mengakibatkan usus
kejang dan memicu terjadinya muntah hingga diare (Mardiana, 2011).
Berbagai penyakit dalam tubuh disebabkan oleh adanya radikal bebas.
Radikal bebas adalah atom atau gugus yang memiliki satu atau lebih elektron tidak
berpasangan. Radikal bebas juga dijumpai pada lingkungan, beberapa logam
(contohnya besi dan tembaga), asap rokok, obat, makanan dalam kemasan, bahan
aditif, dan lain-lain (Droge, 2002).
Dalam melindungi tubuh dari serangan radikal bebas, substansi antioksidan
berfungsi untuk menstabilkan radikal bebas dengan melengkapi kekurangan elektron
dari radikal bebas sehingga menghambat terjadinya reaksi berantai (Windono et al.,
2001).
Akhir-akhir ini, penyakit degeneratif menjadi pembicaraan hangat diberbagai
media massa. Penyakit degeneratif adalah istilah medis yang digunakan untuk
menjelaskan suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi tubuh.

Fungsi tubuh mengalami perubahan dari keadaan normal menjadi lebih buruk.
Penyakit jenis ini memiliki hubungan yang sangat kuat dengan bertambahnya umur
seseorang.

Kelompok

penyakit

ini,

antara

lain

stroke,

jantung

koroner,

kardiovaskular, obesitas, dislipidemia dan kanker. Ada banyak hal yang menjadi
penyebab munculnya penyakit degeneratif (multifaktor) adalah faktor penurunan
fungsi tubuh atau penuaan serta faktor keturunan. Penyakit degeneratif itu sudah
mulai menyerang berbagai kalangan termasuk usia produktif sekalipun. Namun,
penyebab utama yang mempercepat munculnya penyakit degeneratif adalah
perubahan gaya hidup. Perubahan gaya hidup terkait dengan munculnya penyakit
degeneratif adalah perubahan pola makan dan berkurangya aktivitas fisik (Khasanah,
2012).
Beberapa penelitian menunjukan bahwa kulit buah manggis (Garcinia
mangostana L.) mengandung senyawa yang memiliki aktivitas farmakologi dan
antioksidan. Senyawa tersebut diantaranya flavonoid, tanin dan xanton (Ho et al.,
2002; Jung et al., 2006; Moongkarndi et al., 2004; Weecharangsan et al., 2006)
Manfaat utama kulit manggis adalah sebagai antioksidan (Heyne, 1987).
Menurut Silalahi (2002) mengatakan bahwa sifat antioksidan pada manggis melebihi
vitamin E dan vitamin C. Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menunda atau
mencegah terjadinya reaksi oksidasi radikal bebas dalam oksidasi lipid dalam
konsentrasi yang lebih rendah dari substrat yang dapat dioksidasi. Antioksidan
bereaksi dengan radikal bebas sehingga mengurangi kapasitas radikal bebas untuk
menimbulkan kerusakan. Antioksidan alami yang terdapat dalam bahan pangan
tersebut antara lain adalah vitamin C, vitamin E, antosianin, klorofil dan senyawa

flavonoid. Antioksidan yang baik adalah senyawa yang mampu membuat radikal
fenol dari antioksidan menjadi lebih stabil.
Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah
proses oksidasi. Zat ini secara nyata mampu memperlambat atau menghambat
oksidasi zat yang mudah teroksidasi meskipun dalam konsentrasi rendah. Antioksidan
juga sesuai didefinisikan sebagai senyawa-senyawa yang melindungi sel dari efek
berbahaya radikal bebas oksigen reaktif jika berkaitan dengan penyakit, radikal bebas
ini dapat berasal dari metabolisme tubuh maupun faktor eksternal lainnya. Radikal
bebas adalah spesies yang tidak stabil karena memiliki electron yang tidak
berpasangan dan mencari pasangan elektron dalam makromolekul biologi. Protein
lipida dan DNA dari sel manusia yang sehat merupakan sumber pasangan elektron
yang baik. Kondisi oksidasi dapat menyebabkan kerusakan protein dan DNA, kanker,
penuaan, dan penyakit lainnya. Komponen kimia yang berperan sebagai antioksidan
adalah senyawa golongan fenolik dan polifenolik. Senyawa-senyawa golongan
tersebut banyak terdapat di alam, terutama pada tumbuh-tumbuhan, dan memiliki
kemampuan untuk menangkap radikal bebas. Antioksidan yang banyak ditemukan
pada bahan pangan, antara lain vitamin E, vitamin C, dan karotenoid (Anonim, 2011)
Salah satu penangkal senyawa radikal bebas yaitu senyawa antioksidan,
senyawa antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor), yang
mampu menangkal dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan
cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi,2007)

Dari berbagai penelitian di Singapura menunjukkan bahwa sifat antioksidan


pada kulit buah manggis jauh lebih efektif dibandingkan dengan antioksidan pada
kulit buah rambutan dan durian. Kandungan Xanthone dan derivatifnya efektif
melawan kanker payudara secara in-vitro dan obat penyakit jantung. Khasiat
garcinone E (derivat Xanthone) ini jauh lebih efektif untuk menghambat kanker jika
dibandingkan dengan obat kanker seperti flaraucil, cisplatin, fincristin, metahotrexete
dan mitoxsiantrone.
Untuk itu perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji kandungan dan aktivitas
antioksidan yang terdapat dalam kulit buah manggis sehingga dapat menambah
sumber antioksidan alami yang sangat dibutuhkan untuk kesehatan manusia. Dalam
rangka mengetahui tingkat aktivitas antioksidan, maka sebelumnya perlu dilakukan
proses ekstraksi dari kulit buah manggis tersebut dengan menggunakan pelarut.
Pelarut yang digunakan adalah alkohol.
I.2 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh ekstrak kulit buah yang
mengadung antioksidan dengan rendemen ekstraksi serta menguji aktivitas aktiosidan
xanthone dari kulit buah manggis dengan metode DPPH.
I.3 Hipotesis Penelitian
1. Ada pengaruh lama fermentasi terhadap aktivitas antioksidan kulit buah
manggis
2. Ada pengaruh konsentrasi pelarut alkohol terhadap antioksidan kulit buah
manggis
3. Adanya interaksi antara lama fermentasi dengan konsentrasi pelarut alcohol
terhadap aktivitas antioksidan kulit buah manggis.
I.4 Kegunaan Penelitian

1. Sebagai salah satu syarat untuk menempuh ujian sarjana di Fakultas


Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera Utara, Medan.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah informasi kepada
masyarakat mengenai antioksidan yang ada dalam kulit buah manggis yang
sangat bermanfaat bagi kesehatan.

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 MANGGIS (Garcinia mangostana L.)
2.1.1 . Taksonomi Manggis
Tanaman Manggis (Garcinia mangostana L.) adalah salah satu buah asli
negara tropik yang mempunyai nilai ekonomis yang cukup tinggi. Manggis di luar
negeri dikenal sebagai Queen of Fruit dan The Finest Fruit of Tropi, karena
memiliki keistimewaan dari warna kulit, daging buah dan mempunyai rasa yang unik
yaitu manis, asam serta menyegarkan. Selain itu, manggis juga memiliki nilai gizi
yang tinggi. Salah satu nilai gizinya adalah sebagai sumber vitamin dan mineral yang
sangat bermanfaat bagi tubuh manusia.
Manggis merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari hutan
tropis yang teduh di kawasan Asia Tenggara, yaitu hutan belantara Malaysia atau
Indonesia. Dari Asia Tenggara, tanaman ini menyebar ke daerah Amerika Tengah dan
daerah tropis lainnya seperti Srilanka, Malagasi, Karibia, Hawaii dan Australia Utara.
Di Indonesia manggis disebut dengan berbagai macam nama lokal seperti manggu
(Jawa Barat), Manggus (Lampung), Manggusto (Sulawesi Utara), Manggista
(Sumatera Barat) (Prihatman, 2000).
Secara taksonomi, manggis diklasifikasikan sebagai berikut (Verheij, 1997):
Kingdom

: Plantae

Divisi

: Spermatophyta

Subdivisi

: Angiospermae

Kelas

: Dicotyledonaceae

Ordo

: Guttiferales

Famili

: Guttiferae

Genus

: Garcinia

Spesies

: Garcinia mangostana L.

Gambar 1. Buah Manggis


Tanaman manggis dapat hidup pada dataran rendah sampai ketinggian 600 m
dpl yang mempunyai iklim basah. Curah hujan antara 1.500-3.000 mm pertahun dan
merata sepanjang tahun. Suhu udara rata-rata 20-300C, pH tanah 5-7, tetapi lebih
toleran pada pH rendah di lahan gambut. Daunnya peka sekali terhadap pancaran
sinar matahari langsung. Secara fisik pohon manggis mampu tumbuh mencapai 7
hingga 25 meter, buahnya memiliki bentuk yang khas dengan kulit berwarna merah
keunguan. (Fanany, 2013).
Buah manggis berbeda dengan buah-buahan pada umumnya, manfaat terbesar
buah manggis bagi kesehatan bukan terletak pada daging buahnya melainkan pada
kulit buahnya. Di dalam kulit buah manggis (pericarp) terdapat komponen yang
bersifat antioksidan yaitu xanthone. (Fanany, 2013).

Kulit manggis yang dahulu hanya dibuang saja ternyata dapat dikembangkan
sebagai obat. Kulit buah manggis setelah diteliti ternyata mengandung beberapa
senyawa dengan aktivitas farmakologi misalnya antiinflamasi, antihistamin,
pengobatan penyakit jantung, antibakteri, antijamur. Beberapa senyawa utama
kandungan kulit buah manggis adalah golongan xanton. Senyawa xhanton yang telah
teridentifikasi, diantaranya alfa mangostin dan gamma-mangostin. (Mardiana,2012)
Buah manggis merupakan spesies terbaik dari genus Garcinia dan
mengandung gula sakarosa, dekstrosa dan levulosa. Komposisi bagian buah yang
dimakan per 100 g meliputi 79.2 g air; 0.5 g protein; 19.8 g karbohidrat; 0.3 g serat;
11 mg kalsium; 17 mg fosfor; 0.9 mg besi; 14 IU vitamin A, 66 n/mg vitamin C; 0,09
mg vitamin B1 (Thiamin); 0,06 mg vitamin B2 (Riboflavin) dan 0,1 mg vitamin B5
(Niasin) (Qosim, 2007).
Pemanfaatan kulit buah manggis sebenarnya sudah dilakukan sejak lama.
Kulit buah manggis secara tradisional digunakan pada berbagai pengobatan di Negara
India, Myanmar Sri Langka, dan Thailand. Secara luas, masyarakat Thailand
memanfaatkan kulit buah manggis untuk pengobatan penyakit sariawan, disentri,
cystitis, diare, gonorea, dan eksim. (Mardiana, 2012)
2.1.2

Kandungan Kimia Buah Manggis


Komponen terbesar dari buah manggis adalah air, yaitu 83%. Kalori yang

dihasilkan 100 gram buah manggis yang dapat di makan adalah 63%, yang sebagian
besar berasal dari karbohidrat yang dikandungnya. Komponen protein dan lemak
sangat kecil, demikian pula kandungan vitaminnya. Buah manggis tidak mengandung
vitamin A, tetapi mengandung vitamin B1 dan vitamin C. Oleh karena itu, buah ini

tidak dapat dijadikan sumber vitamin yang potesial (Qanytah, 2004). Komposisi
kimia buah manggis dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Komposisi kimia buah manggis dalam 100 gram yang dapat
dikonsumsi.
Komponen Gizi
Air
g
Kalori
kal
Protein
g
Lemak
g
Karbohidrat
g
Kalsium
mg
Fosfor
mg
Besi
mg
Vitamin B1
mg
Vitamin C
mg
Sumber : Qanytah, 2004

Unit

Jumlah
83.000
63.00
0.60
0.60
15.60
8.00
12.00
0.80
0.03
2.00

2.2 Xanthone
Xanthon merupakan senyawa keton siklik polifenol dengan rumus molekul
C15H8O2. Struktur dasar xanthon terdiri atas tiga benzena dengan satu benzena di
tengah yang merupakan keton. Hampir semua turunan xanthon mempunyai gugusan
fenol sehingga xanthon termasuk keluarga polifenol .
Xanthone merupakan antioksidan yang terdapat dalam kulit buah Manggis
dengan kadar yang tinggi memiliki sifat yang baik nilainya mencapai 17.000-20.000
ORAC per 100 ons, lebih besar dar wortel dan jeuk yang kadar ORAC-nya hanya 300
dan 2.400 dan bermanfaat bagi tubuh, seperti anti-peradangan, anti-diabetes, antikanker, anti-bakteri, anti-jamur, anti-plasmodial, dan mampu meningkatkan
kekebalan tubuh, hepatoprotektif. Di dalam senyawa xanthone yang paling banyak

terkandung dalam buah manggis

ialah kandungan alfa-mangostin dan gamma-

mangostin.
Xanthone memiliki gugus hidroksil (OH) yang efektif mengikat radikal bebas
di dalam tubuh serta membantu mengobati radikal bebas di dalam tubuh serta
membantu mengobat dan mencegah penyakit degenerative. Di alam senyawa
xanthone hanya ditemukan pada family clusiceae da gentianaceae. Dari sekitar 200
jenis xanthone yang diisolasi dari alam, sebanyak 40 jenis ditemukan pada manggis
dan paling banyak terdapat pada bagian kulitnya (Fanany, 2013).
Alfa-mangostin adalah senyawa yang sangat berkhasiat dalam menekan
pembentukan senyawa karsinogen pada kolon. Selain alfa-mangostin, senyawa
xanthone juga mengandung gamma-mangostin yang juga memiliki banyak manfaat
dalam memberikan proteksi atau melakukan upaya pencegahan terhadap serangan
penyakit.
Kulit buah manggis merupakan bagian buah manggis yang membungkus
daging buah. Rasio bagian buah yang dikonsumsi dengan bagian buah yang dibuang,
lebih tinggi bagian buah yang dibuang, dalam hal ini kulit buahnya yang mencapai
2/3 bagian buah atau 66,6%. Oleh sebab itu, diperlukan upaya untuk
memanfaatkannya. Kendala dalam pemanfaatan kulit buah manggis adalah rasanya
pahit. Rasa pahit pada kulit buah manggis tersebut ada kaitannya dengan kandungan
senyawa tannin yang terdapat di dalam jaringan kulit buah manggis. Senyawa tannin
merupakan asam tannat, secara teoritis suatu senyawa yang bersifat asam dapat
dinetralkan dengan larutan basa, yang akan membentuk garam tannat dan air. Sifat
larutan kapur tohor yang basa kuat diharapkan dapat mengikat asam tannat yang

terkandung di dalam kulit buah manggis. Dengan demikian rasa pahit yang
terkandung dalam kulit buah manggis dapat dinetralisir.
Kulit manggis menghasilkan warna merah keunguan, dan amat sulit
dibersihkan. Karena mengandung tanin, resin, dan crystallizable mangostine
(C20H22O5), yang mudah larut dalam alkohol atau ether, tidak larut dalam air. Berikut
ini adalah jenis-jenis zat yang terkandung dalam kulit buah manggis yaitu
polythydroxy-xanthone,

mangostin,

3-isomangostein,

alpha-mangostin,

beta-

mangostin, gamma-mangostin, garcinone A, B, C dan D,maclurin, mangostenol,


catechin, potassium, calcium, phosphor, besi, vitamin B1, B2, dan C, poly
saccharides,

stilbenes,

quinones,

polyphenes,

mangostinon

dan

B,

trapezifolixanthone, tovophylin B, flavonoidepicatochin, dan gartanin.


Secara lebih rinci manfaat dari Xanthone akan disebutkan dalam daftar sebagi
berikut :
1.
2.
3.
4.

Antiaging (membantu memperlambat penuaan)


Antioksidan (manangkal radikal bebas)
Membantu menurunkan tekanan darah tinggi atau hipertensi
Modulator kekebalan tubuh (membantu meningkatkan respon kekebalan

tubuh)
5. Cardioprotectif (membantu melindungi jantung)
6. Mencegah osteoporosis (membantu mendukung massa atau kekompakan
tulang)
7. Membantu sistem pencernaan
8. Memacu pertumbuhan sel darah merah
9. Membantu menanggulangi infeksi virus
10. Antibiotik (membantu menanggulangi infeksi virus)
11. Antijamur (membantu menanggulangi infeksi jamur)
12. Membantu menurunkan berat badan
13. Antiradang, antitumor, antilesu
14. Hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah) atau antidiabetes
15. Antilipidemik (menurunkan kadar lemak darah)

16. Mengatasi penyumbatan pembuluh darah


17. Mencegah dementia atau pikun
18. Antipiretik ( menurunkan demam)
19. Antidiare
2.3 Antioksidan
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau
reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil, tetapi mampu menginteraksi
berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal.
Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi,
dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang sangat reaktif. Akibatnya,
kerusakan sel akan dihambat (Winarsi 2007).
Antioksidan sangat bermanfaat baik untuk mempertahankan mutu produk
pangan maupun untuk kesehatan tubuh. Antioksidan dalam tubuh akan menggangu
mekanisme kerja pembentukan radikal bebas dan juga akan menghambat oksidasi
atau reaksi rantai radikal bebas, sehingga berbagai penyakit degeneratif, misalnya
katarak, kanker dan proses penuaan dapat dihambat dengan antioksidan, baik yang
diperoleh dari luar maupun melalui metabolisme tubuh (Niwa 1997).
Antioksidan membantu menghentikan proses perusakan sel dengan cara
memberikan elektron kepada radikal bebas. Antioksidan akan menetralisir radikal
bebas sehingga tidak mempunyai kemampuan lagi mencuri elektron dari sel dan
DNA. Proses yang terjadi sebenarnya sangat komplek tapi secara sederhana dapat
dilukiskan seperti itu. Beberapa penyakit degeneratif berhubungan erat dengan
radikal bebas, diantaranya, kanker, penyakit jantung dan pembuluh darah, pikun,
katarak, dan penurunan fungsi kognitif. Proses penuaan dini juga berhubungan
dengan radikal bebas. Antioksidan dipercaya mampu untuk mencegah beberapa

penyakit ini. Antioksidan bisa dengan mudah didapatkan dari makanan. Salah satunya
adalah kulit manggis yang banyak mengadung Xanthone.
Kemampuan antioksidan manggis melebihi vitamin C dan E yang selama ini
dikenal sebagai antioksidan yang paling efektif (Hartanto, 2011). Diduga keterlibatan
oksigen reaktif menjadi penyebab terjadinya mutasi terutama dalam bentuk radikal
bebas. Radikal bebas merupakan molekul yang mempunyai elektron tidak
berpasangan pada kulit terluarnya sehingga sangat reaktif dan dapat merusak
komponen-komponen sel termasuk asam deoksiribonukleat (DNA) (Purwadiwarsa,
dkk., 2000).
2.3.1 Sumber antioksidan
Antioksidan berdasarkan sumbernya digolongkan menjadi antioksidan sintetik
(antioksidan yang diperoleh dari hasil sintesis reaksi kimia) dan antioksidan alami
(antioksidan hasil ekstraksi bahan alami). Ada lima antioksidan yang diijinkan untuk
makanan dan penggunaannya tersebar luas di seluruh dunia, yaitu butylated
hdroxyanisol (BHA), butylated hidroxytoluene (BHT), propil galat, tert-butil hidroxy
quinon (TBHQ) dan tokoferol (vitamin E). Antioksidan tersebut merupakan
antioksidan alami yang telah diproduksi secara sintetis untuk tujuan komersial (Buck
1991 diacu dalam Trilaksani 2003). 10
Antioksidan alami lebih dipercaya dibandingkan dengan antioksidan sintetik
karena beberapa kelebihannya, yaitu relatif lebih aman, tidak toksik dan tidak
memberikan efek samping. Umumnya antioksidan sintetik dapat menyebabkan
mutasi, bersifat karsinogenik dan efek patogenik (Niwa 1997). Antioksidan alami
yang paling umum adalah flavonoid (flavonol, isoflavonol, flavon, katekin dan

