Anda di halaman 1dari 9

2.

4 ILEUS
Ileus merupakan suatu kondisi dimana terdapat gangguan pasase (jalannya
makanan) di usus yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terutama
dibagi dua berdasarkan penyebabnya, yaitu ileus obstruktif dan ileus paralitik (Hamami,
2003). Ileus lebih sering terjadi pada obstruksi usus halus daripada usus besar
2.4.1 Ileus Paralitik
2.4.1.1 Definisi
Ileus paralitik atau adynamic ileus adalah keadaan dimana usus gagal atau tidak
mampu melakukan kontraksi peristaltik untuk menyalurkan isinya, disini tanpa adanya
obstruksi mekanik (Sjamsuhidajat, 2003). Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer
usus melainkan akibat dari berbagai penyakit primer, tindakan (operasi) yang
berhubungan dengan rongga perut, toksin dan obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kontraksi otot polos usus.
Ileus paralitik adalah hilangnya peristaltik usus sementara akibat suplai saraf otonom
mengalami paralisis dan peristaltik usus terhenti sehingga tidak mampu mendorong isi sepanjang
usus, contohnya amiloidosis, distrofi otot, gangguan endokrin, seperti diabetes militus, atau
gangguan neurologis seperti penyakit Parkinson (Sjamsuhidajat, 2003)
2.4.1.2 Etiologi
Ileus paralitik ini bukan suatu penyakit primer usus melainkan akibat dari berbagai
penyakit primer maka dapat ditemukan pada: (1) proses intraabdominal seperti pembedahan
perut dan saluran cerna atau iritasi dari peritoneal (peritonitis, pankreatitis, perdarahan); (2) sakit
berat seperti pneumonia, gangguan pernafasan yang memerlukan intubasi, sepsis atau infeksi
berat,

uremia,

dibetes

ketoasidosis,

dan

ketidakseimbangan

elektrolit

(hipokalemia,

hiperkalsemia, hipomagnesemia, hipofosfatemia); dan (3) obat-obatan yang mempengaruhi


motilitas usus (opioid, antikolinergik, fenotiazine). Setelah pembedahan, usus halus biasanya
pertama kali yang kembali normal (beberapa jam), diikuti lambung (24-48 jam) dan kolon
(48-72 jam). (Badash, 2005)
Ileus terjadi karena hipomotilitas dari saluran pencernaan tanpa adanya obstruksi usus
mekanik. Diduga, otot dinding usus terganggu dan gagal untuk mengangkut isi usus. Kurangnya
tindakan pendorong terkoordinasi menyebabkan akumulasi gas dan cairan dalam usus.

Meskipun ileus disebabkan banyak faktor, keadaan pascaoperasi adalah keadaan


yang paling umum untuk terjadinya ileus. Memang, ileus merupakan konsekuensi yang
diharapkan dari pembedahan perut. Fisiologisnya ileus kembali normal spontan dalam 2-3
hari, setelah motilitas sigmoid kembali normal. Ileus yang berlangsung selama lebih dari 3
hari setelah operasi dapat disebut ileus adynamic atau ileus paralitik pascaoperasi. Sering,
ileus terjadi setelah operasi intraperitoneal, tetapi mungkin juga terjadi setelah
pembedahan retroperitoneal dan extra-abdominal. Durasi terpanjang dari ileus tercatat
terjadi setelah pembedahan kolon. Laparoskopi reseksi usus dikaitkan dengan jangka waktu yang
lebih singkat daripada reseksi kolon ileus terbuka.
Konsekuensi klinis ileus pasca operasi dapat mendalam. Pasien dengan ileus
merasa tidak nyaman dan sakit, dan akan meningkatkan risiko komplikasi paru. Ileus
juga meningkatkan katabolisme karena gizi buruk. Secara keseluruhan, ileus meningkatkan
biaya perawatan medis karena memperpanjang rawat inap di rumah sakit (Badash, 2005).
Beberapa penyebab terjadinya ileus:

Trauma abdomen
Pembedahan perut (laparatomy)
Serum elektrolit abnormalitas
Hipokalemia
Hiponatremia
Hipomagnesemia
Hipermagensemia
Infeksi, inflamasi atau iritasi (empedu, darah)
1. Intrathorak
1. Pneumonia
2. Lower lobus tulang rusuk patah
3. Infark miokard
2. Intrapelvic (misalnya penyakit radang panggul)
3. Rongga perut

1. Radang usus buntu


2. Divertikulitis
3. Nefrolisiasis
4. Kolesistitis
5. Pankreatitis
6. Perforasi ulkus duodenum

Iskemia usus
1. Mesenterika emboli, trombosis iskemia
Cedera tulang
1. Patah tulang rusuk
2. Vertebral Retak (misalnya kompresi lumbalis Retak )

Pengobatan
1. Narkotika
2. Fenotiazin
3. Diltiazem atau verapamil
4. Clozapine
5. Obat Anticholinergic

2.3.1.3 Patofisiologi
Patofisiologi dari ileus paralitik merupakan manifestasi dari terangsangnya sistem saraf
simpatis dimana dapat menghambat aktivitas dalam traktus gastrointestinal, menimbulkan
banyak efek yang berlawanan dengan yang ditimbulkan oleh sistem parasimpatis. Sistem
simpatis menghasilkan pengaruhnya melalui dua cara: (1) pada tahap yang kecil melalui
pengaruh langsung norepineprin pada otot polos (kecuali muskularis mukosa, dimana ia
merangsangnya), dan (2) pada tahap yang besar melalui pengaruh inhibitorik dari noreepineprin

pada neuron-neuron sistem saraf enterik. Jadi, perangsangan yang kuat pada sistem simpatis
dapat menghambat pergerakan makanan melalui traktus gastrointestinal (Badash, 2005).
Hambatan pada sistem saraf parasimpatis di dalam sistem saraf enterik akan
menyebabkan terhambatnya pergerakan makanan pada traktus gastrointestinal, namun tidak
semua pleksus mienterikus yang dipersarafi serat saraf parasimpatis bersifat eksitatorik, beberapa
neuron bersifat inhibitorik, ujung seratnya mensekresikan suatu transmitter inhibitor,
kemungkinan peptide intestinal vasoaktif dan beberapa peptide lainnya.
Menurut beberapa hipotesis, ileus pasca operasi dimediasi melalui aktivasi hambat busur
refleks tulang belakang. Secara anatomis, 3 refleks berbeda yang terlibat: ultrashort refleks
terbatas pada dinding usus, refleks pendek yang melibatkan ganglia prevertebral, dan refleks
panjang melibatkan sumsum tulang belakang. (Nobie, 2003)
Respon stres bedah mengarah ke generasi sistemik endokrin dan mediator inflamasi yang juga
mempromosikan perkembangan ileus.
Penyakit atau keadaan yang menimbulkan ileus paralitik dapat diklasifikasikan seperti yang
tercantum dibawah ini:

Neurogenik
- Refleks inhibisi dari saraf afferent: incisi pada kulit dan usus pada operasi abdominal.
- Refleks inhibisi dari saraf efferent: menghambat pelepasan neurotransmitter
asetilkolin.
Hormonal
Kolesistokinin, disekresi oleh sel I dalam mukosa duodenum dan jejunum
terutama sebagai respons terhadap adanya pemecahan produk lemak, asam lemak dan
monogliserida di dalam usus. Kolesistokinin mempunyai efek yang kuat dalam
meningkatkan kontraktilitas kandung empedu, jadi mengeluarkan empedu kedalam usus
halus dimana empedu kemudian memainkan peranan penting dalam mengemulsikan
substansi lemak sehingga mudah dicerna dan diabsorpsi. Kolesistokinin juga
menghambat motilitas lambung secara sedang. Oleh karena itu disaat bersamaan dimana
hormon ini menyebabkan pengosongan kandung empedu, hormon ini juga menghambat
pengosongan makanan dari lambung untuk memberi waktu yang adekuat supaya terjadi
pencernaan lemak di traktus gastrointestinal bagian atas.
Hormon lainnya seperti sekretin dan peptide penghambat asam lambung juga memiliki
fungsi yang sama seperti kolesistokinin namun sekretin berperan sebagai respons dari

getah asam lambung dan petida penghambat asam lambung sebagai respons terhadap

asam lemak dan asam amino.


Inflamasi
- Makrofag: melepaskan proinflammatory cytokines (NO).
- prostaglandin inhibisi kontraksi otot polos usus.
Farmakologi
Opioid menurunkan aktivitas dari neuron eksitatorik dan inhibisi dari pleksus
mienterikus. Selain itu, opioid juga meningkatkan tonus otot polos usus dan menghambat
gerak peristaltik terkoordianasi yang diperlukan untuk gerakan propulsi.
- Opioid: efek inhibitor, blockade excitatory neurons yang mempersarafi otot polos
usus.

2.4.1.4 Manifestasi Klinik


Ileus adinamik (ileus inhibisi) ditandai oleh tidak adanya gerakan usus yang
disebabkan oleh penghambatan neuromuscular dengan aktifitas simpatik yang berlebihan.
Sangat umum, terjadi setelah semua prosedur abdomen, gerakan usus akan kembali normal pada:
usus kecil 24 jam, lambung 48 jam, kolon 3-5 hari.
Pasien ileus paralitik akan mengeluh perutnya kembung (abdominal distention),
anoreksia, mual,distensi usus,flatus dan obstipasi. Muntah mungkin ada, mungkin pula
tidak ada. Keluhan perut kembung pada ileus paralitik ini perlu dibedakan dengan
keluhan perut kembung pada ileus obstruksi. Pasien ileus paralitik mempunyai keluhan
perut kembung, tidak disertai nyeri kolik abdomen yang paroksismal.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya distensi abdomen, perkusi timpani
dengan bising usus yang lemah dan jarang bahkan dapat tidak terdengar sama sekali. Pada
palpasi, pasien hanya menyatakan perasaan tidak enak pada perutnya. Tidak ditemukan adanya
reaksi peritoneal (nyeri tekan dan nyeri lepas negatif). Apabila penyakit primernya
peritonitis, manifestasi klinis yang ditemukan adalah gambaran peritonitis.
2.4.1.5 Diagnosa
Pada ileus paralitik ditegakkan dengan auskultasi abdomen berupa silent abdomen
yaitu bising usus menghilang. Pada gambaran foto polos abdomen didapatkan pelebaran
udara usus halus atau besar.
Anamnesa

Pada anamnesa ileus paralitik sering ditemukan keluhan distensi dari usus, rasa
mual dan dapat disertai muntah. Pasien kadang juga mengeluhkan tidak bisa BAB
ataupun flatus, rasa tidak nyaman diperut tanpa disertai nyeri.
Pemeriksaan fisik
-

Inspeksi
Dapat ditemukan tanda-tanda generalisata dehidrasi, yang mencakup kehilangan turgor kulit
maupun mulut dan lidah kering. Pada abdomen harus dilihat adanya distensi, parut abdomen,

hernia dan massa abdomen. Pada pasien yang kurus tidak terlihat gerakan peristaltik.
Palpasi
Pada palpasi bertujuan mencari adanya tanda iritasi peritoneum apapun atau nyeri
tekan, yang mencakup defence muscular involunter atau rebound dan pembengkakan

atau massa yang abnormal untuk mengetahui penyebab ileus.


Perkusi
Hipertimpani
Auskultasi
Bising usus lemah atau tidak ada sama sekali (silent abdomen) dan borborigmi

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboratorium mungkin dapat membantu mencari kausa penyakit.
Pemeriksaan yang penting untuk dimintakan adalah leukosit darah, kadar elektrolit, ureum,
glukosa darah dan amylase. Foto polos abdomen sangat membantu untuk menegakkan
diagnosis. Pada ileus paralitik akan ditemukan distensi lambung, usus halus dan usus besar.
Air fluid level ditemukan berupa suatu gambaran line up (segaris). Hal ini berbeda dengan
air fluid level pada ileus obstruktif yang memberikan gambaran stepladder (seperti anak
tangga). Apabila dengan pemeriksaan foto polos abdomen masih meragukan, dapat
dilakukan foto abdomen dengan mempergunakan kontras.
2.4.1.6 Penatalaksanaan
Pengelolaan ileus paralitik bersifat konservatif dan suportif. Tindakannya berupa
dekompresi (Untuk dekompresi dilakukan pemasangan pipa nasogastrik (bila perlu
dipasang juga rectal tube).), menjaga keseimbangan cairan dan elektrolit, mengobati kausa
dan penyakit primer dan pemberiaan nutrisi yang adekuat (Sjamsuhidajat, 2003) Prognosis
biasanya baik, keberhasilan dekompresi kolon dari ileus telah dicapai oleh kolonoskopi berulang

(Levine,

1992).

Beberapa

obat-obatan

jenis

penyekat

simpatik

(simpatolitik)

atau

parasimpatomimetik pernah dicoba, ternyata hasilnya tidak konsisten. Pemberian cairan, koreksi
gangguan elektrolit dan nutrisi parenteral hendaknya diberikan sesuai dengan kebutuhan dan
prinsip-prinsip pemberian nutrisi parenteral. Beberapa obat yang dapat dicoba yaitu
metoklopramid bermanfaat untuk gastroparesis, sisaprid bermanfaat untuk ileus paralitik
pascaoperasi, dan klonidin dilaporkan bermanfaat untuk mengatasi ileus paralitik karena
obat-obatan. (Sjamsuhidajat, 2003)
1. Konservatif

Penderita dirawat di rumah sakit.

Penderita dipuasakan

Kontrol status airway, breathing and circulation.

Dekompresi dengan nasogastric tube.

Intravenous fluids and electrolyte

Dipasang kateter urin untuk menghitung balance cairan.

2. Farmakologis

Antibiotik broadspectrum untuk bakteri anaerob dan aerob.

Analgesik apabila nyeri.

Prokinetik: Metaklopromide, cisapride

Parasimpatis stimulasi: bethanecol, neostigmin

Simpatis blokade: alpha 2 adrenergik antagonis

3. Operatif
Ileus paralitik tidak dilakukan intervensi bedah kecuali disertai dengan peritonitis.
Operasi dilakukan setelah rehidrasi dan dekompresi nasogastric untuk mencegah sepsis
sekunder atau rupture usus. Operasi diawali dengan laparotomi kemudian disusul dengan
teknik bedah yang disesuaikan dengan hasil explorasi melalui laparotomi.

Pintas usus : ileostomi, kolostomi.

Reseksi usus dengan anastomosis

Diversi stoma dengan atau tanpa reseksi.

2.4.1.7 Diagnosis Banding


Masalah lain yang perlu dipertimbangkan
Masalah umum untuk ileus adalah pseudo-obstruksi, juga disebut sebagai sindrom
Ogilvie, dan obstruksi usus mekanik.
Pseudo-obstruction (Pseudo-obstruksi)
Pseudo-obstruksi didefinisikan sebagai penyakit akut, ditanda dengan distensii dari
usus besar. Seperti ileus, itu terjadi didefinisikan karena tidak adanya gangguan mekanik.
Beberapa teks dan artikel cenderung menggunakan ileus sinonim dengan pseudoobstruksi. Namun, kedua kondisi itu adalah hal yang berbeda. Pseudo-obstruksi ini jelas
terbatas pada usus besar saja, sedangkan ileus melibatkan baik usus kecil dan usus besar.
Obstruksi Mekanik
Obstruksi mekanik usus dapat disebabkan oleh adhesi, volvulus , hernia,
intususepsi , benda asing, atau neoplasma. Pasien datang dengan nyeri kram perut berat
yang paroksismal. Pemeriksaan fisik ditemukan borborygmi bertepatan dengan kram perut.
Pada pasien yang kurus, gelombang peristaltik dapat divisualisasikan. Dengan auskultasi dapat
terdengar suara bernada tinggi, denting suara bersamaan dengan aliran peristaltic. Jika obstruksi
total, pasien mengeluhkan tidak bisa BAB. Muntah mungkin terjadi tapi bisa juga tidak jika

katup ileocecal kompeten dalam mencegah refluks. Tanda peritoneal terlihat nyata jika pasien
mengalami strangulasi dan perforasi.
Tabel berikut menyajikan perbedaan antara ileus, pseudo-obstruksi, dan obstruksi mekanis.

Mekanikal
Ileus

Pseudo-obstruksi

Obstruksi
Nyeri kram perut,

Gejala

Sakit perut, kembung,

Nyeri kram perut,

konstipasi, obstipasi,

mual, muntah,

konstipasi, obstipasi,

mual, muntah,

konstipasi

mual, muntah,

anoreksia

anoreksia
Borborygmi, timpani,
Temuan

Silent abdomen,

Borborygmi, timpani,

gelombang

Pemeriksaan Fisik

kembung, timpani

gelombang

peristaltik, bising

peristaltik, bising

usus hiperaktif ayau

usus hiperaktif atau

hipoaktif, distensi,

hipoaktif, distensi,

nyeri terlokalisasi

nyeri terlokalisasi
Gambaran

dilatasi usus kecil dan

dilatasi usus besar

Bow-shaped loops in

Radiografi

besar, diafragma

yang terlokalisir,

ladder pattern,

meninggi

diafragma meninggi

berkurangnya gas
kolon di distal,
diafragma agak
tinggi, air fluid level.

Tabel. Karakteristik ileus, Pseudo-obstruksi, dan Mekanik Sumbatan. (Fiedberg, 2004)


Tabel. Perbandingan Klinis bermacam-macam ileus.

Anda mungkin juga menyukai