Anda di halaman 1dari 122

Diterbitkan oleh Pengurus

Pusat

Ikatan Apoteker
Indonesia
Terbit 2 kali setahun pada bulan Januari
dan Juli

Jurnal Farmasi Indonesia adalah jurnal ilmiah resmi Ikatan


Apoteker Indonesia. Isi Jurnal mencakup semua aspek dalam
ilmu pengetahuan dan teknologi kefarmasian antara lain
farmakologi, farmakognosi, ftokimia, farmasetika, kimia
farmasi, biologi molekuler, bioteknologi, farmasi klinik, farmasi
komunitas, farmasi pendidikan, dan lain-lain.
Jurnal mengundang makalah ilmiah dari teman sejawat, baik
apoteker maupun bukan apoteker yang isinya dapat memacu
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang
kefarmasian dan bidang-bidang lain yang berkaitan. Makalah
dapat berupa laporan hasil penelitian atau telaah pustaka.
Jurnal Farmasi Indonesia dapat diperoleh di Sekretariat PP IAI
atau Redaksi
Jurnal
Farmasi
Indonesia

ISSN: 1412-1107
Copyright 2013 Ikatan Apoteker Indonesia
Gambar cover oleh: Arry Yanuar
Printing : PT ISFI Penerbitan
Gambar cover:
Adalah struktur Xanthin Oksidase yang diambil dari protein databank dengan kode
3EUB
dengan judul Crystal Structure of Desulfo-Xanthin Oxidase with Xanthin
Gambar struktur 3EUB diolah menggunakan Visual Molecular Dynamics
(VMD), kemudian rendering dilakukan dengan POV-RAY.
Harga Berlangganan:
Rp. 100.000,- per tahun (2 Nomor)

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Dipersembahkan Untuk
Kemajuan
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi
Kefarmasian
di
Indonesia

iv

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Tim
Redaksi

Pemimpin
Umum/
Penanggung
Jawab
Drs. M. Dani Pratomo, MM,
Apt

Wakil Pemimpin
Umum
Drs. Wahyudi U. Hidayat,
MSc, Apt

Ketua Dewan
Editor
Prof. Dr. Ernawati Sinaga,
MS, Apt

Editor
Pelaksana
Dr. Christina Avanti MSi,
Apt

Anggota Dewan
Editor
Prof. Dr. Shirly Kumala,
MBiomed, Apt
Prof. Dr. Eddy Meiyanto,
Apt
Prof. Dr. Daryono Hadi Tjahono, MSc,
Apt Pharm. Dr. Joshita Djajadisastra,
MS, PhD, Apt Dr. Umi Athijah, MS, Apt
Dr. Arry Yanuar, MSc,
Apt
Raymond R. Tjandrawinata, PhD,
MS, MBA

Manajer
Administrasi
Dra. Chusun Hamli, MKes,
Apt

Manajer
Sirkulasi
Drs. Azwar Daris, MKes,
Apt

Staf Administrasi dan


Sirkulasi
Evita Fitriani, SFarm,

Tim
Redaksi

Apt
Dani Rachadian,
SSos
Siti Kusnul Khotimah,
SSos

Desain &
layout
Ramli
Badrudin

Alamat
Redaksi/Penerbit
Jl. Wijayakusuma
No.17
Tomang - Jakarta Barat
Telepon/Fax 021- 5671800
jfi@ikatanapotekerindonesia
.net
jurnalfarmasiindonesia@gma
il.com online submission
website: jfi.iregway.com

Daftar Isi

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase 122 dari


128
Ekstrak Buah
Andaliman
(Zanthoxylum
Ruth
Elenora Kristanty,
Abdul Munim, dan Katrin
Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified Cassava
Flour)
WiraSingkong
Noviana Suhery,
Auzal Halim,
danFormulasi
Henny Lucida
dan Pati
Termodifkasi
untuk
Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari
Etanolik
Murrukmihadi,
SubagusrosaWahyuono,
Bunga Mimiek
Kembang
Sepatu (Hibiscus
Marchaban, dan Sudibyo Martono

129 137
138 -141

Analisis Adverse Drug Reactions Pada Pasien


Asma di Suatu Rumah Sakit,
Amelia Lorensia,Surabaya
Beny Canggih, dan Rizka Indra
Wijaya
Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol Umbi
Mahakaan terhadap Waktu Perdarahan,
dan Jumlah
Trombosit Darah Mencit Putih
Pembekuan,
Betina
Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

142 150

Penentuan Kadar Rubraxanton pada Ekstrak Kulit


Batang
Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy
Prima spp.
Putra,
Garcinia
dan Fatma Sriwahyuni

159 165

Alga Merah sebagai Bahan Bakto Agar


Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani,
dan Atut Ruswita

151 158

166 -171

Karakteritik Fisik dan Displacement Value


Supositoria
Alasen Sembiring
Milala,
Aditya
Triaspradana,
Neomicin
Sulfat
Berbasis
PEG
dan Andrew Pierce Boehe

172-176

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by


Cyclophosphamide
Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto,
and
Raymond R. Tjandrawinata

177 183

Petunjuk bagi Penulis


Instructions for Authors

Artikel
Penelitian

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin


Oksidase dari
Ekstrak Buah Andaliman (Zanthoxylum
acanthopodium DC.)
Ruth Elenora Kristanty1, Abdul
Munim2, Katrin2

ABSTRACT:
The
fruits
of
andaliman
(Zanthoxylum
acanthopodium DC.) are well known in North Sumatera and
commonly used as seasoning for Batak traditional cuisine. Aims
of this study were to determine the scavenging activity of free
radi- cals and xanthine oxidase inhibitory activity from the
andaliman fruit extracts after macerated gradually in
petroleum ether, dichloromethane, ethyl acetate, n-butanol,
and methanol. Activity assays were evaluated in vitro by using
DPPH and enzyme xanthine oxidase. The results showed that nbutanol extract has me- dium antioxidant activity with IC50
values of 53.51 g/mL and methanol extract has strong
antioxidant activity with IC50 values of 26.39 mg/mL. Xanthine
oxidase inhibitory activity of the extract given by n-butanol and
methanol are very strong with IC50 values of 3.69 g/ mL and
4.03 g/ mL.
Keywords : antioxidant, free radical, xanthine oxidase,
Zanthoxylum acan- thopodium DC.
ABSTRAK: Andaliman (Zanthoxylum acanthopodium DC.)
adalah tanaman liar yang tumbuh di daerah Sumatera Utara,
umumnya digunakan sebagai rempah-rempah untuk bumbu
masakan tradisional masyarakat Batak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui aktivitas peredaman radikal
bebas dan penghambatan xantin oksidase dari ekstrak buah
andaliman setelah dimaserasi secara bertingkat dengan
petroleum eter, diklorometa- na, etil asetat, n-butanol, dan
metanol. Pengujian aktivitas dilakukan secara in vitro
menggunakan DPPH dan enzim xantin oksidase. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol memiliki
aktivitas antioksidan yang
menengah dengan
sebesar 53,51 g/mL dan ekstrak
50
nilai IC
metanol memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan50 sebesar 26,39
nilai IC
g/
mL. Aktivitas penghambatan xantin oksidase yang diberikan
oleh ekstrak
1

Jurusan Analisa Farmasi

dan Makanan, Politeknik Kesehatan Kemenkes Jakarta II,


Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n
Januari 2013

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim,


dan Katrin
ndonesia.

Fakultas Farmasi,
Universitas
Indonesia, Depok.
2

diklorometana, n-butanol, dan metanol sangat kuat


sebedengan nilai IC
50
sar 3,9 g/mL, 3,69 g/mL, dan 4,03 g/mL.
Kata kunci: Antioksidan, radikal bebas, xantin oksidase,
Zanthoxylum acan- thopodium DC.

Korespondensi:
Ruth Elenora Kristanty
Email : ruth.elenora@yahoo.com

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

PENDAHULUAN
Radikal
bebas
dihasilkan
secara
normal di dalam tubuh oleh metabolisme
sel, peradangan, atau ketika tubuh
terpapar polusi lingkungan (1). Jika
terjadi paparan radikal yang melebihi
daya proteksi endogen maka tubuh
membutuhkan
antioksidan
eksogen
untuk mengatasi masalah- masalah
seperti penyakit degeneratif (2). Kerja
antioksidan dapat dibagi melalui dua
mekanisme
utama
yaitu
dengan
meredam radikal bebas dan meniadakan
sumber inisiasi oksidatif seperti dengan
menghambat enzim (3). Penghambatan
pembentukan radikal bebas melalui
mekanisme
penghambatan
xantin
oksidase dapat menurun- kan jumlah
radikal bebas dan melindungi tubuh dari
kerusakan jaringan (4).
Berbagai macam antioksidan sintetik
seperti butylated hydroxytoluene (BHT)
telah dilapor- kan memiliki beberapa efek
samping seperti kerusakan hati dan
mutagenesis (5). Alopurinol sebagai obat
sintetik yang telah lama digunakan untuk
mengobati penyakit gout (6) dengan mekanisme
kerja
menghambat
xantin
oksidase
(7), juga
dilaporkan
memberikan banyak efek sam- ping
seperti reaksi alergi pada kulit dan
diare (8). Dengan demikian, diperlukan
obat alternatif yang memiliki aktivitas
pengobatan lebih baik dan aman, yaitu
dari bahan alam atau tumbuhan.
Dalam masyarakat Batak, dikenal
rempah yang
tergolong
tanaman
liar yakni andali- man (Zanthoxylum
acanthopodium DC.) yang merupakan
tanaman khas daerah Sumatera Utara
(9,10) tetapi belum dimanfaatkan sebagai tanaman obat. Tanaman-tanaman
dari genus Zanthoxylum (bagian kulit
kayu dan daun) biasanya digunakan
secara luas untuk mengobati inflamasi dan
rematik (8). Buah andaliman telah
dilaporkan memiliki aktivitas anti inflamasi

(11) dan juga telah diteliti aktivitas


antioksidan ekstrak etanol buah andaliman dalam beberapa sistem pangan
(11) serta aktivitas antiradikal ekstrak
etanol buah andaliman konsentrasi 200
ppm yang menunjukkan daya in- hibisi
sebesar
61,81%
(12).
Penelitian
antioksidan terhadap buah andaliman
yang telah dilaporkan

masih terbatas pada pengujian terhadap


ekstrak kasar dan penelitian yang
mengungkap aktivitas buah andaliman
dalam menghambat xantin oksi- dase
belum pernah dilaporkan sampai saat ini.

METODE
PENELITIAN
Bahan
Uji
Buah segar andaliman diperoleh dari
Kabu- paten Dairi, Sumatera Utara.
Tanaman andaliman dideter-minasi di
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia,
Pusat Penelitian Biologi, Cibinong. Bagian tanaman yang digunakan sebagai
simplisia adalah buah yang berwarna
hijau. Buah sebanyak
13 kg disortasi, dicuci, dan dikeringkan
di lemari pengering pada suhu 40oC.
Selanjutnya
simplisia
dihaluskan
menggunakan
blender hingga menjadi serbuk.
Bahan
Kimia
Bahan kimia yang digunakan antara
lain petro- leum eter, n-heksana,
diklorometana, etil asetat, metanol, dan

n-butanol
teknis
(Brataco
Chemika,
Indonesia) yang telah didestilasi, kloroform
p.a, metanol p.a, dan n-heksana p.a
(Merck, Jerman), air suling demineral
(Brataco Chemika, Indonesia), dimetil
sulfoksida atau DMSO (Merck, Jerman),
Alo- purinol (Pyridam Farma, Indonesia),
silika gel G-60 (Merck, Jerman), DPPH
(Sigma Aldrich, Singapura), BHT (Sigma
Aldrich, Singapura), Kuersetin (Sigma
Aldrich, Singapura), Xantin (Sigma Aldrich,
Singa- pura), Xantin oksidase (Sigma
Aldrich, Singapura).
Ekstra
ksi
Sebanyak 3 kg serbuk simplisia buah
andaliman dimaserasi secara bertingkat
mulai dari pelarut petroleum eter,
diklorometana, etil asetat, n-buta- nol,
dan metanol, kemudian dikocok selama 6
jam
dengan
pengaduk
mekanik.
Campuran didiamkan
24
jam
lalu
disaring
dan
fltrat
dikumpulkan dalam suatu wadah. Total
pemakaian pelarut adalah 9 L petroleum
eter, 8 L diklorometana, 8 L etil asetat,
10 L n-butanol, dan 7 L metanol. Masingmasing fl- trat diuapkan menggunakan
rotavapor pada suhu

Aktivitas Antioksidan dan Penghambat Xantin Oksidase dari Ekstrak


Buah Andaliman

Tabel 1. Data Rendemen Ekstrak Buah Andaliman


No.

Ekstrak

Bobot ekstrak
(g)

1.
2.

Petroleum eter
Diklorometana

3.

Etil asetat

50

4.

n-butanol

65

2,17

5.

Metanol

30

1,00

100
60

50-60C kecuali ekstrak n-butanol pada


suhu 75C
sehingga diperoleh ekstrak kental
petroleum eter,
diklorometana, etil asetat, n-butanol dan
metanol,
lalu ditimbang dan dihitung rendemennya
terha- dap bobot simplisia awal (tabel 1).
Uji Aktivitas Antioksidan
Ekstrak
Pengujian aktivitas antioksidan secara
kuanti- tatif melalui peredaman radikal
DPPH terhadap masing-masing ekstrak
kental dilakukan meng- gunakan metode
Blois (1958) yang dimodifkasi. Sebanyak
1,0 mL diambil dari masing-masing
larutan uji yang telah dibuat dengan
konsentrasi
10, 20, 50, 100, dan 200 ppm, dicampur
dengan
1,0 mL larutan DPPH 100 g/mL dan 2,0
mL metanol p.a serta dihomogenkan dan
didiamkan selama 30 menit pada suhu
37C terlindung dari cahaya. Serapan
larutan diukur pada panjang gelombang
517 nm. Pengujian dilakukan duplo.
Prosedur yang sama juga dilakukan
terhadap BHT sebagai larutan standar
dengan konsentrasi
1, 2, 4, 10, dan 16
ppm.
Persentase inhibisi terhadap radikal
DPPH dari masing-masing konsentrasi
larutan sampel dapat dihitung dengan
persamaan :

Bobot Simplisia
(g)

Rendemen
(%)
3,33
2,00

3000

1,67

Semakin kecil nilai menunjukkan


IC
semakin
50
tinggi aktivitas antioksidannya (7).
Ekstrak yang
50

mempunyai nilai antara 10-50 g/mL


IC
adalah

ekstrak dengan aktivitas antioksidan yang


kuat (13).
Uji Aktivitas Penghambatan Xantin
Oksidase oleh Ekstrak
Pada penelitian ini, dilakukan pengujian
ak- tivitas penghambatan xantin oksidase
oleh ma- sing-masing ekstrak kental
dengan metode Owen dan Johns (1999)
yang dimodifkasi. Pengujian sampel
dilakukan duplo.
Larutan
yang
disiapkan
untuk
pengujian ter- diri dari larutan xantin
sebagai substrat, larutan enzim (xantin
oksidase), dan larutan uji. Larutan
substrat yang digunakan adalah larutan

100%

Keteranga
n:
Q

= persentase inhibisi (%)

A0 = serapan kontrol (pelarut + DPPH)


A1 = serapan larutan uji (pelarut + DPPH +
sampel)

Ruth Elenora Kristanty, Abdul Munim,


xantin
dan Katrin
0,15
mM
yang
diperoleh
dari
pengenceran laru- tan stok 1 mM dengan
menimbang 15,21 mg xantin dan
diencerkan dengan air demineralisasi
dalam labu ukur 100 mL. Larutan xantin
oksidase
0,1 unit/mL dibuat dengan menimbang
9,09 mg xantin oksidase dan dilarutkan
dengan larutan dapar fosfat sampai 10,0
mL. Larutan uji diper- oleh dengan
menimbang 10,0 mg ekstrak kental dan
dilarutkan dalam sedikit DMSO kemudian
dilarutkan
dalam
dapar
fosfat
menggunakan labu
ukur 10 ml sebagai larutan induk (1000
ppm) lalu
diencerkan dengan dapar fosfat hingga
diperoleh konsentrasi akhir larutan
sampel sebesar 100,
50, 20, 10, 5 dan 1 ppm.
Kondisi optimum pengujian mengacu
pada

optimasi
yang
telah
dilakukan
sebelumnya, yaitu pada waktu inkubasi
40 menit, suhu 30oC, pH 7,8, dan
konsentrasi substrat (xantin)
0,15 mM.
Ma- sing-masing sampel sebanyak 1,0 mL
dimasukkan

ke dalam tabung reaksi terpisah dengan


variasi konsentrasi tertentu. Selanjutnya
ke dalamnya di- tambahkan 2,9 mL
larutan dapar fosfat dan 2,0 mL xantin
lalu diprainkubasi pada suhu 30oC
selama
10 menit. Xantin oksidase 0,1 unit/mL
sebanyak
0,1 mL ditambahkan lalu diinkubasi
kembali pada suhu 30oC selama 30
menit. Setelah masa inku- basi, ke dalam
campuran dengan segera ditam- bahkan
asam klorida 1N sebanyak 1,0 mL untuk
menghentikan reaksi dan dihomogenkan.
Cam- puran larutan uji selanjutnya diukur
serapannya
menggunakan
spektrofotometer UV pada panjang
gelombang hasil optimasi (284 nm) untuk
meli- hat besarnya pembentukan asam
urat yang terjadi dalam larutan uji
kemudian ditentukan seberapa besar
persen hambatan ekstrak yang diujikan
ter- hadap xantin oksidase.
Persentase hambatan xantin oksidase
(XO) di- hitung dengan persamaan
berikut (14):

% hambatan xantin oksidase = 1


100%

Keterangan :

Tabel 2. Hasil uji antioksidan


ekstrak buah andaliman
Sampel

Ekstrak
petroleum
eter

Ekstrak
diklorometana

Ekstrak
etil asetat

Ekstrak
n-butanol

A = selisih serapan blanko dengan kontrol blanko


(A -A )
1
0

B = selisih serapan sampel dengan kontrol sampel


(BEkstrak
-B )
1
0

metanol

Nilai IC50 diperoleh melalui analisis regresi


linier yang diplot antara konsentrasi
BHT
sampel ter- hadap persentase hambat
(1). Pengujian juga
dilakukan terhadap blanko, kontrol blanko, dan
kontrol sampel.
Penapisan Fitokimia
Terhadap ekstrak yang aktif menurut
hasil uji peredaman radikal DPPH dan uji
penghambatan
xantin
oksidase,
dilakukan pemeriksaan kandung- an
kimia dengan beberapa pereaksi kimia
antara lain pereaksi untuk alkaloid,
flavonoid, triterpe- noid/steroid, glikosida,

Konsentrasi
IC (g/mL) inhibisi
(g/mL)

200
100
50
20
10

14,92
14,61
8,19
6,83
6,29

200
100
50
20
10

33,71
18,27
11,44
12,12
12,44

200
100
50
20
10

29,91
18,34
9,18
5,99
1,82

200
100
50
20
10

46,97
25,89
14,43
8,95
6,27

100
50
20
10

47,66
24,87
12,71
7,27

16
10
4
2
1

37,09
26,65
15,22
9,23
6,87

50

220,67

88,26

83,50

53,51

26,39

5,52

saponin, dan tanin.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Serbuk buah andaliman dimaserasi
secara bertingkat mulai dari pelarut non
polar sampai dengan pelarut polar yang

bertujuan untuk mem-

peroleh
ekstrak
dengan
rentang
kepolaran yang berbeda.
Diperoleh
ekstrak petroleum eter dan ekstrak nbutanol dengan rendemen
yang lebih
besar dibandingkan ekstrak lainnya dan
ekstrak metanol sebagai ekstrak dengan
rendemen paling kecil.
Uji Aktivitas Antioksidan Ekstrak
Buah Andali- man
Pengujian aktivitas antioksidan secara
kuanti- tatif terhadap masing-masing
ekstrak buah anda- liman dengan metode
peredaman radikal DPPH menggunakan
spektrofotometer UV-Vis pada pan- jang
gelombang maksimum larutan DPPH
yaitu

Tabel 3. Hasil uji penghambatan


xantin oksi- dase oleh ekstrak
buah andaliman
Sampel

Tabel 4. Hasil uji penghambatan


xantin oksi- dase oleh
alopurinol

Sampel
Konsentrasi
%50
IC
(g/mL)
inhibisi
(g/mL)

Ekstrak
31,1 petroleum
37,8
eter
53,6
9,9
20
50

Alopurinol
45,11

5
10
57,1
48,5

Konsentra
%
si
inhibis

IC50
(g/mL

0,1
0,2
5
0,5

55,42

87,56

0,02

74,6

100
49,9
1
47,3
5
10

Ekstrak
diklorometana
3,9

56,6
54,0

20
50

27,7
50,6
100
67,8

butanol memiliki aktivitas antioksidan


menengah dan ekstrak metanol memiliki
aktivitas antioksi- dan yang kuat. Diduga
ekstrak buah andaliman mengandung
senyawa
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan. 50
BHT sebagai antioksidan
sintetik

1
49,7
Ekstrak etil
asetat
9,54

5
10

53,1
32,1

20
42,9
50
47,3
100
55,0

Ekstrak
41,3
n- butanol
3,69

1
39,5

10

56,6
46,4

517 nm. Pengujian larutan sampel dan


standar dilakukan untuk mengetahui
kemampuan
antioksidan
yang
diberikan oleh ekstrak dan standar .
Hasil pengujian terhadap sampel
menunjukkan bahwa ekstrak n-butanol dan
metanol me-

20
46,4
50
66,4
100
69,9
1
41,6
Ekstrak
50,7
metanol
4,03

5
10
20
48,7
50
54,7
100

memiliki nilai 5,5 g/mL yang


IC
menunjukkan
bahwa senyawa standar tersebut memiliki
aktivitas antioksidan yang sangat kuat
(<10g/mL). Ni50
lai IC setiap ekstrak dapat dilihat pada
Tabel 2.

49,6

Uji Aktivitas Penghambatan Xantin


Oksidase
Pengujian
aktivitas
penghambatan
masing-ma- sing ekstrak buah andaliman
terhadap xantin ok- sidase dilakukan
secara in vitro. Prinsip dasar pe- ngujian
ini adalah mengukur serapan dari asam
urat sebagai produk akhir dari reaksi
katalisis xan- tin oksidase terhadap
substratnya
yaitu
xantin
(17)
menggunakan spektrofotometer UV-Vis
miliki nilai
IC

pada pan- jang gelombang hasil optimasi,


suhu optimum,
pH optimum dan
konsentrasi substrat yang optimum.
Panjang gelombang maksimum yang
digunakan adalah 284 nm. Dari hasil
pengukuran,
kondisi
optimum
O
ditunjukkan pada suhu 30 C dan pH 7,8
dan konsentrasi substrat yang digunakan
pada uji peng- hambatan aktivitas xantin
oksidase adalah 0,15 mM.
Pengujian larutan blanko dan kontrol
blanko

lebih kecil dibandingkan


ekstrak
lainnya yaitu dengan
sebesar 53,51
50
nilai IC
dan
26,39 g/mL. Ekstrak yang mempunyai 50
nilai IC antara 50-100 g/mL adalah
ekstrak dengan ak- tivitas antioksidan
menengah dan ekstrak yang

dilakukan untuk mengetahui aktivitas


enzim tan-

mempunyai nilai antara 10-50 g/mL


50
IC
adalah
ekstrak dengan aktivitas antioksidan
yang kuat
(13). Berdasarkan rentang tersebut,
ekstrak n-

standar, sedangkan kontrol sampel dan


kontrol

50

pa penambahan ekstrak, pengujian


larutan sampel
dan alopurinol sebagai standar
dilakukan untuk mengetahui kemampuan
penghambatan aktivitas
enzim yang diberikan oleh ekstrak dan
senyawa

alopurinol dilakukan sebagai faktor


koreksi terha- dap larutan sampel dan
senyawa standar.

Ekstrak yang tidak dapat larut dengan


air be- bas karbondioksida P dilarutkan
terlebih dahulu dengan 5 tetes DMSO
(dimetil sulfoksida). Sebagai standar
digunakan senyawa alopurinol. Hasil pengujian menunjukkan bahwa alopurinol
memiliki
efek penghambatan aktivitas xantin
oksidase de0,02 g/mL (tabel 4). Hasil
ngan nilai 50
penguIC

antrakuinon,
dan
terpenoid
kecuali
saponin dan tanin. Diduga bahwa
komponen yang aktif dari ekstrak nbutanol dan metanol berasal dari golongan senyawa tersebut.

jian aktivitas penghambatan xantin


oksidase oleh masing-masing ekstrak
menunjukkan ekstrak
n-butanol memiliki nilai paling kecil
50
IC
dibandingkan ekstrak lainnya yaitu 3,69 g/mL
(Tabel

Berdasarkan hasil pengujian aktivitas


antiok- sidan ekstrak buah andaliman
(Zanthoxylum ac-

3) yang menunjukkan ekstrak n-butanol


memiliki kemampuan
penghambatan
enzim yang sangat kuat.
Diduga ekstrak buah andaliman ini
mengan- dung senyawa yang memiliki
aktivitas pengham- bat xantin oksidase.

KESIMPULAN DAN SARAN

anthopodium DC.) melalui peredaman


radikal bebas DPPH, diperoleh
nilai IC

ekstrak nbutanol

International Life Science Insti- tute press


1995.
2. Suryanto E, Sastrohamidjojo H, Raharjo S,
Trang-

IC

gono.

Antiradical

activity

of

andaliman (Zanthoxy- lum acantho-podium


DC.) fruit extract. Indonesian Food and
Nutrition Progress 2004; II (1): 15-19.

Penapisan
Fitokimia
Penapisan ftokimia dilakukan terhadap
eks- trak n-butanol dan metanol sebagai
ekstrak
yang
memiliki
aktivitas
antioksidan dan penghambatan xantin
oksidase. Penapisan ftokimia bertujuan
untuk mengetahui keberadaan senyawa
ber- dasarkan
golongannya
sebagai
informasi awal kandungan
senyawa yang terdapat pada ekstrak
aktif. Hasil identifkasi menunjukkan
bahwa ekstrak n-butanol mengandung
senyawa golongan alkaloid, flavonoid,
glikosida, tanin,

DAFTAR
PUSTAKA
1. Langseth L. Oxidant, Antioxidant, and
Disease

Pre-

vention.

Belgium:

3. Umamaheswari

M,

Asokkumar

K,

Sivashanmugam AT, Remyaraju A. In vitro


xanthine oxidase inhibitory activity of the
fractions of Erythrina stricta Roxb. Journal of
Ethnopharmacology 2009; 124: 646-648.

sebesar 53,51 g/mL dan ekstrak


metanol sebesar
26,39
g/mL.
Berdasarkan
hasil
pengujian
penghambatan
xantin
oksidase, ekstrak n-butanol dan metanol
memiliki aktivitas yang kuat dengan nilai
sebesar 3,69 g/mL dan 4,03 g/mL.
Perlu dilakukan isolasi lebih lanjut
senyawa murni dari ekstrak n-butanol
maupun dari ekstrak metanol buah
andaliman
(Zanthoxylum
acanthopodium DC.) yang memiliki aktivitas
antioksidan dan penghambat xantin
oksidase.

Politeknik Kesehatan Kementerian


Ke50
sehatan Jakarta II.

4. Lin CN, Huang AM, Lin KW, Hour TC, Ko


50

HH, Yang SC, Pu YS.

Xanthine oxidase

inhibitory

of

terpenoids

Amentotaxus

formosana protect cisplatin-in- duced cell


death by reducing reactive oxygen species (ROS) in normal human urothelial and
blad- der cancer cells. Phytochemistry
2010; 71(1718):
21402146.
5. Sahgal G, Ramanathan S, Sasidharan S,
Mordi MD, Ismail S, Mansor SM. In vitro

UCAPAN
KASIH

TERIMA

antioxidant
inhibitory
Swietenia

Penelitian
ini
dilaksanakan
di
Universitas In- donesia dan dibiayai oleh
beasiswa program ma- gister dari

and

xan-

activities

thine
of

mahagoniseed

oxidase

methano- lic
extracts.

Molecules
2009; 14: 4476-4485.
6.
Pacher P, Nivorozhkin A, Szabo C.
Therapeutic ef-

fects

of

xanthine

oxidase

inhibitors:

half a century

after the

Xanthine oxi- dase inhibition of selected

discovery of allopurinol. Pharmacology

Philippine medicinal plants. Journal of

Review 2006; 58(1): 87114.

Medicinal Plants Research 2011;

renaissance

13.

7. Marks DB, Marks AD, Smith CM. Basic

5(2): 289-292.

Medical Biochemistry: AClinical Approach.

14. Blois MS. Antioxidant determinations by

Brahm UP. Bio- kimia Kedokteran Dasar

the use of a stable free radical. Nature

[Terjemahan] Jakarta. Buku Kedokteran

1958; 181:1199-

EGC; 2000.

1200.

8. McInnes GT, Lawson DH, Jick H. Acute


adverse

actions

attributed

Siregar BL. Andaliman (Zanthoxylum

to

acanthopo- dium DC.) di Sumatera Utara:


Deskripsi dan Perke- cambahan. Jurnal

of the Rheumatic Disease 1981;

Hayati 2002; 10(1): 38-40.

9. Owen

re-

15.

allopurinol in hospitalised patients. Annals


40:
249.

245-

16. Negi JS, Bish VK, Bhandari AK, Singh P,

P,

Johns

T.

Xanthine

oxidase

inhibitory ac- tivity of northeastern North


American plant reme- dies used for gout.
Journal of Ethnopharmacology

10.

Terapan Analisis Hansch Untuk Aktivitas


senyawa

Tu-

runan

Flavon/Flavonol; 2003.
11. Yanti, Pramudito, TE, Nuriasari N, Juliana
K.

Lemon

pepperfruitextract

(Zanthoxylumacanthopodium
suppresses

the

inflammatory-

DC.)

expression
mediators

of
in

lipopolysaccharide-inducedmacrophagesin

vitro.

American

Journal

of

Biochemistry and Biotechnology 2011;


7(4): 176-186.
Phongpaichit
Rungjindamai

biological

activi-

ties

of

the

genus

Zanthoxylum: A review. African Journal of


Pure and Applied Chemistry 2011;
17. Molyneux, P The use of the stable free

Tahir I, Wijaya K, Widianingsih D.


Antioksidan

Sundriyah RC.. Chemical constituents and

5(12): 412-416.

1999; 64: 149160.

12.

Apaya KL, Chichioco-Hernandez CL.

S,

Nikom

J,

N.,

Sakayaroj,

J.,

Hutadilok-Towatana, N., Rukachai- sirikul,


V., Kirtikara, K. Biological activities of extracts from endophytic fungi isolated from
gar- cinia plants. FEMS Immunology and
Medical Mi- crobiology 2007; 51: 517-525.

radical di- phenyl picryl-hydrazyl (DPPH)


for

estimating

an-

tioxidant

activity.

Journal of Science and Techno- logy 2004;


26(2): 211-219.
18. Tensiska C, Wijaya H, Nuri Andarwulan.
Aktivitas

antioksidan

andaliman

(Zanthoxy-

acanthopodiumDC)
sistem

ekstrak

pangan

buah
lum

dalam

beberapa

dan

kestabilan

aktivitasnya terhadap kondisi suhu dan


pH. Jurnal teknologi dan industri pangan
2003; 16 (1): 29-39.
19. Vaya J, Aviram M. Nutritional antioxidants
: mecha- nism of action, analyses of
activities
Current

and

medical

Medicinal

applications.
ChemistryIm-

munology, Endocrine & Metabolic Agents


2001; 1:
99-117.

Artikel Penelitian

Uji Sifat Fisikokimia Mocaf (Modified


cassava Flour) dan Pati
Singkong Termodifkasi
untuk Formulasi Tablet
Wira Noviana Suhery1, Auzal Halim2, Henny Lucida2
ABSTRACT: Utilization of cassava starch as an excipient in the
tablet formulation is still very limited. Various modifcations to the
cassava starch has been carried out to obtain a better starch
properties. The aim of this study was to examine the physicochemical properties of MOCAF and modifed cassava starch as an
excipient for tablet formulation, especially for direct compression
method. MOCAF and modifed cassava starch is a product of flour
and cassava starch is modifed mainly by lac- tic acid bacteria
(Lactobacillus sp). Then the results of these modifcations will be
evaluated physicochemical properties, including examination of the
surface shape of starch granules using SEM, thermal analysis by
DTA, the pattern of starch crys- tallographic by X-ray difraction,
adsorption isotherm, and the content of amylose. The results
showed that MOCAF and modifed cassava starch granule were
rougher- occurred some holes presented distinctively- and more
crystalline than Starch 1500. Meanwhile, the result of adsorption
isotherms MOCAF and modifed cassava starch showed a model type
II of adsorption isotherms. Another results show that the amy- lose
content of cassava starch modifed 48 hours has the highest
amylose content that is equal to 33.5714%.
Keywords: MOCAF, Modifed Cassava Starch, Lactic Acid
Bacteria, Tablets
2

Universitas Andalas , Padang

Akademi Farmasi
Ranah
Minang, Padang
1

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

21

ABSTRAK:
Penggunaan
pati
singkong
sebagai
bahan
tambahan
dalam
formulasi
tablet masih sangat
terbatas.
Berbagai
modifkasi terhadap
pati singkong telah
dilakukan
untuk
mendapatkan
sifat
pati yang lebih baik.
Tujuan penelitian ini
adalah untuk menguji
sifat
fsikokimia
MOCAF
dan
pati
singkong
termodifkasi sebagai

bahan tambahan dalam formulasi tablet khususnya untuk metoda


cetak langsung. MOCAF dan pati singkong termodifkasi merupakan
produk tepung dan pati singkong yang dimodifkasi terutama oleh
bakteri asam laktat (Lactobacillus sp). Kemudian hasil modifkasi
ini akan dievaluasi sifat fsikokimianya, dianta- ranya pemeriksaan
bentuk permukaan granula pati menggunakan SEM (Scanning
Electron Microscope), analisis panas dengan DTA, pola kristalograf
pati dengan difraksi sinar X, adsorpsi isoterm, dan kadar amilosa.
Hasilnya menunjukkan bah- wa MOCAF dan pati singkong
termodifkasi
mengalami
perlubangan
pada
permukaan
granulanya, dan lebih bersifat kristal jika dibandingkan dengan
Starch 1500. Sementara itu, dari hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm
MOCAF dan pati singkong termodifkasi menunjukkan model
adsorpsi isoterm tipe II. Hasil lainnya menun- jukkan bahwa kadar
amilosa pati singkong termodifkasi 48 jam mempunyai ka- dar
amilosa paling tinggi yaitu sebesar 33,5714%.
Kata kunci: MOCAF, Pati Singkong Termodifkasi, Bakteri Asam
Laktat, Tablet

Korespondensi :
Wira Noviana Suhery
Email : noviara23@gmail.com

22

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Wira Noviana Suhery, Auzal Halim, dan


Henny Lucida

PENDAHULUAN
Produk olahan singkong telah banyak
digu- nakan
sebagai
bahan
baku
eksipien dalam
in- dustri farmasi.
Diantaranya
adalah
pati
singkong
(amylum
manihot)
sebagai
bahan
pengikat dan penghancur pada formulasi
tablet, maltodekstrin sebagai bahan
penyalut lapis tipis tablet ataupun
sorbitol, manitol dan dekstrosa pada
formulasi sirup dan berbagai produk
makanan dan minu- man lainnya (1,2).
Berbagai teknologi pengembangan
telah
banyak
dilakukan
untuk
menghasilkan produk yang memiliki
kualitas tinggi. Salah satu pengembangan produk dari singkong sebagai eksipien
dalam bidang farmasi adalah dengan
semakin
banyaknya
dilakukan
modifkasi terhadap pati, mulai dari
modifkasi secara kimia, fsika ataupun
se- cara enzimatis yang bertujuan untuk
mendapat- kan sifat fsikokimia yang
lebih baik. Pada bidang pangan pun telah
berhasil dilakukan modifkasi terhadap
tepung singkong dengan cara fermentasi menggunakan bakteri asam laktat
(Lacto- bacillus sp) yang umum dikenal
sebagai tepung MOCAF/MOCAL (3, 4, 5,
6).
Penggunaan MOCAF dalam bidang
makanan telah banyak digunakan dan
memberikan hasil yang memuaskan.
Seperti penggunaannya dalam industri
roti, mie instan, dan produk makanan
lainnya sebagai bahan pengganti terigu
yang dapat memberikan dampak positif
dalam menu- runkan biaya produksi.
Namun penggunaannya dalam bidang
farmasi khususnya sebagai eksi- pien
dalam formulasi tablet belum dilakukan
(4).
MOCAF (Modifed Cassava Flour)
adalah pro- duk tepung dari singkong
(Manihot esculenta Crantz) yang diproses
menggunakan prinsip modifkasi sel
singkong secara fermentasi, teru- tama
oleh mikroba bakteri asam laktat (4).

Pada proses fermentasi ini akan


menghasil- kan enzim pektinolitik dan
sellulolitik yang dapat menghancurkan
dinding sel singkong sedemikian rupa
sehingga terjadi liberasi granula pati.
Hal ini akan menyebabkan perubahan
karakteristik dari tepung yang dihasilkan
berupa
naiknya
viskositas,
kemampuan gelasi, dan daya rehidrasi.

Sifat Fisikokimia
Mocafpula
dan Pati
Singkong Termodifkasi
untuk Kabupaten Trenggalek Jawa Timur.,
Selain
itu terjadi
perlubangan
dari
Jinawi
Formulasi Tablet
granula
pati
MOCAF,
sehingga
Media, Star- ter fermentasi (Lactobacillus
menyebabkan permukaan yang tidak rata
sp), Starch 1500, Aquadest.
dari granula pati yang akan mem- perkuat
Cara
ikatan antar butiran (4).
Kerja
Berdasarkan itulah penulis tertarik
Pembuatan pati asli (amylum
untuk menguji sifat fsikokimia MOCAF
manihot)
untuk formulasi tablet. Dalam penelitian
Lakukan sortasi pada singkong, kupas
ini juga akan digunakan pati singkong
kulit- nya, cuci dengan air mengalir dan
termodifkasi yaitu pati singkong yang
rendam selama
difermentasi
menggunakan mikroba
2 jam. Singkong (2,5 kg) yang telah
yang sama dengan fermentasi MOCAF,
direndam
kemudian
dihaluskan,
sehingga dapat dibandingkan mana yang
suspensikan dalam 10 kali volume
memberikan hasil yang paling baik.
aquadest, stirrer selama 5 menit dan saSebagai pembanding akan diguna- kan
ring melalui 2 lapis kain katun tipis. Filtrat
pati singkong murni (amylum manihot)
didi- amkan selama 1 jam untuk
dan Starch 1500 yang telah lazim
mendapatkan sedi- men pati. Endapan
digunakan
sebagai
eksipien
dalam
dicuci 1 kali dengan aquadest dan
formulasi tablet.
dikeringkan pada 40C selama 12 jam
dalam oven. Pati dihaluskan dalam
lumpang untuk mencegah penggumpalan
METODE
granul dan memperke- cil ukuran
PENELITIAN
partikelnya (3).

Baha
n
MOCAF,
umbi
singkong
segar
(Manihot escu- lenta Crantz) yang di
ambil dari Gurun Panjang, Kel. Gunung
Sarik Kec. Kuranji Padang. MOCAF
diperoleh dari Koperasi Gemah Ripah Loh

Pembuatan
Pati Singkong
Termodifkasi
a.
Pembuatan Starter
Fermentasi
Siapkan chips ketela sebanyak 50 g
letak-

kan pada beker glass, tambahkan


dengan air sebanyak kurang lebih 500
ml, semua chips singkong harus
terendam, tambahkan
inoku- lat
mikroba (Lactobacillus sp) sebanyak
2 g dan kultur media sebanyak 7 g
dan biarkan selama 24 jam.
b. Proses fermentasi
Semua alat disterilkan terlebih dahulu
meng- gunakan autoklaf. Sebanyak
200 gram pati singkong dimasukkan
kedalam erlenmeyer yang telah berisi
media
(50
mg)
dan
starter
fermentasi (2 ml) dalam 500 ml
aquadest yang telah disterilkan.
Dilakukan fermentasi dalam shaker
dengan kecepatan 120 rpm selama 48
jam dan 72 jam. Setelah proses
fermentasi se- lesai, buang airnya.
Cuci pati dengan aqudest sebanyak 2
kali, kemudian endapkan dan keringkan pada suhu 40C selama 24
jam. Pati kemudian dihaluskan untuk
memperkecil ukuran partikel.
Evaluasi Sifat Fisika dan Kimia
Partikel
1. Analisis Swelling Power. Pati dengan
konsen- trasi 1% dipanaskan pada
waterbath dengan suhu 60C, selama
30 menit, kemudian di- sentrifus
dengan kecepatan 3000 rpm selama
30 menit, lalu supernatan dipisahkan
dari endapan. Nilai swelling power
diukur
dengan
membagi
berat
endapan (pasta) dengan be- rat pati
kering sebelum dipanaskan (g/g).
2.
Suhu gelatinisasi. Suhu dimana
terjadinya pembengkakan pati secara
irreversible (vis- kositas meningkat
tajam)
disebut
dengan
suhu
gelatinisasi. Ditentukan dengan membuat kurva antara viskositas vs suhu.
Suhu gelatinisasi merupakan titik
potong kurva an- tara suhu dan
viskositas pati.
3.
Densiti Benar ditentukan dengan
metoda pik- no-meter (7).

4. Density Nyata
Untapped

(n) /Bulk Density

dan Densiti Mampat (m)/Bulk Density


Tapped
di
ukur
menggunakan
tap
volumeter (7).
5. Faktor Hausner (7). Faktor Hausner
(Hf ) adalah perbandingan antara
bobot jenis mampat (m) dengan bobot
jenis nyata (n).

6.

7.
8.

9.
10.

Kompresibilitas dan Porositas (E) (8).


Peme- riksaan sudut angkat (7).
Sebanyak
30
gram
zat
uji
dimasukkan ke dalam silinder dengan
diameter
dan
tinggi
tertentu.
Kemudian di- letakkan di atas bidang
datar yang telah di- alas dengan
kertas grafk. Zat uji diratakan,
silinder logam di angkat secara
perlahan- lahan dan tegak lurus
sampai semua zat ter- tinggal. Tinggi
puncak tumpukan dan diame- ternya
di ukur. Sudut angkat () dihitung dengan persamaan:
tinggi puncak tumpukan
(h)
tg
=
r
Distribusi Ukuran partikel (7, 8).
Distribusi ukuran partikel ditentukan
dengan mikroskop inverted Zeiss
Axiovert 40 CFL.
Daya Penyerapan Air menggunakan
alat En- slin (7,8).
Adsorpsi Isoterm (7). Sejumlah
serbuk dima- sukkan dalam botol
timbang dan dikeringkan sampai
bobot konstan didalam oven vacum,
kemudian disimpan dalam desikator
pada kelembaban relatif tertentu (0100%) pada suhu konstan selama 5

hari.
Untuk
mendapatkan
kelembaban relatif yang diinginkan
digu- nakan metode desikator dengan
mengguna- kan larutan asam sulfat
pekat pada konsen- trasi tertentu.
Jumlah uap air yang diserap dapat
ditentukan dari pertambahan berat
serbuk setelah penyimpanan.
11. Analisis Bentuk dan Permukaan
Partikel.
Bentuk
dan
permukaan
partikel
diperiksa
dengan
alat
Scanning
Electron Microscope (SEM).
12. Analisis panas dengan Differential
Thermal
Analysis
(DTA).
13. Difraksi X-Ray.
14. Mikroskop polarisasi. Bentuk dan
ukuran
pati
diamati
dengan
menggunakan Olympus BX05
Polarized
Light
Microscope.
15. Penetapan kadar amilosa dilakukan
secara iodometri berdasarkan reaksi
antara amilosa dengan senyawa iod
yang menghasilkan war- na biru,
kemudian diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang
625 nm.

Kadar amilosa dihitung berdasarkan


persa- maan kurva standar amilosa.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Berdasarkan hasil analisis sifat fsika
dan ki- mia partikel masing-masing bahan
baku didapat- kan sifat yang berbeda dari
masing-masing ba- han baku seperti
yang terlihat pada Tabel 1. Hasil
pemeriksaan kompresibilitas dan faktor
Hausner
bahan
baku
menunjukkan
bahwa
masing-masing
bahan
baku
mempunyai sifat alir sedang sampai
buruk. Sifat ini juga ditunjang oleh faktor
Haus- ner masing-masing partikel yang
berkisar an- tara 1,2401 - 1,4413. Dari
hasil yang diperoleh Starch 1500 yang
memiliki harga faktor Hausner dan
kompresibilitas
yang
paling
kecil,
sedangkan MOCAF memiliki harga faktor
Hausner dan kom- presibilitas yang
paling besar. Sementara pati termodifkasi 72 memiliki nilai faktor
Hausner dan kompresibilitas yang lebih
kecil daripada pati singkong. Hal ini
menunjukkan bahwa dengan adanya
fermentasi terdapat perbaikan dari sifat

alir pati singkong walaupun tidak sebaik


Starch
1500.
Sedangkan
MOCAF
memiliki
harga
faktor
Hausner
dan
kompresibilitas yang besar, hal ini
disebabkan oleh adanya komponen
selain pati (serat) yang terdapat didalam
MOCAF yang mengakibatkan adanya
pengaruh terhadap sifat aliran dan
kemampuan termampatkannya. Hal ini
juga didukung oleh hasil pemeriksaan
sudut
angkat
bahan
baku
yang
menunjukkan bahwa pati singkong dan
MOCAF mempunyai sifat alir yang kurang
baik (sudut angkat 30-40). Semen- tara
pati termodifkasi dan Starch 1500
mempu- nyai sifat alir yang baik (sudut
angkat 25-30) (7,9). Kadar amilosa pati
singkong,
MOCAF,
pati
singkong
termodifkasi 48 jam, pati singkong
termodifkasi 72 jam, Starch 1500
berkisar an- tara 17,3571% - 33,5714%.
Hasil ini menun- jukkan bahwa kadar
amilosa tertinggi dimiliki oleh pati
termodifkasi 48 jam, hal ini disebab- kan
karena aktivitas bakteri yang optimal
pada lama fermentasi 48 jam (awal
fase
stationer). Kemungkinan besar
bahwa peningkatan yang tampak pada
kandungan
amilosa
pati
singkong
termodifkasi
disebabkan
oleh
intensifkasi dari

Tabel.1. Hasil pemeriksaan sifat fsika dan kimia partikel pati singkong,
MOCAF, pati singkong termodifkasi, dan Starch 1500
No

Parameter

Pat
i

MOCAF

Pati Modifkasi
48

Pati Modifkasi
72

Starch
1500

Densiti benar (g/ml)

Singkon
1,4954

Densiti nyata (g/ml)

0,4651

0,4081

0,5000

0,5714

0,6451

0,6451

0,5882

0,6896

0,7547

0,8000

Densiti mampat
(g/ml)
Faktor Hausner

1,3870

1,4413

1,3792

1,3207

1,2401

Kompresibilitas (%)

27,9026

30,6188

27,4942

24,2877

24,0117

Porositas (%)

35,7696

40,1751

32,6455

28,8483

23,4133

Sudut Angkat ()

38,75

31,05

29,74

29,12

28,07

1,4733

1,5316

1,4857

1,5158

Kandungan air (%)

14,56

8,91

11,44

13,08

6,38

Swelling power (g)

5,998

7,909

6,605

6,657

9,442

10

Kadar Amilosa (%)

24,9285

17,3571

33,5714

26,1428

28,7857

11

Suhu gelatinisasi
(C)

59,17

53,36

60,91

60,54

58,47

a. Starch 1500
c. MOCAF

d. Pati modifikasi 48 jam


72 jam

b. Pati Singkong

e. Pati modifikasi

Gambar 1. Foto SEM

Gambar 2. Diaftogram Sinar X


(A.b = pati singkong; B.b = Starch 1500; C.b = Mocaf; D.d = Pati termodifkasi)

a. Starch 1500
MOCAF

d. Pati modifikasi 48
jjam

b. Pati Singkong

c.

e. Pati modifikasi 72 jjam

Gambar 3. Foto Mikroskop Polarisasi

warna biru oleh fraksi linier yang


dihasilkan oleh enzim/hidrolisis asam
amilopektin pada daerah amorf dari
granula pati selama fermentasi. Kadar
amilosa ini akan berkaitan dengan
berbagai sifat pati (3, 10, 11, 12).
Hasil pemeriksaan swelling power pati
sing- kong, pati termodifkasi, MOCAF dan
Starch 1500 menunjukkan bahwa Starch
1500 memiliki nilai swelling power yang
paling tinggi yaitu 9,442 g, MOCAF; 7,909
g, pati termodifkasi 72 jam; 6,657 g, pati
termodifkasi 48 jam; 6,605 g; pati
singkong
5,998 g. Nilai swelling power berkaitan
dengan si- fat amilosa yang terkandung
dalam pati. Semakin tinggi kadar amilosa
pada pati maka semakin ren- dah nilai
swelling power yang dimilikinya (8, 13).
Hasil
pemeriksaan
temperatur
gelatinisasi
menunjukkan
bahwa

temperatur gelatinisasi tertinggi dimiliki


oleh pati termodifkasi 48 jam yaitu
60,91C, diikuti oleh pati termodifkasi
72 jam
(60,54C),
pati
singkong
(59,17C), starch

1500 (58,47C) dan MOCAF (53,36C).


Hasil ini menunjukkan sifat gelatinisasi
suatu pati, artinya semakin rendah
temperatur
gelatinisasi
maka
akan
semakin cepat suatu pati mengalami
proses
gelatinisasi,
demikian
pula
sebaliknya sehingga dari sifat ini kita bisa
mengetahui kisaran suhu aman untuk
perlakuan bahan baku pati (10).
Hasil foto SEM (Scanning Electron
Microscope)
pada
MOCAF,
pati
termodifkasi
48
dan
72
jam
memperlihatkan
adanya
perubahan
struktur dari permukaan granula pati

(perlubangan) yang di- hasilkan pada


proses
fermentasi.
Namun
jumlah
banyaknya granula pati yang dilubangi
bervariasi
antara
MOCAF,
pati
termodifkasi
48
jam
dan
pati
termodifkasi 72 jam. Hal ini disebabkan
karena
adanya
perbedaaan
waktu
fermentasi
antara
MOCAF,
pati
termodifkasi 48 jam dan pati termodifkasi 72 jam. Dimana dari hasil foto
SEM terlihat bahwa pati termodifkasi 48
jam meng- hasilkan perlubangan pati
yang lebih banyak

Kurva Adsorpsi Isoterm

Kurva Adsorpsi
Isoterm

Ju
)
m
%
(ap
la
h
ser
id
U
g
a
p
ya
n r
ai
y
ap
a
u
n
ah
lm
g
Ju
di

50
48
46
44
42
40
38
36
34
32
30
28
26
24
22
20
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0

MOCAFPati
MOCAF
Pati
48 Pati
Jam
48
jam
Pati
72Pati
Jam
72
jam
singkong
Pati Singkong
Starch
1500
Starch 1500

10

20

30

40

50

60

70

80

90

100 110

Kelembaban
Relatif
Kelembaban
relatif
(%)
(%)

Gambar 4. Kurva adsorpsi isoterm

Kurva
Daya
Kurva Daya
Penyerapan
Air
Penyerapan Air

0,9
0,8
)l
m
( Ju 0,7

m
p
a
r la
e
ih
s
d
Ai
g
n
ar
y
ri y
a
a
h
ln
a
m
u
Jg
di
se

Ibuprofen
Pati singkong

0,6

Ibuprofen
MOCAF
Pati Singkong
MOCAF
Pati modifikasi
48 jam
Pati
Modifikasi
Pati modifikasi
48
jam
72 jam
Pati
StarchModifikasi
1500
72 jam
Starch 1500

0,5
0,4
0,3
0,2
0,1
0

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 110 120


130
Waktu
(menit)
Waktu (me nit)

Gambar 5. Daya penyerapan air

dan jelas dibandingkan dengan MOCAF


dan pati termodifkasi 72 jam. Ini
disebabkan karena pati termodifkasi 48
jam merupakan saat optimum dari
aktivitas mikroba (berada pada awal fase
stasioner).
Sementara
pada
pati
termodifkasi 72 jam aktivitas bakteri
sudah mulai menurun (fase kematian).
Sedangkan pada MOCAF karena pro- ses
fermentasi dilakukan pada singkong
bukan langsung pada pati maka hasil
perlubangan pati akibat aktivitas mikroba
pun menjadi berkurang. Dari beberapa
penelitian sebelumnya fermentasi pati
singkong dengan bakteri asam laktat
akan menghasilkan sejumlah lubang
dangkal dengan diameter yang besar (4,
6, 14).
Dari diaftogram spektrum sinar X
terlihat bahwa antara pati singkong,
MOCAF, pati ter- modifkasi 48 jam telah
terjadi perubahan pola kristalografnya.
Hal ini juga didukung dari hasil
pemeriksaan
analisis
panas
menggunakan Dif- ferential Thermal
Analysis (DTA) yang menunjuk- kan
bahwa
pada
pati
singkong
memperlihatkan adanya puncak pada
temperatur
153,8C.
Puncak
ini
diidentifkasikan
sebagai
temperatur
leleh pati singkong dengan terjadi
penurunan tem- peratur (endoterm).
Sementara MOCAF dan pati termodifkasi
48
jam
memperlihatkan
terjadinya
penurunan puncak pada temperatur
151,8C dan
146,1C
dengan
terjadi
penurunan
temperatur
(endoterm).
Hasil
ini
menunjukkan bahwa ada- nya perubahan
yang terjadi akibat adanya proses
fermentasi
pada
pati
singkong.
Sementara Starch
1500 memperlihatkan pola amorf pada
diafto- gram spektrum sinar X dan
menunjukkan adanya puncak pada
temperatur dan 154,2C dengan ter- jadi
penurunan temperatur (endoterm). Hasil
ini disebabkan karena starch 1500 telah

mengalami
gelatinisasi
sebagian
sehingga
telah
kehilangan
bentuk
kristalnya.
Pada hasil foto mikroskop polarisasi
menun-

jukkan adanya daerah terang (kristal)


pada gra- nula pati. Pada pati singkong
termodifkasi
48 dan 72 jam terlihat
banyaknya daerah terang (kristal) yang
menunjukkan bahwa dengan ada- nya
fermentasi menggunakan bakteri asam
lak- tat terdapat peningkatan jumlah
daerah kristal dibandingkan dengan pati
singkong. Hal ini dise- babkan karena
adanya peningkatan amilosa dari pati
termodifkasi
48
dan
72
jam.
Sementara pada starch 1500 yang
merupakan
pati
terpregelatinisasi
sebagian terlihat sedikitnya granula pati
yang memiliki daerah terang (kristal)
yang
disebabkan
karena
proses
gelatinisasi,
yang
menyebabkan
sebagian granula pati pecah sehingga
kehilangan daerah kristal (10, 15).
Hasil pemeriksaan adsorpsi isoterm
MOCAF, pati termodifkasi 48 dan 72 jam,
pati
singkong
dan
starch
1500
menunjukkan adsorpsi isoterm tipe II.
Dimana pada kelembaban relatif antara
0-40%
telah
terjadi
penyerapan

DAFTAR PUSTAKA

monolayer. Pada kelembaban relatif 40%60%


telah
terjadi
penyerapan
multilayer, dan pada kelembaban rela- tif
60%-100% terjadi kondensasi kapiler.
Artinya bila semua pati ini akan
diformulasi dalam bentuk tablet maka
harus disimpan dibawah kelembab- an
60%
untuk
mencegah
terjadinya
kondensasi
kapiler
yang
akan
menyebabkan tablet mengem- bang
pada waktu penyimpanan (7).