flavonon), derivat asam sinamat, kumarin, tokoferol, dan asam organik polifungsional
(Pratt 1992).
Komponen antioksidan di alam mempunyai struktur kimia yang berbeda-beda,
umumnya sebagai asam amino, asam askorbat, karotenoid, asam sinamat, flavonoid,
melanoidin, asam organik tertentu, zat pereduksi, peptida, fosfatida, polifenol, tanin,
dan tokoferol. Senyawa antioksida alami digolongkan sebagai komponen fenolik,
protein, komponen nitrogen, karotenoid, dan komponen lain seperti vitamin C, keton
dan glikosida (Winarno 2008).
2.3.2 Fungsi Zat Antioksidan
Berkaitan dengan fungsinya, senyawa antioksidan diklasifikasi dalam tipe
antioksidan tipe antioksidan adalah:
a. Primary antioxsidants, yaitu senyawa fenol yang mampu memutus rantai
reaksi pembentukan radikal bebas asam lemak. Dalam hal ini memberikan
atom hydrogen yang berasal dari gugus hidroksi senyawa fenol sehingga
terbentuk senyawa yang stabil.
b. Oxygen scanvengers, yaitu senyawa-senyawa yang berperan sebagai pengikat
oksigen sehingga tidak mendukung reaksi oksidasi. Dalam hal ini senyawa
tersebut akan mengadakan reaksi dengan oksigen yang berada dalam system
sehingga jumlah oksigen semakin berkurang.
c. Secondary antioxsidants, yaitu senyawa-senyawa

yang

mempunyai

kemampuan untuk berdekomposisi hidroperoksida menjadi produk akhir yang


stabil.
d. Anioksidative enzimel, yaitu enzim yang berperan mencegah terbentuknya
radikal bebas.

e. Chelators sequenstransts yaitu senyawa-senyawa yang mampu logam seperti


besi dan tembaga yang mampu mengakatalis reaksi oksidasi lemak.
2.4 Radikal Bebas
Radikal bebas adalah atom atau gugus atom yang memiliki satu atau lebih
elektron tak berpasangan. Adanya elektron tidak berpasangan menyebabkan senyawa
tersebut sangat reaktif mencari pasangan. Radikal ini akan merebut elektron dari
molekul lain yang ada di sekitarnya untuk menstabilkan diri sehingga senyawa kimia
ini sering dihubungkan dengan terjadinya kerusakan sel, kerusakan jaringan, dan
proses penuaan (Fessenden, 1986).
Radikal bebas dapat bekerja dengan aman dan efektif dalam tubuh manusia
bila jumlahnya tidak berlebihan. Radikal bebas mempunyai aktivitas sinergistik
dalam tubuh manusia, yaitu tidak hanya berfungsi untuk menumpas bakteri, virus,
atau benda asing lain yang bertumpuk di tubuh dalam sistem imun tapi juga 8
menyerang jaringan tubuh dan menghasilkan efek sitotoksik yang berbahaya (Fang et
al., 2002).
2.5 Uji Aktivitas Antioksidan
Metode yang umum digunakan untuk menguji aktivitas antioksidan suatu
bahan adalah menggunakan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH).
DPPH adalah radikal bebas yang bersifat stabil dan beraktivitas dengan cara
mendelokasi elektron bebas pada suatu molekul, sehingga molekul tersebut tidak
reaktif sebagaimana radikal bebas yang lain. Proses delokasi ini ditunjukkan dengan
adanya warna ungu (violet) pekat yang dapat dikarakterisasi pada pita absorbansi
dalam pelarut etanol pada panjang gelombang 520 nm (Molyneux 2004).

Metode uji aktivitas antioksidan dengan menggunakan radikal bebas DPPH


banyak dipilih karena metode ini sederhana, mudah, cepat, peka dan hanya
membutuhkan sedikit sampel (Hanani et al. 2005). Kapasitas antioksidan pada uji ini
bergantung pada struktur kimia dan antioksidan. Pengurangan radikal DPPH
bergantung pada jumlah grup hidroksil yang ada pada antioksidan, sehingga metode
ini memberikan sebuah indikasi dari ketergantungan struktural kemampuan
antioksidan dari antioksidan biologis (Vattem dan Shetty 2006).
Parameter untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH
adalah IC50 (inhibition concentration), yaitu konsentrasi larutan sampel yang 13
dibutuhkan untuk menghambat 50 % radikal bebas DPPH (Andayani 2008). Semakin
kecil nilai IC50 berarti semakin tinggi aktivitas antioksidan. Secara spesifik suatu
senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 0,05
mg/ml, kuat untuk IC50 antara 0,05-0,10 mg/ml, sedang jika IC50 bernilai 0,10-0,15
mg/ml dan lemah jika IC50 bernilai 0,15-0,20 mg/ml (Molyneux 2004).
2.6 Metode Ekstraksi
Ekstraksi merupakan salah satu cara dalam pemisahan satu atau lebih
komponen dari satu bahan dengan cara melarutkan bubuk bahan dengan suatu pelaut.
Ekstraksi ini adalah ekstraksi cair-padat yang merupakan proses pemindahan padatan
dari bahan dengan menggunakan cairan yang dapat melarutkan padatan tersebut.
Proses ini dilakukan dengan mencampurkan bahan dengan pelarut secra bersamaan
dan membiarkannya dalam waktu tertentu lalu dilakukan pemisahan pelarut.
Umumnya proses ekstraksi dilakukan pada suhu ruang. Ekstraksi pada suhu yang
lebih tinggi dapat meningkatkan kecepatan ekstraksi walaupun kemungkinan ada

sedikit kerusakan pada komponen. Kondisi proses ekstraksi yang berpengaruh lama
adalah harus ekstraksi suhu dan jenis pelarut yang digunakan (Fellow,2000).
Metode ekstraksi yang sering digunakan adalah metode maserasi. Metode ini
dilakukan umumnya digunakan untuk mengekstrak senyawa yang larut dalam air.
Ekstraksi dengan metode maserasi meliputi perendaman bahan dalam pelarut yang
sesuai pada waktu tertentu, kemudian untuk menghilangkan pelarutnya dan
pemisahan hasil ekstraksi dari ampas dilakukan pengeringan, pengepresan, dan
sentrifugasi. Kemampuan metode ini dalam mengekstrak hanya sekitar 70% dari
senyawa aktif bahan yang diekstrak (Herbworx, 2007)
Pelarut yang dipakai dalam ekstraksi harus dapat melarutkan komponen
bahan, mempunyai titik didih yang cukup rendah, tidak bereaksi dengan komponen
bahan, tidak mudah terbakar. Pemilihan pelarut juga harus diperhatikan kepolarannya,
pelarut polar akan melarutkan sanyawa polar, pelarut nonpolar akan melarutkan
senyawa nonpolar, pelarut organic
(Houghton dan Roman, 1998).

dan garam dari asam maupun basa organik

III.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
III.1 Bahan dan Alat Penelitian
III.1.1 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah manggis
(Garcinia mangostana L) yang diperoleh dari Pasar Melati.
III.1.2 Alat Penelitian
Alat yang digunakan adalah :
-

Timbangan
Oven
Kertas saring Whatman
Mikropipet
Spektrofotometer UV-Vis
Blender
Water bath
Batang pengaduk
Pipet tetes

Desikator
Ayakan 60 mesh
Vaccum evaporator
Beaker gelass
Tabung reaksi
Erlenmeyer

III.2 Reagensia
III.3

Adapun reagensia yang digunakan dalam penelitian ini adalah:


Akohol
1,1-difenil-2-pikrilhidrazil (DPPH)
Ragi tape
Aquades
Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Pengolahan Hasil


Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Katolik Santo Thomas Sumatera
Utara, Medan.

III.4 Metode Penelitian


-

Penelitian

ini

dilakukan

dengan

menggunakan

metode

Rancangan Acak Lengkap (RAL) faktorial yang terdiri dari dua faktor, yaitu:
Faktor I : Lama fermentasi (L), dengan taraf yaitu:
L1 = 18 jam
L2 = 36 jam
L3 = 54 jam
L4 = 72 jam
Faktor II : Konsentrasi Pelarut Alkohol (K), dengan taraf yaitu :
K1 = 50 %
K2 = 65 %
K3 = 80 %
K4 = 95 %
Banyaknya kombinasi perlakuan (Tc) adalah 4 x 4 = 16, maka

jumlah ulangan (n) adalah sebagai berikut:


Tc (n-1) 15
16 (n-1) 15
16 n 20 15
16 n
31
n 1,94 (dibulatkan menjadi 2)

III.5 Model Rancangan


Penelitian ini dilakukan dengan model Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan model:

Yijk = + i + j + ()ij + ijk

- Dimana :
Yijk
= Hasil pengamatan dari faktor L pada taraf ke i dan faktor K pada taraf

ke j dalam ulangan ke k
= Rataan umum
i = Pengaruh perlakuan pada taraf ke i
j = Pengaruh perlakuan pada taraf ke j
()ij = Pengaruh interaksi dari faktor L pada taraf ke - i dan faktor K pada taraf

ijk
-

ke- j
= Galat percobaan
Untuk melihat pengaruh perlakuan dilakukan uji F dalam
Analisis of Variance (Daftar Sidik Ragam). Bila hasil yang diperoleh pada uji
F tersebut berbeda sangat nyata (p < 0,01) dan berbeda nyata (p > 0,005)
pengujian dilakukan untuk melihat perbedaan pengaruh setiap level perlakuan
dengan Uji Beda Rata-rata (Least Significant Ranges) metode Duncan pada
taraf kepercayaan 0,05 dan 0,01. Tetapi bila hasil yang diperoleh pada uji F
tersebut adalah berbeda tidak nyata (p > 0,05) pengujian dengan uji beda ratarata tidak dilanjutkan (Yitnosumarto,1991).

