Chapter II
Chapter II
domba yang berkembang biak adalah domba berambut dan domba bulu (wool). Di
Indonesia hanya domba ekor gemuk yang termasuk kedalam jenis domba
berambut, sedangkan jenis lain seperti domba jawa, domba sumatera dan domba
pariangan adalah domba berbulu (Reksohadiprodjo, 1984).
Domba sumatera pada umumnya sangat produktif dan dapat beranak
sepanjang tahun. Domba lokal sumatera dapat beranak 1.82 ekor dalam setahun
dan dapat memproduksi anak sapihan 2.2 ekor pertahun dengan bobot sapih 21 kg
per 22 kg bobot induk. Akan tetapi pada umumnya domba sumatera ini relatif
kecil dan tidak memenuhi persyaratan bobot badan ekspor yakni diatas 35 kg.
Dari proses persilangan dengan domba St. croix (yang berasal dari Amerika
Tengah) diharapkan terbentuk bangsa domba bertipe bulu yang memenuhi
prsyaratan eksport dan dapat beradaptasi terhadap lingkungan (Subandriyo, 1995).
Bobot lahir maupun bobot sapih anak domba hasil persilangan lebih tinggi
dari anak domba lokal sumatera. Keunggulan dari penampilan anak hasil
persilangan tampak bahwa anak mortalitas pra sapih dan jarak beranak relatif
lebih rendah dari anak domba murni baik lokal Sumatera maupun St. Croix.
Tabel 1. Produktivitas domba murni dan hasil persilangannya
Uraian
Lokal sumatera
St. Croix
Hasil silang
Bobot induk
Bobot pejantan
Litter size
Rataan bobot lahir (kg)
Bobot sapiah (kg)
PBB (g/hari)
16,8
34,6
1,08
1,50
9,2
42,7
17,6
42,6
1,35
2,74
12,8
95,2
27,2
Td
1,29
2,02
11,7
69,6
Pada domba sampai umur 2,5 bulan pertumbuhan absolut akan berjalan
lambat yang digambarkan pada kurva pertumbuhan. Umur 2,5 bulan sampai
dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan akan berjalan maksimum
yang digambarkan dengan peningkatan garis yang tajam pada kurva pertumbuhan
saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali perlambatan pertumbuhan dan
kurva akan kembali landai pada saat mencapai titik belok atau inflection point
(Tillman, et al., 1984).
Bobot badan (kg)
70
60
50
40
30
20
10
0
0
10
20
30
40
50
60
70
Umur (Minggu)
genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat
dewasa.
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki
efisiensi produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi
bahan kering (Devendra, 1997).
forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris
yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.
ternak
ruminansia
terhadap
pakan
dicerminkan
oleh
menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi ini
disebut kebutuhan produksi (Tillman, et al., 1984).
Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan
Bobot
Badan
(Kg)
10
14
18
20
Pertambahan
Berat Badan
(Kg/hari)
0,5
1
0,5
1
0,5
1
0,5
1
Energi
DE (Mkal)
ME
(Mkal)
TP
(Kg)
1,49
1,98
1,81
2,30
2,14
2,62
2,30
2,78
1,22
1,62
1,49
1,89
1,75
2,15
1,88
2,28
73,7
102,7
86,9
116,9
93,6
122,6
106,8
135,8
Protein
DP Bahan
(Kg) Kering
Total
35,2
0,51
54,0
0,68
52,0
0,62
70,7
0,79
68,7
0,68
70,7
0,84
87,4
0,78
95,8
0,98
Hijauan
Pada umunya pakan domba berasal dari hijauan yang terdiri atas berbagai
rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan pakan yang kandungan serat
kasarnya relatif tinggi yang termasuk kelompok bahan pakan hijauan segar yaitu
hay dan silase. Ternak domba merupakan hewan yang memerlukan hijauan dalam
jumlah yang besar kurang lebih 90% (Sugeng, 1995).
Konsumsi hijauan pakan dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan
secara adlibitum. Peningkatan konsumsi akibat
meningkatnya tingkat
dipengaruhi
perbedaan
tekstur
yang
mempengaruhi
palatabilitas
Namun pemberian rumput lapangan sebagai sumber hijauan untuk domba tidak
dapat meningkatkan produksi dan hanya menyokong kebutuhan zat-zat pakan
untuk memenuhi kebutuhan pokok (Obst, et al., 1978).
Tabel 3. Komposisi nilai nutrisi rumput lapangan
Uraian
Bahan kering (%)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
BETN (%)
Kadar abu (%)
Energi (Kg.Cal)
Jumlah
27,91
10,62
8,33
23,25
47,56
9,98
4,32
Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah
perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium
hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini
sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya.
Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak
ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan
(Ernawati, 1995).
Urea yang ditambahkan dalam ransum ruminansia dengan kadar yang
berbeda-beda ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen.
Sejumlah protein dan urea dalam ransum nampaknya mempertinggi daya cerna
sellulosa dalam hijauan (Anggorodi, 1979). Ada tiga sumber amoniak yang dapat
dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH
dalam bentuk larutan dan urea dalam bentuk padat.
Sederhana cara
pengerjaannya dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan
dibanding dengan NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin
khususnya pada jerami; 4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak
menimbulkan polusi dalam tanah (Sugeng, 1995).
Menurut Siregar (1995) satu-satunya sumber NH3+ yang
murah dan
mudah diperoleh adalah urea. Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak
digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga
murah. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higoskopis.
Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 45% atau setara dengan potein kasar
antara 262 281% (Belasco, 1945).
Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminansia di dalam rumen akan
dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme
rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea
berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh
dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati
dibentuk kembali amonium yang akhirnya di eskresikan melalui urine dan feses
(Sutardi, 1980).
Konsentrat
Pemberian pakan penguat pada ternak domba pada prinsipnya adalah
untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput
lapangan dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka
lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energy tersebut
digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan
protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari ransum dan protein
mikroba (Williamson dan Payne, 1987).
Keuntungan yang diperoleh dari pemberian hijauan bersama pakan
penguat adalah adanya kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan
pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat
dimanfaatkan pakan kasar yang ada dimikrooraganisme rumen lebih mudah dan
lebih cenderung populasinya sehingga semakin banyak pakan harus dikonsumsi
ternak domba dengan demikian semakin banyak pula protein masuk ke abomasum
ruminansia yang sangat penting artinya bagi pertumbuhan dan perkembangbangan
ternak domba yang optimal (Murtijo, 1992).
Menurut Siregar (1994) ternak yang digemukkan semakin banyak
konsentrat dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak
kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat
dalam formula pakan harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk. Parakkasi
(1995) menyatakan bahwa pemberian konsentrat terlampau banyak akan
meningkatkan energi konsentrasi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi
sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang.
Kandungan (%)
30,00
14,43
6,50
4,47
32,55
56,00
Lumpur Sawit
Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan selama proses estraksi
minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah
mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit tanpa perlakuan dapat
diberikan sampai 50% dari konsentrat (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).
Kandungan (%)
13,90 a
13,25 a
13,00 a
16,00 a
39,60 b
10,00 a
79,00 a
Kandungan (%)
91,11
5,18
15,40
7,71
10,50
81,00
2810
Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah
menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan
bagian penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar
dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat
kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).
Tabel 7. Kandungan nilai nutrisi dedak padi
Zat Nutrisi
Berat kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
Kandungan (%)
89,6
13,8
7,2
8
67
Onggok
Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah
yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah
varietas dan mutu ubikayu yang diolah menjadi tepung tapioca, efisiensi proses
ekstrasi pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50%
dari ubi kayu yang diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa pengolahan ubi
kayu dihasilkan 15-20% pati, 5-20% onggok kering sedangkan onggok basah
yang dihasilkan 70-79%.
Molases
Molases
dapat
dipergunakan
sebagai pakan
ternak.
Keuntungan
penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60%
sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases juga
mengandung vitamin B komples dan unsure-unsur mikro yang penting bagi ternak
seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan
kelemahannya ialah kadar kaliumnua yang tinggi dapat menyebabkan diare jika
dokonsumsi terlalu banyak (Rangkuti, et al., 1985).
Tabel 8. Kandungan nilai nutrisi molases
Zat Nutrisi
Berat kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
Kandungan (%)
67,5
4,00
0,08
0,38
81,00
Urea
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan
konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea bila diberikan kepada ruminansia
akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein bagi ternak, karena dapat
membantu kerja mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984).
Urea sebagai pakan ternak berfungi sebagai sumber NPN (Non Protein
Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehigga pemakaian
urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun
perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentrasinya dalam rumen
dapat menimbulkan keracunan. Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah
persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 g untuk setiap bobot badan
100Kg ternak (Basri, 1990).
Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun
berperan penting agar proses biologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pemebntukan darah,
pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang
berperan dalam proses metabolisme di dalam sel (Setiadi dan Inouno, 1991).
Tabel 9. Kebutuhan mineral esensial pada domba
Nutrien
Mineral Makro
Kalsiam (Ca)
Fosfor (P)
Kalium (K)
Natrium (Na)
Khlor (Cl)
Sulfur (S)
Magnesium (Mg)
Mineral Mikro
Seng (Zn)
Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
Mangan (Mn)
Mineral Langka
Iodium (I)
Kobalt (Co)
Molibdenum (Mo)
Selenium (Se)
Kebutuhan
% BK
0,20-0,80
0,16-0,36
0,50-0,80
0,09-0,18
0,16
0,14-0,26
0,12-0,18
Ppm/Kg BK
30-40
30-50
07-11
20-40
Ppm/Kg BK
0,10-0,80
0,10-0,20
0,50
0,10-0,20
Level Maksimum
% BK
Ppm/Kg BK
750
500
25
1000
Ppm/Kg BK
50
10
10
2
Garam
Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.
Terlalu banyak garam akan mengakibatkan retensi air sehingga menimbulkan
udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivore daripada
hewan lainnya. Menurut Parakkasi (1995), kebutuhan domba akan garam
sebanyak 9% dalam pakan.
Tanpa diamoniasi
56,79 b
1,45 b
27,52 a
13,46 b
9,03 b
9,48 b
10,07 b
3257 b
Setelah diamoniasi
93,84 b
1,02 b
34,11 a
22,47 b
11,76 b
5,15 b
17,54 b
3254 b
Sumber : a). Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP
USU (2010)
b). Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan Ternak IPB (2010)
Konsumsi Pakan
Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya
belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan
maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang
dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya,
otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan tubuhpun menurun
(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah pakan yang tidak
sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad
libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan
menyesuaikng dan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan,
pakan yaitu sifat dan komposisi kimia pakan yang dapat mempengaruhi
konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1998) konsumsi juga
dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa varibel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan,
umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan palatabilitas). Menurut Departemen
Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk
mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Pakan yang berkualitas baik tingkat
konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah, sehingga
kualitas pakan yang relative sama maka tingkat konsumsinya juga relative sama
(Parakkasi, 1995).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka
semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan
pakan (Anggorodi, 1979).
bahwa
penambahan
konsentrat
komersial
menghasilkan
pertambahan bobot badan sebesar 71 g/ekor/hari, lebih besar bila domba hanya
diberi rumput gajah, yaitu 18 g/ekor/hari.
Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah
indicator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,
semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu,
penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat
energi pakan (Neshum, et al., 1979).
Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi
dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya. Konversi pakan khususnya
pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan
bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan
kualitas
pakan
yang
baik ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih bak konversi pakannya
(Martawidjaya, et al,. 1999).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana
jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan
sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien
(Campbell, 1984).