KESIMPULAN
SARAN

MOCAF
dan
pati
singkong
termodifkasi de- ngan menggunakan
bakteri asam laktat (Lac- tobacillus sp)
sebagai
starter
fermentasi
dapat
menghasilkan pati dengan perubahan
bentuk pada permukaan granulanya,
disertai dengan pe- rubahan sifat
fsikokimia yang lebih baik dari pati
singkong.

nal of Pharmaceutics 329. 2007: 1-11.


2. Anwar,

1. Loftsson, T., Duchene, D. Cyclodextrins

DAN

Effionora.

Pemanfaatan

maltodekstrin da- ri pati singkong sebagai

and their pharmaceutical applications.

bahan penyalut lapis tipis tablet. Makara

International Jour-

Sains. 2002.6.(1).

3. Numfor, F. A., Walter, W. M., Jr., Schwartz,

8. Voight

R,

Buku

Pelajaran

Teknologi

J. Physi- cochemical changes in cassava

Farmasi. Diter- jemahkan oleh Soendani

starch

Noerono. Gadjah Mada University Press.

and

flour

fermentation:

associated

Effect

on

with

textural

properties. Starch/starke 47. (3,S) 1995:

Yogyakarta. 1994.
9. Swarbrick

86-91.

Encyclopedia

Of

Pharmaceutical Tech- nology. Volume 6.

4. Subagio, A. Produk bakery dengan


singkong. Food

Third Edition. Informa Health- care USA .


New York. 2007.

Review Indonesia. 2008.3 (8).


5. Juheini. Iskandarsyah. Animat, J.A., Jenny.

10. Winarno, F.G. Kimia Pangan dan Gizi. PT.


Gramedia.

Penga- ruh kandungan pati singkong


terpregelatinasi ter- hadap karakteristik
fsik

.J.

tablet

lepas

terkontrol

Jakarta. 1984.
11. Oates, C. G. Towards an Understanding

teoflin.

of

Starch

Granule

Structure

and

Majalah Ilmu Kefarmasian. 2004.I (1):

Hydrolysis.

21-26.

Science and Technology. 1997. 8: 375-382

6. Chinsamran,

K.,

Santisopasri, V.,
lactic

acid

Piyachomkwan,
Sriroth,

K.

K.,

Effect

12.

Food

and Bouchet, B. Extensive degradation of

fermentation on physico-

native starch granules by -amylase from


Aspergillus
1995: 21.

sweet

potato

and

rice.

Kasetsart Uni- versity.


Penelitian

13.
Terhadap

Daya

Troy,
and

fumigatus.

B.D.

Digunakan dalam Bi- dang Farmasi. Jurnal

States of America. 2005.

No. 6. III. Universitas Andalas. 1991:

Cereal
The

Sci.

Science

Practice of Pharmacy. 21 edition.

Lippincott

Penelitian dan Pengabdian Masyarakat.

J.

Remington

Penyerapan Air Beberapa Tepung yang

578-579.

in

Planchot, V., Colonna, P., Gallant, D.J.,

cassava,
A.

Trends

of

chemical properties of starch derived from

7. Halim,

Review.

Williams

&

Wilkins.

United

14. Parija, S.C. Tetxbook of Microbiology &


Immunology.
Elsevier. India. 2009.
15. Chaplin, M. Starch. http// : www.sbu.ac.uk.
2002.

Artikel Penelitian

Penetapan Kadar Alkaloid Ekstrak dari


Etanolik Bunga
Kembang Sepatu (Hibiscus rosasinensis L.)
Mimiek Murrukmihadi, Subagus
Wahyuono, Marchaban, dan
Sudibyo Martono
ABSTRACT: Kembang sepatu flower (Hibiscus rosa-sinensis L.)
was fractional- ly used as expectorant. Based on Bioassay
Guided fractionation, an active frac- tion was separated, and the
fraction was identifed is Alkaloid was the major compound
based on TLC analysis. Viscosity value measured by viscometer
was used as a Bioassay model of expectorant activity in vitro
and acetyl cysteine was used as positive control. Alkaloid
content determination of the ethanolic extract was measured by
TLC-Densitometric compared with standard curve of isolated
alkaloid as the selected marker (Y=12,1360X+2901,4474). The
alka- loid content in the ethanolic extract was determined as
2.35 0,67 %.
Keywords: alkaloid, ethanolic extract, Hibiscus
rosa-sinensis L.

Fakultas Farmasi Universitas


Gadjah
Mada Yogyakarta

ABSTRAK: Bunga kembang sepatu (Hibiscus rosa-sinensis L.)


secara tradi- sional digunakan sebagai peluruh dahak.
Berdasarkan atas Bioassay Gui- ded Fractionation, fraksi aktif
berhasil dipisahkan dan alkaloid merupa- kan kandungan
utama fraksi. Oleh karena itu alkaloid digunakan sebagai
senyawa penanda (marker) ekstrak etanol Hibiscus rosasinensis L. Nilai viskositas digunakan sebagai model untuk
aktivitas peluruh dahak, dengan asetil sistein sebagai kontrol
positif. Selanjutnya penetapan kadar alkaloid dalam ekstrak
etanol dilakukan secara KLT-Densitometri (n=5), kadar al- kaloid
dibandingkan dengan kurva baku dari alkaloid (marker) hasil
isolasi (Y=12,1360X+2901,4474). Kadar alkaloid dalam ekstrak
etanol kembang se- patu (Hibiscus rosa-sinensis L.) sebagai
2,35 0,67 %.
Kata kunci: alkaloid,
kembang sepatu

36

ekstrak

etanolik,

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Korespondensi:
Mimiek Murrukmihadi
Email : mimiekmurrukmihadi@ymail.com

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

37

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan


Sudibyo Martono

PENDAHULUAN
Herbal merupakan obat alternatif
yang telah dimanfaatkan oleh nenek
moyang. Salah satu yang digunakan
adalah
bunga
kembang
sepatu
(Hibiscus rosa-sinensis L.), sebagai
peluruh
dahak
(1).
Untuk
mendapatkan efek yang konsis- ten,
ekstrak harus terstandar dan dapat
menja- di referensi material bagi
peningkatan produk herbal Indonesia
(2).
Murrukmihadi menyatakan bahwa
didalam ekstrak bunga kembang sepatu
terdapat alkalo- id dapat digunakan
sebagai marker untuk stan- dar produk
bunga kembang sepatu (3). Senya- wa
marker dapat sebagai senyawa aktif, penanda analitik maupun penanda negatif.
Bunga kembang sepatu dilaporkan
dapat digunakan sebagai obat batuk (4),
sehingga alkaloid dalam
kembang
sepatu dapat digunakan sebagai marker/senyawa penanda.
Penetapan kadar suatu senyawa
dapat dila- kukan dengan mengukur
kerapatan noda dari senyawa yang
bersangkutan dan telah dipisah- kan
dengan cara kromatografi lapis tipis
dengan
menggunakan
KLTDensitometer. Penam- pakan noda
menunjukkan hasil positif
alkaloid
dengan munculnya noda berwarna
jingga-ke- coklatan pada lempeng KLT
ketika ditampak- kan denagn pereaksi
Dragendorf. (5).

METODE PENELITIAN
Bahan
Bunga kembang sepatu dikoleksi dari
Taman
Graha Sabha
Pramana,
Universitas Gadjah Mada,
Sleman,
Daerah Istimewa Yogyakarta, dan diidentifkasi di Bagian Biologi Farmasi, Fakultas Farmasi, Universitas Gadjah

Mada pada bulan September sampai


dengan Oktober tahun 2008. Bunga
kembang sepatu dicuci dan dikeringkan
dengan oven yang temperaturnya diatur
antara 40-50 0C. Bunga kering diserbuk
dan disimpan di almari es (40C) sampai
saat un- tuk diekstraksi.

Mimiek Murrukmihadi,didapat
Subagus Wahyuono,
Marchaban,
Metode
konsentrasi
130 dan
g/L
Sudibyo Martono
1. Ekstraksi untuk Penetapan Kadar
(dalam 15
Alkaloid Ekstraksi isolat untuk
L
berisi
130x15=1950
g).
penetapan kadar dilaku- kan
Kemudian di- ambil 500 L
berdasarkan penelitian yang sudah
dilarutkan dalam metanol sampai 1
dilaku- kan (6).
mL, didapat konsentrasi 98 g/
2.
Penentuan kadar alkaloid
L
(dalam
15
L
berisi
98x15=1470g). Dari larutan ini
Penentuan kadar alkaloid dilakukan
diambil 500 L dilarut- kan dalam
secara KLT-Densitometri yang meliputi
metanol sampai 1 mL, didapat
2 langkah se- bagai berikut:
konsentrasi 49 g/L (dalam 15 L
a. Pembuatan kurva baku
alkaloid
berisi
Pembuatan kurva baku alkaloid
49x15=735g). Terakhir diambil
dilakukan dengan cara 390 mg
500 L dari larutan tersebut
isolat kering dilarutkan dalam
kemudian
diencerkan
dengan
metanol 1 mL (larutan stok),
metanol sampai 1 mL, sehingga dikemu- dian dibuat seri konsentrasi
dapat konsentrasi 24 g/L (dalam
24, 49, 98, 130, dan 293 g/L,
15 L berisi 24x15=360 g).
dengan volume penotolan
b. Penentuan alkaloid dalam ekstrak
15 L. Cara pembuatannya yaitu,
etanolik Penentuan alkaloid
dari laru- tan stok diambil 751 L
dilakukan dengan cara menimbang
dilarutkan dalam metanol sampai 1
ekstrak etanol 3 g dilarutkan
mL, sehingga didapat konsentrasi
dalam 1 mL metanol dan
293 g/L (dalam 15 L berisi
ditotolkan pada pelat KLT
293x15=4395 g). Dari larutan ini
sebanyak 5 kali replikasi deng- an
diambil
volume masing-masing 10 L.
500 L dilarutkan dalam metanol
Setelah pengembangan pelat KLT,
sampai 1 mL, kemudian diambil
bercak yang di- peroleh diukur
667 g/L
dilarut- kan dalam
dengan KLT-Densitometer untuk
metanol sampai 1 mL, sehingga
mendapatkan AUC.

Kadar Alkaloid Ekstrak dari Etanolik Bunga Kembang Sepatu

Tabel 1. Nilai Kadar Isolat vs AUC hasil densitometri untuk kurva baku ekstrak

24

360

AU
C
9928,6

49

735

12034,4

98

1470

18605,2

130

1950

24416,7

293

4395

57654,4

No

Kadar baku (g/L)

Kadar baku dala 15 L

Keterangan : Persamaan garis regresi kurva baku adalah Y =12,1360


X + 2901,4474 r = 0,9939, X = kadar alkaloid (g/ 15L),
Y = AUC

Tabel 2. Nilai Kadar alkaloid dalam sampel ekstrak etanolik

30

AU
C
21725,7

30

16560,2

2,50

30

12729,6

1,80

30

15516,2

2,31

30

12156,1

1,70

No

Kadar (mg/10L)

Kadar (%)
3,45

2,35

SD

0,67

Analisis Hasil
Data luas area yang didapatkan dari
isolat di- buat persamaan regresi linier
sebagai persama- an kurva baku.
Persamaan garis kurva baku : Y = a+bx,
dengan Y = AUC, X = kadar isolat
(g/15L). Harga AUC sampel kemudian
dimasukkan ke da- lam persamaan garis
kurva baku, maka didapat- kan kadar
dari masing-masing sampel (persen
kadar alkaloid dalam ekstrak).

HASIL DAN PEMBAHASAN


Pembuatan kurva baku
Penentuan panjang gelombang
dilakukan pada scanning panjang
gelombang 200-700 nm untuk senyawa
mak
s
alkaloid dan memberikan pada 200
nm. Tabel 1 menunjukkan kadar isolat

Kenaikan konsentrasi atau kadar isolat


ter- tentu sebanding dengan kenaikan
nilai AUC pada densitometer. Hal ini
sesuai dengan apa yang di- dapat,
semakin tinggi kadar isolat, semakin
besar AUC (Tabel 1). Setelah dilakukan
perhitungan se- cara regresi linier, maka
didapat persamaan garis regresi linier
sebagai kurva baku alkaloid yaitu Y
=12,1360 X + 2901,4474 dengan r =
0,9939. Li- nieritas merupakan salah satu
parameter untuk menilai kesahihan
metode analisis dengan meli- hat nilai
hubungan respon dari berbagai konsentrasi zat baku pada suatu kurva baku
yang dilihat sebagai nilai koefsien
korelasi (r).
Penetapan kadar alkaloid dalam
ekstrak etanol Sampel ekstrak
sebesar 3 g dilarutkan da- lam
metanol sampai 1 mL, sehingga

didapatkan konsentrasi 3 mg/L.


versus AUC hasil densitometri untuk
kurva baku
ekstra
k.

Sebanyak 10 L ditotolkan
(n=5) pada plat silika
gel F

(Merck) tebal
0,25

mm sebanyak lima replikasi. Kemudian


plat KLT
254

Mimiek Murrukmihadi, Subagus Wahyuono, Marchaban, dan


Sudibyo Martono

dikembangkan dengan fase gerak etil


asetat:me- tanol (1:5 v/v).
Karena bercak yang diharapkan tidak
ter- deteksi dengan UV 254 maupun 366
nm, maka bercak ditandai pada tepi
plat sesuai dengan KLT isolat yang telah
dilakukan sebelumnya dan dideteksi
dengan pereaksi semprot Dragendorf.
Bercak yang telah ditandai atau sesuai Rf
dengan
Dragendorf ditentukan AUC (luas
dibawah kurva) pada 200 nm menggunakan KLTmak
tometer. s Densi-

isolat yaitu pada 9928,6 hingga 57654,4


(Tabel 2).
Tabel 2 menunjukkan bahwa dalam
ekstrak etanolik bunga kembang sepatu
terdapat alkaloid yang dapat diisolasi dan
sebagai senyawa penan- da dengan
kadar sebesar 2,35 0,67 %.

Nilai AUC sampel ekstrak etanolik


bunga kem- bang sepatu dengan kadar
30 mg/ 10L. Nilai AUC replikasi sampel
memenuhi rentang nilai AUC pada

sebagai senyawa penanda. Kadar


alkaloid dari ekstrak etanolik bunga
kembang sepatu adalah
2,35 0,67 %.

DAFTAR PUSTAKA

5. Anonim. Memodernkan Obat Tradisional dari Tana-

KESIMPULAN

Bunga kembang sepatu memiliki


kandungan alkaloid yang dapat diisolasi
dan dapat dijadikan

man.http://ww w.kimia.lipi.net/index.php?pilihan =
1.

berita&id=58. 1 Juli 2009.

Anonim. Tanaman Obat Indonesia. Jilid I.


Departe-

men

Kesehatan

Republik

Indonesia. Jakarta. 1985.

6. Murrukmihadi, M. Isolasi dan Penetapan


Kadar
Alkaloid Dalam Ekstrak Etanolik, Fraksi

2. Eye. Memodernkan Obat Tradisional dari Tanaman.

Tidak la- rut Etil Asetat dan Fraksi Hasil

Republika. 23 November 2007 cit. 2007.


3.

VLC

Murrukmihadi, M. Aktivitas Mukolitik

tian Berkualitas Prima Fakultas Farmasi


Universitas

Gadjah

Mada.

Yogyakarta.

2009
4. Dalimartha, S. Atlas Tumbuhan Obat
Indonesia.

Kembang

Sepatu

pada Kongres Ikatan Apoteker Indonesia di

Kembang Sepatu (Hi- biscus rosa-sinensis


Laporan Penelitian Program Hibah Peneli-

Bunga

(Hibiscus rosa-sinensis L.). Disam- paikan

Ekstrak eta- nolik dan Fraksi Aktif Bunga


L.) pada Mukus Usus Sapi secara In Vitro.

Dalam

Manado. 2011.
7.

Anonim.
Ekstrak

Parameter

Tum-

buhan

Standar
Obat.

Umum
Cetakan

Pertama. Departemen Kesehat an Republik


Indonesia Direktorat Jenderal Pengawa- san
Obat dan Makanan Direktorat Pengawasan
Obat Tradisional. Jakarta. 2000: 3, 9-11.

Ungaran : Trubus Agriwidya. 1999.

42

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Artikel Penelitian

Analisis Adverse Drug Reactions pada


Pasien Asma di Suatu
Rumah Sakit, Surabaya
Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka
Indra Wijaya
ABSTRACT: Asthma is a chronic inflammatory disease of the
respiratory tract. Treatment of asthma can lead to ADRs (adverse
drug reactions), which can aggra- vate asthma symptoms. The
purpose of this study was to analyze the incidence of ADRs in
patients with asthma. The study design is divided into
retrospective studi- es, for hospitalized patients and crosssectional with purposive sampling to outpa- tient. Any actual ADRs
that occurred was calculated using the Naranjo probability scale.
The number of hospitalized patients were 60 people and
outpatients were 22 people. The number of ADRs that occur were
39 cases, consisted of 36 cases of ADRs in hospitalized patients
with asthma and 3 cases of ADRs in outpatient asthma patients.
Drug groups most involved in ADRs was B2-agonist group.
Naranjo scale calculations on ADRs that occurred that the
possibility of ADRs. The most common ADRs are in asthma
therapy, so it takes the role of pharmacists in monitoring ADRs in
asthma treatment to prevent and minimize the occurrence of
ADRs.
Keywords: asthma,
patient, outpatient

naranjo

scale,

hospitalized

ABSTRAK: Asma merupakan penyakit inflamasi kronik pada


saluran pernafasan. Pengobatan asma dapat menyebabkan
terjadinya ADRs (adverse drug reactions), yang dapat
memperburuk gejala asma. Tujuan penelitian ini adalah
menganalisa ADRs pada pasien asma. Desain penelitian dibagi
menjadi dua, yaitu retrospektif, untuk data pasien rawat inap serta
cross-sectional untuk data pasien rawat jalan. Setiap ADRs aktual
yang terjadi dihitung probabilitasnya dengan naranjo scale. Jumlah
pasien rawat inap sebanyak 60 orang dan rawat jalan sebanyak 22
orang. Jumlah ADR yang terjadi sebanyak 39 kasus, terdiri dari 36
kasus ADRs pada pasien asma rawat inap dan 3 kasus ADRs pada
pasien asma rawat jalan. Kelompok obat yang paling banyak
terlibat dalam ADRs pasien asma adalah golongan B2-agonis,
aminoflin, kortikotseroid, dan antikolonergik. ADRs yang paling
sering terjadi adalah pada terapi asma, oleh karena itu dibutuhkan
peran farmasis dalam memonitor kemungkinan terjadinya ADRs
secara rutin terhadap pengobatan pasien asma dapat digunakan
untuk mencegah dan meminimalkan terjadinya ADRs.
Faculty of Pharmacy,
University of
Surabaya, Indonesia

Kata kunci: asma, naranjo scale, pasien asma rawat inap,


pasiena asma rawat jalan

Koresponden
si: Amelia
Lorensia
Email : amelia.lorensia@gmail.com

Amelia Lorensia, Beny Canggih, dan Rizka


Indra Wijaya

PENDAHULU
AN
Latar
Belakang
Asma adalah gangguan inflamasi
kronik sa- luran pernafasan, yang
menyebabkan episode berulang dari
wheezing, sesak, chest thightness, dan
batuk. WHO menyatakan sebesar 15 juta
jiwa mengalami disability-adjusted life
years (DALYs) per tahunnya disebabkan
asma, mewakili 1% dari total beban
penyakit global (1). Pada terapi asma,
pasien dapat mengalami adverse drug
reac- tions (ADRs), karena pasien asma
memiliki risiko lebih besar terhadap
perkembangan asma, kare- na pasien
asma dapat mengalami serangan asma
akibat penggunaan obat lain (2), atau
mengalami ADR akibat penggunaan
jangka panjang dari pe- ngobatan asma.
Laporan
dari
Pusat
Pharmacovigilance Dae- rah di Rumah
Sakit Universitas Inha, Korea Se- latan,
selama 4 bulan, menyatakan bahwa
dari
228 pasien asma, terdapat 25 kasus
ADRs yang terjadi pada 19 pasien asma.
ADRs yang biasanya terjadi adalah
glukokortikosteroid
inhalasi
yang
dikombinasikan
dengan
long-acting
beta-2
ago- nist (LABA) (63.2%),
theobromine (10.5%), LABA oral (10.5%),
doxofylline (5.3%), acetylcysteine (5.3%),
dan montelukast (5.3%). Keparahan dari
ADRs yang terjadi pada sebagian besar
sampel tergolong ringan (68.5%), dan
tidak ada ADRs parah yang terjadi.
Frekuensi ADRs berbeda ber- dasarkan
status kontrol asma pasien (3).
Dalam penanganan terapi pasien
asma, farma- sis berperan dalam
pelaksanaan proses phar- maceutical
care untuk meningkatkan terapi obat
yang komplek dan nilai signifkan dari
obat yang berkaitan dengan morbiditas
Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n
Januari 2013

dan mortalitas aki- bat penggunaan obat


(4), karena pharmaceutical care dapat
memberi dampak positif pada out- comes
terapi asma (5,6,7,8,9).
Berdasarkan latar belakang di atas,
tujuan penelitian ini adalah menganalisa
kejadian ad- verse drug reactions (ADRs)
pada terapi asma di suatu rumah sakit di
Surabaya, pada pengobatan asma rawat
inap dan rawat jalan, dengan menggunakan naranjo scale untuk mengetahui
probabili-

45

Adverse
Drug
Reactions
pada
tas
ADRs
yang
terjadi
disebabkan oleh
Pasien Asma
obat, dan bukan karena faktor lain. Data
ADRs yang didapat dapat digunakan
oleh farmasis dalam pharma- ceutical
care sebagai data untuk monitoring pengobatan pasien asma sehingga dapat
mencegah dan meminimalkan terjadinya
ADRs pada terapi pasien asma.

TINJAUAN
TEORI
As
ma
The National Asthma Education and
Prevention
Program
(NAEPP)
mendifnisikan asma sebagai gangguan
inflamasi kronik dari saluran pernafasan
dimana
banyak
sel
dan
elemen
selular yang berperan. Pada individu
dengan asma, inflamasi menyebabkan
episode berulang dari wheezing, sesak,
chest thightness, dan batuk (1,10).
Eksaserbasi asma merupakan episode
dari peningkatan progresif pada sesak
nafas,
batuk,
wheezing,
chest
tightness, atau kombinasi. Te- rapi
utama eksaserbasi meliputi pemberian

46

berulang bronkodilator inhalasi aksi


cepat, glukokortikosteroid sistemik, dan
oksigen (1,
10). Pada asma kronis, pengobatannya
dapat diklasifkasikan sebagai reliever
dan
controller (1). Pengobatan untuk
asma kronis dibagi dalam
5 stage dengan kombinasi reliever dan
controller
sesuai
dengan
Tabel 1.
Adverse
Drug
Reactions (ADRs)
WHO mendefnisikan adverse drug
reactions (ADRs) adalah respon terhadap
suatu obat yang berbahaya dan tidak
diharapkan serta terjadi pada
dosis
lazim yang dipakai oleh manusia untuk
tujuan proflaksis, diagnosis, maupun
terapi (11). ADRs dibagi menjadi 2 yaitu:
(1) Reaksi tipe A (augmented), yaitu
reaksi
yang
dapat
diperkirakan
sebelumnya dan bergantung pada dosis
obat; dan (2) Reaksi tipe B (bizzare),
reaksi yang terjadi tidak berhubungan
dengan respon farmakologi, seringkali
terjadi karena faktor imunologi dan
farmakogenetik. Reaksi tipe

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Tabel 1. Terapi pada Asma Kronis (1)


Step 1
4

Step 2
Step 5

Step 3

Step

Asthma
education
Environmental
control
As needed rapidacting 2-agonist
agonist

As needed rapid-acting 2-

Select one
Add one or both
Low-dose inhaled
Controll
er
options

ICS* Leukotriene
modifer
U

Select one
Low-dose ICS
plus longacting

2
-agonist
Medium-or
high-dose
ICS

Add one or more

Medium-or highdose
ICS plus longacting

2
-agonist

Oral glucocortico
steroid
(lowest
dose)

Anti-IgE
treatmen
t

Leukotrien
e modifer

Low-dose ICS
plus leukotriene
modifer

Sustained
release
theophyline

Low-dose ICS
plus sustained
release
theophyline

Tabel 2. Perhitungan Naranjo Scale (15)

Perhitung
an

No.
Pertanyaan

Score pada
Naranjo
Ya

Tidak

N/A

1.

Apakah pasti telah ada laporan mengenai ADRs tersebut sebelumnya?

2.

Apakah ADRs muncul setelah obat yang dicurigai tersebut diberikan?

-1

3.

5.

Apakah ADRs membaik saat obat dihentikan / diberi antagonis


spesifknya?
Apakah ADRs makin parah jika dosis dinaikkan/ membaik jika dosis
diturunkan?
Apakah ada penyebab ADRs tersebut selain karena obat?

-1

6.

Apakah ADRs tersebut muncul saat diberikan placebo?

-1

7.

Apakah kadar obat dalam darah termasuk kadar toksik?

8.

Apakah ADRs muncul lagi saat obat diberikan kembali?

-1

9.

Apakah pasien pernah mengalami ADRs sejenis saat menggunakan obat/


golongan

4.

10.

obat tertentu?
Apakah ADRs tersebut didukung dengan bukti yang meyakinkan?

B ini tidak berhubungan dengan dosis


obat yang diberikan, dan meskipun kasus
ini
jarang
terjadi
namun
dapat
menyebabkan penyakit yang serius atau
bahkan kematian (12). Waktu kejadian,

pola penyakit, dan hasil investigasi, dan


rechallenge dapat membantu kausalitas
untuk memprediksi kejadian ADR pada
pasien (13). Pada penelitian ini tidak
dapat diketahui jenis dari ADR yang

terjadi, dikarenakan keterbatasan data


yang diperoleh dari rekam medik.

Respon obat tergantung dari setiap


individu, yang dapat disebabkan oleh
beberapa faktor se- perti
penyakit,
genetik, dan faktor lingkungan dan
variabilitas dalam respon target obat
(respon farmakodinamik) atau respon
idiosinkrasi (14).
Naranjo Scale
Salah satu cara untuk menghitung
kemung- kinan terjadinya ADRs adalah
dengan cara naran- jo scale. Ada
beberapa pertanyaan pada naranjo

scale yang dapat dilihat pada Tabel 2.

tian pada pasien asma rawat jalan


dengan Persa- maan 1 (16):

Penafsiran nilai total :


Lebih dari 9 : defnite ADR (pasti ADR)
Antara 5-8
: probable ADR
(kemungkinan be-

sar ADR)
Antara 1-4
: possible ADR
(kemungkinan ADR)
0
: doubtful ADR (bukan
ADR)
Keterangan
:
N/A
: not available (tidak dapat
diterap- kan pada situasi
tsb/tidak diketa- hui)

METODE
PENELITIAN
Jenis
Penelitian
Metode penelitian ini dibagi menjadi
dua,
yaitu
crossectional
non
experimental untuk data pasien rawat
jalan dan secara retrospektif untuk data
pasien rawat inap di rumah sakit.
Populasi dan Sampel
Penelitian
Populasi penelitian pada asma rawat
inap adalah pasien asma yang pernah
menjalani rawat inap di rumah sakit
selama bulan November
2008-November 2010.
Dan
sampel
penelitian
adalah
semua
populasi.
Populasi penelitian pada pasien asma
rawat jalan adalah pasien asma yang
menjalani rawat jalan di Klinik Penyakit
Dalam Adi Husada Undaan Wetan
Surabaya. Selama pe- riode November
2010 sampai dengan Januari
2011 (3 bulan). Sampel penelitian adalah
pasien asma yang memenuhi kriteria
inklusi, yaitu beru- sia 18 tahun dan
bersedia berpartisipasi dalam penelitian.

n=

()

(1)

dimana:
Teknik Pengambilan Sampel
Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada
pasien as- ma rawat inap adalah semua
sampel
penelitian
adalah
populasi
penelitian. Dan teknik pengambil- an
sampel pada pasien asma rawat jalan
adalah purposive sampling sesuai dengan
kriteria inklusi.
Perhitungan perkiraan jumlah sampel
peneli-

n
= jumlah sampel minimal yang
diperlukan
d
= limit dari error atau presisi
absolut (25%) Z
= nilai Z tabel 1,96
(tingkat kepercayaan 95%) p
=
proporsi pasien asma (p=0,5)
Jadi besar sampel penelitian dalam
penelitian ini adalah 18 orang pasien
asma yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi.
Teknik
Pengumpulan
dan
Analisis Data
Teknik pengumpulan data pada data
pasien asma rawat inap dengan
menggambil data dari rekam medis
pasien yang telah ada sebelumnya.
Sedangkan pada data pasien asma
rawat
jalan
dengan
melakukan
wawancara secara langsung, disertai
dengan pengamatan terhadap pasien.
Untuk melengkapi data yang diperoleh
dilaku- kan juga konsultasi singkat
dengan dokter dan perawat yang

menangani serta dari rekam medik


pasien.
Data
informasi
pengobatan
pasien yang telah dikumpulkan kemudian
dianalis
menggu- nakan pustaka dan
12
dijabarkan secara deskriptif. Kemudia
setiap ADRs aktual yang terjadi dihitung
probabilitasnya dengan menggunakan
naranjo scale.

HASIL
PENELITIAN
PEMBAHASAN

DAN

Karakteristik
Sampel
Penelitian
Jumlah sampel dalam penelitian ini
adalah 60 orang, terdiri dari 22 orang
pasien laki-laki dan
38 orang adalah pasien perempuan.
Jumlah sam- pel penelitian pada asma
rawat jalan sebanyak 22 orang, terdiri
dari 10 orang laki-laki dan 12 orang
perempuan. Stage asma ditentukan
berdasarkan

pengobatan rawat jalan yang diterima


pasien saat diwawancara oleh peneliti,
berdasarkan Global Initiative for Asthma
tahun 2011. Dari hasil pene- litian terlihat
variasi stage asma yang dialami sam- pel
penelitian (tabel 3). Sampel penelitian
paling banyak berada pada stage 1
(68,18%), 13,64% pada stage 3; 9,09%
pada stage 2; 9,09% tidak diketahui; dan
0% pada stage 4 dan 5. Dua orang
sampel penelitian digolongkan sebagai
stage asma yang tidak diketahui karena
pengobatan yang di- gunakan
tidak
dapat digolongkan berdasarkan
Global Initiative for Asthma
tahun 2011.

Kejadian ADRs pada Pasien Asma dan


Outcomes
Klinis yang Terjadi
Jumlah ADR yang terjadi pada pasien
asma se- banyak 39 kasus yang terdiri
dari 36 kasus ADRs pada pasien asma
rawat inap (asma akut) dan 3 kasus ADRs
pada pasien asma rawat jalan (asma
kronis) (tabel 4).
ADR yang terjadi pada pasien asma
dapat disebabkan oleh obat terapi asma
dan obat non terapi asma. Kelompok obat
terapi asma yang pa- ling banyak
menyebabkan terjadinya ADRs adalah
golongan B2-agonis (10 kasus ADRs yang
terdiri

Tabel 3. Data Demograf dan Karakteristik dari Sampel Penelitian Pada Pasien Asma
Rawat Inap dan
Asma Rawat Jalan
Variabel

Asma Rawat
Inap
(n=60

Asma Rawat
Jalan
(n=22

22
38

10
12

20
82

19
70
35,1
0

Lama menderita asma (tahun)


- <1
- 2-5
- 6 - 10
- 11 - 20
- > 20
- Tidak diketahui

2
3
6
10
4
34

1
5
1
10
5

Lama dirawat di rumah sakit (hari)


- <5
- 6 - 10
- > 10

35
23
2

Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
Usia
-

(tahun)
Usia terkecil
Usia tertua
Rata-rata

Penyakit penyerta yang didapat


- Bronkitis kronis
- Sinusitis
- Diabetes melitus tipe 2
- CVD (cardiovascular disease)
- Infeksi saluran pernapasan atas
- Infeksi lain
- Gastritis
- Gangguan fungsi hati
- Gangguan fungsi saraf
Stage pengobatan asma kronis
- Stage
1
(Global
Initiative
for Asthma, 2011)
- Stage 2
- Stage 3
- Tidak diketahui

6 dari 60
1 dari 60
9 dari 60
11 dari 60
7 dari 60
10 dari 60
8 dari 60
2 dari 60
3 dari 60
15
2
3
2

Tabel 4.

Kejadian ADRs Pada Pasien Asma Rawat Inap dan Asma Rawat Jalan
Jenis DRPs

Asma Rawat Inap

Asma Rawat Jalan

Tota
l

a. Adverse drug event (non allergic)

b. Adverse drug event (allergic)

c. Toxic adverse drug-event

a. Adverse drug event (non allergic)

36

b. Adverse drug event (allergic)

c. Toxic adverse drug-event

TOTA
L

Tabel 5.

39

Kelompok Obat yang Terlibat dalam ADRs yang dialami Pasien Asma Rawat
Inap dan Rawat Jalan
Golongan

ADRs pada Asma Rawat Inap


ADRs pada Asma Rawat Jalan
Obat yang- terlibat
ADRs
yang terjadi
Xanthin
Aminoflin menyebabkan
hipotensi
1
9
ADRS yang terjadi
TOTAL
- Aminoflin menyebabkan hipertensi
2
dalam ADRs
- Aminoflin menyebabkan kemerahan
1
kulit
- Aminoflin/Theoflin menyebabkan
4
Takikardi
- Aminoflin menyebabkan mual
1
Kortikosteroid

- Metilprednisolon menyebabkan
hipotensi
- Metilprednisolon menyebabkan
hipertensi
- Fluticasone menyebabkan hipertensi
- BUdesonide dan metilprednisolon
(duplikasi), menyebabkan hipertensi

1
2
1
1

B2 Agonis

- Salbutamol menyebabkan efek


hipotensi
- Salbutamol menyebabkan efek
takikardi
- Terbutalin menyebabkan hipokalemia
- Fenoterol menyebabkan hipokalemia

2
3
1
1

B2 Agonis +
Antikolinerg
ik

- Salbutamol + Iprapropium (Combiven)


menyebabkan hipertensi
- Salbutamol + Iprapropium (Combiven)
menyebabkan takikardi

Antikolinergik
Penghamb
at
Renin
Opioid
Adrenalin

- Ipraptropium menyebabkan hipertensi


Aliskiren (Rasilez) menyebabkan gatalgatal di - seluruh tubuh
- Codein menyebabkan konstipasi

1
1

Diuretik

- Furosemide menyebabkan hipokalemia


- Furosemide menyebabkan gatal-gatal
di selu-

2
1

- Furosemide menyebabkan hipotensi

ruh tubuh
- Cefpirome menyebabkan gatal-gatal di
seluruh

- Ceftriaxone menyebabkan sakit kepala

Antibiotik

- Epinefrin menyebabkan dada terasa


berdebar

tubuh

TOTAL

- Salbutamol menyebabkan mulut


kering
- Salbutamol menyebabkan pusing

Losartan menyebabkan kelelahan

1
1
4

dari 2 kasus pada asma rawat inap dan 2


kasus pada asma rawat jalan), kemudian
kelompok aminoflin (9 kasus pada asma
rawat inap), kor- tikosteroid (5 kasus
pada
asma
rawat
inap),
dan
antikolonergik (3 kasus pada asma rawat
inap) (tabel 5).
Kelompok obat non-terapi asma yang
menye-

B2-agonis
dapat
memperparah
hipokalemia
karena
memiliki
efek
hipokalemia. Hipertensi dilaporkan juga
pernah terjadi pada 1% pasien yang
pernah memakai salbutamol pada dosis
normal (20). ADR berupa pusing yang
ditimbulkan oleh
Salbutamol
kemungkinan
diakibatkan
oleh efek relaksasi otot polos dari
Salbutamol,

babkan terjadinya ADR sebanyak 13


kasus. Ke-

karena stimulasi
reseptor

lompok obat yang paling banyak


menyebabkan terjadinya ADR adalah
diuretik (4 kasus pada rawat inap),
antibiotik (2 kasus pada asma rawat
inap), dan penghambat renin (1 kasus
pada asma

hanya terdapat di saluran pernafasan


namun juga terdapat di otot tulang
dan
pembuluh darah
jantung.
Stimulasi yang berlebihan

rawat inap dan 1 kasus pada asma


rawat jalan) (tabel 5).
Golongan xanthin menyebabkan efek
hipotensi
atau
hipertensi,
karena
meningkatkan tingkat katekolamin, yang
menstimulasir reseptor 2 adrenergik
vaskular dengan penurunan resis- tensi
pembuluh darah perifer. Vasodilatasi
perifer dan hipotensi terjadi pada
toksisitas teoflin signifkan. Intraseluler
pergeseran
hasil
kalium
dalam
hipokalemia (17). Xanthin menyebabkan kemerahan kulit, akibat sensitif
terhadap

pada otot polos pembuluh darah jantung)


akan
menyebabkan
vasodilatasi
pembuluh darah yang ada di jantung
sehingga dapat menyebabkan tekanan
darah turun, salah satu manifestasinya
adalah pusing.
Ipratropium
bromida
dapat
menyebabkan
vasodilatasi
sehingga
terjadi penurunan tekanan darah yang
cukup
tajam
dan
dihasilkan
efek
hipotensi.
Sebagai
mekanisme
kompensasi,
tubuh
kita
akan
meningkatkan denyut jantung sehingga
2
muncul efek takikardia, selain itu
ada pula

ethylenediamine
aminoflin (18).

pengaruh dari potensiasi


di
reseptor
jantung
penghambatan satu atau lebih bentuk
PDE (phosphodiesterase) bukan dari
antagonisme adenosin (19).
Kortikosteroid
menyebabkan
peningkatan tekanan darah, dengan
menyebabkan retensi Na+,
air
dan
+
peningkatan ekskresi K
yang dapat
mengakibatkan terjadinya hipertensi dan
hipokalemia (19). Hal ini menjadi
perhatian pada pasien asma yang juga
mendapat terapi antihipertensi karena
efek hipo-kalemia akan menjadi semakin
parah (20).

salt

dalam

Takikardi yang disebabkan oleh xanthin


karena relaksasi otot polos saluran
pernafasan dan juga mencegah sel mast
di sekitar bronkus untuk melepaskan
senyawa
bronkokonstriksi
seperti
histamin dan bradikinin, yang dapat
menyebabkan bronkospasmodik. Kondisi
ini dapat menyebabkan kontraksi pada
jantung dan menurunkan tekanan darah
di arteri paru. Manfaat bronkodilator
xanthine dalam pengobatan asma sering
dibatasi oleh efek samping mual muntah.
Mekanisme emesis kemungkinan dengan

2.

Reseptor

tidak

terhadap reseptor2 (terutama yang

terdapat

oleh pemakaian salbutamol (20). Dari 60


orang pasien asma, 40% diantaranya
menggunakan
kombinasi
ipratropium
bromida dan salbutamol, hal inilah yang
membuat perlunya pengawasan yang
lebih terhadap pemakaian kombinasi ini.
ADRs yang teramati pada pemakaian
ipratropium bromida dan salbutamol
adalah ADRs tipe A, yang dapat diprediksi.
Hipokalemia
dan
hipotensi
dapat
disebabkan karena furosemide, yang
merupakan loop diuretic yang mensekresi
secara aktif melalui sistem transpor asam

organik nonspesifk kedalam lumen dari


ascending
limb
pada
loop
henle,
menyebabkan
penurunan
reabsorbsi
natrium dengan
kompetisi
pada
+
+
chloride
site
pada
Na K -2Cl
cotransporter. Medullary hyper-tonicity
dikurangi, sehingga menurunkan abilitas
ginjal untuk mereabsorbsi air (21,22).
Furosemide juga dapat menyebabkan
gatal-gatal yang merupakan reaksi alergi
di kulit (22).
Epinefrin menyebabkan dada terasa
berdebar,

dikarenakan
epinefrin
menstimulasi
1
2
reseptor dari , -, 1-, dan 2adrenergik (21). Losartan merupakan
antagonis non peptide, kompetitif dan
selektif dari reseptor Angiotensin II. Mekanisme kerja losartan yaitu berikatan
secara reversible dengan reseptor AT1
dan AT2 dan dengan memblok efek
vasokonstriksi dan sekresi aldosteron dari
Angiotensin II (21). Kelelahan yang
muncul akibat penggunaan Losartan dimungkinkan karena efek inhibisinya
terhadap sekresi aldosteron. Jika sekresi
aldosteron menu- run terlalu besar,
keseimbangan cairan dan elek- trolit
akan terganggu dan manifestasi yang
sering muncul antara lain kelelahan (23).
Codein untuk terapi batuk pada asma
akut da- pat menyebabkan konstipasi,
karena codein yang merupakan opioid
memberikan efek pada otot polos yang
dapat berkaitan dengan menurunnya
otot
polos
di
usus
sehingga
menyebabkan kon- stipasi (24).
Perhitungan Naranjo Scale terhadap
Kejadian Adverse Drug Reactions
(ADRs) yang Terjadi pada Pasien
Asma
ADRs pada pasien asma rawat inap
dan ra- wat jalan yang bersifat aktual
akan dihitung menggunakan
naranjo
scale untuk menilai
39
kasus
ADRs
yang
terjadi.
Berdasarkan ha-

sil
penelitian,
obat-obat
yang
menimbulkan ADRs aktual yang dinilai
dengan naranjo scale, semuanya bernilai
4, yang berarti memiliki ke- mungkinan
ADR.

KESIMPULAN
SARAN

DAN

ADRs yang terjadi pada pasien asma


rawat inap dan rawat jalan dalam
penelitian menunjukkan bahwa kejadian
ADR yang terjadi sebagian besar berasal
dari pengobatan asma pasien, walaupun
dengan outcomes klinis ADRs yang
cenderung ringan.
Berdasarkan hasil penelitian, maka
perlunya
peran
farmasis
dalam
memonitor kemungkinan terjadinya ADRs
secara rutin terhadap obat- obatan yang
digunakan pasien asma baik pada pasien
asma rawat jalan maupun selama dirawat
di rumah sakit. Serta peran farmasis
dalam menyediakan
informasi
bagi
tenaga kesehatan lainnya mengenai
penggunaan obat-obatan bagi pasien.
Penelitan selanjutnya dalam menilai
outcomes
DRPs
diperlukan
waktu
pengamatan yang lebih lama untuk
mengetahui apakah outcomes terse- but
dalam jangka panjang, serta jumlah
sampel
penelitian yang lebih
besar.

DAFTAR PUSTAKA

Asthma. a Meeting of The World Allergy Organization: A World Federal of Allergy,


Asthma, & Clinical Immunology Societies;

1. Global Initiative for Asthma. Global


Strategy for
Asthma Management & Prevention
[Update]; 2011.
2.

4.

Cukic V, Ustamujic A, Lovre V. Adverse


Drug Reac- tions in Patients with Bronchial
Asthma. Mat Soc Med 2010; 22(2): 99-100.

3.

Kim CW, Cho JH, Jung EH, Lee HK.


Adverse

Drug

Re-

actions

to

2011.

Anti-

Asthmatics In Patients with Bron- chial

Berenguer B, La Cassa C, de La Matta MJ,


Martin- Calero MJ. Pharmaceutical Care:
Past, Present and Future. Curr Pharm Des.
2004; 10(31): 3931-46.

5.

Abdelhamid E, Awad A, Gismallah A.

ASHP Guidelines on a Standardized


Method for

Evaluation of a Hospital Pharmacy-Based


Pharmaceutical

Care

Services

Pharmaceutical Care. Am J Health-Syst


Pharm

for

Asthma Patients. Pharmacy Practice

1996; 53, 17136.

2008; 6(1): 25-32.

8.

6. American Pharmacist Association. Principle


of Practice for Pharmaceutical Care. AphA

Practice. McGrawHill: United States; 1998. p.


76-80.

Pharma- ceutical Care Guidelines Advisory


Commitee; 2005.
7.

American Society of Health-System


Pharmacists.

Cipolle R, Strand L, Morney P.


Pharmaceutical Care

9.

Farris KB, Fernandez-Llimos F, Benrimoj


SI. Phar- maceutical care in community
pharmacies: Prac-

tice and research from around the


world, Ann
Pharmacotherapy 2005; 39:539-41.
10. Asthma Management Handbook. National
Asthma
Council Australia; 2006.
11. Prest MS, Kristianto FC, Tan CK. Reaksi
Obat

yang

Tidak

Dikehendaki,

Dalam

Aslam M, Tan CK, Pra- yitno A, ed, Farmasi


Klinis: Menuju Pengobatan Rasional dan
Penghargaan Pilihan Pasien, PT Elex Media
Komputindo, Jakarta; 2003. p. 101-107.
12. Lee A, Beard K. Adverse Drug Reactions,
Churchill

of

methyldopa,

Theophylline

Re-

Hypotension,

Indapamide
sulting

Marked

in

Diure-

and

Prolonged
sis

and

Hypokalaemia in An Elderly Patient, Pharmacoepidemiol

Drug

Saf.

2009;18(10):

977-9.
18. Brunton LL, Goodman LS, Blumenthal D,
Buxton I, Goodman and Gilmans manual
of pharmacology and therapeutics, 11th
ed. McGraw-Hill Professio- nal; 2006.
19. Ralph E. Howell, William T. Muehsam and
Wil- liam J. Kinnier. Mechanism for the
emetic

side

effect

of

xanthine

bronchodilators. Life Sciences

Livingstone, London; 2006.


13. Edwards IR, Aronson JK. Adverse Drug
Reactions:

1990;
46(8).
20. McEvoy G, Snow E, Miller J, et al.

Defnitions, Diagnosis, and


Management. Lancet

American

2000; 356(9237):1255-9.

Society

of

Health

System

Pharmacists. Bethesda; 2008.

14. Shastry BS. Pharmacogenetics and the

21. Anderson P. Handbook Of Clinical Drug

concept of indivi-dualized medicine. The

Data. Mc- graw-Hill Companies 2002; 10.

Pharmacogenomics Journal 2006; 6: 16

22. Lacy C, Armstrong L, Goldman M, Lance L.

21.

Drug

In-

formation

Handbook:

15. Naranjo CA, Busto U, Sellers EM, Sandor

Comprehensive Resource for all Clinicians

P, et al. A method for estimating the

and Healthcare Professionals. Lexi-Comp

probability of adverse drug

Inc, United States 2006; 14.

reactions.

Clin Pharmacol Ther 1981; 30:

23.

239245.
16.

Lemeshow

National

Endocrine

and

Metabolic

Diseases Infor- maton Service: A Service.


S.

Besar

Sampel

dalam

Penelitian Kese- hatan. Yogyakarta. Gajah


Mada University Press;
1997. p. 55.
17. Chan TY, Gomersall CD, Cheng CA, Woo J.
Overdose

The Institute of Diabetes and Digestive


and Kidney Diseases. NIH; 2005.
24. Sweetman S. Martindale: The Complete
Drug

Refe-

rence.

USA.

Pharmaceutical Press 2009; 36.

Edition.

Artikel Penelitian

Pengaruh Pemberian Ekstrak Etanol


Umbi Mahakaan terhadap Waktu
Perdarahan dan Pembekuan serta Jumlah
Trombosit Darah Mencit Putih Betina
Surya Dharma, Dachriyanus, dan Zikra Sartika

ABSRACT: The efect of aethanolic extract of mahakaan,s (Gynura


pseudochina (L) DC tuber on shortening bleeding and coagulation
time and trombocytes cell of the white female mice has been
studied. The overal doses used were 30,100 and
300 mg/kg BW. The efect was observed on, 1st, 7th, 14th and 21th
days by using the modifed cutting tail method, slide method and
using hemositometer. As a comparator used vitamin K with dose of
0,026 mg/20g BW was given. The result indicated that the extract
has ability to shorten bleeding and coagulation time at all doses,
and the dose of 300 mg/kg BW showed a stronger efect on
shortening bleeding time compared to vitamin K 0,026 mg/20g
BW (p<0,01). The doses of
100 and 300 mg/BW showed a stronger efect on shortening
coagulation time. The thrombocytes was not influenced by the all
doses, and neither was the lenght of the administration (p>0,01).
Keywords :
Gynura pseudochina (L.) DC), bleeding time,
coagulation time, and level of thrombocyt
ABSTRAK: Telah dilakukan penelitian tentang pengaruh ekstrak
etanol umbi tanaman mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.)
terhadap kemampuannya mempersingkat waktu perdarahan,
pembekuan darah serta mengamati jumlah sel trombosit darah
mencit putih betina. Dosis yang digunakan pada penelitian ini
adalah 30, 100 dan 300 mg/kb BB dan pengaruhnya diamati
pada hari ke
1, 7, 14 dan 21. Metoda yang digunakan adalah metoda
pemotongan ekor yang dimodifkasi, metoda slide dengan
menggunakan alat hemositometer. Sebagai pembanding digunakan
vitamin K pada dosis 0,026 mg/20g BB. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian ekstrak etanol dari umbi
mahakaan
mampu mempersingkat waktu perdarahan dan
pembekuan darah secara signifkan apa- bila dibandingkan dengan
vitamin K pada dosis 0,026 mg/20 g BB, dan efeknya akan lebih
baik terlihat pada dosis 300 mg/kg BB (p<0,01). Pada pemberian
do- sis 100 dan 300 mg/kg BB memberikan hasil yang lebih baik
dalam memper- singkat waktu pembekuan darah. Tidak terlihat
peningkatan jumlah sel trom- bosit pada penelitian ini untuk
semua dosis yang digunakan (p>0,1).

58

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Jurusan Farmasi, Fakultas


MIPA Universitas Andalas
Padang

Kata kunci : Gynura pseudochina (L.) DC), waktu perdarahan,


waktu koagulasi, dan level trombosit

Korespondensi:
Dachriyanus
Email : dachriyanus@hotmail.com

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

59

Pengaruh Ekstrak Etanol Umbi Mahakaan terhadap


Waktu Pendarahan

PENDAHULUAN
Pada saat ini kita kembali kepada
pengobatan alternatif yaitu dengan
menggunakan tanaman obat yang sudah
banyak diketahui khasiatnya. Tanaman
ini biasanya digunakan untuk pencegahan dan pengobatan penyakit (1).
Kecenderung- an minat penggunaan obat
tradisional kini makin meningkat, karena
bentuk sediaan yang didu- kung oleh
kemajuan teknologi saat ini, disamping
itu harganya dapat dijangkau dan
keamanannya juga dapat terjamin (2).
Gynura sp termasuk ke dalam golongan
famili Asteraceae, sering digu- nakan
oleh masyarakat untuk pengobatan alternatif. Tanaman ini banyak tumbuh di
pekarangan rumah dan juga tumbuh di
beberapa kawasan hu- tan di Indonesia.
Kandungan kimia dari tanaman ini adalah
benzoquinon (Quinoid), carryophyllen
oksida
(seskuiterpen),
diosgenin
(sapogenin),
stigmasterol
(steroid),
adenin (alkaloid), querce- tin (flavonoid)
(3).
Salah satu spesies tanaman yang
banyak di- gunakan untuk obat adalah
Gynura pseudochina (L.) DC), yang
dikenal dengan nama daerah mahakaan
Umbi dari tanaman ini digunakan
untuk menghentikan perdarahan (luka
teriris, batuk da- rah, muntah darah,
mimisan,
perdarahan
sehabis
melahirkan,
luka
bakar),
demam,
membersihkan racun, tulang patah
(fraktur) (4).
Sebagai obat luka umbi mahakaan
(Gynura pseudochina (L.) DC), masih
banyak digunakan, disamping itu belum
ada suatu penelitian yang melaporkan
bahwa tanaman ini berkhasiat untuk
menghentikan perdarahan, pembekuan
darah
dan
meningkatkan
jumlah
trombosit.
Ekstrak etanol dari umbi tanaman ini
di uji terhadap proses hemostasis dan

pembekuan
darah,
vitamin
K
digunakan sebagai pembanding pada
penelitian ini. Vitamin K memiliki
peranan dalam proses hemostasis dan
pembekuan darah terhadap faktor II
(protrombin), faktor VII (pro- konvertin),
faktor IX (Christmas) dan faktor X
(Stuart-Prower),
bekerja
sebagai
koenzim pada gama karboksilasi rantai
samping asam glutamat.

Hasil karboksilasi akan mempermudah


pengikat- an ion kalsium yang diperlukan
untuk memben- tuk kompleks dengan
fosfolipid (5).
Waktu
perdarahan
menggunakan
metoda
pemotongan
ekor
yang
dimodifkasi (6), waktu pem- bekuan
darah menggunakan metoda Slide Hepler (1962), dan penghitungan jumlah
trambosit
menggunakan
alat
hemositometer (7).

METODOLOGI
PENELITIAN
Alat, bahan dan
hewan
Alat yang digunakan pada penelitian ini
ada- lah : perkolator, alat destilasi, rotary
evaporator, lumpang dan alu, tabung
reaksi, plat tetes, pipet tetes, krus, oven
kaca arloji, timbangan analitik, gelas ukur,
jarum oral, timbangan hewan, gun- ting,
kertas saring, stopwatch, gelas objek,
cover
glass,
hemositometer
dan
mikroskop. Bahan yang digunakan adalah
ekstrak etanol umbi mahakaan, hewan
percobaan mencit putih betina galur DDY
Japan berumur 8-12 minggu dengan bobot
badan
20-30

Surya Dharma, Dachriyanus, dan


gram.
Zikra Sartika
Sebelum
digunakan
hewan
di
aklimatisasi se- lama seminggu dan
mencit putih yang digunakan adalah
mencit sehat, tidak mengalami perubahan berat badan yang berarti (deviasi
maksimal
10%) dan secara visual menunjukkan
perilaku yang normal (8). Bahan kimia
lain yang digu- nakan adalah etanol 96%,
air suling, kloroform, kloform ammonia,
asam sulfat pekat, asam sulfat
2 N, reagen Meyer, larutan besi (III)
klorida pekat, serbuk Mg, Na CMC,
larutan asam oksalat 1% dan vitamin K
(Kimia Farma).

Metoda
Penelitian
Bahan
uji
ekstrak
etanol
umbi
mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC),
larutan Na CMC 1%, sebagai kontrol dan
vitamin K diberikan secara peroral
kepada hewan percobaan dengan volume
pemberian obat 1% dari berat badan
selama 21 hari. Pengamatan dilakukan
pada hari ke 1, 7, 14, dan 21, dan 60
menit
setelah
pemberian
sediaan
dilakukan penentuan waktu perdarahan,
pem- bekuan dan perhitungan jumlah sel
trombosit.

Tabel 1. Persentase Efektivitas Waktu Perdarahan Ekstrak Etanol Umbi


Mahakaan Gynura pseudochina (L.) DC.) dan Vitamin K terhadap
Kontrol.
Perlakuan

% Efektivitas waktu perdarahan setelah


pemberian ekstrak terhadap kontol pada
pengamatan hari ke1
7
14
21

Zat Uji dan Dosis

10,75

50,86

54,78

57,76

Ekstrak
mg/kgBB
BB
Ekstrak etanol
etanol 100
30 mg/kg

38,58

65,65

73,94

77,69

Ekstrak etanol 300 mg/kg BB

52,44

74,21

81,88

85,00

0,57

60,66

75,55

78,52

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

W
a
kt
u
P
er
d
ar
a
h

1. dosis 30 mg/kg BB
2. dosis 100 mg/kg BB
3. dosis 300 mg/kg BB
4. dosis 0,026 mg/kg BB

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 1. Diagram batang dalam bentuk persentase efek waktu pedarahan setelah
pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.)
dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan dengan pemberian vitamin K dosis
0,026 mg/ 20 gr BB

Penentuan waktu pendarahan


Penentuan
waktu
perdarahan
dilakukan dengan menggunakan
metoda pemotongan ekor yang dimodifkasi (6). Caranya adalah ujung
ekor mencit yang telah dibersihkan
dengan etanol 96%, dipotong sepanjang
5 mm dengan gunting yang telah
dibersihkan.
Pengamatan
waktu
perdarahan dilakukan mulai dari awal
pemotongan
ekor
sampai
dengan
terbentuknya bekuan darah pada ujung
ekor mencit tersebut.
Penentuan waktu pembekuan

Penentuan waktu pembekuan darah


dilaku- kan dengan metoda Slide (9).
Caranya, ditetes- kan 3 tetes darah
diatas objek glass yang kering

dan bersih, saat awal penetesan


stopwatch di- jalankan. Tiap-tiap detik
gerakan ujung jarum melalui tetes
pertama sampai terlihat adanya benang
fbrin. Segera setelah terlihat benang
fbrin pada tetes pertama, gerakan
ujung jarum pada tetes ke dua dan
seterusnya sampai dilan- jutkan pada
tetes ketiga. Waktu terbentuknya

benang fbrin pada tetes kedua dan


ketiga di- ratakan dan dicatat sebagai
waktu pembekuan darah.
Perhitungan
jumlah
trombosit
Penghitungan jumlah sel trombosit
dilaku- kan menggunakan hemositometer
(7), dilakukan dengan cara sebagai
berikut :

Tabel 2. Persentase efektivitas waktu perdarahan ekstrak etanol umbi


mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap
kontrol
Perlakuan

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah


pemberian ekstrak terhadap kontol pada hari
ke-

Zat Uji dan Dosis


Ekstrak etanol 30 mg/kg BB
Ekstrak etanol 100 mg/kg BB
Ekstrak etanol 300 mg/kg BB
Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

W
a
kt
u
p
e
m
b
e
k
u
a
n

14

21

11,73

58,57

66,93

69,50

45,04

77,92

84,76

88,82

65,32

83,18

86,68

89,13

4,22

75,33

78,04

85,47

1. dosis 30 mg/kg BB
2. dosis 100 mg/kg BB
3. dosis 300 mg/kg BB
4. dosis 0,026 mg/kg BB

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 2 . Diagram batang efek dalam bentuk persentase terhadap waktu


pembekuan darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan
(Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan
dengan pemberian vitamin K dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

A. Mengisi Pipet Eritrosit


Dipipet
eritrosit
terlebih
dahulu
dibilas de- ngan larutan amonium
oksalat 1% sampai garis tanda 1,
kemudian bilasan di buang.
Dibersihkan
darah
pada
bagian
ekor
yang akan dipotong dengan
tissue,
dibiarkan
darah
keluar
kemudian dihisap sampai garis tanda
0,5. Kelebihan darah yang melekat
pada ujung pipet dihapus dengan
tissue.

Dimasukkan ujung pipet ke dalam


larutan amonium oksalat 1 % sambil
menahan darah pada garis tanda
tadi. Dihisap larutan amo-

nium oksalat tersebut perlahan-lahan


sampai tanda garis 101
Pipet diangkat dari larutan, ditutup
ujung pi- pet dengan ujung jari dan
karet pengisap di lepaskan. Dikocok
pipet tersebut sampai 1530 detik.

B. Mengisi Kamar Hitung


Kamar hitung dengan penutupnya
yang ber- sih, diletakan mendatar di
atas meja.
Pipet yang telah diisi tadi dikocok
selama
3
menit
secara
terus
menerus.

Tabel 3. Persentase kenaikan jumlah sel trombosit ekstrak etanol umbi


mahakaan (Gynura pseudochina (L.) DC.) dan vitamin K terhadap
kontrol
Perlakuan
Zat Uji dan Dosis

% Efektivitas waktu pembekuan darah setelah


pemberian ekstrak terhadap kontol pada
pengamatan hari ke-

Ekstrak etanol dosis 30 mg/kg BB

0,36

0,36

Ekstrak etanol dosis 100 mg/kg BB

0,35

0,59

0,59

0,71

Ekstrak etanol dosis 300 mg/kg BB

1,53

1,42

1,42

2,01

Vitamin K dosis 0,026 mg/kg BB

0,12

0,24

0,12

K
e
n
ai
k
a
n
ju
m
la
h
tr
o
m
b
o

14

21

1. dosis 30 mg/kg BB
2. dosis 100 mg/kg BB
3. dosis 300 mg/kg BB
4. dosis 0,026 mg/kg BB

Waktu Pengamatan (hari)

Gambar 3 .
Diagram batang efek dalam bentuk persentase dari jumlah sel
trombosit darah setelah pemberian ekstrak etanol umbi mahakaan
(Gynura pseudochina (L.) DC.) dengan 3 variasi dosis yang di bandingkan
dengan pemberian vitamin K pada dosis 0,026 mg/ 20 gr BB.

Tiga sampai empat tetes pertama


cairan yang terdapat dalam pipet
dibuang dan segera sen- tuhkan ujung
pipet pada permukaan kamar hitung
dengan menyinggung pinggir kaca
penutup. Dibiarkan kamar hitung terisi
cairan secara perlahan sampai penuh.
Kamar hitung yang telah terisi
cairan,
di- inkubasi selama 10-15
menit dalam cawan pe- tri yang diberi
kapas basah kemudian ditutup.
Kamar
hitung
diletakan
pada
mikroskop,
per- besaran yang
digunakan adalah 10 x untuk me- lihat
kamar hitung, dan 40 x untuk
menghitung

jumlah trombosit. Kamar hitung yang


diguna- kan untuk menghitung sel
trombosit adalah ka- mar hitung yang
di tengah (25 bidang). Hitung semua
sel trombosit pada 25 bidang tersebut.
Hasil
yang
diperoleh
dikalikan
2000, maka didapat sel trombosit per
(l) darah Jumlah trombosit = n/v x F,
dimana n = jumlah trom- bosit yang
dihitung, v = volume yang dihitung
(l) dan F = faktor pengenceran. Bila
jumlah trombosit yang dihitung 25
bidang besar sama dengan N, maka :
Jumlah trombosit N/0,1 x
200 =2000 x N/l
darah.

HASIL
PEMBAHASAN

DAN

Dari penelitian yang telah dilakukan


dapat diketahui bahwa ekstrak etanol
umbi mahakaan (Gynura pseudochina
(L.) DC), dosis 30, 100 dan
300 mg/kg BB dapat mempersingkat
waktu perdarahan dan pembekuan darah
mencit se- bagai hewan uji. Efek ini
sudah
teramati
pada hari pertama
setelah pemberian sediaan. Hal ini
merupakan
suatu
kemajuan
untuk
memperoleh efek obat yang dapat
mempersingkat waktu perdarahan dan
pembekuan darah.
Pada Tabel 1, dapat dilihat efek dalam
bentuk persentase setelah pemberian
ekstrak etanol umbi mahakaan dosis
30 mg/kg BB. Hasil di- peroleh secara
berturut-turut pada pengamatan hari ke1, 7, 14 dan 21 adalah: 10,74; 50,85;
54,77 dan 57,75%. Pengamatan pada
dosis 100 mg/kg BB, hasil yang
diperoleh adalah: 38,57;
65,64, 73,93 dan 77,68 %. Pada dosis
300 mg/
kg BB adalah: 52,44; 74,20;
81,88
dan 85,00
%. Berdasarkan efek dalam bentuk
persentase tersebut dapat diketahui
bahwa setiap pening- katan dosis dan
lamanya
waktu
pengamatan
menyebabkan peningkatan efektivitas.
Pening- katan efektivitas maksimum
terlihat pada dosis
300 mg/kg BB pada hari ke 21
pengamatan.
Pada Tabel 2, persentase efek waktu
pem- bekuan darah pada pemberian
dosis 30 mg/kg BB,
ditemukan
persentase efek
secara bertu- rutturut pada hari ke- 1, 7, 14, dan 21
adalah
11,72; 58,56; 66,93; dan 69,50%. Pada
pembe- rian dosis 100 mg/kg BB 45,03;
77,92; 84,76; dan 88,82 %. Pemberian
dosis 300 mg/kg BB secara berurutan
adalah : 65,32;
83,17;
86,67 dan

89,13%. Berdasarkan persentase efek


dapat
diketahui
bahwa
setiap
peningkatan dosis dan lamanya waktu
pengamatan menyebabkan ter- jadinya
peningkatan efek waktu pembekuan darah. Dosis yang memberikan efektivitas
maksi- mum adalah 300 mg/kg BB pada
hari ke-21 pe- ngamatan.
Pada Gambar 1 terlihat pada diagram
persen- tase efek waktu perdarahan,
dan pada Gambar
2 adalah diagram persentase waktu
pembekuan

darah. Pengamatan hari ke-1 dan 7


terlihat diagram meningkat tajam dan
dengan analisa Duncan diketahui waktu
perdarahan dan
pem- bekuan darah
antara pengamatan hari ke-1 dan ke-7
memberikan perbedaan yang signifkan.
Pada pengamatan hari ke 7 dan 21 grafk
terli- hat
landai, dan dari analisa uji
statistik
Duncan
diketahui
waktu
perdarahan dan waktu pem- bekuan
darah antara hari ke-7, 14 dan 21 tidak
signifkan.
Untuk sementara waktu pengamatan
pada hari ke-1 dan 7, dapat diartikan
bahwa pemberi- an ekstrak etanol umbi
mahakaan mampu mem- persingkat
waktu perdarahan dan pembekuan darah,
sedangkan pada hari ke-14 dan 21, efek
semakin kecil terlihat pada diagram
menunjuk- kan hampir datar.
Pada Tabel 3 merupakan tabel
persentase ke- naikan jumlah trombosit,
terlihat trombosit ti- dak selalu naik
seperti halnya pada waktu perda- rahan
dan pembekuan darah. Pada hari ke-7
ekstrak etanol umbi mahakaan dosis
300
mg/
kg
BB
memperlihatkan
penurunan jumlah sel trombosit, dan

pada dosis 30 dan 100 mg/kgBB serta


vitamin K dosis 0,026 mg/20g BB terjadi
peningkatan persentase jumlah sel
trombosit. Pada pengamatan hari ke-14,
terjadi penurunan jumlah sel trombosit
pada ketiga variasi dosis sedian uji dan
vitamin K. Pada pengamatan hari ke-21
semua ekstrak memberikan peningkatan
persentase
kenaikan
jumlah
sel
trombosit. Na- mun bila dilakukan uji
jarak berganda Duncan terhadap faktor
waktu dapat dilihat bahwa jum- lah sel
trombosit
pada
setiap
waktu
pengamatan
tidak
berbeda
nyata
sehingga tidak mempenga- ruhi pada
peningkatan waktu perdarahan dan
waktu pembekuan darah pada penelitian
ini. Pe- nyebab dari turun naiknya jumlah
sel trombosit ini mungkin disebabkan
oleh umur trombosit yang singkat yang
berkisar antara 1 2 minggu dimana
setelah itu trombosit telah diurai dalam
sistem retikulum endoplasma (10).
Dari persentase kenaikan jumlah sel
trom- bosit
dapat
dilihat
bahwa
peningkatan jumlah sel trombosit pada
setiap waktu pengamatan

dari masing-masing dosis, sangat kecil


dimana peningkatan yang paling tinggi
hanya 2,009% yaitu ekstrak etanol dosis
300
mg/kgBB
pada
hari
ke-21
pengamatan (tabel 3). Hal ini
dapat
dipahami karena dalam tubuh produksi
sel trombosit di sum-sum tulang diatur
oleh jum- lah sel trombosit yang beredar
dalam darah me- lalui suatu mekanisme
umpan balik (5). Artinya jumlah sel
trombosit akan tetap konstan dalam
keadaan normal. Bila terjadi luka sel
trombosit yang beredar akan berkurang
sehingga merang- sang produksi faktor
trombopoetik
yaitu
hormon
trombopoetin yang akan mengatur pembentukan trombosit di sum-sum tulang
(5).
Dari uraian di atas dapat disimpulkan
bahwa pemberian ekstrak etanol umbi
mahakaan dapat mempersingkat waktu
perdarahan dan waktu pembekuan
darah. Tetapi terhadap sel trombo- sit
ekstrak etanol umbi mahakaan hanya
sedikit
meningkatkan
jumlah
sel
trombosit bila diban-

DAFTAR
PUSTAKA
1.

Winarto WP, Tim Karyasari, Daun dewa:


Budidaya dan Pemanfaatan Untuk Obat.
Jakarta: Penebar Swadaya; 2004.

2.

Dalimartha S. 36 Resep Tumbuhan Obat


Untuk Me- nurunkan

Kolesterol.

Jakarta:

Penebar Swadaya;
2000.
3.

Agestia, Resi Waji. Flavonoid (Quersetin).


Univer- sitas Hasanudin; 2009.

4.

Dalimartha S. Atlas Tumbuhan Obat


Indonesia.

Ja-

karta:

Trubus

Agriwida;

2001.
5.

Kresno SB. Pengantar Hematologi dan


Imunohema- tologi. Jakarta: Gaya baru,
1988.

6.

Dey PM, and JB Harborne.

Methods in

Plant Bio- chemistry Assay fo Bioactivity.


New York: Acade- mic Press 1991;4.
7.

Soebrata G. Penentuan Laboratorium


Klinis. Jakarta: Dian Rakyat; 2001.

8.
Farmakope Indonesia, Edisi IV, Jakarta;
Departemen
Kesehatan Republik Indonesia 1995.

dingkan dengan kontrol, dan apabila


dihitung
secara
statistik
tidak
menunjukkan efek yang signifkan
(p>0,01).

9.

Hepler OE. Manual of Clinical Laboratory


Methods, Fourth Edition. USA; Charles C
Thomass Publisher;
1962.

10. Mutchler E. Dinamika Obat, Buku Ajar


Farmakologi

KESIMPUL
AN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan, diperoleh kesimpulan bahwa:
1.

Pemberian ekstrak etanol umbi


mahakaan (Gynura pseudochina (L.)
DC) dengan tiga variasi dosis (30,
100, dan 300) mg/kgBB dapat
mempersingkat waktu perdarahan
dan pembekuan darah mencit putih
betina dengan signifkan. (p<0,01)
2. Pemberian ekstrak etanol umbi
mahakaan (Gynura pseudochina (L.)
DC)
pada semua dosis tidak
memperlihatkan efek peningkatan
trombosit yang signifkan (p>0,01)

dan

Toksikologi,

diterjemahkan oleh M.B Mathilda dan A.S.


Ranti. Bandung: Penerbit ITB; 1991.
11. Anonimous. Alternative Medicine Review
2009;14 (2): 177-179.
12.

Anonimous.

Betulkah

Jus

Jambu

Biji

Mengatasi De- mam berdarah?. Kompas


2004; 6 Agustus 2005.
13. Baldy MC. Pembekuan, dalam A.S. Price,
L.M.C, Wil- son (Eds), Patofsiology Konsep
Klinis

Proses-Proses

Penyakit,

diterjemahkan oleh P. Anugerah. Jakarta:


Penerbit EGC; 1994.
14. Guyton C, Arthur. Fisiology Manusia dan
Mekanisme

Penyakit,

Edisi

3,

diterjemahkan oleh P. Adrianto. Jakarta:


Penerbit EGC; 1990.
15. Prihantin

AMH.

Pengaruh

Perasan

Daun

Dewa (Gynura pseudochina (L.)

Merr),

terhadap

Bleed-

ing

time

dan

Clotting Time pada Tikus Putih Wistar


Jantan. Universitas Jember; 2008.

16. Rosmiati H, VHS Gan. Antikoagulan, Anti

teran Universitas Indonesia ; 1996.

Trombo- sit, Trombolitik dan Hemostatik:

19. Tsucida, Straeten N., et al. Henhanced

dalam, Tanu, I., et al, (Ed.), Farmakologi

Blood Coagu- lation and Fibrinolysis in

dan Terapi, Edisi IV. Jakarta: Universitas

Mice Lacking Histidin- Rich Glycoprotein

Indonesia; 1995.

(HRG).

17. Satriawan
Daun

AH.

Pengaruh

Eksrak

Dewa (Gynura pseudochina (L.)

Journal

of

Thrombosis

and

Haemostasis; 2005.

DC) Terhadap Kematian Cacing Ascaris

20. Winarto WP. Tanaman Obat Untuk


mencegah

solium Secara Invitro, Universitas Islam

SARS. Jakarta: Penebar Swadaya; 2003


21. Worl

Sultan Agung; 2009.


18.

Tjokronegoro

Laboratorium

Hema-

A,
tologi

Pemeriksaan
Sederhana,

Edisi II. Jakarta: Fakultas Kedok-

Health

Control Me- thods

Organization.
for

Medicinal

Materials, Geneva: WHO; 2011.

Quality
Plant

Artikel Penelitian

Penentuan Kadar Rubraxanton


pada Ekstrak
Kulit Batang
Garcinia spp
Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan
Fatma Sriwahyuni
ABSTRACT: In this study a High Performance Liquid
Chromatography (HPLC) has been used for determination of
rubraxanton on bark extracts Garcinia spp (Garcinia
mangostana, Garcinia Cowa, Garcinia griffitii, Garcinia dioica
and Garcinia forbesii). HPLC system consisted of C-18 reversed
phase column with a length of 250 mm, diameter 4.6 mm, 20
mL injection volume, mobile phase methanol: water (gradient
system with polarity) and flow rate of 1 ml / min. Rubraxanton
levels obtained in this study; 9.161% for G. mangostana,
6.942% for G. cowa,. 6.762% for G. dioica, 0.499% for G.
forbesii and 0.229% for G. griffitii. The method has been
validated for specifcity, linearity, accuracy, pre- cision, limits of
detection (LOD) and limits of quantitation (LOQ). The linear- ity
of the method can be seen from the regression coefficient r =
0.9996 with a linearity range from 1.72 to 55 ug/ml. Recovery
of rubraxanton in the extract of G.mangostana was between
99.61 to 101.08%. Intra-and inter-day precision showed
relatively small level of standard deviation (lower than 2%).
Limit Of Detection (LOD) and Limit Of Quantitation (LOQ) are
0.55 ug / ml and 1.82 ug
/ ml
respectively.
Keywords : rubraxanton, bark extracts,
Garcinia spp.

Laboratorium Kimia Bahan Alam, Fakultas Farmasi, Universitas Andalas,


Padang

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

73

ABSTRAK:
Dalam
penelitian
ini
telah
digunakan
metoda
Kromatografi Cair Kinerja
Tinggi
(KCKT)
untuk
penentuan
kadar
rubraxanton pada ekstrak
ku- lit batang Garcinia spp
(Garcinia
mangostana,
Garcinia cowa, Garcinia
griffitii, Garcinia dioica dan
Garcinia forbesii). Sistem
KCKT terdiri dari kolom
fase terbalik C-18 dengan
panjang kolom 250mm,
diameter 4,6mm, volume
injeksi
20l, fase gerak

metanol : air dengan sistem gradient polarity dan laju alir


1ml/menit. Kadar rubraxanton yang diperoleh pada penelitian
ini adalah
9,161% untuk G. mangostana, 6,942% untuk G. cowa, 6,762%
untuk G. dioica,
0,499% untuk G. forbesii dan 0,229% untuk G. griffitii. Metoda
ini telah ter- validasi untuk spesifsitas, linieritas, akurasi,
presisi, limits of detection (LOD) dan limits of quantitation
(LOQ). Linieritas dari metoda dapat dilihat dari harga koefsien
regresi r = 0,9996 dengan rentang linieritas 1,72 55 g/ml.
Recovery rubraxanton dalam ekstrak G.mangostana adalah
99,61 101,08%. Presisi intra dan inter-day memperlihatkan
harga standar deviasi relatif yang lebih kecil dari 2%. Limit Of
Detection (LOD) dan Limit Of Quantitation (LOQ) berturut-turut
adalah 0,55 g/ml dan 1,82 g/ml.
Kata kunci : rubraxanton, ekstrak kulit batang,
garcinia spp.

Korespondensi:
Meri Susanti
Email : meri_susanti008@yahoo.com

74

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Meri Susanti, Dachriyanus, Deddy Prima Putra, dan


Fatma Sriwahyuni

PENDAHULUAN
Garcinia adalah salah satu tumbuhan
obat yang termasuk ke dalam famili
Guttiferae. Ke- lompok tumbuhan ini
telah
banyak
digunakan
dan
diperdagangkan oleh masyarakat Asia
sebagai
obat
tradisional
untuk
bermacam-macam
penyakit
seperti
diare, infeksi kulit, luka dan se- bagai
antiseptik (1). Penelitian terhadap genus
ini telah berhasil mengisolasi beberapa
senyawa kimia yang terbukti memiliki
aktiftas farmako- logi. Salah satunya
adalah senyawa rubraxanton.
Rubraxanton (1,3,6 trihydroksi 8
gera- nyl 7 methoxy xanton) telah
berhasil diiso- lasi dari beberapa spesies
Garcinia diantaranya G. Dioica, (2) G.
parvifolia (3) G. cowa (4, 5) G.
mangostana (6) dan G. griffithii.
Aktivitas far- makologi yang menarik
dari senyawa ini terkait dengan daya anti bakterinya, dimana rubraxan- ton telah
terbukti mampu menghambat dengan
baik
pertumbuhan
Staphylococcus
aureus
(2),
Trichophyton
mentagrophytes,
dan
Microsporum
gypseum
(3),
Staphylococcus
epidermidis,
Micrococcus
luteus,
Pseudomonas aeruginosa, Esche- richia
coli (7), dan Helicobacter pylori (6).
Selain itu rubraxanton juga telah
dilaporkan sebagai antitumor dan aktif
sebagai
antioksidant
dan
antikolesterolemia (7).
Berdasarkan survey yang dilakukan
terhadap genus Garcinia di daerah
Sumatera Barat dike- tahui bahwa
terdapat sekurangnya sembilan spesies
Garcinia yang tersebar di beberapa tempat yang telah dimanfaatkan masyarakat
secara
tradisional
(personal
information). Penelitian ini dimaksudkan
untuk menganalisis kadar rubra- xanton
yang potensial dalam terapi beberapa
penyakit di dalam ekstrak kulit batang
Garcinia spp yang ditemui di daerah

Sumatra Barat. Se- hingga dengan hasil


penelitian ini dapat diketa- hui spesies
mana yang mengandung rubraxan- thon
terbanyak untuk dijadikan sumber
bahan
baku
untuk
kepentingan
pengobatan nantinya.
Penetapan
kadar
rubraxanton
dilakukan
dengan
metoda
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi. Untuk
hasil yang baik terhadap metoda
yang

Penentuan Kadar
Rubraxanton
pada Ekstrak
Kulit Batang
digunakan
terlebih
dahulu
dilakukan
Garcinia spp.
validasi metoda. Sehingga penelitian ini
dibagi atas validasi metoda penetapan
kadar
rubraxan- ton secara KCKT
meliputi penentuan linieritas, akurasi,
presisi intra dan inter day serta limits of
detection dan limits of quantitation dan
peneta- pan kadar rubraxanton dalam
ekstrak beberapa spesies Garcinia secara
KCKT.

METODE
PENELITIAN
Alat
Timbangan analitik Libror AEG 80 SM
Shi- madzu, seperangkat alat destilasi,
rotary evapo- rator,
KCKT
merk

Shimadzu , detektor UV-Vis SPD 10AVP,


pompa
ganda/gradient,
rekorder
Shimadzu CLASS - VP V6.14 SP2, kolom
Shim pack VP-ODS 250 x 4,6mm,
timbangan analitik Libror AEG 80 SM
Shimadzu, oven Memmert, desikator,
labu ukur berbagai ukuran, gelas ukur,
pipet takar, cawan, krus, pipet tetes,
kulkas, pe- nyaring milipore, penyaring

vakum, vial-vial ke- cil,


corong, dan gelas ukur.

botol

kaca,

Baha
n
Bahan-bahan yang diperlukan dalam
peneli- tian ini adalah kulit batang
tumbuhan G. man- gostana, G. dioica,
G. cowa, G. forbesii, dan G. griffitii yang
diambil di Sarasah Bonta Kotama- dya
Payakumbuh Sumatera Barat, pelarut
meta- nol, aquabidest (Otsuka), metanol
p.a (Merck), rubraxanton, mangostin
Prosedur
Kerja
1. Pembuatan Ekstrak Kulit batang
tumbu- han Garcinia spp dikering
anginkan ditem- pat teduh. Kemudian
dirajang
dan
dijadikan
serbuk,
sehingga diperoleh serbuk kering.
Serbuk kering kulit batang seberat
250g di- maserasi dengan metanol
ditempat yang terlindung dari cahaya
langsung selama 5 hari. Setelah 5 hari
hasil maserasi disaring dan ampas
dilakukan
lagi
maserasi
dengan
pelarut yang sama selama 3 hari.
Pengerjaan

ini
dilakukan
sebanyak
2
kali
pengulangan. Maserat digabungkan
dan
dipekatkan
dengan
rotary
evaporator
sehingga
diperoleh
ekstrak kental.
2. Penetapan Rubraxanton dalam
Ekstrak Be- berapa Spesies Garcinia
spp secara HPLC

Pembuatan Larutan Uji Ekstrak


Garcinia spp
(500ppm)
Ekstrak kulit batang (G. dioica, G.
cowa, G. for- besii, G. griffitii dan G.
mangostana) sejumlah kurang lebih
50mg ekstrak dilarutkan dengan metanol
sampai volume 100ml. Larutan disaring dengan penyaring milipore 0,45 m.
Larutan diinjeksikan ke dalam system
kromatograf
de- ngan fasa diam
(oktadesilsilane C - 18), fasa gerak
metanol air system gradient polarity
dengan ke- naikan metanol 2% tiap
menit, kecepatan aliran
1ml/menit, detektor UV pada:
Uji Spesifisitas
Spesifsitas
ditentukan
dengan
menganalisis campuran larutan standar
rubraxanton yang di- campur dengan
senyawa pembanding mangos- tin.
Larutan diinjeksi dengan volume injeksi
20 l ke dalam sistem KCKT. Kemampuan
pemisa- han semua senyawa dalam
sampel ditunjukkan dengan menghitung
resolusi (R) antara puncak- puncak yang
dihasilkan.
Identifkasi
ditentu- kan
dengan membandingkan waktu retensi
dari puncak-puncak utama pada masingmasing kro- matogram dari larutan uji
dengan kromatogram larutan standar.
Linieritas dan Kurva Kalibrasi
Linieritas dilakukan analisa seri larutan
stan- dar
rubraxanton
(lima
seri

kosentrasi) dan di- njeksikan pada alat


KCKT dengan menggunakan loop 20ul.
Kurva kalibrasi dibuat dengan mem- plot
luas area yang didapat dari analisa
terhadap kosentrasi standar. Linieritas
ditentukan oleh harga
r (koefsien
korelasi).

Presisi
Presisi yang dilakukan mencakup
presisi sistem dan presisi metoda.
Presisi sistem dilaku- kan dengan
menginjeksikan larutan standar dengan kosentrasi tertentu sebanyak
enam kali pe- ngulangan yang dilakukan
setiap hari pengerjaan.
Pengukuran variabel intra dan interday dibu- tuhkan untuk penentuan
presisi metoda. Tiga variasi kosentrasi
larutan
standar
rubraxanton di
injeksikan ke dalam sistem KCKT.
Kosentrasi standar rubraxanton dari
eksperimen dihitung dengan persamaan
garis lurus yang didapat dari kurva
kalibrasi. Relatif Standar Deviasi (RSD)
di- gunakan sebagai nilai presisi. Presisi
intra dan in- ter-day didapat dengan
melakukan analisa secara triplet dalam
sehari yang dilakukan selama 3 hari
dengan kondisi KCKT yang sama.
Akurasi
Akurasi metoda ditentukan oleh
pengujian re- covery menggunakan
metoda standar addisi. Tiga variasi
kosentrasi larutan standar rubraxanton
disiapkan dan ditambahkan kedalam

larutan uji ekstrak Garcinia spp. Larutan


diinjeksikan
dengan
tiga
kali
pengulangan ke dalam sistem KCKT
untuk tiap-tiap kosentrasi selama tiga
hari.
Sensistifitas
Sensitiftas ditentukan dari perhitungan
nilai
LOD dan LOQ.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Analisa kualitatif dan kuantitatif dari
rubra- xanton secara KCKT dilakukan
setelah dilaksa- nakan
uji
kesesuain
sistem. Dalam penelitian ini fase gerak
yang
digunakan
adalah
campuran
metanol
:
air
dengan
kepolaran
diturunkan
tiap menitnya. Untuk
pengujian ini diperoleh harga N
= 173863.3 dan nilai JSPT =
0,001438mm/pelat teori.
Pada
pengujian
spesifsitas
menggunakan
sistim
ini
diperoleh
pemisahan
yang
baik
senyawa
rubraxanton
dengan
senyawa

mangostin

(Gambar 1) dengan harga resolusi (R) =


1,4112, faktor kapasitas (k) = 7,40038.
Validasi
metoda
KCKT
dari
rubraxanton dalam ekstrak Garcinia
spp dilakukan terhadap bebe- rapa
parameter:
1. Linieritas dan Kurva
Kalibrasi
Linieritas dan kurva kalibrasi
dilakukan de- ngan menganalisa larutan
standar rubraxanton yang dibuat pada
enam variasi dosis. Sebagai pa- rameter
adanya hubungan linier atau tidak digunakan koefsien korelasi r pada garis
regresi linier y=154166,7302 (x)
134007,8756, dari metoda ini didapat
harga r = 0, 9996. Uji T student un
membuktikan adanya hubungan antara
kosentr

Gambar 1. Kromatogram standard


rubraxanthon dan senyawa
mangostin

kepercayaan P = 0,05 ternyata t hitung


= 79,052
> t tabel = 2,747, yang berarti Ho ditolak
dan ada korelasi yang bermakna antara
kosentrasi dan luas area (Gambar 2).
2.
Sensitivita
s
Kepekaan metoda analisa ditentukan
oleh ba- tas deteksinya (LOD) sedangkan
batas kuantitas terkecil yang dapat
dianalisa oleh suatu metoda dengan
cermat diistilahkan sebagai LOQ. LOD
dan LOQ dapat ditentukan dari kurva
linieritas la- rutan standar yang dibuat
dengan berbagai kon- sentrasi. Hasil
perhitungan LOD dan LOQ analisa
rubraxanton diperoleh dari persamaan
regresi

Gambar 2. Kurva linieritas larutan


baku rubra- xanthon

Gambar 3. Kromatogram Sampel


Ekstrak
Garcinia dioica 458,362
ug/ml

Gambar 4. Kromatogram Sampel


Ekstrak
Garcinia mangostana 459,745
ug/ml

tuk
larutan standar adalah
dan
aLOQ = 1,82 ug/ml.
si dengan luas puncak pada df = 4 dengan
taraf

LOD = 0,55ug/ml

3. Akurasi
Untuk menilai ketepatan suatu metoda
pa- rameter penting lainnya adalah
akurasi dan re- covery dari baku yang
ditambahkan ke dalam sampel uji
tersebut. Prosentase recovery yang
didapat merupakan penilaian ketepatan
metoda yang dipakai. Pada penelitian ini
akurasi metoda ditetapkan dengan
metoda standar addisi. Me- toda ini
dipilih karena sampel yang diuji berupa
ekstrak
sehingga
komponen
pembawanya sangat kompleks dan tidak
dapat diketahui secara pas- ti sehingga
tidak
memungkinkan
untuk
menggunakan metoda sampel plasebo. Dari
Tabel 1 terlihat bahwa prosentase
standar rubraxanton yang diperoleh
kembali dalam ekstrak dengan rentang
96,32% sampai 106,30% dengan Stan-

dar Deviasi Relative (RSD) < 5 %. Harga


recovery yang diperoleh dalam metoda
ini telah memenuhi persyaratan recovery
untuk analisis yakni berki- sar antara 95
105% dimana selisih kadar pada berbagai
penentuan < dari 5%.
4.
Presisi
Presisi yang dilakukan meliputi presisi
sistem yang dilakukan selalu setiap saat
akan melaku- kan KCKT. Uji ini dilakukan
dengan penyuntikan berulang larutan
standar yang diketahui kon- sentrasinya
sebanyak 6 kali penyuntikan untuk
menunjukkan kinerja alat pada kondisi
dan hari pengujian dengan batas presisi
RSD 2%. Harga Relatif Standar Deviasi
(RSD) dari 6 kali penyun- tikan larutan
standar adalah 1,354%, hal ini ber-

Tabel 1. Akurasi dan Recovery standar rubraxanton yang ditambahkan dalam


pengujian Rubraxanton secara KCKT selama 3 hari.
Kosentrasi standar

Recovery

yang ditambahkan

Hari 1

(%) Hari 2

Hari 3

102,828
2,866
97,040
4,292
96,061
2,936

101,348
5,582
94,987
6,196
95,905
0,407

99,062
0,928
97,315
0,795
96,341
2,921

Mean (%)

RSD (%)

101,080
1,897
97,315
1,452
96,102
0,221

1,699

(g/ml)
5,5
11
16,5

1,808
1,919

Tabel 2. Hasil Uji Presisi intra day Metoda Penetapan Kadar Rubraxanton dalam Ekstrak
Garcinia mangostana
No
1.
2.

Berat
Sampel
Tertimbang
50,0
50,1

Kadar
larutan
(g/ml
459,264

Luas Puncak
Perlakuan 1&2

Rata-rata

Kada
r
rubraxanthon
9,168

6336749
6377009

6356879

460,182

6345054

6322757

9,101

6194309

8,938

6279892

9,059

6401222

9,193

6366666

9,163

6308765
3.

50,0

459,264

6198765
6189852

4.

50,0

459,264

6240029
6319754

5.

50,2

461,101

6411018
6391425

6.

50,1

460,182

6389765
6343567

Rata
2
RS
D

9,104
0,095
1,044 %

arti
metoda
ini
telah
memenuhi
persyaratan Far- makope Indonesia edisi
IV yaitu kecil atau sama dengan 2%.
Presisi metoda dilakukan dengan
replikasi atau keberulangan sampel
ekstrak Garcinia spp yang diuji dengan
cara yang sama sebanyak 6 kali
pengulangan.
Dalam
pengujian
ini
digunakan ekstrak G. mangostana. Dari
Tabel 2 terlihat je- las presisi metoda
pengujian rubraxanton dalam ekstrak G.
mangostana ini memenuhi persyaratan
yang berlaku yaitu RSD 2%. Sehingga
metoda ini dapat digunakan untuk
maksud penetapan ka- dar rubraxanton
di dalam ekstrak.
Presisi
inter-day
(ruggedness)
dilakukan de- ngan replikasi atau
keberulangan sampel eks- trak Garcinia
mangostana yang diuji dengan cara yang
sama yang dibuat sebanyak 3 seri
kosentra- si dimana tiap-tiapnya dibuat 3
kali pengulangan yang dilakukan pada
hari yang berbeda. Dari ha- sil pengujian
terlihat bahwa harga RSD untuk hari
yang berbeda adalah 0,720%.
Dari hasil pengujian secara KCKT
terhadap ekstrak beberapa spesies
Garcinia spp
ini dike- tahui bahwa
masing-masing ekstrak uji mengan- dung
senyawa rubraxanton dengan kandungan
dalam masing-masing ekstrak adalah G.
man- gostana = 9,161%, G. cowa =
6,942%, G. dioica
= 6,762%, G. forbesii = 0,499% dan
G. griffitii
0,229%. Dari data ini terlihat bahwa
kadar ru- braxanton dalam ekstrak G.
mangostana, G. cowa dan G. dioica
>1% (Gambar 3), sehingga dapat

DAFTAR PUSTAKA

dikatakan bahwa rubraxanton merupakan


salah satu komponen mayor dalam
ekstrak tumbuhan ini. Sementara pada
G. forbesii dan G. griffitii ru- braxanton
merupakan komponen minor karena
kadarnya yang kurang dari 1% dalam
masing-masing
ekstrak
tersebut.
Dari penelitian ini diperoleh informasi
bahwa
ekstrak
dengan
kandungan
rubraxanton
tertinggi
adalah
pada
spesies G. mangostana (Gambar 4).

KESIMPUL
AN
Dari hasil penelitian yang telah
dilakukan dapat diambil
kesimpulan
bahwa metoda Kromatoraf Cair Kinerja
Tinggi (KCKT) dengan kolom fase terbalik
C-18 fase gerak metanol air dengan system gradient polarity yang dimulai
dengan meta- nol 20 % sampai metanol
100%
dengan
kenaikan
metanol
2%/menit, kecepatan aliran 1ml/menit,
detektor UV pada panjang gelombang
243nm
merupakan
metoda
yang
tervalidasi meliputi pre- sisi, akurasi dan
recovery, linieritas, LOD dan LOQ,
spesifsitas memenuhi persyaratan yang
ditetap- kan. Kadar rubraxanton dalam
ekstrak Garcinia spp yang diperoleh
dengan
metoda
KCKT
adalah
G.
Manostana 9,161%, G, cowa 6,942%, G.
dioica
6,762%, G. forbesii 0,499% dan G. griffiti
0,229% dimana ekstrak dengan kadar
rubraxanton ter- tinggi adalah pada
ekstrak G. mangostana.

2. Iimuna M, Tosa H, Tanaka T, Asai F,


Kobayashi Y, Shimano R, Miyauchi K.

1. Cannel RJP. Natural Product Isolation.

Antibacterial Activity of Xanthones from

Tokowa New Jersey: Human Press Inc

Guttiferous Plants Against Methi- cillin-

1998: 170-175

Resistant Staphylococcus aureus. J Pharm

Pharmacol 1996; 48(8): 861-5

1988; 14: 6771.

3. Pattalung PN, Wiriyachitra P, Ongsakul M.


The

an-

timicrobial

rubraxanthone

isolated

activities
from

of

Garcinia

parviflia Miq. Journal Science Social

4. Lee H,
methoxy-

Chan

H.

1,3,6trihydroxy-7-

8-(3,7-dimethyl-2,6-octadienyl)
from

xanthone

Garcinia cowa. Phytochemistry 1997; 16:


2003820040.
5. Abusarakam W, Phongpaichit S, Jansakul
C,

Wiri-

yachitra

P.

Screening

of

Antibacterial Activity of Chemical Xanthon


from Garcinia mangostana. Jour- nal of
Science and Technology 1983; 5: 337
339.
6. Dachriyanus, Dianita R, Jubahar J. Uji
Aktivitas Anti- mikroba dan Antioksidan
Senyawa Hasil Isolasi dari Kulit Batang
Tumbuhan Garcinia cowa Roxb. Jurnal

Matematika dan Pengetahuan Alam 2003;


12.
7. World Health Organization. Quality
Control Me- thods for Medicinal Plant
Material. England, 199
The United States Pharmacopeial
Convention.
The Unitesd Sates Pharmacopeia 24th ed
and The
National Formulary 19th ed Rockville. P
2000:
2149 2151.

8. Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia. Far- makope Indonesia. Ed IV.


Jakarta, Indonesia, 1996.
9. Departemen
Parameter

Republik
Stan-

dar

Indonesia.

Umum

Ekstrak

Tumbuhan Obat. Jakarta: Indo- nesia,


2000.
10. Adamovics JA. Chromatographic anaysis
of Phar- maceuticals. New York: Marcell
Dekker, 1990.

Artikel Penelitian

Alga Merah (Gracilaria verrucosa) sebagai


Bahan Bakto Agar
Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum
Rachmani,
dan Atut
Ruswita
ABSTACT: The used of bacto agar in microbiological studies
increased tremen- dously, however, up till now, to fullfll its high
demand the scientist were still rely- ing on imported bacto agar
eventhough domestic production of bacto agar was as good and
reliable as those produced commercially overseas. The current
study we focuseon the production of bacto agar from red algae
Gracilaria verrucosa using fell press technique; followed by quality
analysis of the product. Red algae samples were collected from
two different locations (Bekasi and Subang). Qua- lity of the
product was tested for its content, acid insoluble ash content,
overall ash content, pH, gel strength and its ability to be use as
culture media to culture Escherichia coli and Staphylococcus
aureus. Microbiological test was performed via pour plate. The
results clearlydemonstrated that red algae sample from Beka- si
produced bacto agar that meets the criteria of commercial bacto
agar. It has
10.3% water content, 3.9%overall ash content, 0.4% acid
insoluble ash content,
pH of 7.3 and gel strength of 600.8 - 602.8
g/square cm.
Keywords: Bacto agar, red Algae, Gracilaria verrucosa,
Microbe media
Farmasi Universitas Pancasila, Jakarta

Laboratorium Pengujian dan


Penelitian (Q Lab), Fakultas

86

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

ABSTRAK : Pemanfaatan
bakto agar dalam negeri
untuk bidang mikrobiologi
semakin
meningkat,
namun untuk memenuhi
kebutuhan tersebut masih
mengandalkan
bakto
agar
impor,
walaupun
produksi alga penghasil
agar di dalam negeri
cukup
tinggi.
Pada
penelitian ini dilakukan
pembuatan bakto agar
dari alga merah Gracilaria
verrucosa dengan metode

gel press serta dilakukan anali- sis mutu bakto agar yang
dihasilkan. Sampel alga merah yang digunakan berasal dari dua
tempat budidaya, yaitu dari Bekasi dan Subang. Bakto agar
dianalisis rendemen dan mutunya yang meliputi kadar air, kadar
abu, kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan kekuatan gel, serta
kemampuannya dalam menumbuhkan bakteri Escherichia coli dan
Staphylococcus aureus. Uji mikrobiologi dilakukan dengan metode
tuang (pour plate). Hasil analisis mutu bakto agar menunjukkan
bahwa sampel alga merah dari Bekasi menghasilkan bakto agar
yang memenuhi standar bakto agar komersial dengan
karakteristik kadar air 10,2575%, kadar abu 3,86%, kadar abu tak
larut asam 0,38%, nilai pH 7,31, serta kekuatan gel sebesar
600,8205-602,8166 g/cm2.
Kata kunci: Bakto agar, Alga merah, Gracilaria verrucosa,
Media mikroba

Korespondensi:
Shirly Kumala
Email : fskumala@yahoo.com

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

87

Alga Merah sebagai Bahan


Bakto Agar

PENDAHULUAN
Alga merah adalah salah satu jenis
rumput laut yang banyak digunakan
sebagai bakto agar. Bakto agar adalah
agar yang telah dimurnikan dengan
mereduksi kandungan pigmen-pigmen
pengotor, kandungan garam (NaCl), dan
kandungan bahan- bahan asing (organik
dan anorganik) serendah mungkin,
sehingga dapat mendukung pertumbuhan mikroba secara umum (1). Bakto
agar memi- liki kualitas tertentu sehingga
dapat
digunakan
dalam
bidang
mikrobiologi dan bioteknologi. Beberapa
persyaratan standar untuk bakto agar
adalah kekuatan gel (gel strength)
minimal 400 g/cm2, kadar air 15%, kadar
abu 4,5%, abu tak larut asam 1%, dan pH
7-7,5 (2).
Hasil penelitian tentang ekstraksi agar
yang telah dilakukan umumnya baru
menghasilkan agar kualitas pangan (food
grade).
Beberapa
kelemahan
yang
menyebabkan tidak masuknya kualitas
agar ke dalam bakto agar adalah rendahnya gel strength, tingginya kadar abu
dan abu tak larut asam. Sampai saat ini
keperluan bakto agar dalam negeri masih
mengandalkan
bakto
agar
impor,
walaupun produksi rumput laut penghasil
agar di dalam negeri cukup tinggi (2).
Berdasarkan data Kementrian Kelautan
dan Peri- kanan, produksi rumput laut
Indonesia pada ta- hun 2006 mencapai
1.374.462 ton.Namun untuk memenuhi
kebutuhan agar dalam negeri, Indonesia harus mengimpor agar sebanyak
665.154 kg. Oleh karena itu, potensi
pengembangan bakto agar dalam negeri
harus ditingkatkan sehingga
dapat menekan angka impor produk
olahan rum-

put laut seperti bakto agar (1).


Jenis
rumput
laut
yang
dapat
digunakan dalam pembuatan agar adalah
alga merah (Rhodophyce- ae), alga jenis
Agarophyte, yaitu alga yang menghasilkan agar-agar sebagai metabolit
primernya (1). Beberapa jenis alga
merah
penghasil
agar di Indonesia
adalah Gracilaria sp., Gelidium rigi- dum,
Rhodymenia ciliata, dan Gelidiella sp (2).
Jenis yang paling banyak ditemukan di
Indonesia adalah jenis Gracilaria karena
selain dapat diper- oleh dari alam, jenis
ini
juga
telah
dibudidayakan
(3).
Berdasarkan standar Supreme Marine
Chemi- cal, spesifkasi bakto agar
meliputi kadar air, ka- dar abu, kadar abu
tak larut asam, kekuatan gel, dan nilai pH
seperti terlihat pada Tabel 1 (2).

BAHAN DAN METODE


Bahan
Bahan baku yang digunakan dalam
penelitian ini adalah alga merah jenis
Gracilaria verrucosa yang berasal dari
dua tempat budidaya, yaitu Bekasi dan
Subang.
Bahan kimia yang digunakan adalah
larutan kapur (CaO) 0,5%, asam asetat
1%, dan larutan KCl. Alat yang digunakan
antara lain beaker glass, erlenmeyer,
gelas ukur, cawan Petri, pipet vol- ume,
oven, autoklaf, dan Laminar Air Flow
Cabi- net (LAF).
Metode
Pengolahan alga merah menjadi bakto
agar dilakukan dengan metode gel
press. Sampel alga

Tablel 1. Spesifkasi bakto agar komersial (standar supreme marine chemical)


Paramete
r

Reguler

Standar

Premium

Kadar air (water content) (%)


Kadar abu.(Ash content) (%)
Kadar abu tak larut asam(Acid insoluble ash
content) (%)
Kekuatan gel(gel strength) (g/cm2)
Nilai pH(pH value)

Shirly Kumala, Ros Sumarny, Rum Rachmani, dan


< 15,0
< 12,0
< 9,0
Atut Ruswita

<
4,5
<
1,0
400,0 500,0
7,0 -7,5

<
4,0
<
1,0
500,0 - 650,0

< 1,0

> 650,0

6,8 7,0

6,8 7,0

< 1,0

merah dicuci dengan air tawar hingga


bersih dan dikeringkan dalam oven pada
suhu 40-45oC sela- ma 2 hari atau
hingga kadar air sampel < 15%. Sampel
kemudian direndam dalam air tawar selama 3 hari dengan mengganti air
rendaman se- tiap harinya.
Selanjutnya sampel direndam dalam
larutan kapur (CaO) 0,5% selama 5-10
menit dan dicuci dengan air bersih
hingga bau kapur hilang. Sam- pel
kemudian dijemur di bawah sinar
matahari sampai kering atau sekitar 1
jam (4).
Sampel yang telah memucat direndam
dalam asam asetat 1% selama 1 jam
dan dibilas hing- ga netral, kemudian
dihancurkan dengan blen- der (5).
Sampel diekstraksi ataudirebus dengan
aquadest sebanyak 20 kali berat sampel
kering. Perebusan dilakukan dalam
suasana netral pada suhu 90-95oC
selama 2 jam. Setelah itu, dilakukan
penyaringan untuk memisahkan fltrat
dan am- pas rumput laut (4). Filtrat
dipanaskan kembali hingga suhu 90-92oC
dan ditambahkan khitosan
1% dari berat sampel kering dengan
waktu ab- sorbsi atau pemanasan selama
45 menit (5). Fil- trat ditambahkan KCl
3% dari berat sampel kering dan
dipanaskan pada suhu 60oC selama 30
menit sambil terus diaduk. Selanjutnya
fltrat dituang ke dalam pan pencetak
dan dibiarkan menjendal selama 12
jam pada suhu ruang. Agar yang telah
menjendal dikeluarkan dari pan pencetak
dan di- potong menggunakan alat
pemotong agar hingga didapat potongan
yang berbentuk lembaran. Tiap lembar
agar dibungkus dengan kain blacu dan
disusun dalam kotak yang kemudian
diberi pem- berat pada bagian atasnya
dan dibiarkan selama satu malam (4).
Pengepresan
bertujuan
untuk
mengeluarkan air dari agar hingga
diperoleh lembaran agar yang tipis.
Lembaran agar hasil pengepresan di-

keringkan dan diserbukkan hingga


diperoleh agar-agar tepung.
Pengujian mutu bakto agar yang
dilakukan
meliputi
perhitungan
rendemen, analisis kadar air, kadar abu,
kadar abu tak larut asam, nilai pH, dan
kekuatan
gel.
Sedangkan
analisis
mikrobiolo- gi dilakukan dengan cara
menumbuhkan bakteri

uji pada media dengan teknik agar tuang


(pour plate) menggunakan bakteri uji
Escherichia coli (mewakili bakteri Gram
negatif ) dan Staphylococ- cus aureus
(mewakili bakteri Gram positif ).
Alga merah Gracilaria
verrucosa
(Red algae Gracilaria
verrucosa)
Pencucian
(washing)
Pengeringa
n
(drying)

Penyaringa
n
(Filtration
)
Pemurnian dengan
khitosan
T = 90-92oC, t = 45
menit)
Purifcation with
chitosan
(T = 90-92oC, t = 45
min)]
Penjendalan dengan KCl (T = 60oC, t =
30 menit) [Gelation with KCl (T = 60oC, t
= 30 minutes)]

Perendaman dalam air (3


hari) [soaking in water (3
days)]

Pengeringa
n
(drying
)

Pemucata
n
( bleaching
)

Penepunga
n
(Flouring
)

Perlakuan
asam
(Acid
treatment)

Bakto
agar
(Bacto
agar)

Ekstraksi (T= 90-95oC, t = 2 jam)


[Extraction (T = 90-95 C, t = 2
hours)]

Gambar 1. Diagram alir ekstraksi


bakto agar dari Gracilaria
verrucosa

HASIL
PEMBAHASAN

DAN

Rendem
en
Rendemen merupakan salah satu
parameter penting dalam menilai efektif
atau tidaknya suatu proses produksi.
Nilai rendemen bakto agar dihi- tung
berdasarkan perbandingan berat bakto
agar yang dihasilkan terhadap berat
kering alga merah (2). Rendemen bakto
agar yang dihasilkan adalah
22,6200% untuk sampel Bekasi dan
30,6304%
untuk
sampel
Subang.
Tinggi rendahnya rendemen agar
dapat dipe- ngaruhi oleh spesies alga,
usia panen, dan iklim. Pada penelitian
ini,
perbedaan
rendemen
yang
dihasilkan
bisa
disebabkan
karena
adanya perbe- daan habitat, iklim, dan
usia panen. Namun, ren- demen yang
dihasilkan dari kedua sampel dapat
dikatakan baik. Berdasarkan penelitian
yang
dilakukan
oleh
Abdullah,
rendemen agar yang di- hasilkan dari
Gracilariaadalah 21,39%. Sedang- kan
kandungan
agar
pada
Gracilaria
umumnya berkisar antara 16 45% (5).
Kadar
air
Pengujian kadar air dilakukan untuk
mengeta- hui kandungan air dalam bakto
agar yang dihasil- kan. Kadar air yang
didapat adalah 10,2575% untuk sampel
Bekasi dan 11,3730% untuk sam- pel
Subang. Kadar air pada kedua sampel
tidak terlalu berbeda karena proses
pengeringan bakto agar untuk kedua
sampel adalah sama, yaitu de- ngan
menggunakan oven pada suhu 50C
selama
24 jam. Apabila dibandingkan dengan
bakto agar komersial, maka kadar air
bakto agar dari kedua sampel telah
memenuhi standar spesifkasi bakto agar

komersial dengan grade standar.


Kadar
abu
Tujuan utama dari analisis kadar abu
adalah untuk mengetahui secara umum
kandungan mi- neral yang terdapat dalam
suatu bahan. Nilai kadar abu pada bahan
pangan menunjukkan be- sarnya jumlah
mineral yang terkandung dalam bahan
pangan tersebut. Elemen mineral yang
paling banyak terdapat pada alga adalah
kalium,

kalsium, fosfor, zat besi, dan iodium.


Mineral
diperlukan
oleh
mikroorganisme untuk tumbuh namun
dalam jumlah yang sedikit (2).
Pengujian
kadar
abu
dilakukan
berdasarkan prosedur
yang
tertera
pada SNI 01-4105-1996 (6). Kadar abu
yang dihasilkan adalah 3,86% untuk
sampel Bekasi dan 4,93% untuk sampel
Subang. Nilai kadar abu dari sampel
Subang ma- sih berada diatas standar
supreme marine chemi- cal, yaitu kadar
abu maksimal 4%. Hal ini dapat
dipengaruhi oleh proses pencucian
sampel alga yang kurang sempurna.
Sampel alga yang berasal dari budidaya
hidup pada habitat lumpur sehing- ga
menyebabkan adanya pengotor yang
melekat pada alga, seperti lumpur,
kerang, dan lain-lain. Jika alga tidak
dicuci hingga benar-benar bersih, maka
pengotor yang masih ada pada alga
terse- but akan ikut menjadi abu dan
terukur sebagai kadar abu dari agar.
Untuk menghilangkan ko- toran yang
ada pada alga, diperlukan pengadukan
terus-menerus selama pencucian dan
dilakukan berulang-ulang dengan air
bersih.
Jika dibandingkan dengan kadar abu

dari sam- pel alga itu sendiri, yaitu


32,86% untuk sampel Bekasi dan 36,98%
untuk sampel Subang, kadar abu dari
bakto agar yang dihasilkan mengalami
penurunan. Hal ini dapat terjadi karena
adanya pemurnian dengan khitosan yang
akan menyerap komponen pengotor
pada agar.
Kadar abu bakto agar tidak boleh lebih
besar dari standar, karena nilai kadar abu
yang berle- bihan dapat menghambat
bakteri yang ditum- buhkan pada media
tersebut (2).
Kadar abu tak larut
asam
Kadar abu tak larut asam adalah salah
satu kriteria untuk menentukan tingkat
kebersihan pada proses pengolahan yang
dicerminkan ada- nya kontaminasi logam
berat yang tidak larut asam dalam suatu
produk (2). Kadar abu tak larut asam
pada bakto agar yang dihasilkan
adalah
0,38% untuk sampel Bekasi dan 0,76%
untuk sampel Subang. Hasil ini telah
memenuhi standar supreme marine
chemical dengan grade standar yaitu
kurang dari 1%. Rendahnya kadar abu
tak

Tabel 2. Hasil Analisis Mutu


Bakto Agar
Paramet
er

Kadar air (water content) (%)


Kadar abu (ash content)(%)
Abu tak larut asam (acid insoluble ash) (%)

Bekasi

Sampel
Standar
Subang

10,

11,

10,
3
3,9

11,
3
4,9

0,3
8
7,3
1
600,8205

Nilai pH (pH value)

0,7
6
7,5
0
688,6481

Reguler

Standar

Premium

< 15,0

<12,0

< 9,0

<
4,5
<
1,0
7,0-7,5

<
4,0
<
1,0
6,8-7,5

< 1,0

400,0 500,0

500,0
650,0

< 1,0
6,8-7,5
> 650,0

Kekuatan gel (gel strength)(g/cm2)

larut
asam
pada
penelitian
ini
menunjukkan ren- dahnya kontaminasi
logam berat pada bakto agar yang
dihasilkan.
Nilai
pH
Nilai pH merupakan nilai yang
menunjukkan derajat keasaman suatu
bahan. pH atau derajat keasaman juga
merupakan faktor yang mempe- ngaruhi
pertumbuhan bakteri pada media. Nilai
pH bakto agar yang diperoleh adalah
7,31 untuk sampel Bekasi dan 7,50 untuk
sampel Subang. Nilai pH yang berbeda
dipengaruhi oleh kadar
3,6-anhidrogalaktosa pada bakto agar
yang ter- cermin dari kekuatan gel bakto
agar. Bila kadar
3,6-anhidrogalaktosa semakin rendah,
maka nilai pH juga semakin rendah (2).
Kekuatan
gel
Kekuatan gel merupakan suatu beban
maksi- mum yang dibutuhkan untuk
memecah matrik polimer pada daerah
yang dibebani. Kekuatan gel yang tinggi
merupakan salah satu kriteria penting
sehubungan dengan penggunaan agar
dalam bi- dang bioteknologi. Pengujian
kekuatan gel dilaku- kan berdasarkan
metode yang tertera pada SNI
01.2802.1995 (7). Kekuatan gel bakto

agar yang dihasilkan pada penelitian ini


adalah 600,8205
602,8166 g/cm2 untuk sampel Bekasi
dan telah memenuhi standar bakto agar
komersial dengan grade standar, serta
688,6481698,6285 g/cm2 untuk sampel
Subang dan masuk dalam grade
premium.
Karakteristik pembentukan gel agar
disebab-

kan oleh tiga buah atom H pada residu


3,6 an- hidro L-galaktosa yang memaksa
molekul-mole- kul untuk membentuk
struktur heliks. Interaksi antar struktur
heliks menyebabkan terbentuknya gel.
Pergantian senyawa 3,6 anhidro Lgalaktosa oleh senyawa L-galaktosa sulfat
menyebabkan
kekacauan
dalam
strukturheliks dan dalam ke- adaan
seperti
ini,
kekuatan
gel
menjadi
menurun. Adanya 3,6 anhidrogalaktosa
akan menyebabkan sifat anhidroflik dan
meningkatkan pembentu- kan heliks
rangkap sehingga terbentuk gel yang kuat
(2). Hasil analisis mutu bakto agar
dapat dilihat pada Tabel 2.

me- lihat kemampuan sampel bakto agar


dalam me- numbuhkan bakteri ketika
digunakan bersama komponen media
pertumbuhan lainnya. Bakteri uji yang
digunakan adalah Escherichia coli (mewakili bakteri Gram negatif ) dan
Staphylococcus aureus (mewakili bakteri
Gram positif ), dengan menggunakan
Nutrient Agar sebagai kontrol positif.Hasil
menunjukkan, bakteri uji tumbuh pada
media dengan bakto agar dari sampel
Beka- si dan Subang.

Hasil
Uji
Mikrobiologi
Pengujian mikrobiologi dilakukan untuk

Dari
hasil
penelitian
disimpulkan bahwa bakto
dihasilkan dari alga

KESIMPUL
AN
ini
dapat
agar yang

merah Gracilaria verrucosa, baik yang


berasal dari Bekasi maupun Subang,
sudah memenuhi standar mutu agar,
antara lain kadar air
10,2575% untuk sampel Bekasi dan
11,3730% untuk sampel Subang, abu tak
larut asam 0,38% untuk sampel Bekasi
dan 0,76% untuk sampel Subang, nilai
pH 7,31 untuk sampel Bekasi dan
7,50 untuk sampel Subang, serta
kekuatan gel sebesar 600,8205-602,8166
g/cm2 untuk sam- pel Bekasi dan
688,6481-698,6285 g/cm2 untuk sampel
Subang.Sedangkan untuk kadar abu,
pada sampel Bekasi sudah memenuhi
standar, yaitu
3,86%, namun pada sampel Subang
masih belum memenuhi standar, yaitu
4,93% (lebih besar dari
4,5%). Untuk rendemen bakto agar yang
dihasil- kan sebesar 22,6200% untuk
sampel Bekasi dan
30,6304% untuk sampel
Subang.
Berdasarkan hasil uji mutu tersebut,
bakto agar dari alga merah Gracilaria
verrucosa yang berasal dari Bekasi sudah
memenuhi standar, se-

dangkan sampel alga merah asal Subang


belum memenuhi standar bakto agar
komersial yang ada.
Perlu dilakukan penelitian lanjutan
untuk me- lakukan analisis mutu bakto
agar yang dihasilkan dari alga merah
jenis lainnya atau alga merah Gracilaria
verrucosa yang berasal dari tempat budidaya di wilayah yang berbeda.

UCAPAN
KASIH

Penelitian ini merupakan Program


IBIKK
Laboratorium
Pengujian
dan
Penelitian (QLab) Fakultas
Farmasi
Tahun ke-2 (Tahun Anggaran
2011).Dan dibiayai oleh Kopertis Wilayah
III Ja- karta Kementerian Pendidikan
Nasional,
sesuai
Surat
Perjanjian
Pelaksanaan Program Pengabdi- an
Kepada Masyarakat Multi Tahun Nomor:
058/
K3/KU/K/2011 tanggal 4 Mei
2011.

DAFTAR PUSTAKA

Publisher; 2011:7-40.
4.

1.

Murdinah,

Apriani, Siti Nurbaity K.,

Departemen Kelautan dan Perikanan.


Teknologi

Pemanfaatan

Nurhayati, Subaryono. Pengolahan Agar

Jakarta:

dari Gracilaria sp. Ja- karta: Balai Besar

Perikanan; 2003: 2-9.

Penelitian
Pengolahan

dan
Produk

Pengembangan
dan

Bioteknologi

Kelautan dan Perikanan; 2011:1-21.


2.

TERIMA

Laut

Gelidium

rigidum

dari
untuk

Riset

Kelautan

Rumput
Media

Tumbuh Bagi Mikroorganisme. Jur- nal

dan

Abdullah A. Pengaruh Penambahan


Khitosan ter- hadap Mutu Agar Bakto
Perikanan dan Ilmu Kelautan IPB;
2004: 5-60.

6. Badan Standardisasi Nasional. SNI 014105-1996.

Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan

Agar-agar kertas. Jakarta: Badan

dan Perikanan.;3(1): 2008; 79-86.

Standardisasi Na- sional. 1996.

3. Kordi, K. M. Ghufran H. Kiat Sukses


Budi Daya
Rumput Laut di Laut & Tambak.
Yogyakarta: Lily

Laut.

(Bacto Agar) (skripsi). Bogor: Fakultas

Murdinah, Fransiska Dina, Subaryono.


Pembuatan Bakto Agar

5.

Badan

Rumput

7. Badan Standardisasi Nasional. SNI 012802-1995.


Agar-agar tepung. Jakarta; Badan
Standardisasi

Nasional. 1995.

Artikel Penelitian

Karakteristik Fisik dan


Displacement Value
Supositoria Neomisin Sulfat
berbasis PEG
Alasen Sembiring Milala, Aditya Trias
Pradana, dan Andrew
Pierce Boehe
ABSTRACT: Physical characteristic and the Displacement
Value of Neo- mycin sulfate in suppository with various
composition of PEG 400-4000 as it carrier has been
studied. Displacement Value has been determined to
adjust the weight of suppositories that varies due to the
density dif- ference among drug substance and its carriers.
The method used in the determination of Displacement
Value is the Moody method. Beside the displacement
value, we have also evaluated the physical characteristic
of suppository that has been produced, such as weight
uniformity, hard- ness, macro and micro melting point
andliquefaction ability. The results shows that all
measurements meet the requirements and the Displacement Value of Neomycin sulfate obtained from Moody
method, was 0.96.
Keywords : Suppository, Displacement Value,
Neomycin sulfate

Fakultas Farmasi
Universitas
Surabaya

98

ABSTRAK:
Telah
dilakukan
penelitian
mengenai
penentuan karakte- ristik fsik dan Displacement Value
Neomisin sulfat di dalam formulasi suppositoria dengan
berbagai perbandingan PEG 400 4000 sebagai pembawa.
Displacement Value ditentukan untuk penyesuaian bobot
suppositoria yang nilainya bervariasi karena besarnya
densitas bahan aktif yang berbeda dari densitas pembawa.
Metode yang digunakan dalam penentuan Displacement
Value ini adalah metode Moody. Evalu- asi yang dilakukan
antara lain uji keseragaman bobot, uji kekerasan, uji titik
leleh makro dan mikro, dan uji kemampuan mencair. Hasil
uji keseragaman bobot, uji kekerasan, uji titik leleh
makro, mikro, dan uji mencair memenuhi persyaratan
suppositoria. Dari hasil yang di- peroleh dengan metode
Moody, Displacement Value Neomisin sulfat adalah 0,96.
Kata kunci: Suppositoria,
Neomisin sulfat

Displacement

Value,

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Korespondensi:
Alasen Sembiring Milala
Email : alasen2004@yahoo.com

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

99

Karakteristik Fisik dan Displacement Value Supositoria


Neomicin Sulfat

PENDAHULU
AN
Suppositoria merupakan salah satu
bentuk
sediaan
farmasi
yang
mempunyai beberapa keung- gulan,
yaitu bahan aktif tidak mengalami
hepatic
frst
pass
effect,
dapat
memberikan efek lokal dan sistemik,
dapat digunakan untuk pasien yang tidak sadar dan tidak dapat menelan, serta
dapat terhindar dari iritasi saluran
pencernaan, menu- tupi rasa dan bau
yang tidak enak (2).
Polietilenglikol (PEG) memiliki daya
serap air tinggi, melarut pada cairan
rektal dan tidak memiliki efek samping.
Sedangkan Oleum ca- cao adalah suatu
lemak padat yang berasal dari biji
tanaman Theobroma cacao, melunak
pada suhu tubuh dan tidak menyebabkan
iritasi. Baik PEG maupun Oleum cacao
mudah mencair saat dipanaskan dan
cepat membeku saat didingin- kan, stabil
pada temperatur ruangan dan mudah
bercampur dengan bahan obat (3,4).
Pada pembuatan sediaan suppositoria
perlu
diawali
dengan
penentuan
Displacement Value. Displacement Value
adalah sejumlah bobot dari bahan-bahan
obat yang menggantikan satu ba- gian
dari basis (3). Displacement Value ini berguna untuk menyetarakan jumlah obat
dengan densitas basis suppositoria,
sehingga jumlah ba- han aktif obat yang
tersedia dalam setiap suppo- sitoria
dapat diperkirakan. Jika jumlah bahan aktif obat cukup besar, maka volume
material
harus
diperhitungkan
dan
jumlah
sesungguhnya
basis
yang
diperlukan
untuk
mengisi
cetakan
menjadi sangat penting (10). Tidak
semua bahan obat dengan basis tertentu
memiliki Displacement Value. Penentuan
displacement value diazepam telah
dilakukan
dengan
beberapa
basis
berbeda. Displacement value diazepam
dengan basis 10% beeswax dan 90%

Thebroma oil adalah senilai


0,88, sedangkan dengan gelatin-gliserinair dan PEG 1540-gliserin-air berturutturut senilai 1,04 dan 0,98. Perbedaan
displacement value terse- but menjadi
pertimbangan dalam penimbangan bahan
dan pemenuhan volume supositoria (8).
Suppositoria paracetamol dengan basis
kombinasi
trigliserida
memiliki
displacement value 1,4

Milala, Aditya
Triaspradana, Germany),
dan Andew
dan 1,46. Sementara dengan basisAlasen Sembiring
10 (Sartorius,
Gottingen,
Pierce Boehe
suppositoria ester dan basis suppositoria
Penangas air Memmert seri W 200
ampiflik
berturutturut
nilai
(Memmert
GmbH,
Buchenbach,
displacement value-nya adalah 1,4 dan
German), Fisher Johns Melting Point
1,43. Nilai ini selanjutnya digunakan
Apparatus (Thermo Fischer Scientifc,
dalam per- hitungan jumlah basis yang
Massachusetts,
USA),
Cetakan
ditambahkan dalam formulasi (9).
suppositoria nirkarat (Surabaya, Indonesia),
Mortirdan
stamper,
Erweka
Suppository Hard- ness Tester (Erweka
GmbH, Heusenstamm, Ger- many), dan
METODE
PENELITIAN
Erweka Suppository Liquefaction Tester
(Erweka GmbH, Heusenstamm, Germany).
Bah
an
Metode
Neomisin sulfat p.g (Shanghai Demo
Kerja
Bio-tech co., Ltd, Shanghai, China)
1.
Formulasi
Supositoria
merupakan
bahan
aktif
yang
Neomisin
sulfatdosis
250
mg
digunakan dan dibentuk supposito- ria
diformulasikan dengan basis campuran
dengan bahan tambahan PEG 400 p.g
PEG 400 : 4000 = 40% : 60%. Untuk
dan PEG 4000 p.g (Pan Asia Chemical
sepuluh suppositoria, 2500 mg Neomisin
Corp,
Taipei,
Taiwan).
Untuk
sulfat digerus hingga halus. PEG 400 dan
memudahkan suppositoria di- keluarkan
4000 ditimbang berturut-turut11000 mg
dari cetakan ditambahkan parafn
dan 16500 mg, lalu dimasukkan dalam
liquidium p.g (Bratachem, Surabaya,
cawan dan dipanas- kan pada waterbath.
Indonesia) yang akan melumuri dinding
Mortir dihangatkan dengan pemberian air
cetakan.
panas, dan selanjutnya Neomisin sulfat
dimasukkan ke mortir hangat tersebut.
Al
at
Setelah itu, kedua PEG yang telah
Timbangan Analitik (Digital) tipe
meleleh terseSartorius BP

but dimasukkan ke mortir hangat sambil


diaduk dan digerus, dicampur semuanya
hingga homo- gen.
Hasil
campuran
homogen yang diperoleh lalu dituang
kedalam cetakan yang tersedia. Cetakan kemudian didiamkan di suhu
ruangan se- lama 15 menit, lalu
dimasukkan
ke
dalamlemari
esdandijagatetap5C selama 15 menit.
Selan- jutnya, cetakan dipindahkan ke
freezer-2oC dan didiamkan selama 30
menit.Cetakan
dikeluarkan
dan
didiamkan 10 menit di suhu ruangan.
Sup- positoria yang telah terbentuk
dikeluarkan dari cetakan, kemudian
ditimbang bobotnya dan di- bungkus
dengan aluminium foil, lalu dimasukkan
ke dalam wadah. Proses pembuatan akan
meng- hasilkan 10 sediaan suppositoria.
2.
Analisis
hasil
Pengujian karakter fsik suppositoria
yang di- lakukan meliputi pengamatan
organoleptis, ke- seragaman bobot, uji
kekerasan, penentuan wak- tu dan suhu
leleh serta waktu lebur.
2.1.
Organoleptik
Pengujian
organoleptik
dilakukan
dengan menggunakan panca indera
untuk mengeta- hui bentuk, warna,
rasa dan bau suppositoria.
2.2. Keseragaman
bobot
Keseragaman
bobot
suppositoria
dilakukan dengan cara menimbang
satu per satu bobot suppositoria
hingga sebanyak 10 buah. Penyimpangan bobot suppositoria yang
terben- tuk tidak melebihi persyaratan
(6), dimana nilainya tidak lebih dari
5%.
2.3.
Kekerasan
Pengujian
kekerasan
suppositoria
diawali
dengan
pendiaman
suppositoria pada suhu pengamatan

25 1,5C. Suppositoria ditempatkan secara tegak dengan bagian


runcing menghadap keatas, pada
sample holder. Pintu kaca ditutup
dan selanjutnya bantalan dige- ser
sehingga batang pemberat dalam
posisi menggantung bersamaan
dengan
pencatatan
waktu.
Penambahan beban dengan berat
masing-masing 200 gram dilakukan
setiap 1 menit. Pencatatan waktu
dihentikan saat sup-

positoria hancur. Penentuan kekerasan


diawali
dengan
memberi
beban
menggunakan
batang
pemberat
sebelum ditambah beban yaitu
600 gram(7). Jika waktu yang dibutuhkan
oleh suppositoria untuk hancur, setelah
penam- bahan beban terakhir kurang dari
atau sama dengan 20 detik maka beban
terakhir
tidak
diperhitungkan.
Jika
dibutuhkan waktu anta- ra 20 sampai 40
detik, maka beban terakhir dihitung 100
gram saja. Sementara jika waktu yang
dibutuhkan lebih dari 40 detik, maka beban terakhir dihitung penuh yaitu 200
gram.
2.4.
Waktu
leleh
Pengujian titik leleh makro dan mikro dilakukan untuk menentukan waktu dan
suhu yang diperlukan suppositoria untuk
meleleh sempurna. Pengujian titik leleh
makro untuk mendapatkan waktu leleh
diawali dengan membenamkan seluruh
suppositoria dalam waterbath dengan
suhu konstan (37OC). Di- ukur waktu yang
diperlukan oleh supposito- ria untuk
meleleh atau terdispersi ke dalam air.
Pengujian titik leleh mikro menggunakan
Fisher Johns Melting Point Apparatus.

Penguji- an diawali dengan meletakkan


sejumlah kecil suppositoria yang telah
digerus halus dan ho- mogen lalu
dimasukkan ke dalam cover glass.
Suhu diamati saat suppositoria mulai
meleleh sampai meleleh seluruhnya.
Titik
leleh
sup- positoria yang
diperoleh tidak melebihi 37OC.
2.5.
Waktu
mencair
Waktu mencair suppositoria ditentukan
dengan
Erweka
Suppository
Liquefaction
Tester.
Suppositoria
dimasukkan ke dalam tabung yang
ditahan
ketat
dalam sebuah
sangkar (spiral glass), dalam sebuah
pipa
penguji
berskala,
yang
ditempatkan dalam sebuah mantel
gelas yang dialiri air hangat suhu 37OC,
melalui sebuah pipa kecil gelas yang
sekaligus
mencegah
jatuhnya
suppositoria
dari
sangkarnya,
kemudian diamati waktu suppositoria
mulai
mencair
sampai
mencair
seluruhnya.
2.6. Displacement
value
Pengujian
displacement
dilakukan de-

value

ngan penimbangan bobot suppositoria


pada timbangan analitik Sartorius BP
10 dengan dan tanpa bahan aktif
sesuai (1, 3, 5) meng- gunakan
perbandingan bobot obat dalam suppositoria dengan bobot basis yang
tergantikan
oleh
bahan
aktif.
Perhitungan
displacement
value
dengan metode Moody dilakukan
deng- an perbandingan bobot bahan
aktif dalam suppositoria dengan bobot basis yang
tergantikan

Displacement
Value =

oleh bahan aktif. Untuk memperoleh


hasil per- lu dilakukan pengukuran
bobot rata-rata sup- positoria tanpa
bahan
aktif,
bobot
rata-rata
suppositoria dengan bahan aktif, bobot
basis dalam suppositoria, bobot bahan
aktif dalam suppsitoria, bobot basis
yang tergantikan oleh bahan aktif dan
besarnya 1 g basis yang ter- gantikan
oleh bahan aktif yang menggambarkan nilai displacement
value.

bobot obat dalam suppositoria


bobot basis yang tergantikan oleh bahan aktif

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
pengamatan
organoleptis
suppositoria Neomisin sulfat dengan
basis PEG 400 dan 4000 diperoleh bentuk
suppositoria yang berbentuk torpedo
berwarna putih. Sebelum dilakukan penelitian lebih awal dilakukan kalibrasi
cetakan suppositoria untuk melihat
variasi tiap lubang ce- takan ketika terisi
material. Bobot rata-rata sup- positoria
dengan basis PEG yaitu 2,94 g 0,0241.
Pengujian
karakteristik
fsik
suppositoria
yang
lain
meliputi
keseragaman bobot, uji kekerasan, uji
titik leleh makro, uji titik leleh mikrodan
uji mencair. Uji keseragaman bobot
suppositoria menurut [6] yaitu bobot tiap
suppositoria tidak boleh menyimpang
lebih dari 5% dari bobot rata- rata
suppositoria. Hasilnya bobot suppositoria
Neomisin sulfat dengan basis PEG untuk
replikasi
I III tidak menyimpang lebih dari 5%
sehingga

memenuhi persyaratan dan bobot


sediaan yang dihasilkan relatif seragam.
Kekerasan suppositoria diuji dengan
menggu- nakan alat Erweka Suppository
Hardness Tester. Menurut (11) bahwa
kekerasan suppositoria ti- dak kurang
dari 1,8 2,0 kg. Data yang diperoleh
untuk
suppositoria
Neomisin
sulfat
replikasi I, II, III dengan rata-rata 1,87 kg
sehingga dapat di- simpulkan bahwa
kekerasan suppositoria yang dihasilkan
telah cukup ideal.
Titik
leleh
makro
suppositoria
umumnya ti- dak boleh lebih dari 37C
[7], dan waktu yang diperlukan untuk
meleleh sampai meleleh selu- ruhnya
adalah kurang dari 30 menit. Suppositoria Neomisin sulfat dengan basis PEG
replikasi I, IIdan III member gambaran
titik leleh yang baik dengan rata-rata
17,63 menit. Sedangkan pengu- jian titik
leleh mikro suppositoria Neomisinsulfat PEG rata rata senilai 36,67oC,
dimana titik

Tabel 1. Hasil pengujian karakteristik fsik dan displacement value

Replikasi

1
2
3

Keseragam
an Bobot
Suppositor
ia
(BobotSD

2,92
0,04
2,93
0,04

Kekerasan
Supposito
ria (kg)

Waktu
Leleh
Supposito
ria (menit)

Suhu
Leleh
Supposito
ria (C)

Waktu
Lebur
Supposito
ria (menit)

Displaceme
nt
Valu
e

1,8

16,13

20,20

0,93

1,8

18,40

35,
0

19,20

0,98

17,40

0,96

2,0

18,37

38,
0

leleh mikro menggunakan basis PEG


umumnya tidak lebih dari 37OC (7).
Penentuan
waktu
mencair
yang
dilakukan dengan menggunakan alat
Erweka Suppository Liquefaction Tester
menunjukkan bahwa supposi- toria
Neomisin sulfat-PEG mencair sempurna
setelah rata-rata 18,93 menit. Waktu
yang
dicapai
telah
memenuhi
persyaratan dimana mencair tidak lebih
dari 30 menituntuk basis PEG (11).
Selanjutnya dilakukan perhitungan
Displacement
Value
dengan
menggunakan metode Moody. Hasil
perhitungan Displacement Value dengan
metode Moody untuk Neomisin sulfat
dengan basis PEG 400 (40%) dan 4000
(60%) adalah diperoleh nilai
rata-rata
0,96. Penentuan dis- placement value
penting dalam proses produksi terutama
produksi massal. Bahan aktif dengan
displacement
value
tersebut
akan
menggantikan bobot basis 0,96 bagian.
Basis
Polybase
yang akan dibentuk
suppositroria dengan sumatriptan
25mg, harus mempertimbangkan nilai
displace-

DAFTAR PUSTAKA

Pharma- ceutical Compounding, 2000, 4,


(5) : 291-293.
AG,The Pharmacological Basic

of Thera- peutics, 10th edition, USA, 2001


: 5-20.
3. Moody, M..M., Suppositories and
Pessaries in Winfeld AJ, Richards RME, Pharmaceutical
Practise,
2nd Edition, International Edition,
Churchill, Li- vingston, 1998 : 170-176.
4. Reynolds,
Drug

Martindale,

The

Refe- rence, 34

nd

Complete

Edition, The

Pharmaceutical Press, Lon- don, 2005 : 45


46, 1093.

KESIMPULAN
SARAN

DAN

Dari hasil penelitian yang dilakukan,


dike- tahui bahwa suppositoria Neomisin
sulfat me- miliki karakteristik fsika yang
sesuai
dengan
persyaratan.
Terkaitperhitungan Displacement Value
dengan
bahan
aktif
Neomisin
sulfatdengan menggunakan basis PEG,
maka dapat disimpul- kan bahwa
Displacement Value Neomisin sulfat basis
PEG 400 (40%) dan 4000 (60%) dengan
metode Moody adalah0,96.
Berdasarkan penelitian yang telah
dilakukan, dapat dilakukan perhitungan
Displacement Value terhadap bahan
aktif Neomisin sulfat menggunakan
kombinasi
basis
yang lain.

5. Lund, W (editor), The Pharmaceutical


Codex 12th

1. Allen LV, 2000, International Journal of

2. Gilman

ment
value.
Sumatriptan
memiliki
displacement
value
0,92,
sehingga
Polybase yang akan ditam- bahkan untuk
melengkapi bobot suppositoria 2,5 gram
harus diperhitungkan kembali (12).

edition, Pharmaceutical
London, 1994:

Press,

1039-1041.
6. Departemen

Kesehatan

Republik

Indonesia, Far- makope Indonesia, Edisi


IV, Jakarta, 1995 : 16-17,
135-136, 449-450, 508, 1087-1088,
1193.

7. Lachman, L, Lieberman, H. A ., Kanig , J. L,

(SFI-7). Penerbit ITB, Bandung, 2012:


344-371.

Teori dan Praktek Farmasi Industri III,


Universitas

Indonesia,

Jakarta,

1994

11.

Forms Dis- perse Systems, 2nd Edition,

1147-119.

New York, 1994: 243.

8. Kamal B.A., Iraqi J. Pharm. Sci., Vol 16 (2).


Univer- sity of Baghdad, Iraq, 2007 : 21-27.
9. Ranjita,

Lieberman AH, Pharmaceutical Dosag

S.,

In

Paracetamol

Vitro
from

Release

of

Suppocire

12.

Desai, H.D., Shirley, K.L., Penzak, S.R.,


Strom, J.G., Hon, Y.Y., Spratlin, V., Jann,
M.W.,

Pharmacokinetics

in

Healthy

Ma-

Volunteers of Sumatriptan 25 mg Oral

laysian Journal of Pharmaceutical Science,

Tablet Versus 25 mg Extemporaneous

2010, 8 (1): 57-71.

Supposi- tory. International Journal of

Suppositories:

Role

of

Additives.

10. Agoes, G., SediaanFarmasiLikuida


Semisolida

Pharmaceutical Com- pounding, 2008, 7


(6) : 481-484.

Artikel Penelitian

A Model of Rat Thrombocytopenia Induced by


Cyclophosphamide
Hery Kristiana1, Florensia Nailufar1, Imelda L. Winoto1, and
Raymond R. Tjandrawinata2
ABSTRACT: This study is aimed at optimizing the dose of
cyclophosphamide in thrombocytopenia rat model. A suitable
drug dosage that could induce thrombocytopenia in rat was
then investigated. Animal model of 25 rats were randomly
divided into fve groups: Normal (group A), Cyclophosphamide
low dose (group B), medium dose (group C), high dose (group
D), very high dose (group E) with each of 5 rats. The four
dosage groups were given 25, 50, 100,
150
mg/kg
BW
cyclophosphamide,
respectively.
Cyclophosphamide was given by subcutaneous injection once a
day for 3 consecutive days. All groups were under investigation
for 8 days. The result suggested that a decrease in the platelet
count, white blood cell, and mean corpuscular volume of all
group cy- clophosphamide induced at the 7th day were
signifcantly different than that of Normal. The platelets count
was reduced but fluctuated greatly, all of the rats died in group
E at 7th day and group D at 8th day. Though all 4 dosages
success- fully initiated thrombocytopenia as the platelets
number dropped at the 7th day, the low dose was considered to
be a suitable one that was of high efficacy and low toxicity.
Thus, using Wistar rats challenged by subcutaneous injec- tion
of cyclophosphamide 25 mg/kg per day for 3 consecutive
days
showed one simple, feasible and stable rat
thrombocytopenia
model
that
could
be
used
for
pharmacodynamic test of the drugs which are supposed to
have platelet increasing effect.
Keywords:
rat,
cyclophosphamide

thrombocytopenia,

Sciences, Dexa Medica, Cikarang

Korespondensi:
Raymond R. Tjandrawinata
Email : raymond@dexa-medica.com

Section of Animal
Pharmacology
2
Dexa Laboratories of
Biomolecular
1

108

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

ABSTRAK:
Penelitian
ini
bertujuan
untuk
mengoptimalkan
dosis
siklofosfa- mid dalam model
tikus
trombositopenia.
Sejumlah dosis obat yang
cocok
yang
bisa
menyebabkan
trombositopenia pada tikus
kemudian diteliti. Dua puluh
lima tikus secara acak dibagi
menjadi
lima
kelompok:
Normal
(grup
A),
siklofosfamid
dosis
rendah
(grup B), dosis sedang (grup
C), dosis tinggi (grup D),
dosis sangat tinggi (grup E)
yang masing-masing terdiri
dari 5 tikus. Ke- empat
kelompok
masing-masing
diberi dosis 25, 50, 100, dan

150 mg/kg BB cyclophosphamide. Siklofosfamid diberikan


melalui suntikan subkutan sekali sehari selama 3 hari berturutturut. Semua kelompok diamati selama 8 hari. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa penurunan jumlah trombosit, sel darah
putih, dan rata-rata volume corpuscular dari semua kelompok
siklofosfa- mid pada hari ke-7 berbeda secara signifkan
dibandingkan dengan Normal. Platelet count berkurang meski
sangat fluktuatif, semua tikus di grup E mati pada hari ke-7 dan
grup D pada hari ke-8. Meskipun keempat dosis berhasil
menginisiasi trombositopenia ditinjau dari jumlah trombosit
yang menurun pada hari ke-7, dosis yang rendah dianggap
paling sesuai karena efektivitas yang tinggi dan toksisitas
rendah. Jadi, penggunaan tikus Wistar yang di- induksi oleh
injeksi subkutan siklofosfamid 25 mg/kg per hari selama 3 hari
berturut-turut menunjukkan suatu model tikus trombositopenia
yang seder- hana, layak dan stabil yang dapat digunakan untuk
uji farmakodinamik obat yang diduga memiliki efek
meningkatkan trombosit.
Kata kunci:
siklofosfamid

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

tikus,

trombositopenia,

109

A Model 0f Rat Thrombocytopenia Induced by


Cyclophosphamide

INTRODUCTI
ON
Thrombocytopenia is a condition in
which blood has a lower than normal
number
of
blood
cell
fragments
(platelets). Thrombocytopenia is a blood
disease characterized by an abnormally low number of platelets in the
bloodstream. Platelets are made in the
bone marrow along with other kinds of
blood cells. Cyclophosphamide is a
synthetic alkylating agent that has been
used
for
its
antineoplastic
and
immunosuppressive activi- ties, and was
introduced as an antitumor agent in
1958. Cyclophosphamide was used as
toxicant in the current study because of
its
capacity
to
induce
stable
thrombocytopenia (1). In conventional
che- motherapy, cyclophosphamide is
one of the most commonly employed
drugs which are applied in high dose
regimen to treat metastatic breast cancer (2). Fulminant cardiac toxicity is the
most se- vere dose-limited toxicity of
cyclophosphamide whose other side
effects are hematopoietic de- pression,
hemorrhagic cystitis, gonadal dysfunction, alopecia, nausea, gastrointestinal
toxicity, renal toxicity, antidiuretic effect
and vomiting. Also, it was reported that
cyclophosphamide
could
induce
chromosome aberration of bone marrow
and liver cells (3). For reasons that are
poorly understood, patients with druginduced thrombocytopenia occasionally
present with dis- seminated intravascular
coagulation (4) or renal failure and other
fndings indicative of the hemo- lytic
uremic
syndrome
or
thrombotic
thrombocytopenic
purpura
(5).
Cyclophosphamide induced leucopenia
animal model can also be the model of
thrombocytopenia (6). Therefore, we
attemp- ted to use rats as a model of
thrombocytopenia following induction by

cyclophosphamide.
The
model
is
applicable for pharmacodynamic studies for drugs causing thrombocytopenia.

MATERIAL
AND
METHOD
Materi
als
Materials Cyclophosphamide was
purchased

Hery Kristiana, Florensia


Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond
from
Novell
Pharmaceutical
protocols
R. Tjandrawinata
Male Wistar rats (250-300g) were used
Laboratories, Bo- gor, Indonesia. Platelet
for the study. The rats were divided into
count, erythrocyte, white blood cell,
5 groups (n = 5, each group), they are:
platelet distribution width, and mean
Group A, as normal control, were treated
corpuscular volume determined by semiwith normal saline; Group B were treated
auto- mated hematology analyzer MEKwith cyclophosphamide (25 mg/kg BW);
6450K (Nihon Kohden, Japan) and cell
Group
C
were
treated
with
packs diluents (Nihon Kohden, Japan)
cyclophosphamide (50 mg/kg BW); Group
was provided by Dexa Laborato- ries of
D were treated with cy- clophosphamide
Biomolecular Sciences, Dexa Medica.
(100 mg/kg BW); and Group E were
Animal
treated with cyclophosphamide (150 mg/
s
kg BW) by subcutaneous injection once a
For all experiments, adult Wistar rats
day for the frst 3 consecutive days. All
were purchased from Indoanilab (Bogor,
groups were in- vestigated for 11 days.
Indonesia). The rat were kept in the cages
100 l of blood was col- lected from tail
o
at 24 C, <70% rela- tive humidity, with
every day (1 7th days of study). Plasma
alternating 12-h lightdark cycle (lights on
collected using EDTA anticoagulant.
from 06.00 to 18.00 h). They were kept in
Platelet count, red blood cell, white blood
standard polypropylene flter top cage
cell, platelet distribution width, and mean
and allowed access to food and water ad
corpuscu- lar volume were determined by
libitum. All experiments were reviewed
semi-automated hematology analyzer
and approved by the Institutional Animal
MEK-6450K.
At the end of the study
Care and Use Committees of the Dexa
period, the rats were euthanized with
Laboratories of Biomolecular Sciences,
sodium pentobarbital 150 mg/kg BW (IP)
Dexa Medica (Cikarang, Indonesia).
under anesthesia (ketamine 80 mg/kg,
and xylazine 7.5 mg/kg, i.p).
Experimental

A Model 0f Rat Thrombocytopenia Induced by


Cyclophosphamide

Statistical analysis
The data obtained were analyzed
using one way analysis of variance
(ANOVA) followed by post hoc test for
multiple comparisons (Tukeys HSD or
Games-Howell test), using the statistical
package SPSS version 20 for Windows.
Differen- ces were considered signifcant
when p<0.05.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n Januari 2013

179

RESUL
TS
Platelet
count
Blood cell analyses in comparison to all
group; Platelet count (Table 1); white
blood cell (Table
2); platelet distribution width (Table 3),
mean corpuscular volume (Table 4); and
red blood cell (Table 5) did not change.

Hery Kristiana, Florensia Nailufar, Imelda L. Winoto, and Raymond


R. Tjandrawinata

Body weight and survivability of animals


ing cyclophosphamide
administration.
Figure
2
Figure 1 shows the weights of animal
the sub- sequent analysis of animal
receiving
varying
doses
of
survivability followcyclophosphamide. It is seen that at
higher doses, rats tended to decrease in
their
weight
suggesting
that
the
compound af- fected their over health
status.
This data is further strengthened by
Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n
Januari 2013

113

A Model
0f Rat
by
shows
that
at Thrombocytopenia
higher doses ofInduced
100 mg/kg
Cyclophosphamide
and 150 mg/kg, rats were dying after 7
days of drug ad- ministration. However, at
lower doses of 25 mg/ kg and 50 mg/kg,

114

rats were able to survive even to the end


of experiment seen on day 11 post administration.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Figure 1. Weight changes of Wistar rats following administration of cyclophosphamide.


Values are presented as mean.

DISCUSSION
Since
its
discovery
in
1958,
cyclophosphamide has been widely used
in both clinical and experi- mental animal
studies of cancer chemotherapy. Acute
events like bone-marrow toxicity, infections,
haemorrhagic
cystitis,
gastrointestinal side effects (nausea,
vomiting) and hair loss were seen as its
side effects. Cyclophosphamide was
used as an inducer in the current study
because
of
its
preliminary
data
suggesting its capacity as an in- ducer of
stable thrombocytopenia (1)

The result suggested that decrease in


the platelet counts of group B, C, D, and
D at 4th day were signifcantly higher
than those of the nor- mal group.The
platelet counts were reduced with wide
variations. In all groups, the maximum
de- crease in the platelet count was seen
at the 7th day. All rats in Group D (100
mg/kg) and Group E (150 mg/kg) are
haemorrhagic cystitis, porf- rin, 20%
body weight loss and hair loss at the 7th
day. It was clear that Groups D and E
could reduce platelet to some extent
and the effect lasted for a longer time,
however, rats in these groups died

rapidly, while platelet counts were


fluctuating at a higher rate. It is widely
known that chemothe- rapeutic and
immunosuppressive agents typi- cally
cause thrombocytopenia by suppressing
hematopoiesis, in order to its effect as an
immu- nosuppresor (7).
In Groups D and E, mean corpuscular
volume and white blood cell decreased
sharply.
Cyclophosphamide,
a
chemotherapy drug, also well known as a
potent immunosuppressive drug in
humans and experimental animals, can,
in fact, reduce white blood cells. The
result of the white blood cells count data
was corelated with a pre- viously
reported result, suggesting that the drop
occurs in the beginning followed by a rise
on its counts (8). Moreover, in Group D
and E, the width of platelet distribution
increased. Platelet distri- bution width is
an indication of variation in plate- let size
which can be a sign of active platelet release. Platelet large cell ratio increases in
throm- bocytopenia, and is inversely
related to platelet count and directly
related to platelet distribution width and
mean platelet volume (9).
The
body
weights
of
rat
cyclophosphamide
treated
group
decreased
after
injecting
cyclophosphamide (Figure 1). The weight of
the Nor- mal group rat tended to be
stable after end pe- riods. Rat in group E
death rate was 100% on the
7th day. Rat in group D died from the 7th
day, the death rate was 100% on the 8th
day (Figure 2) and other group life until
the end period. Many patients with druginduced thrombocytopenia have only
petechial hemorrhages and occasional
ecchymosis and require no specifc
treatment other than discontinuation of
the sensitizing medication. When there is
uncertainty about the
causative drug, all medications should be
discon-

tinued, and pharmacologic equivalents


with dif- ferent chemical structures
substituted as neces- sary. Patients who
have severe thrombocytopenia and wet
purpura should be aggressively treated
with platelet transfusions because of the
risk of fatal intracranial or intrapulmonary
hemorrhage (10,11,12). Corticosteroids
are often given, but there is no evidence
that
they
are
helpful
if
the
thrombocytopenia
is
drug-induced.
Intravenous immune globulin (13) and
plasma exchange(14) have been used in
acutely ill patients, but the be- neft of
these treatments is uncertain (10).
Though all four dosages successfully
initiated
thrombocytopenia
as
the
platelets count dropped at the 7th day,
the low dose (25 mg/kg BW) was
considered to be a suitable one that was
of high efficacy and low toxicity. Thus,
Wistar rat chal- lenged by subcutaneous
injection of cyclophos- phamide 25 mg/kg
per day for 3 consecutive day is one
simple,
feasible
and
stable
rat
thrombocy- topenia model that could be
used for pharmaco- dynamic test of drugs
which pharmacologically act as platelets
count stimulator.

CONCLUSI
ON
In conclusion, Wistar rat challenged by
subcutaneous
injection
of
cyclophosphamide 25 mg/kg per day for
3 consecutive day is one simple, feasible and stable rat thrombocytopenia
model.

ACKNOWLEDGEME
NTS
The authors would like to thank to
Destrina Grace
for her assistance in
editing the manu- script.

REFERENCES

Cyclophosphamide.
2009;

1. Hong N, Kong-yan L, Xiao-qi Z, Xue-ying


F, Duan- rong Y, Yu-si W, Jiu-yao Z, Wencai

Y,

Establishment

of

Mouse

Thrombocytopenia Model Induced by

Zoological

research

30(6):645-652.
2. Legha

SS,

Hortobagyi

Buzdar
GN,

AU,

Smith

Swenerton

TL,
KD,

Blumenschein GR, Gehan EA, Bodey GP,


Freireich EJ. Complete remissions in

metastatic breast cancer treated with

8. Masahiro K, Takuya K, Yoshio K, Hiroaki

combi- nation drug therapy [J]. Ann

T, Kikuo N, Takafumi Y. 1999. Accelerated

Intern Med, 1979,

recovery from cyclophosphamide-induced

91(6):
852.

leukopenia

847-

223-231.
9. Babu E, Basu D. 2004. Platelet large cell
ratio

[J]. Zool Res, 1984, 5(2): 175179


Chinese).

administered

to [J]. Immunopharmacology, 44(3):

of chro- mosomal aberration in liver,


mice by benzene and cy- clophosphamide

mice

Japanese ethical herbal drug, Hochu-ekki-

3. He WS, Liu AH, Shi LM. In vivo induction


bone-marrow and spermatogonial cells in

in

in

the

abnormal

(in

differential

platelet

diagnosis

counts

of

[J].Indian

Pathol Microbiol, 47(2): 202-205.

4. Knower MT, Bowton DL, Owen J,


Dunagan DP.
Quinine-induced

10. Aster

thrombocytopenia.

In: Michelson AD, ed.

New

York:

Academic

Press,

2007:887-902.

intravascular co- agulation: case report


11.

Freiman

JP.

Fatal

quinine-induced

thrombocyto- penia. Ann Intern Med 1990;

Care Med 2003;29:1007-11.

112:308-9.

5. Kojouri K, Vesely SK, George JN. Quinine


associ- ated thrombotic thrombocytopenic

Drug-induced

Platelets.

disseminated

and review of the literature. Intensive

R.

12.

Fireman Z, Yust I, Abramov AL. Lethal

purpurahe- molytic uremic syndrome:

occult

frequency, clinical fea- tures, and long-

druginduced thrombocy- topenia. Chest

term outcomes. Ann Intern Med

1981; 79:358-9.
13.

2001;135:104751.

pul-

Ray

JB,

monary

Brereton

hemorrhage

WF,

treatment of presumed quinidine-induced

Research in Pharmacology [M]. Beijing:

thrombocytopenia. DICP 1990;

Chemical Industry Press, 326 (in Chinese).

24:693-5.

7. Curtis BR, Kaliszewski J, Marques


MB, et al.
thrombocytopenia

result- ing from sensitivity to oxaliplatin.


Am J Hematol
2006;81:193
-8.

FR.

Intravenous im- mune globulin for the

6. Lu QJ. 2007. Methodology of New Drug

Immune-mediated

Nullet

in

14. Pourrat O. Treatment of drug-related


diseases by

plasma

Med Interne (Paris)


1994;145:357-60.

exchanges.

Ann

Petunjuk

Petunjuk Bagi Penulis


1.

Jurnal Farmasi Indonesia menerima tulisan ilmiah berupa laporan hasil penelitian atau telaah
pustaka yang berkaitan dengan bidang kefarmasian.
2. Naskah diutamakan yang belum pernah diterbitkan di media lain, baik cetak maupun elektronik.
Jika sudah pernah disampaikan dalam suatu pertemuan ilmiah hendaknya diberi keterangan yang
jelas mengenai nama, tempat, dan tanggal berlangsungnya pertemuan tersebut.
3. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia baku atau bahasa Inggris dengan huruf Cambria
11, disusun dengan sistematika sebagai mana yang disarankan di bawah ini.
4. Judul dalam dua bahasa Indonesia dan Inggris, ditulis dengan huruf kapital diikuti huruf kecil, bold,
singkat dan jelas mencerminkan isi tulisan, tidak lebih dari 14 kata (bahasa Indonesia) atau 10
kata (bahasa Inggris).
5. Nama penulis tanpa gelar, diberi nomor superscript, diikuti alamat instansinya masing-masing
dan sebutkan alamat korespondensi kepada penulis lengkap dengan alamat e-mail.
6. Abstrak dalam bahasa Inggris dan bahasa Indonesia, masing-masing maksimum 200 kata,
dilengkapi dengan kata kunci (Keywords) 3-5 kata.
7.
Isi/Batang Tubuh:
a. Untuk tulisan berupa artikel hasil penelitian (research article), disusun dengan sistematika
sebagai berikut: Pendahuluan, Metodologi Penelitian (meliputi bahan, alat dan cara kerja),
Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan dan Saran, serta ucapan terima kasih.
b. Untuk tulisan bukan berupa laporan hasil penelitian (tinjauan pustaka atau komunikasi
singkat), disusun dengan sistematika sebagai berikut: Pendahuluan, bagian-bagian sesuai
topik tulisan, serta Penutup berupa kesimpulan dan saran, serta ucapan terima kasih.
8. Daftar Pustaka ditulis berurutan dengan nomor arab (1, 2, 3, dst.), sesuai urutan
kemunculannya dalam naskah, ditulis secara konsisten menurut ketentuan dalam Cummulated
Index Medicus dan/atau Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal
(Ann Intern Med 1979; 90: 95-99).
9.
Singkatan nama jurnal mengikuti ketentuan dalam Index Medicus; untuk nama jurnal yang tidak
tercantum dalam
Index Medicus harap tidak disingkat.
1. Contoh: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide
(cyclosporin) through the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.
10. Sitasi/rujukan kepustakaan dilakukan dengan sistem nomor yang diletakkan dalam tanda kurung.
2.
Contoh: .........disusun oleh protein-protein membran, antara lain kadherin (5).
11. Cara penulisan:
a.
Halaman judul diketik di awal naskah terdiri dari judul, nama penulis dan afliasinya serta
nama dan alamat
lengkap corresponding author.
b.
Naskah diketik 1 spasi tidak bolak balik, ukuran kertas A4 dengan margin atas 4 cm, bawah 3
cm, kiri 4 cm, kanan
3 cm, minimum 8 halaman, maksimum 14 halaman tidak termasuk gambar/foto atau tabel.
c. Tabel harus utuh, jelas terbaca, dibuat dengan format tabel pada Microsoft Word
diletakkan terpisah pada halaman setelah daftar pustaka, diberi judul dan nomor tabel
dengan angka arab 1, 2, 3... dst.
d. Gambar dibuat dengan format TIFF, JPG, JPEG, atau BMP, atau format Microsoft Excel/scatter
plot untuk grafk, dikirimkan tersendiri dalam fle terpisah dengan keterangan yang jelas
diberi nama fle sesuai dengan nomor urut gambar.
e.
Judul gambar ditulis dalam format MS Word setelah halaman Tabel. Judul gambar dinomori
dengan angka arab
(1,2,3,... dst).
12. Naskah dapat dikirim dalam bentuk cetakan (hard copy) dan berkas elektronik (dalam bentuk
CD) melalui pos/ kurir atau diantar sendiri ke sekretariat jurnal. Berkas elektronik dapat dikirim
melalui
email
ke
alamat
jf@
ikatanapotekerindonesia.net
atau
jurnalfarmasiindonesia@gmail.com. Naskah dapat juga dikirimkan secara online melalui
jf.iregway.com.
13. Naskah yang diterima akan disaring oleh Redaksi/Editor, kemudian direview oleh Mitra Bestari.
2013
184
Apabila diperlukan, naskah akan diberi catatan dan dikembalikan kepada penulis untuk direvisi,

untuk selanjutnya dikirimkan kembali secara utuh kepada redaksi jurnal untuk diterbitkan.
14. Untuk penelitian klinis yang menggunakan subyek manusia, disertakan Ethical clearance.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari

Instructions

Instructions for Authors


1.

Jurnal Farmasi Indonesia received the scientifc papers in the form of research article or literature
review related to the feld of pharmacy.

2.

Preferred manuscript is that the paper has never been published in other media, both printed and
electronic. If it has ever been presented in a scientifc meeting, a clear explanation of the name,
place and date of the meeting should be given.

3.

Manuscripts are written in standard Indonesian or English with Cambria 11, compiled by

4.

The title is written in a capital letter followed by lowercase letters, bold, not more than 14 words

systematics as described below.


(Indonesian) or 10 words (English), concise and clearly reflect the content of the manuscript.
5.

The authors name should be written without title, given the superscript numbers, followed by the
affiliation and specify complete address of corresponding author by e-mail address.

6.

Abstract should be written in English and Indonesian respectively , with a maximum of 200 words,
equipped with 3-5 keywords.

7.

Contents / Body:
a.

A research article should compile by the systematics as follows: Introduction, Research


Methodology (includes materials,

equipment,

and

methods),

Results

and

Discussion,

Conclusions and Recommendations, as well as acknowledgement.


b.

A literature review or short communication) should follow systematics as Introduction, the


sections of sub topics, and Conclusions and/ or Recommendations, as well as acknowledgement.

8.

References are written sequentially with Arabic numbers (1, 2, 3, ..), in the order of it appearance in
the manuscript. It should be written consistently in accordance with the Index Medicus Cummulated
and / or the Uniform Requirements for Manuscripts Submitted to Biomedical Journal (Ann Intern Med
1979; 90: 95-99).

9.

Journal abbreviations should follow the provisions in Index Medicus; For journal that are not listed
in Index Medicus should not be abbreviated.
Example: Cefalu WT, Padridge WM. Restrictive transport of a lipid-soluble peptide
(cyclosporin) through the blood-brain barrier. J Neurochem 1985; 45; 1954-1956.

10.

Citation should be written with Arabic number and placed in brackets.


Example: ......... compiled by membrane proteins, among others kadherin (5).

11.

Guidance for writing:


a. Typed the title page at the beginning of the script consists of title, authors name and affiliation
as well as the name and complete address of corresponding author.
b. Typed the manuscript in 1 spacing in A4 paper with a top margin of 4 cm, bottom 3 cm, left 4,
and right 3 cm. The manuscript may consist of minimum of 8 pages and maximum of 14 pages
excluding images/pictures or tables.
c. Tables must be intact, clearly legible, in Microsoft Word format, placed separately on the
page after the list of references, given the title and number of tables with Arabic numbers (1, 2,
3 ...).
d. Images/Figures should be made with the format of TIFF, JPG, JPEG, or BMP, or Microsoft Excel
format/scatter plot for graphic, submit ted in a separate fle with a clear description of the fle
named according to the number of Figures.
e.
Figure legends should be written in MS Word format after the page of tables. Figure legends are
numbered with
Arabic numbers (1,2,3, ... ).

12.

Manuscripts can be submitted in hard copy and electronic version (on CD) by post /courier or
delivered to the secretariat of the journal by hand. Electronic fles can be sent via email to
jf@ikatanapotekerindonesia.net or jurnalfarmasiindonesia@gmail.com. Manucripts can also be
submitted online through jf.iregway.com.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

185

13.

Manuscript received will be screened by the Editor, and then reviewed, the manuscripts may be
returned to the author and noted to be revised, and be sent back to the editor for decision of
acceptance for publication.

14.

For clinical research using human subjects should include Ethical clearance.

Jurnal Farmasi Indonesia n Vol. 6 No. 3 n


Januari 2013

Anda mungkin juga menyukai