III.6 Pelaksanan Penelitian


III.6.1 Persiapan Bahan
-

Bahan baku berasal dari kulit buah manggis yang telah dipilih
dan dicuci, kemudian dipisahkan kulit buah dengan daging buahnya. Kulit
buah manggis diblansing dan kemudian dipotong-potong kecil. Kemudian
kulit buah manggis difermentasi dengan menggunakan ragi tape 0,3% selama
3 hari. Dilakukan fermentasi supaya terhadap kulit buah manggis supaya
glukosida kulit buah manggis dapat terhidrolisa. Kulit buah manggis yang

telah difermentasikan dikeringkan dengan oven pada suhu 50 0C. Kemudian


kulit buah manggis dihaluskan sampai menjadi bubuk dengan menggunakan
blender. Selanjutnya disaring dengan menggunakan ayakan 60 mesh. Bubuk
kulit buah manggis yang dihasilkan siap digunakan untuk proses ekstrasi.
- Buah manggis
Pencucian
-

Pemisahan

Daging buah

Kulit
Pemotongan
Difermentasikan dengan ragi
tape 0,3% selama 3 hari

Dikeringkan pada suhu


500C
Diblender
- Bubuk kulit buah manggis
- Gambar 2. Diagram alir pembuatan bubuk kulit buah manggis
III.6.2 Proses Ekstraksi
-

Ekstraksi dengan metode maserasi ini dilakukan dengan


menggunakan pelarut alcohol. Sampel ditimbang dan dimasukkan ke dalam
Erlenmeyer, kemudian dilarutkan dengan pelarut alcohol dengan berbagai
konsentrasi pelarut. Larutan diaduk dengan menggunakan magnetic strirrer
selama 48 jam pada suhu ruang. Larutan kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring dan pompa vacuum. Filtrat hasil penyaringan
berupa ekstrak dipekatkan dengan menggunakan vaccum evaporator dengan

suhu 40-450C. ekstrak yang diperoleh dimasukkan dalam botol gelap dan
disimpan dalam kulkas. Kemudian dilakukan analisa parameternya.
- Bubuk kulit buah manggis
-

Maserasi dengan pelarut alcohol


(50%, 65%, 80%, 90%) selama
48 jam

Diaduk dengan magnetic


stirrer
Ampas
Penyaringan
Filtrat
Dipekatkan
Ekstrak xanthone

xanthone
III.7 Analisa Parameter
-

Rendemen
ekstraki
Analisa parameter
- Persen inhibisi
dan IC50
Uji aktivitas
Gambar 3. Diagram alir -Ekstraksi
antioksidan
antioksidan
dengan metode
DPPH

Pengamatan dan pengumpulan data dilakukan berdasarkan


hasil analisa yang meliputi beberapa parameter antara lain :

III.7.1 Rendemen Ekstraksi


-

Rendemen ekstrak adalah perbandingan antara bobot ekstrak


yang dihasilkan

(gram) dengan bobot sampel awal sebelum diekstraksi

(gram). Rendemen ekstrkasi digunakan untuk menentukan berapa persen


kandungan bioaktif yang terdapat pada suatu bahan. Persentase rendemen
ekstrak dihitung dengan rumus berikut:
Be
- Pr = Bs x 100 %
-

Keterangan :
Pr = Persen rendemen
Be = Bobot ekstrak
Bs = Bobot sampel awal

III.7.2 Persen Inhibisi dan IC50


-

Persen inhibisi adalah perbandingan antara selisih dari


absorbansi blanko dan absorbansi sampel dengan absorbansi blanko. Persen
inhibisi digunakan untuk menentukan persentase hambatan dari suatu bahan
yang dilakukan terhadap senyawa radikal bebas. Persen inhibisi dihitung
dengan rumus berikut:
-

Pi =

Ab As
Ab

x 100 %

Keterangan :
Pi = Persen inhibisi
Ab = Absorbansi blanko
As = Absorbansi sampel
Nilai persen inhibisi yang telah dihitung dari dari setiap
konsetrasi selanjutnya digunakan untuk perhitungan IC50. IC50 atau Inhibitor
Concentration 50% adalah nilai konsentrasi suatu bahan untuk menghambat
aktivitas DPPH sebesar 50%. Nilai konsentrasi dari larutan yang telah
diencerkan dari ekstrak dan persen inhibisi diplotkan masing-masing pada
sumbu x dan y. Kemudian nilai IC50 dihitung dengan regresi linear y = a(x) +
b, dengan menyatakan nilai y sebesar 50 dan nilai x sebagai IC50.

III.7.3 Uji

Aktivitas

Antioksidan

dengan

Metode

DPPH

(1,1-

difenil-2-

pikrilhidrazil) dengan metode Burda dan Olesak (2001)


-

Penentuan aktivitas antioksidan xanthone dilakukan dengan


terlebih dahulu menyediakan 3 ml DPPH 0,1 mM dimasukkan ke dalam
tabung reaksi. Kemudian ditambahkan 40 L sampel. Campuran didiamkan
selama 30 menit pada suhu ruang sampai terjadi perubahan warna larutan dari
ungu ke kuning, lalu dibaca absorbansinya pada panjang gelombang 517 nm
dibuat larutan blanko.

% Aktivitas Penangkapan Radikal Bebas = 1


x 100

Absorbansi sampel 517 nm


absorb ansi kontrol

DAFTAR PUSTAKA

Anonim, 2011. Antioksidan. Wikipedia Indonesia. wikipedia.org


Droge, W. 2002. Free Radicals in The Physiological Control of Cell

Function. Physiol Rev., 82, 47-95.


