Anda di halaman 1dari 19

Ternak Domba

Domba merupakan ternak ruminansia kecil yang dalam pemeliharaan tidak


begitu sulit, hal ini disebabkan karena ternak domba badannya relatif kecil dan
cepat dewasa sehingga secara otomatis cukup menguntungkan karena dapat
menghasilkan wol dan daging (Murtidjo, 1992).
Domba dapat diklasifikasikan pada sub famili caprinae dan semua jenis
domba domestikasi termasuk genus Ovis aries. Ada empat jenis spesies domba
liar yaitu : domba Mouffon (O.musimon) terdapat di Eropa dan Asia Barat, domba
Urial (O. orientalis, O. Vignei) terdapat di Asia tengah, dan Domba Bighorn
(O. Canadensis) terdapat di Asia Utara dan Amerika Utara. Tiga jenis yang
pertama diatas merupakan domba yang membentuk genetik dari domba-domba
modern sekarang (Williamson and Payne, 1993).
Secara umum ternak domba menurut Tomaszeweska, et al., (1993)
mempunyai beberapa keuntungan dilihat dari segi pemeliharaan seperti :
1. Cepat berkembang biak dan dapat beranak lebih dari satu ekor dan dapat
beranak dua kali setahun.
2. Berjalan dengan jarak lebih dekat sehingga lebih mudah dalam pemeliharaan.
3. Pemakan rumput, kurang memilih pakan yang diberikan dan penciumannya
tajam sehingga lebih mudah dalam pemeliharaan.
4. Dapat memberikan pupuk kandang dan sebagai sumber keuangan untuk
keperluan pertanian atau untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga yang
mendadak.
Domba termasuk sub familia Coprinae dan semua domba yang telah
diternakkan mengalami domestikasi masuk5 genus Ovis aries. Di Asia Tenggara

Universitas Sumatera Utara

domba yang berkembang biak adalah domba berambut dan domba bulu (wool). Di
Indonesia hanya domba ekor gemuk yang termasuk kedalam jenis domba
berambut, sedangkan jenis lain seperti domba jawa, domba sumatera dan domba
pariangan adalah domba berbulu (Reksohadiprodjo, 1984).
Domba sumatera pada umumnya sangat produktif dan dapat beranak
sepanjang tahun. Domba lokal sumatera dapat beranak 1.82 ekor dalam setahun
dan dapat memproduksi anak sapihan 2.2 ekor pertahun dengan bobot sapih 21 kg
per 22 kg bobot induk. Akan tetapi pada umumnya domba sumatera ini relatif
kecil dan tidak memenuhi persyaratan bobot badan ekspor yakni diatas 35 kg.
Dari proses persilangan dengan domba St. croix (yang berasal dari Amerika
Tengah) diharapkan terbentuk bangsa domba bertipe bulu yang memenuhi
prsyaratan eksport dan dapat beradaptasi terhadap lingkungan (Subandriyo, 1995).
Bobot lahir maupun bobot sapih anak domba hasil persilangan lebih tinggi
dari anak domba lokal sumatera. Keunggulan dari penampilan anak hasil
persilangan tampak bahwa anak mortalitas pra sapih dan jarak beranak relatif
lebih rendah dari anak domba murni baik lokal Sumatera maupun St. Croix.
Tabel 1. Produktivitas domba murni dan hasil persilangannya
Uraian

Lokal sumatera

St. Croix

Hasil silang

Bobot induk
Bobot pejantan
Litter size
Rataan bobot lahir (kg)
Bobot sapiah (kg)
PBB (g/hari)

16,8
34,6
1,08
1,50
9,2
42,7

17,6
42,6
1,35
2,74
12,8
95,2

27,2
Td
1,29
2,02
11,7
69,6

Sumber : Doloksaribu et al., (1995).

Pertumbuhan dan Pertambahan Bobot Badan Ternak Domba

Universitas Sumatera Utara

Pada domba sampai umur 2,5 bulan pertumbuhan absolut akan berjalan
lambat yang digambarkan pada kurva pertumbuhan. Umur 2,5 bulan sampai
dengan masa pubertas (6-8 bulan) pertumbuhan akan berjalan maksimum
yang digambarkan dengan peningkatan garis yang tajam pada kurva pertumbuhan
saat domba mencapai pubertas, terjadi kembali perlambatan pertumbuhan dan
kurva akan kembali landai pada saat mencapai titik belok atau inflection point
(Tillman, et al., 1984).
Bobot badan (kg)
70
60
50
40
30
20
10
0
0

10

20

30

40

50

60

70

Umur (Minggu)

Gambar 1. Kurva sigmoid pertumbuhan pada domba

Laju pertumbuhan ternak setelah disapih ditentukan oleh beberapa faktor,


antara lain potensi pertumbuhan dari masing-masing individu ternak dan pakan
yang tersedia (Cole, 1982). Potensi pertumbuhan dalam periode ini dipengaruhi
oleh faktor bangsa, heterosis (hybrid vigor) dan jenis kelamin. Pola pertumbuhan
ternak tergantung pada sistem manajemen (pengelolaan) yang dipakai, tingkat
nutrisi yang tersedia, kesehatan dan iklim. Menurut Tomaszewska et al., (1993)
bahwa laju pertambahan bobot badan dipengaruhi oleh umur, lingkungan dan

Universitas Sumatera Utara

genetik dimana berat tubuh awal fase penggemukan berhubungan dengan berat
dewasa.
Ternak yang mempunyai potensi genetik pertumbuhan yang tinggi akan
mempunyai respon yang baik terhadap pakan yang diberikan dan memiliki
efisiensi produksi yang tinggi dan adanya ragam yang besar dalam konsumsi
bahan kering (Devendra, 1997).

Sistem Pencernaan Ternak Ruminansia


Perkembangan sistem pencernaan ternak domba mengalami tiga fase
perubahan. Fase pertama, pada waktu domba dilahirkan sampai dengan umur
tiga minggu yang disebut non ruminansia karena pada tahapan ini fungsi
sistem pencernaan sama dengan pencernaan mamalia lain. Fase kedua mulai umur
3-8 minggu disebut fase transisi yaitu perubahan dari tahap non ruminansia
menjadi ruminansia yang ditandai dengan perkembangan rumen. Tahap ketiga
fase ruminansia dewasa yaitu setelah umur domba lebih dari 8 minggu
(Van Soest, et al., 1983)
Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun
mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau penguyahan dalam mulut
dan gerakan-gerakan saluran pencernaan yang di hasilkan oleh kontraksi otot
sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi di lakukan oleh enzim
yang di hasilkan oleh sel-sel dalam tubuh hewan dan yang berupa getah-getah
pencernaan (Tillman et al., 1984).
Frandson (1992) menyatakan bagian-bagian sistem pencernaan adalah
mulut, pharink, oesophagus (pada ruminansia merupakan perut depan atau

Universitas Sumatera Utara

forestomach), perut glandular, usus halus, usus besar serta glandula aksesoris
yang terdiri dari glandula saliva, hati dan pankreas.

Pakan Ternak Domba


Kebutuhan

ternak

ruminansia

terhadap

pakan

dicerminkan

oleh

kebutuhannya terhadap nutrisi. Jumlah kebutuhan nutrisi setiap harinya sangat


tergantung jenis ternak, umur, fase, (pertumbuhan, dewasa, bunting, menyusui),
kondisi tubuh (normal, sakit) dan lingkungan tempat hidupnya (temperatur,
kelembapan, nisbi udara) serta berat badannya. Jadi setiap ekor ternak berbeda
kondisinya membutuhkan pakan yang berbeda (Kartadisastra, 1997).
Pakan yang di berikan jangan sekedar di maksudkan untuk mengatasi lapar
atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk
kebutuhan hidup, membentuk sel-sel baru, mengganti sel-sel yang rusak dan
untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996).
Pakan adalah semua bahan pakan yang bisa di berikan dan bermanfaat
bagi ternak. Pakan yang di berikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zatzat yang di perlukan oleh tubuh ternak dalam hidupnya seperti air, karbohidrat,
lemak, protein, mineral dan air (Parakkasi, 1995).
Kebutuhan ternak akan zat makanan terdiri dari kebutuhan hidup pokok
dan kebutuhan untuk produksi. Kebutuhan hidup pokok pengertiannya sederhana
yaitu untuk mempertahankan hidup. Ternak yang memperoleh makanan hanya
sekedar cukup untuk memenuhi hidup pokok, bobot badan ternak tersebut tidak
akan naik dan turun. Tetapi jika ternak tersebut memperoleh lebih dari kebutuhan
hidup pokoknya maka sebagian dari kelebihan makanan itu akan dapat dirubah

Universitas Sumatera Utara

menjadi bentuk produksi misalnya air susu, pertumbuhan dan reproduksi ini
disebut kebutuhan produksi (Tillman, et al., 1984).
Tabel 2. Kebutuhan nilai nutrisi domba untuk pertumbuhan dan penggemukan
Bobot
Badan
(Kg)
10
14
18
20

Pertambahan
Berat Badan
(Kg/hari)
0,5
1
0,5
1
0,5
1
0,5
1

Energi
DE (Mkal)

ME
(Mkal)

TP
(Kg)

1,49
1,98
1,81
2,30
2,14
2,62
2,30
2,78

1,22
1,62
1,49
1,89
1,75
2,15
1,88
2,28

73,7
102,7
86,9
116,9
93,6
122,6
106,8
135,8

Protein
DP Bahan
(Kg) Kering
Total
35,2
0,51
54,0
0,68
52,0
0,62
70,7
0,79
68,7
0,68
70,7
0,84
87,4
0,78
95,8
0,98

Sumber : (Haryanto dan Andi, 1993)

Hijauan
Pada umunya pakan domba berasal dari hijauan yang terdiri atas berbagai
rumput dan daun-daunan. Hijauan merupakan bahan pakan yang kandungan serat
kasarnya relatif tinggi yang termasuk kelompok bahan pakan hijauan segar yaitu
hay dan silase. Ternak domba merupakan hewan yang memerlukan hijauan dalam
jumlah yang besar kurang lebih 90% (Sugeng, 1995).
Konsumsi hijauan pakan dapat ditingkatkan dengan pemberian pakan
secara adlibitum. Peningkatan konsumsi akibat

meningkatnya tingkat

pemberian pakan disebabkan oleh semakin besarnya peluang untuk memilih


(seleksi terhadap pakan yang diberikan). Bagian daun tanaman hijauan tropis
dikonsumsi lebih banyak dibandingkan dengan bagian batang. Ternak kambing
dan domba yang diberi hijauan pakan potongan memilih bagian daun yang
umumnya lebih tinggi kecernaannya dibandingkan batang. Pemilihan daun
dibandingkan batang mungkin terutama disebabkan oleh perbedaan sifat fisik dari

Universitas Sumatera Utara

tanaman tersebut. Daun yang berbulu mungkin tidak akan dikonsumsi


yang berarti bahwa pemilihan terjadi bukan hanya karena faktor gizi, tetapi
juga

dipengaruhi

perbedaan

tekstur

yang

mempengaruhi

palatabilitas

(Woozicka-Tomaszewska, et al., 1993).


Banyaknya jumlah pakan yang dikonsumsi oleh seekor ternak merupakan
salah satu faktor penting yang secara langsung mempengaruhi produktivitas
ternak. Konsumsi pakan dipengaruhi terutama oleh faktor kualitas pakan dan oleh
faktor kebutuhan energi ternak yang bersangkutan. Makin baik kualitas pakannya,
makin tinggi konsumsi pakan seekor ternak. Akan tetapi konsumsi pakan ternak
berkualitas baik ditentukan oleh status fisiologi seekor ternak. Konsumsi bahan
kering pakan oleh ternak ruminansia dapat berkisar antara 1,5 3,5%, tetapi pada
umumnya 2 3% dari berat badannya (Bamualim, 1988). Jumlah bahan kering
yang dapat dimakan oleh seekor hewan selama sehari perlu diketahui. Dengan
mengetahi jumlah bahan kering yang dimakan dapat dipenuhi kebutuhan seekor
hewan akan zat pakan yang perlu untuk pertumbuhannya, hidup pokok maupun
produksinya. Bahan kering merupakan tolak ukur dalam menilai palatabilitas
pakan yang diperlukan untuk menentukan mutu suatu pakan.
Hijauan pakan ternak merupakan pakan utama bagi ternak ruminansia dan
berfungsi tidak saja sebagai pengisi perut, tetapi juga sumber gizi, yaitu protein,
sumber tenaga vitamin dan mineral. Untuk dapat mencapai tingkat produksi
domba yang tertinggi maka usaha perbaikan kearah penyediaan, pengadaan dan
nilai pakan hijauan haruslah ditingkatkan, misalnya dengan memasukkan
beberapa jenis hijauan dari luar negeri. Rumput lapangan merupakan salah satu
jenis rumput yang telah lama dikenal oleh petani peternak dan disenangi domba.

Universitas Sumatera Utara

Namun pemberian rumput lapangan sebagai sumber hijauan untuk domba tidak
dapat meningkatkan produksi dan hanya menyokong kebutuhan zat-zat pakan
untuk memenuhi kebutuhan pokok (Obst, et al., 1978).
Tabel 3. Komposisi nilai nutrisi rumput lapangan
Uraian
Bahan kering (%)
Protein kasar (%)
Lemak kasar (%)
Serat kasar (%)
BETN (%)
Kadar abu (%)
Energi (Kg.Cal)

Jumlah
27,91
10,62
8,33
23,25
47,56
9,98
4,32

Sumber : Laboratorium IP2TP Sei Putih Galang (1997).

Amoniasi
Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap bahan pakan limbah
perkebunan dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda, sodium
hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan urea ini
sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk memperolehnya.
Urea dengan rumus molekul CO(NH2)2 banyak digunakan dalam ransum ternak
ruminansia karena mudah diperoleh, harganya murah dan sedikit resiko keracunan
(Ernawati, 1995).
Urea yang ditambahkan dalam ransum ruminansia dengan kadar yang
berbeda-beda ternyata dirombak menjadi protein oleh mikroorganisme rumen.
Sejumlah protein dan urea dalam ransum nampaknya mempertinggi daya cerna
sellulosa dalam hijauan (Anggorodi, 1979). Ada tiga sumber amoniak yang dapat
dipergunakan dalam proses amoniasi yaitu : NH3 dalam bentuk gas cair, NH4OH
dalam bentuk larutan dan urea dalam bentuk padat.

Universitas Sumatera Utara

Amoniasi merupakan proses perlakuan terhadap pakan limbah pertanian


(pada umumnya jerami) dengan menambahkan bahan kimia berupa kaustik soda,
sodium hidroksi atau urea. Umumnya masyarakat lebih banyak menggunakan
urea ini sebagai bahan kimia yang digunakan karena lebih mudah untuk
memperolehnya.
Keuntungan menggunakan amoniasi, antara lain : 1).

Sederhana cara

pengerjaannya dan tidak berbahaya; 2). Lebih murah dan mudah dikerjakan
dibanding dengan NaOH; 3). Cukup efektif untuk menghilangkan aflaktosin
khususnya pada jerami; 4). Meningkatkan kandungan protein kasar; 5). Tidak
menimbulkan polusi dalam tanah (Sugeng, 1995).
Menurut Siregar (1995) satu-satunya sumber NH3+ yang

murah dan

mudah diperoleh adalah urea. Urea dengan rumus molekul CO (NH2)2 banyak
digunakan dalam ransum ternak ruminansia karena mudah diperoleh, harga
murah. Secara fisik urea berbentuk kristal padat berwarna putih dan higoskopis.
Urea mengandung nitrogen sebanyak 42 45% atau setara dengan potein kasar
antara 262 281% (Belasco, 1945).
Urea yang diberikan pada ransum ternak ruminansia di dalam rumen akan
dipecah oleh enzim urease menjadi amonium. Amonium bersama mikroorganisme
rumen akan membentuk protein mikroba dengan bantuan energi. Apabila urea
berlebih atau tidak dicerna oleh tubuh ternak maka urea akan diabsorbsi oleh
dinding rumen, kemudian dibawa oleh aliran darah ke hati dan di dalam hati
dibentuk kembali amonium yang akhirnya di eskresikan melalui urine dan feses
(Sutardi, 1980).

Universitas Sumatera Utara

Konsentrat
Pemberian pakan penguat pada ternak domba pada prinsipnya adalah
untuk menyempurnakan kekurangan zat-zat pakan yang terkandung pada rumput
lapangan dan hijauan, karena protein dapat diperoleh dari protein mikroba, maka
lebih diutamakan konsentrat sebagai sumber energi. Dimana energy tersebut
digunakan oleh mikroorganisme untuk mensintesa protein mikroba. Penyediaan
protein yang diserap oleh tubuh ternak dapat bersumber dari ransum dan protein
mikroba (Williamson dan Payne, 1987).
Keuntungan yang diperoleh dari pemberian hijauan bersama pakan
penguat adalah adanya kecenderungan mikroorganisme rumen memanfaatkan
pakan penguat terlebih dahulu sebagai sumber energi dan selanjutnya dapat
dimanfaatkan pakan kasar yang ada dimikrooraganisme rumen lebih mudah dan
lebih cenderung populasinya sehingga semakin banyak pakan harus dikonsumsi
ternak domba dengan demikian semakin banyak pula protein masuk ke abomasum
ruminansia yang sangat penting artinya bagi pertumbuhan dan perkembangbangan
ternak domba yang optimal (Murtijo, 1992).
Menurut Siregar (1994) ternak yang digemukkan semakin banyak
konsentrat dalam pakannya akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak
kurang dari 15% BK pakan. Oleh karena itu banyaknya pemberian konsentrat
dalam formula pakan harus terbatas agar ternak tidak terlalu gemuk. Parakkasi
(1995) menyatakan bahwa pemberian konsentrat terlampau banyak akan
meningkatkan energi konsentrasi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi
sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang.

Universitas Sumatera Utara

Pelepah Kelapa Sawit


Rataan jumlah pohon kelapa sawit per hektar sangat tergantung pada
kondisi dan topogafi lahan. Pelepah daun sawit dapat diperoleh sepanjang tahun
bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1-2
pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22-26 pelepah/tahun
dengan rataan berat pelepah daun sawit 4-6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah
dapat mencapai 40-50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4.5 kg/pelepah
(Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).
Pelepah daun kelapa sawit merupakan hasil samping dari pemanenan buah
kelapa sawit yang keberadaannya cukup melimpah di Indonesia, khususnya di
Sumatera Utara. Dilihat dari kandungan protein kasar pelepah daun kelapa sawit
sebanding dengan rumput lapangan (Prayitno dan Darmoko, 1994).
Tabel 4. Kandungan nilai nutrisi pelepah kelapa sawit
Zat Nutrisi
Berat kering
Abu
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN

Kandungan (%)
30,00
14,43
6,50
4,47
32,55
56,00

Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)


Disitasi : Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS. (2009).

Lumpur Sawit
Lumpur sawit merupakan limbah yang dihasilkan selama proses estraksi
minyak, mengandung padatan, sisa minyak dan air, biasanya dimanfaatkan
sebagai pakan ternak. Lumpur sawit dapat diberikan secara langsung atau setelah
mendapat perlakuan. Pada ternak ruminansia, lumpur sawit tanpa perlakuan dapat
diberikan sampai 50% dari konsentrat (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 5. Kandungan nilai nutrisi lumpur sawit


Zat Nutrisi
Abu
Protein kasar
Lemak
Serat kasar
Beta-N
Bahan kering
TDN

Kandungan (%)
13,90 a
13,25 a
13,00 a
16,00 a
39,60 b
10,00 a
79,00 a

Sumber : a. Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)


b. Laboratorium Pakan Ternak IPB Bogor (2000)
Disitasi : Prof. Dr. Ir. Sayed Umar, MS. (2009)

Bungkil Inti Sawit


Devendra (1997) mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat diberikan
sebesar 30% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang
merugikan. Batubara et al, (1993) mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat
digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah molases 20%. Aritonang
(1986) melaporkan bahwa pemberian konsentrat yang mengandung serat buah
sawit, lumpur sawit, bungkil inti sawit, molases, urea, dan mineral memberikan
pertambahan bobot badan sapi sebesar 0,47 kg/hari.
Zat makanan yang terkandung di dalamnya cukup bervarias, protein kasar
berkisar antara 18 19%. Kandungan serat kasarnya cukup tinggi untuk ternak
menogastrik namun sangat baik sebagai pakan tambahan pada ternak ruminansia
seperti sapi perah dan kerbau. Pemberian bungkil inti sawit pada ternak akan
meningkatkan kandungan lemak susu, kekentalan keju, dan mutu daging.
Pemberian bungkil inti sawit pada sapi dapat meningkatkan bobot badan antara
0,6 1 kg/hari dengan tingkat konsumsi antara 4,8 6kg (Babjee, 1986).

Universitas Sumatera Utara

Tabel 6. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit


Zat Nutrisi
Berat kering
Abu
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN
ME (Cal/g)

Kandungan (%)
91,11
5,18
15,40
7,71
10,50
81,00
2810

Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)


Disitasi : Prof. Dr. Ir. Zulfikar Siregar, MP. (2009).

Dedak Padi
Dedak padi merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah
menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tebal, tetapi bercampur dengan
bagian penutup beras. Hasil yang mempengaruhi tinggi rendahnya serat kasar
dedak. Bila dilihat dari pengolahan gabah menjadi beras dapat dipastikan serat
kasarnya tinggi (Rasyaf, 1992).
Tabel 7. Kandungan nilai nutrisi dedak padi
Zat Nutrisi
Berat kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN

Kandungan (%)
89,6
13,8
7,2
8
67

Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

Onggok
Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah
yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah
varietas dan mutu ubikayu yang diolah menjadi tepung tapioca, efisiensi proses
ekstrasi pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50%
dari ubi kayu yang diolah. Moertinah (1984) menyatakan bahwa pengolahan ubi

Universitas Sumatera Utara

kayu dihasilkan 15-20% pati, 5-20% onggok kering sedangkan onggok basah
yang dihasilkan 70-79%.

Molases
Molases

dapat

dipergunakan

sebagai pakan

ternak.

Keuntungan

penggunaan molases untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48-60%
sebagai gula), kadar mineral cukup dan rasanya disukai ternak. Molases juga
mengandung vitamin B komples dan unsure-unsur mikro yang penting bagi ternak
seperti Cobalt, Boron, Yodium, Tembaga, Magnesium dan seng sedangkan
kelemahannya ialah kadar kaliumnua yang tinggi dapat menyebabkan diare jika
dokonsumsi terlalu banyak (Rangkuti, et al., 1985).
Tabel 8. Kandungan nilai nutrisi molases
Zat Nutrisi
Berat kering
Protein kasar
Lemak kasar
Serat kasar
TDN

Kandungan (%)
67,5
4,00
0,08
0,38
81,00

Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005)

Urea
Urea merupakan bahan pakan sumber nitrogen yang dapat difermentasi.
Urea dalam proporsi tertentu mempunyai dampak positif terhadap peningkatan
konsumsi protein kasar dan daya cerna. Urea bila diberikan kepada ruminansia
akan melengkapi sebagian dari kebutuhan protein bagi ternak, karena dapat
membantu kerja mikroorganisme dalam rumen (Anggorodi, 1984).
Urea sebagai pakan ternak berfungi sebagai sumber NPN (Non Protein
Nitrogen) dan mengandung lebih kurang 45% unsur Nitrogen sehigga pemakaian

Universitas Sumatera Utara

urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan kepada domba, namun
perlu diingat bahwa penggunaan urea terlalu tinggi konsentrasinya dalam rumen
dapat menimbulkan keracunan. Penggunaan urea tidak bisa lebih dari setengah
persen dari jumlah bahan kering dan lebih dari 2 g untuk setiap bobot badan
100Kg ternak (Basri, 1990).

Ultra Mineral
Mineral adalah zat anorganik, yang dibutuhkan dalam jumlah kecil, namun
berperan penting agar proses biologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral
digunakan sebagai kerangka pembentukan tulang, gigi, pemebntukan darah,
pembentukan jaringan tubuh serta diperlukan sebagai komponen enzim yang
berperan dalam proses metabolisme di dalam sel (Setiadi dan Inouno, 1991).
Tabel 9. Kebutuhan mineral esensial pada domba
Nutrien
Mineral Makro
Kalsiam (Ca)
Fosfor (P)
Kalium (K)
Natrium (Na)
Khlor (Cl)
Sulfur (S)
Magnesium (Mg)
Mineral Mikro
Seng (Zn)
Besi (Fe)
Tembaga (Cu)
Mangan (Mn)
Mineral Langka
Iodium (I)
Kobalt (Co)
Molibdenum (Mo)
Selenium (Se)

Kebutuhan
% BK
0,20-0,80
0,16-0,36
0,50-0,80
0,09-0,18
0,16
0,14-0,26
0,12-0,18
Ppm/Kg BK
30-40
30-50
07-11
20-40
Ppm/Kg BK
0,10-0,80
0,10-0,20
0,50
0,10-0,20

Level Maksimum
% BK
Ppm/Kg BK
750
500
25
1000
Ppm/Kg BK
50
10
10
2

Sumber : NRC (1985)

Universitas Sumatera Utara

Garam
Garam atau biasanya dikenal dengan NaCl merangsang sekresi saliva.
Terlalu banyak garam akan mengakibatkan retensi air sehingga menimbulkan
udema. Defisiensi garam lebih sering terdapat pada hewan herbivore daripada
hewan lainnya. Menurut Parakkasi (1995), kebutuhan domba akan garam
sebanyak 9% dalam pakan.

Kulit Daging Buah Kopi


Pemanfaatan kulit biji kopi sebagai pakan ternak belum optimal. Dalam
pengolahan kopi akan dihasilkan 45% kulit kopi, 10% lender, 5% kulit arid an
40% biji kopi (untuk manusia). Utomo (1982) mengatakan bahwa daging buah
kopi dihasilkan pada pengolahan buah kopi baik secara kering atau basah. Lebih
lanjut dikatakan bahwa pada pengolahan cara kering akan dihasilkan daging buah
yang berserat dan sedikit kasar. Namun demikian kulit kopi hanya sebagian kecil
dimanfaatkan sebagai pakan ternak ruminansia dan sebagian besar lainnya
dibuang atau dibenamkan dalam tanah untuk digunakan sebagai pupuk organik
pada lahan perkebunan.
Tabel 10. Kandungan nilai nutrisi kulit daging buah kopi
Zat Nutrisi
Bahan Kering
Lemak Kasar
Serat Kasar
Protein Kasar
Abu
Kadar Air
Beta-N
Energi Bruto

Tanpa diamoniasi
56,79 b
1,45 b
27,52 a
13,46 b
9,03 b
9,48 b
10,07 b
3257 b

Setelah diamoniasi
93,84 b
1,02 b
34,11 a
22,47 b
11,76 b
5,15 b
17,54 b
3254 b

Sumber : a). Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP
USU (2010)
b). Hasil Analisis Laboratorium Ilmu Nutrisi Pakan Ternak IPB (2010)

Konsumsi Pakan

Universitas Sumatera Utara

Tingkat konsumsi adalah jumlah pakan yang dikonsumsi oleh ternak, bila
pakan diberikan secara ad libitum. Kesehatan ternak juga sangat berpengaruh
terhadap konsumsi pakan. Ternak yang sedikit, walaupun gejala penyakitnya
belum jelas, nafsu makannya turun dan cenderung malas berjalan ketempat pakan
maupun minum. Pada keadaan suhu lingkungan yang lebih tinggi dari yang
dibutuhkan, nafsu makan akan menurun dan konsumsi air meningkat. Akibatnya,
otot-otot daging lambat membesar dan daya tahan tubuhpun menurun
(Hardjosworo dan Rukmiasih, 2000).
Tingkat konsumsi (Voluntary Feet Intake) adalah jumlah pakan yang tidak
sengaja dikonsumsi oleh hewan bila bahan pakan tersebut diberikan secara ad
libitum. Konsumsi adalah faktor essensial yang merupakan dasar untuk hidup dan
menyesuaikng dan kondisi tubuh serta stress yang diakibatkan oleh lingkungan,
pakan yaitu sifat dan komposisi kimia pakan yang dapat mempengaruhi
konsumsi (Parakkasi, 1995). Menurut Cahyono (1998) konsumsi juga
dipengaruhi oleh palatabilitas pakan tersebut.
Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa varibel
meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan konsumsi kimia serta
kualitas pakan. Salah satu yang menjadi penentu tingkat konsumsi adalah
keseimbangan zat pakan dan makna palatabilitas. Tingkat perbedaan konsumsi
juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan,
umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan palatabilitas). Menurut Departemen
Pertanian (2002) yang dapat membuat daya tarik dan merangsang ternak untuk
mengkonsumsi pakan adalah palatabilitas. Pakan yang berkualitas baik tingkat
konsumsinya lebih baik dibandingkan dengan pakan berkualitas rendah, sehingga

Universitas Sumatera Utara

kualitas pakan yang relative sama maka tingkat konsumsinya juga relative sama
(Parakkasi, 1995).
Semakin banyak serat kasar yang terdapat dalam suatu bahan pakan maka
semakin tebal dinding sel dan akibatnya semakin rendah daya cerna dari bahan
pakan (Anggorodi, 1979).

Pertambahan Bobot Badan


Maynard dan Loosli (1979) menyatakan bahwa pertumbuhan merupakan
peningkatan dalam struktur jaringan seperti otot, tulang dan organ, serta deposit
lemak jaringan adiposa. Menurut Preston dan Leng (1987), pertumbuhan jaringan
banyak berhubungan dengan sintesis lemak dan protein. Bahan (substrat) yang
dibutuhkan adalah asam-asam amino untuk deposit protein; asam asetat, butirat,
dan asam-asam lemak rantai panjang untuk sintesis lemak.
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat
digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan makan ternak, karena pertumbuhan
yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah atu indikasi pemanfaatan
zat-zat pakan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan
akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Pond, 1980).
Pertambahan bobot badan domba akan lebih besar bila pemberian hijauan
disertai dengan pemberian konsentrat. Penambahan pakan penguat komerisal pada
hijauan yang ada di pedesaan dapat menghasilkan pertambahan bobot badan
sebesar 80,9 114,3 g/ekor/hari (Obst et al., 1980). Martawidjaja et al., (1986)
menyebutkan

bahwa

penambahan

konsentrat

komersial

menghasilkan

pertambahan bobot badan sebesar 71 g/ekor/hari, lebih besar bila domba hanya
diberi rumput gajah, yaitu 18 g/ekor/hari.

Universitas Sumatera Utara

Pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot


badan melalui penimbangan berulang-ulang, yaitu setiap hari, setiap minggu atau
setiap waktu lainnya (Tillman et al., 1989).

Konversi Pakan
Konversi pakan adalah perbandingan antara jumlah yang dikonsumsi pada
waktu tertentu dengan produksi yang dihasilkan (pertambahan bobot badan atau
produksi yang dihasilkan) dalam kurun waktu yang sama. Konversi pakan adalah
indicator teknis yang dapat menggambarkan tingkat efisiensi penggunaan pakan,
semakin rendah angka konversi pakan berarti semakin baik (Anggorodi, 1979).
Faktor yang mempengaruhi konversi pakan yaitu lingkungan (suhu,
penyakit, pakan dan minuman), kemampuan genetik, nilai gizi pakan dan tingkat
energi pakan (Neshum, et al., 1979).
Konversi pakan diukur dari jumlah bahan kering yang dikonsumsi dibagi
dengan pertambahan bobot badan persatuan waktunya. Konversi pakan khususnya
pada ternak ruminansia dipengaruhi oleh kualitas pakan, pertambahan
bobot badan dan nilai kecernaan. Dengan memberikan

kualitas

pakan

yang

baik ternak akan tumbuh lebih cepat dan lebih bak konversi pakannya
(Martawidjaya, et al,. 1999).
Angka konversi ransum menunjukkan tingkat penggunaan ransum dimana
jika angka konversi semakin kecil maka penggunaan ransum semakin efisien dan
sebaliknya jika angka konversi besar maka penggunaan ransum tidak efisien
(Campbell, 1984).

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai