Absorpsi
Distribusi
Metabolisme
Eksresi
DEFINISI OBESITAS
Obesitas merupakan suatu kelainan komplek
pengaturan nafsu makan dan metabolisme energi
yang dikendalikan oleh beberapa faktor biologik
spesifik. Faktor genetik diketahui sangat
berpengaruh bagi perkembangan penyakit ini.
Secara fisiologis obesitas didefinisikan sebagai
akumulasi lemak yang tidak normal atau
berlebihan dijaringan adiposa sehingga dapat
mengganggu kesehatan.
o Faktor Genetik
Dikatakan juga mempunyai peranan akan
terjadinya
obesitas.
Kelainan
genetik
tersebut dapat terjadi berupa kelainan
genetik pusat pengaturan makan maupun
kondisi psikis yang secara herediter
abnormal, maupun kondisi genetik yang
menyebabkan
terjadinya
peningkatan
cadangan lemak tubuh.
Klasifikasi Obesitas
IMT merupakan indikator yang paling sering digunakan serta praktis untuk
mengukur tingkat populasi berat badan lebih dan obesitas pada orang dewasa.
Pengukuran ini merupakan langkah awal dalam menetukan derajat adipositas, dan
dikatakan berkorelasi kuat dengan jumlah massa lemak tubuh.16,17 Untuk
penelitian epidemiologi digunakan IMT atau indeks Quetelet yaitu berat badan
dalam kg dibagi tinggi badan dalam meter kuadrat (m2). Karena IMT
menggunakan tinggi badan, maka pengukurannya harus dilakukan dengan teliti.2
Keterangan
18,5
18,5 24,9
25
Pra-Obes
25,0 29,9
Obes Tingkat l
30,0 34,9
Obes Tingkat ll
35,0 39,9
40,0
Faktor Fisiologik
Akibat
Absorpsi
Perubahan minor
Distribusi
Metabolisme
Ekskresi
Kenaikan
ukuran
ginjal,
kecepatan aliaran darah ginjal,
filtrasi glomeruli, dan sekresi
tubular.
= 50 kg + { 0,9 kg x (T 150)}
= 45 kg + { 0,9 kg x (T 150)}
Indeks masa tubuh (BMI) juga lazim digunakan untuk menghitung dosis pada
kelebihan berat badan dan obesitas (Shargel dkk, 2005) :
Absorpsi Obat
Informasi tentang pengaruh obesitas terhadap ketersediaan
hayati obat masih belum banyak, sehingga sementara ini
belum dapat dibuat generalisasi mengenai disposisi obat.
Ketersediaan hayati midazolam dan propranolol, dua obat
dengan rasio ekstraksi hepatik (Eh) tinggi, dan juga
dexfenfluramin, tidak berbeda antara subyek kegemukan
dengan berat badan normal. Begitu pula ketersediaan hayati
siklosporin pada penerima cangkok ginjal, tidak berbeda
antara pasien obesitas dan normal. Bahkan absorpsi dan enzim
metabolisme intestinal tidak terpengaruh oleh pasien
obesitas yang mengalami hypass lambung atau jejunoileum,
ketika antipirin digunakan sebagai probe (Blouin & Ensom,
2007)
DISTRIBUSI OBAT
Kecepatan dan luas distribusi obat tergantung dari berbagai faktor
obat dan fisiologik, sedangkan pada obesitas , terjadi kenaikan
curah jantung, volume darah, berat organ, berat tubuh langsing
(lean body mass; LBM) dan kenaikan jaringan adipose. Seperti yang
diketahui, LBM terdiri dari massa sel tubuh termasuk lemak
membran sel (merupakan komponen utama tubuh), air
ekstraseluler, dan jaringan konektif tanpa lemak; dan di dalam
massa sel tubuh inilah lebih dari 99% metabolisme terjadi
(Nawaratne dkk, 1998).
Jadi distribusi obat yang larut lemak (lipofilik) umumnya meningkat
karena kenaikan berat badan total, sehingga mempengaruhi besar
loading dose, interval pemberian obat, waktu-paro eliminasi dan
waktu yang diperlukan untuk mencapai kadar tunak di dalam darah.
Amikasin
Diazepam
Digoksin
Kafein
Siklosporin
Verapamil
Obesitas
LBM
Rasio
Obesitas/LB
M
26,8
291,9
981
69,9
229
71,3
18,6
90,7
937
43,6
295
301
1,4
3,2
1,1
1,6
0,8
2,4
METABOLISME OBAT
Studi tentang aktivitas metabolisme pada obesitas masih belum banyak.
Namun tabel berikut (Tabel 3.35) untuk sementara dapat dijadikan acuan
dalam memperkirakan disposisi obat.
Tabel 3.35. Pengaruh obesitas terhadap eliminasi hepatik dan renal
(Blouin & Ensom, 2007)
Enzim Hepatik
CYP2E1
CYP3A4 dan CYP2B6
Glukuronidase dan Sulfatase
Asetilase
Meningkat
Berkurang
Meningkat
Tidak berubah
Ekskresi ginjal
GFR dan sekresi tubular
Reabsorpsi tubular
Meningkat
Berkuang
EKSKRESI OBAT
Kegemukan juga mempercepat filtrasi glomeruli (GFR) dan sekresi
obat melalui tubuli ginjal, namun mengurangi reabsorpsi tubuli ginjal.
Hasil akhir dari fenomena ini ialah terjadinya kenaiakan klirens
ginjal. Jika eliminasi obat dari tubuh sebagian besar melalui ginjal,
dan sedikit dimetabolisme, maka kenaikan klirens ginjal dapat
diartikan sebagai kenaikan klirens total obat dari tubuh. Akibatnya
dosis perlu dinaikan untuk mengimbangi kenaikan klirens tersebu t.
Selain itu, pada obesitas juga terjadi kenaikan ukuran ginjal, dimana
kenaikan ini sebanding dengan kenaikan berat tubuh total dan luas
permukaan tubuh. Kenaikan GFR pada obesitas dibuktikan melalui
klirens Cr-EDTA dan klirens kreatinin, sedangkan kenaikan klirens
ginjal prokainamid, simetidin dan sefotaksim (Blouin & Ensom, 2007).
Meningkat
Berkurang
Alprazolam
Antipirin
Diazepam
Desmetildiazepam
Digoksin
Dexfenfluramin
Enoxaparin
Fenitoin*
Gliburid
Glipizid
Ifosfamid
Karbamazepin
Labetalol
Lidokain
Midazolam
Prokainamid
Propofol
Siklofosfamid
Siklosporin
Sotalol
Sufentanil
Teofilin
Bisoprolol
Busulfan
Chlorzoxazone
Diazepam
Enfluran
Gentamisin
Halotan
Ibuprofen
Kafein
Litium*
Lorazepam
Nebivolol
Nitrazepam
Oksazepam
Parasetamol
Prednisolon
Sefatoksim
Simetidin
Siprofloksasin
Tiopental
Tobramisin
Vankomisin
Doxorubisin
Metilprednisolon
Karbamazepin
Propranolol
Triazolam
Mekanisme Aksi
Sibutramin
hydrochloride
menghambat
reuptake
noradrenaline dan serotonin oleh sel saraf setelah kedua
neurotransmiter ini menyampaikan pesan diantara sel saraf
yang ada di otak. dihambatnya reuptake membuat kedua
neurotransmitter ini bebas menjelajah di otak. saat itulah
keduanya menghasilkan perasaan penuh (kenyang) pada pasien
sehingga mengurangi keinginan untuk makan.
Obat ini terbukti menurunkan asupan makanan dan
meningkatkan thermogenesis. Secara invivo, sibutramine
bekerja melalui 2 metabolit aktif yaitu M1 dan M2. Efikasinya
untuk menurunkan dan mempertahankan berat badan telah
ditunjukkan pada beberapa penelitian klinis.
Farmakokinetik Obat
Sibutramine diabsorpsi cepat di saluran gastroinestinal (77%).
Sibutramin terdistribusi luas ke jaringan terutama di hati dan
ginjal. Metabolit M1 dan M2 terikat sebanyak 94% pada protein
plasma sedangkan sibutramine terikat 97% pada protein plasma.
Hal ini menunjukkan bahwa volume distribusi (Vd) sibutramin,
metabolit M1 dan M2 kecil didalam tubuh.
Sibutramin mengalami first pass metabolisme di hati oleh sitokrom
P450 isoenzim CYP3A4 mengahasilkan dua metabolit aktif, M 1 dan
M2. Kedua metabolit ini selanjutnya mengalami konjugasi dan
hidroksilasi menjadi metabolit inaktif, yaitu M 5 dan M6. T1/2 eliminasi
sibutramin adalah 1 jam , Metabolite: M 1 : 14 jam, M2 : 16 jam.
Tmaks sibutramin 1,2 jam, Metabolit : M 1dan M2 : 3-4 jam.
Sibutramin dan metabolitnya dieksresikan terutama lewat urine
(77%) dan feses.
Xenical
Xenical yang mengandung Orlistat 120 mg ,rumus kimianya (S)-2formylamino-4-methyl-pentanoic acid (S)-1-[[(2S, 3S)-3-hexyl-4oxo-2-oxetanyl] methyl]-dodecyl ester. Rumus Empirisnya C29H53NO5.
Mekanisme Aksi
Xenical adalah suatu penghambat enzim lipase saluran cerna yang
poten dan spesifik dengan lama kerja yang panjang. Bekerja pada lumen
lambung dan usus halus dengan membentuk suatu ikatan kovalen pada
bagian serine yang aktif dari lipase pankreas dan lambung. Enzim yang di
non-aktifkan tersebut dengan demikian tidak dapat menghidrolisis
trigliserida makanan menjadi asam lemak bebas dan monogliserida yang
dapat diabsorpsi. Karena trigliserida yang utuh tidak diserap, maka defisit
kalori akan berdampak positif pada pengaturan berat badan. Dengan
demikian tidak diperlukan absorpsi sistemik dari obat untuk dapat
melakukan
aktivitas
kerjanya.
Farmakokinetik Obat
Absorpsi
Studi pada relawan sehat dengan berat badan normal dan relawan dengan obesitas
memperlihatkan jumlah orlistat yang diserap adalah minimal. Konsentrasi plasma orlistat
yang tidak terurai tidak terukur ( < 5 ng/ml) setelah 8 jam pemberian orlistat per
oral . Umumnya pada dosis terapi, kadar plasma orlistat yang tidak terurai hanya
terdeteksi secara sporadis dan dalam konsentrasi yang sangat rendah (<10 ng/ml atau
0,02mm), tanpa bukti-bukti akumulasi, yaitu konsisten dengan tingkat absorpsi yang
dapat diabaikan. Distribusi Volume distribusi tidak dapat ditentukan karena tingkat
absorpsi obat sangat minimal dan tidak memiliki farmakokinetik sistemik yang jelas.
Orlistat in vitro memperlihatkan > 99 % ikatan protein plasma (terutama lipoprotein dan
albumin). Distribusi orlistat ke dalam eritrosit sangat sedikit.
Metabolisme
Berdasarkan data yang diperoleh dari hewan, sangat mungkin metabolisme orlistat
terutama berlangsung pada dinding usus. Berdasarkan studi pada pasien obesitas, dua
metabolit utama yaitu M1 (cincin lakton 4 anggota dihidrolisis) dan M3 (M1 dengan Nformil leucine moiety dibelah) meliputi hampir 42 % dari total konsentrasi plasma yang
dihasilkan oleh fraksi yang sangat kecil dari obat yang diabsorpsi secara sistemik. M1
dan M3 mempunyai cincin B-lakton terbuka dan aktivitas hambat lipase yang sangat
lemah (1000 dan 2500 kali lebih lemah dari orlistat). Memperhatikan aktivitas hambat
dan kadar plasma yang rendah pada dosis terapetik (rata-rata 26 ng/ml dan 108
ng/ml), maka metabolit ini dianggap tidak bermakna secara farmakologi.
Eliminasi
Studi pada orang yang beratnya normal dan pasien obesitas menunjukkan bahwa
ekskresi melalui feses dari obat yang tidak diserap adalah merupakan cara eliminasi
utama. Hampir 97 % dari dosis obat yang diberikan akan diekskresi melalui feses
dan 83%nya dalam bentuk orlistat yang tidak terurai. Ekskresi ginjal kumulatif dari
total orlistat adalah < 2% dari dosis. Waktu untuk mencapai ekskresi lengkap (feses
dan kemih) adalah 3 - 5 hari. Ekskresi orlistat tampaknya serupa antara orang yang
mempunyai berat normal dan obesitas. Orlistat, M1 dan M3 juga diekskresi melalui
empedu. Indikasi dan penggunaan Xenical bersama-sama dengan diet rendah kalori
diindikasikan untuk pengobatan pasien-pasien obesitas dengan indeks massa tubuh
(BMI) lebih besar atau sama dengan 30 kg/m2, atau pasien dengan berat badan
berlebih
(BMI
>28
kg/m2
dengan
faktor
risiko
penyerta).
Pengobatan dengan orlistat sebaiknya hanya dimulai jika sebelumnya usaha
penurunan berat badan dengan melakukan diet berhasil mengurangi berat badan
sedikitnya 2,5 kg dalam 4 minggu berturut-turut. Pengobatan dengan orlistat
sebaiknya dihentikan setelah 12 minggu jika pasien tidak dapat mencapai penurunan
berat sedikitnya 5% dari berat badan saat memulai pengobatan.
Pentermine
(30 mg pada pagi hari atau 8 mg sebelum makan ) adalah stimulant yang agak
kuat dan potensial penyalahgunaan yang lebih rendah daripada amphetamine dan lebih
efektif daripada placebo-control studies. Efek samping ( peningkatan tekanan darah,
palpitasi, aritmia, midriasis, peningkatan kerja insulin hingga terjadi hipoglikemi) dan
ineteraksi dengan MAOI yang memiliki implikasi pada beberapa pasien.
Dietilpropion
( 25 mg sebelum makan atau 75 mg pada sediaan lepas lambat setiap pagi)
lebih efktif dari pada placebo dapat mengurangi berat badan dengan cepat. Adalah
salah satu supresan noradrenergic yang aman dan dapt digunakan pada pasien dengan
hipertensi ringan sampai sedang atau angina tapi tidak dapat digunakan pada pasien
dengan hipertensi berat atau penyakit kardiovaskuler yang signifikan.
Amfetamin
secara umum dihindari karena kekuatan stimulan dan potensial adiksinya.
Efedrin
(20 mg dengan atau tanpa caffeine 200 mg, sampai 3 kali sehari) memiliki
aktifitas supresif dan termogenik yang lebih baik daripada placebo dalam percobaan
hingga 6 bulan. Efek samping yang umum terjadi adalah tremor, agitasi, panic,
keringat berlebih dan insomnia, palpitasi dan takikardi juga pernah dilaporkan.
Fluoksetin
65 mg sehari memiliki penurunan berat badan 2-4 kg dari pada percobaan
control-plasebo. Tapi tidak berbeda diantara masing-masing grup dalam periode
hingga 1 tahun. Penemuan sejenis juga ditemukan pada penggunaan sertralin 200mg
per hari.
Peptida- peptida
(seperti leptin, neuropeptida Y, galanin) yang sedang diselidiki karena
manipulasi eksogenus mungkin menyediakan pendekatan terapetik kedepan untuk
manajemen
obesitas
(dipiro,
2005)
Ada dua faktor utama yang terlibat: laju absorpsi dan jumlah yang
terabsorpsi. Semakin cepat laju absorpsi, semakin tinggi kadar
puncak obat dalam darah dan efek terapeutik semakin cepat pula
tercapai. Sedangkan tingkat paparan terhadap obat akan bergantung
pada jumlah obat yang terabsorpsi.
Absorpsi sediaan oral dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor,
meliputi waktu transit didalam lambung dan usus, pH lambung dan
usus serta waktu pengosongan lambung, yang kesemuanya berbeda
pada neonatus maupun pada bayi. Waktu pengosongan lambung akan
menyamai orang dewasa pada bayi usia 6 bulan dan baru setelah 2
tahun produksi asam lambung akan meningkat sebanding dengan kadar
per kg seperti pada orang dewasa. Namun, pada bayi yang lebih tua
dan pada anak-anak ada bukti yang menunjukkan bahwa kebanyakan
sediaan oral yang diberikan akan diabsorpsi pada laju dan jumlah yang
sebanding dengan orang dewasa.
Distribusi
selama usia bayi, kadar air total dalam tubuh terhadap berat
badan total memiliki prosantase yang lebih besar daripada anak yang
lebih tua atau pada orang dewasa. Prosantase ini akan menurun sesuai
usia sebagaimana tercantum dalam tabel 12.1 (Walker & Edward,
1999). Obat yang larut dalam air seharusnya diberikan dengan dosis
yang lebih besar pada neonatus untuk mencapai efek terapeutik yang
dikehendaki. Sebagai contoh adalah gentamisin yang memerlukan dosis
3mg/kg/pemberian pada neonatus dibandingkan dengan dosis
2,5mg/kg/pemberian pada anak yang lebih tua untuk mencapai kadar
obat dalam plasma yang sama.
Tabel 12.1 Prosantase volume cairan ekstraseluler dan kadar air total dalam
tubuh terhadap berat badan
Usia
Cairan Ekstraseluler
(%)
Preterm neonatus
85
50
Term neonatus
75
45
3 bulan
75
30
1 tahun
60
25
Dewasa
60
20
Metabolisme
Pada saat lahir sebagian besar sistem enzim yang terlibat dalam metabolisme obat
belum terbentuk atau sudah ada namun dalam jumlah yang sangat sedikit.
Sehingga kapasitas degradasi metabolismenya juga belum optimal.
Tetapi, ukuran hati dibandingkan dengan berat badan total pada anak yang sedang
berkembang lebih besar 50% dibandingkan dengan orang dewasa. Oleh karena it,
pada bayi yang lebih tua dan anak terdapat peningkatan yang cukup besar dalam
hal laju metabolismenya. Sehingga untuk obat-obat tertentu dosis (mg/kg) yang
lebih besar mungkin diperlukan oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa.
Ekskresi
Laju filtrasi glomeruler (GFR) pada bayi yang baru lahir lebih rendah dibandingkan
dengan orang dewasa karena ginjalnya relatif belum berkembang dengan baik.
sebagai contoh, fungsi ginjal pada neonatus sekitar 30-40% atau kurang dari itu,
dibandingkan dengan orang dewasa. Jadi, kemampuan mengeliminasi obat pada
neonatus dan bayi yang sangat belia tentu saja menjadi belum optimal dan
penurunan dosis mungkin diperlukan. Tetapi GFR akan meningkat secara cepat
setalah minggu-mingggu pertama kelahiran dan mencapai nilai yang sebanding
dengan orang dewasa pada usia 1 tahun.
DOSIS
Banyak rumus yang telah dikembangkan untuk
memperkirakan dosis pada anak berdasarkan usia, berat
dantinggi badan. Namun perubahan pada luas permukaan
tubuh paling mencerminkan klirens obat sekaligus
kebutuhan akan perubahan pada dosis obat. Perhitungan
dosis berdasarkan luas permukaan tubuh terutama penting
bila berkaitan dengan obat yang mempunyai indeks terapi
sempit, misalnya bahan sitotoksik. Rumus berikut dapat
digunakan untuk menghitung luas permukaan tubuh pada
pasien tersebut.
Luas permukaan tubuh = ((tinggi (cm)x berat (kg) / 3600
Berat Badan
Ideal (kg)
Luas
Permukaan
Tubuh (m)
Prosentase
Terhadap Dosis
Dewasa*
Neonatus (full
term)
3,5
0,23
12,5
1 bulan
4,2
0,26
14,5
3 bulan
5,6
0,32
18
6 bulan
7,7
0,40
22
1 tahun
10
0,47
25
3 tahun
15
0,62
33
5 tahun
18
0,73
40
7 tahun
23
0,88
50
12 tahun
39
1,25
75
Dewasa Pria
68
1,80
100
Dewasa Wanita 56
1,60
100
FARMAKOKINETIK
Pada usia lanjut perubahan terjadi pada saluran cerna yang diduga mengubah
absorbsi obat, misalnya meningkatnya pH lambung, menurunnya aliran darah
ke usus akibat penurunan curah jantung dan perubahan waktu pengosongan
lambung dan gerak saluran cerna. Oleh karena itu, kecepatan dan tingkat
absorbsi obat tidak berubah pada usia lanjut, kecuali pada beberapa obat
seperti fenotain, barbiturat, dan prozasin (Bustami, 2001).
Pada distribusi obat terdapat hubungan antara penyebaran obat dalam cairan
tubuh dan ikatannya dengan protein plasma (biasanya dengan albumin, tetapi
pada beberapa obat dengan protein lain seperti asam alfa 1 protein), dengan
sel darah merah dan jaringan tubuh termasuk organ target. Pada usia lanjut
terdapat penurunan yang berarti pada massa tubuh tanpa lemak dan cairan
tubuh total, penambahan lemak tubuh dan penurunan albumin plasma.
Penurunan albumin sedikit sekali terjadi pada lansia yang sehat dapat lebih
menjadi berarti bila terjadi pada lansia yang sakit, bergizi buruk atau sangat
lemah. Selain itu juga dapat menyebabkan meningkatnya fraksi obat bebas
dan aktif pada beberapa obat dan kadang-kadang membuat efek obat lebih
nyata tetapi eliminasi lebih cepat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1997, FDA Talk Paper, FDA Approves Sibutramine To Treat Obesity ,
mepage.html, diakses tanggal 15 Maret 2009
http://
Anonim, 2006, Drug Information Handbook, 14th Edition, 1444-1446, Lexi Comp, Ohio
Anonim, 2008, Tanggung Jawab Badan Pengawas Obat dan Makanan Terhadap Konsumen Obat
sional Yang Mengandung Bahan Kimia Obat ( BKO ), http://pustaka.net, diakses tanggal 15 Maret
Tjay, Tan Hoan, dan Kirana Rahardja, 2007, Obat-Obat Penting, Edisi Keenam, 497-499, Elex
utindo, Jakarta
Media
Volume:56,
Waspadji, Sarwono, et all, 2003, Pengkajian Status Gizi, Cetakan Pertama, Balai Penerbit:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Wing, Rena R., et all, 2006, A Self-Regulation Program for Maintenance of Weight Loss,
NEJM, Volume:355, hal 1563-1571.
Anonim, 2006, Terapi pada Usia Lanjut (Geriatri),
http://pojokapoteker.blogspot.com/2008/12/terapi-pada-usia-lanjut-geriatri.html
Anonim, 2004, Bagi Kaum Lansia Obat tidak Selalu Menjadi Sahabat
http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0804/01/index.htm.. Diakses tanggal 14 Maret 2009
Bustami,Z.S. 2001. Obat Untuk Kaum Lansia. Edisi kedua. Penerbit ITB. Bandung
Darmojo-Boedi, Martono Hadi (editor). 2006. Buku Ajar Geriatri. Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran UI. Jakarta
Darmansjah, Iwan, Prof. 1994. Jurnal Ilmiah : Polifarmasi pada Usia Lanjut. Diakses tanggal
14 Maret 2009
Manjoer, Arif M, 2000, Kapita Selekta Kedokteran, 12, Media Aesculapius, Jakarta.