B. Fanany., 2013. Ramuan Daun Sirsak, Kulit Manggis, Mengkudu. Penerbit

Araska.Yogyakarta.
Fang, Y., S. Yang, dan G. Wu. 2002. Free radicals, antioxidant, and nutrition.

Journal of Nutrition. 18:872-879.


Fessenden, R.J. dan J.S. Fessenden. 1986. Kimia Organik. Diterjemahkan oleh

A.H. Pudjaaymaka. Institut Teknologi Bandung. Bandung


Fellow, P.J. 2000. Food Processing Technology Principles , and Practice 2 nd

ed. Woodhead Publishing Limited, England.


Hartanto, S.B. (2011). Mengobati Kanker Dengan Manggis. Yogyakarta:

Penerbit Second Hope. Hal. 24.


Heyne, K. 1987. Tumbuhan Berguna Indonesia. Jilid III. Cetakan I. Badan
Penelitian dan Pengembangan Departemen Kehutanan. Jakarta. Hal 1381-

1390.
Herbworx. 2007. Quality Botanical Medicine, home page 0ne-line. Available

from internet accessed.


Ho, C. K., Huang, Chen. Garcinone E, a Xanthone Derivative, Has Potent
Cytotoxic Effect Against Hepatocellular Carcinoma Cell Lines. Planta Med.

2002, 68, 975-979.


Houghton, P.J and A.Raman. 1998. Laboratory handbook for the

francetination f natural extraks. Chapman and hall. London


Jung, H. A., Su, B. N. Keller, W. J. Mehta, R. G. Kinghorn, A. D. Antioxidant
Xanthones from The Pericarp of Garcinia mangostana (Mangosteen). J Agric.

Food. Chem. 2006, 54, 2077-2082.


Khasanah, N. 2012. Waspadai Beragam Penyakit Degeneratif. Penerbit
Laksana. Yogyakarta.

Mardiana, L. (2011). Ramuan dan Khasiat Kulit Manggis. Jakarta: Penebar

Swadaya. Halaman 6.
Moongkarndi, P., Kosem, N., Kaslungka, S., Luanratana, O., Pongpan, N.,
Neungton, N. Antiproliferation, Antioxidation and Induction of Apoptosis by
Garcinia mangostana (Mangosteen) on SKBR3 Human Breast Cancer Cell

Line. J Ethnopharmacol. 2004, 90, 161-166.


Molyneux, P. (2004). The Use of
Diphenylpicrylhydrazyl

(DPPH)

for

The

Stable

Free

Radical

Estimating Antioxidant Activity.

Songklanakarin J. Sci. Technol., 2004, 26(2): 211-219.


Niwa, Y. 1997. Radikal Bebas Mengundang Maut. Tokyo: NTU. Hal 30-

40,76-77.
Pratt DE. 1992. Natural antioxidant from plant material. Di dalam: Huang
MT, Ho CT, Lee CY, editor. Phenolic Compound in Food and Their Effect on

Health. Washington DC: American Society.


Prihatman, K., 2000. Manggis ( Garcinia mangostana L). Available at

http://www.ristek.go.id (Diakses, 18 April 2013)


Qosim, W. A., 2007. Kulit Buah Manggis Sebagai Antioksidan. Available at

http://www.pikiran-rakyat.com./cetak/2007/022007/15/kampus/lain01.htm
Silalahi J. 2002. Senyawa Polifenol Sebagai Komponen Aktif yang Berkhasiat

dalam Teh. Majalah Kedokteran Indonesia. 52(10):361-400.


Verheij, E. W. M. 1997. Garcinia mangostana L, p. 220-225. In E. W. M.
Verheij dan R. E. Coronel (Eds). Edible Fruits and Nuts. Plant Recources of

South East Asia. Bogor.


Vattem DA, Shetty K. 2006. Biochemical markers for antioxidant
functionality. Di dalam : Sehetty K, Paliyath G, Pometto AL, Levin RE, editor.

Functional Foods and Biotechnology. Boca Raton: CRC Press. 229-251hlm


Weecharangsan, W., Opanasopit, P., Sukma, M., Ngawhirunpat, T.,
Sotanaphun, U., Siripong, P. Antioxidative and Neuroprotective Activities of

Extracts from The Fruit Hull of Mangosteen (Garcinia mangostana Linn.).


-

Med Princ Pract. 2006, 15, 281-287.


Winarsi, Hery. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta:

Kaninus.
Windono, T., Soediman, S., Yudawati, U., Ermawati, E., Srielita, Erowati, T. I.
Uji Peredam Radikal Bebas terhadap 1,1-Diphenyl-2-Picrylhydrazyl (DPPH)
dari Ekstrak Kulit Buah dan Biji Anggur (Vitis vinifera L.) Probolinggo Biru

dan Bali. Artocarpus. 2001, 1, 34-43


Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka

Utama.
Yitnosurmarto, 1991. Percobaan Perancangan, Analisis dan Interpretasinya.
PT. Gramedia Pustaka. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai