Anda di halaman 1dari 14

Aspek Peraturan dan Kebijakan

Koridor Kertajaya masuk ke dalam Unit Pengembangan Dharmahusada.


Oleh karena itu, peraturan dan kebijakan ini bersumber dari RDRTK UP.
Dharmahusada.
1.1 Guna Lahan dan Kecenderungan Perkembangan Ruang

Penggunaan/pemanfaatan lahan pada wilayah perencanaan dimanfaatkan


sebagai area fasilitas umum terutama untuk fasilitas pelayanan
kesehatan. Disamping pelayanan kesehatan, terdapat juga pemanfaatan
lahan untuk area perumahan baik formal maupun non formal, area
perdagangan dan jasa, fasilitas umum pemerintahan, ruang terbuka hijau.
Presentasi penggunaan / pemanfaatan lahan tersebut adalah sebagai
berikut :
1. Permukiman (perumahan formal/non normal) : 1.285,538 ha (72,44%)
2. Kawasan Militer : 0,071 ha (0,004%)
3. Fasilitas Umum : 131,827 ha (7,428%)
4. Makam : 11,567 ha (0,652%)
5. Fasilitas Perdagangan dan jasa : 90,051 ha (5,074%)
6. Industri dan Pergudangan : 68,507 ha (3,860%)

Presentasi Penggunaan Lahan

Permukiman
Kawasan Militer
81%

0%
8%
1%
6%
4%

Fasilitas Umum
Makam
Perdagangan dan Jasa
Industri

Sejalan dengan perkembangan Kota Surabaya yang pesat, penggunaan


lahan tersebut mengalami perkembangan (terjadi perubahan penggunaan
lahan). Secara umum kecenderungan penggunaan lahan pada wilayah
perencanaan adalah sebagai berikut:

Perdagangan dan jasa dengan skala unit masyarakat cenderung untuk


berkembang secara merata di wilayah perencanaan untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari. Untuk perdagangan dan jasa dengan skala unit
lingkungan atau yanglebih besar lagi cenderung berkembang di jalan-jalan
utama pada wilayah perencanaan seperti :
o Koridor Sulawesi Kertajaya Kertajaya Indah.
o Koridor Dharmahusada Dharmahusada Indah.
o Koridor Dharmawangsa Pucang Anom Timur Ngagel Jaya.
o Koridor Bungtomo Ngagel Jaya Selatan.
o Koridor Inner Ring Road.
o Koridor Ngaglik Kapas Krampung
1.2 Gambaran Karakteristik Wilayah Perencanaan
1.2.1 Fasilitas Perdagangan & Jasa Komersial

Fasilitas perdagangan dan jasa komersial yang ada pada wilayah


perencanaan berupa pedagang kecil dalam bentuk toko, kios, warung,
bengkel. Toko mebel, toko bahan bangunan dan lain-lain. Kegiatan
perdagangan dan jasa komernsial tersebut hanya memberikan pelayanan
pada lingkungan sekitarnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari warga
setempat. Kegiatan perdagangan dan jasa komersial dengan skala yang
lebih besar tersebar di sepanjang jalan utama seperti koridor Jl. Kertajaya
Manyar kertoarjo, Jl Menur Manyar Nginden, Jalan Kenjeran, Jl. Pucang
Anom Timur Dharmawangsa.
RTRW Kota Surabaya mengarahkan UP. Dharmahusada sebagai
kawasan perdagangan berdampak positif terhadap kawasan (koridor)
yang sekarang cenderung berkembang sebagai kawasan perdaganganjasa (komersial). Merupakan wilayah yang potensial tumbuh dan
berkembang akibat pengaruh akses yang baik dan pusat-pusat kegiatan
yang berskala regional, misalnya kegiatan perniagaan-jasa (komersial) ; di
Jl. Kertajaya Kertajaya Indah, Jl. Dharmawangsa Pucang Anom Timur
Ngagel Jaya Selatan, fasilitas umum kesehatan dan pendidikan ; RSU. Dr.
Soetomo, UNAIR dan lain-lain.

Gambar 1 Peta Lokasi UP. Dharmahusada

Arahan Rencana Kawasan RDTRK UP. Dharmahusada

UD

UL
Kertaja
ya
Pucang
Sewu

Puca
ng
Barata
Jaya

Arahan
Evolusi Kegiatan perdagangan jasa dan niaga
pada kawasan pemukiman
Pengembangan Shopping Arcade
Perbaikan dan peningkatan sarana dan
prasarana yang telah tersedia
Pengembangan pusat Perdagangan dan Jasa
dalam skala regional
Pengembangan Mix-Used
Preservasi dan pengembangan fasilitas RTH

Perbaikan dan peningkatan sarana dan


prasarana yang telah ada sebelumnya

Lokasi
Koridor Jl.
Kertajaya
Koridor Jl.
Kertajaya
Jl. Ngagel Jaya
Utara
Ruko R.M.I
Terminal Bratang
Kebun Bibit
Manyar
Jl.
Dharmawangsa
Sisi Utara Kali
Jagir Wonokromo

1.3 Analisa Integrasi RDTRK Dharmahusada dan RTBL Kertajaya


Hal yang juga perlu menjadi pertimbangan bagi perencanaan
RDTRK Dharmahusada yaitu adanya hubungan sinkronisasi konsepsi
gabungan dengan RTBL Kertajaya yang meliputi perencanaan koridor
Kertajaya Manyar Kertoarjo Kertajaya Indah. Dimana koridor
perencanaan RTBL Kertajaya tersebut, masuk di dalam bagian wilayah

perencanaan UP.Dharmahusada. Adapun aspek pertimbangan didalam


perencanaan RTBL Kertajaya ini, yaitu :
o Rencana Tol Tengah
o Rencana MERR
o Pengembangan Surabaya Timur
o Revitalisasi Kalimas
o Rencana penghubung Surabaya Timur dan Surabaya Barat
o Kecenderungan pertumbuhan kawasan.
Sehingga Koridor Kertajaya sebagai akses barat timur akan meningkat
perannya dengan didukung oleh berbagai aspek pertimbangan tersebut.
Perencanaan RTBL Kertajaya meliputi; konsep perencanaan Shopping
Arcade pada sepanjang koridor Jl. Kertajaya, dimana pada kondisi
eksisting kawasan tersebut tidak memiliki garis sempadan bangunan
sehingga bangunan di sepanjang koridor Jl. Kertajaya direncanakan
sebagai kawasan perbelanjaan dengan konsep etalase. Dimana
perencanaan tersebut, akan menerus sampai pada koridor Jl. Manyar
Kertoarjo dengan konsepsi perencanaan sebagai area pusat makanan.
Serta didukung dengan moda transportasi pejalan kaki yakni dengan
adanya fasilitas Rapid Mass Transport dan Pendestrian Promenade sebagai
pembentuk kontinuitas ruang. Dengan arahan RTBL Kertajaya dan Visi
Koridor Kertajaya, konsepsi perencanaan dibagi menjadi 4 segmen
perencanaan RTBL Kertajaya, yaitu antara lain :
a. Arahan Perencanaan Segmen 1 (Konservasi fungsi dan bentuk
bangunan
tertentu Komersial)

Gambar 2 Konsep Figure Ground Segmen 1

Gambar 3 Visualisasi Konsep Detail Viaduct Gubeng

b. Arahan Perencanaan Segmen 2 (Bisnis Komersial)

c. Arahan Perencanaan Segmen 3 (Bisnis Komersial)

d. Arahan Perencanaan Segmen 4 (Komersial Rekreatif)

1.4 KARAKTERISTIK TATA BANGUNAN & PERMUKIMAN

1.4.1 Kepadatan Bangunan


Kepadatan bangunan di suatu ruang atau lingkungan dapat dilihat sebagai
:
perbandingan di antara keseluruhan (total) luas lahan yang tertutup
bangunan
(dibangun), dengan luas kapling. Kepadatan bangunan di suatu ruang
secara teoritis dan normatif biasanya dibaca sebagai koefisien dasar
bangunan (KDB) atau Building Coverage Ratio (BCR). KDB biasanya
dinyatakan dalam 0 100%. Dalam lingkup makro (ruang kawasan/Unit
Pengembangan) ketentuan pemberlakuan KDB perlu dipahami sebagai
sebuah alat preventif untuk mencegah terjadinya kerapatan bangunan di
sebuah ruang kawasan. Kerapatan bangunan yang perlu dipahami sebagai
sebuah situasi yang mengurangi keberadaan ruang terbuka yang sangat
dibutuhkan antara lain untuk : lahan resapan, lahan hijau sebagai
produktor oksigen, pangan dan juga filter udara. Sedangkan dalam
lingkup mikro seatu kerapatan bangunan dapat menimbulkan kerawanankerawanan yang berkaitan dengan terjadinya : bahaya kebakaran,
bencana gempa, terhalangnya sirkulasi matahari dan udara segar.

Pada wilayah perencanaan situasi dan kondisi kerapatan bangunan sangat


bervariasi dengan diklasifikasikan sebagai berikut 0-10%,50%,70%,75%
dan 90-100%. Kerapatan bangunan di perumahan formal relatif cukup
tertib dan baik, sementara di perumahan informal kondisinya sangat tidak
memenuhi syarat keamanan keselamatan serta kesehatan umum.
1.4.2 Kondisi Bangunan
Kondisi bangunan pada wilayah perencanaan dikategorikan dalam
konstruksi permanen, semi permanen, non permanen dan campuran dari
keduanya atau ketiganya. Kondisi bangunan pada wilayah perencanaan
secara umum dapat dikategorikan sebagai permanen.
Dalam hal ini adalah ketentuan Bab II pasal 13i Permendagri No.2 tahun
1987 yang
mengklasifikasi luas perpetakan dan lokasinya sebagai berikut :

Klasifikasi I, diatas 2500m2

Klasifikasi II, antara 1000 2500 m2

Klasifikasi III, antara 600 1000 m2


1.4.3 Kemunduran Bangunan
Kemunduran bangunan di suatu ruang atau lingkungan dapat dilhat
sebagai adanya jarak dari sebuah bangunan terhadap sebuah obyek
lainnya, yang lazim dikenal sebagai sempadan bangunan (GSB).
Kemunduran bangunan di suatu ruang secara teoritis dan normatif
biasanya dibaca dan dinyatakan dalam meter lari.
Dalam lingkup makro (ruang kawasan / Unit Pengembangan) ketentuan
pemberlakuan GSB perlu dipahami sebagai sebuah alat preventif untuk
mencegah terjadinya kerapatan bangunan dan pengamanan lingkungan di
sebuah ruang kawasan.
Kemunduran bangunan perlu dipahami sebagai upaya pengamanan bagi
berkurangnya : lahan resapan, lahan hijau sebagai produktor oksigen,
pangan dan juga filter udara. Sedangkan dalam lingkup mikro suatu
kemunduran bangunan dapat mencegah timbulnya kerawanan-kerawanan
yang berkaitan dengan terjadinya kebakaran, bencana gempa,
terhalangnya sirkulasi matahari dan udara segar. Kemunduran bangunan
di sebuah ruang kawasan ada bermacam-macam menurut kebutuhan dan
manfaat yang ingin diraih di dalam konteks : menjaga keseimbangan
lingkungan hidup, keamanan keselamatan dan kesehatan publik serta
keberlanjutan kehidupan, antara lain adalah :
1. Sempadan antara bangunan dengan bangunan
2. Sempadan antara bangunan dengan sungai, danau, mata air, dan
sejenisnya
3. Sempadan antara bangunan dengan garis pantai
4. Sempadan antara bangunan dengan rel kereta api
5. Sempadan antara bangunan dengan landasan bandar udara.
6. Sempadan antara bangunan dengan jaringan listrik tegangan tinggi.
7. Sempadan antara bangunan dengan sungai/saluran dan sejenisnya,
yang

mempunyai angka normatif sesuai dengan Keputusan Presiden No.32


tahun 1990
tentang Pengelolaan Kawasan Lindung.
Berkaitan sempadan tersebut, situasi dan kondisi kemunduran bangunan
pada
wilayah perencanaan dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
8. Sempadan antara bangunan dengan sungai/saluran, dan sejenisnya
kurang
memenuhi persyaratan
9. Sempadan antara bangunan dengan jalan, sangat beragam dan
secara umum
masih sangat kurang memadai, utamanya banyak dijumpai di kawasan
perumahan informal.
Data kemunduran bangunan yang dihimpun dari survei lapangan adalah
jarak
antara bangunan dengan jalan. Kemunduran bangunan pada wilayah
perencanaan di
kelompokkan menjadi 3 (tiga), yaitu :
0 2 m, kemunduran bangunan 0 2 M, kebanyakan ada di kawasan
permukiman dengan kepadatan yang tinggi seperti di sekitar area
kampung
Karangmenjangan.
3 5 M bangunan yang mempunyai kemunduran 2 5 M ada di
permukiman
formal.
6 10 M kemunduran bangunan lebih dari 6 - 10 M adalah pada koridor
Karangmenjangan dan Prof. DR. Moestopo.
1.4.4 Perpetakan Tanah / Lahan
Dalam penataan ruang setiap kegiatan pemetakan lahan perlu dilakukan
dengan merujuk kepada ketentuan dan peraturan yang berlaku.
Dalam hal ini adalah ketentuan Bab II pasal 13i Permendagri No.2 tahun
1987 yang
mengklasifikasi luas perpetakan dan lokasinya sebagai berikut :

Klasifikasi I, diatas 2500m2

Klasifikasi II, antara 1000 2500 m2

Klasifikasi III, antara 600 1000 m2

Klasifikasi IV, antara 250 600 m2

Klasifikasi V, antara 100 250 m2


1.5 Pedoman Pelaksanaan Pembangunan Kawasan Perkotaan

Penataan bangunan di kawasan UP.Dharmahusada untuk 10 (sepuluh)


tahun ke
depan perlu di desain sebagai cerminan sinergi dari aspek-aspek :
1. Arsitektur kota (figure- ground, linkage serta place theory)
2. Sejarah kota (teknologis, ekonomis dan ideologis)

3. Ekologi kota ( kesinambungan/sistem jaringan, manajemen,


environment
behavior relation). Agar dapat dibangun sebuah permukiman yang dapat
menjadi kota sebagai sebuah produk dan proses, yang mampu
mengakomodasi kebutuhan warga
masyarakatnya sebagai pelaku aktivitas kehidupan, baik ke dalam
maupun ke luar. Sehubungan dengan pertimbangan tersebut diatas
penataan bangunan di UP.Dharmahusada perlu dirancang, dilaksanakan
serta dikendalikan melalui penetapan ; Koefisien Dasar Bangunan (KDB),
Koefisien Lantai Bangunan (KLB), Garis Sempadan Bangunan (GSB) serta
perpetakan secara terpadu.
1.5.1 Arahan Kepadatan Bangunan
Arahan untuk kepadatan bangunan pada kawasan perencanaan RDTRK
UP.Dharmahusada, yang perlu dipahami adalah sebuah situasi yang
mengurangi keberadaan ruang terbuka yang sangat dibutuhkan antara
lain untuk : lahan resapan, lahan hijau sebagai produktor oksigen, pangan
dan juga filter udara. Sedangkan dalam lingkup mikro suatu kerapatan
bangunan dapat menimbulkan kerawanan yang berkaitan dengan
terjadinya : bahaya kebakaran, bencana gempa, terhalangnya sirkulasi
matahari dan udara segar. Atas pertimbangan hal-hal tersebut diatas
arahan kepadatan bangunan didistribusikan secara proporsional ke
masing-masing zona peruntukan yang ditetapkan sesuai dengan fungsi
kegiatannya, serta besaran kapling dan blok yang diperbolehkan.
Sehingga penataan bangunan di kawasan UP.Dharmahusada untuk arahan
kepadatan bangunan perlu di desain untuk bangunan yang cenderung
horizontal dapat diakomodasikan menjadi bangunan vertikal, misalnya
seperti : bangunan-bangunan kumuh/liar dapat digantikan dengan
bangunan rumah susun (rusun) atau apartemen sehingga tanah yang
tersisa dapat dimanfaatkan untuk guna lahan yang lain.
1.5.2 Arahan Ketinggian Bangunan
Ketinggian bangunan di suatu ruang atau lingkungan dapat dilihat sebagai
akibat dari memberlakuan Koefisien Lantai Bangunan (KLB) atau Floor
Area Ratio (FAR). KLB adalah perbandingan diantara jumlah luas lantai
efektif yang boleh dibangun (total) terhadap luas kapling.KLB secara
teoritis dan normatif biasanya dinyatakan dalam prosen 100% keatas.
Dalam lingkup makro (ruang kawasan/Unit Pengembangan) ketentuan
pemberlakuan KLB perlu dipahami sebagai sebuah alat preventif untuk
mencegah berkembangnya kepadatan penduduk di sebuah ruang
kawasan sebab KLB mempunyai korelasi dengan peraturan daya
tampung. Penentuan ketinggian bangunan lazimnya diperhitungkan
secara paralel dengan perencanaan daya dukung jalan suatu ruang
kawasan. Disamping juga memperhitungkan kesehatan, keamanan,
keselamatan publik dan estetika.Seperti

halnya dengan penetapan UP.Dharmahusada perlu secara cermat


memperhitungkan : posisi, situasi kondisi wilayah secara internal serta
implikasinya terhadap wilayah eksternal di seputarnya yang berdekatan.
Hal-hal yang perlu dicermati itu antara lain adalah :
1. Kondisi eksisting penggunaan lahan/tanah kawasan perencanaan.
2. Kondisi tanah di wilayah UP.Dharmahusada yang cukup stabil.
3. Arahan kebijaksanaan pembuangan yang terkait dengan kawasan
perencanaan (lihat Bab II).
a. RTRW Kota Surabaya tahun 2016.
b. RDTRK terkait.
c. RTRK disekitarnya.
d. Layanan Umum Dinas Tata Kota Surabaya.
e. Studi lain yang terkait.
Atas pertimbangan hal-hal tersebut diatas koefisien dasar lantai bangunan
didistribusikan secara proporsional ke masing-masing zona peruntukan
yang
ditetapkan sesuai dengan fungsi kegiatannya, serta besaran kapling dan
blok yang
diperbolehkan.
1.5.3 Arahan Garis Sempadan
Kemunduran bangunan disuatu ruang atau lingkungan yang dapat dilihat
sebagai adanya jarak dari sebuah bangunan terhadap sebuah obyek
lainnya, yang lazim dikenal sebagai Sempadan Bangunan (GSB).
Kemunduran bangunan disuatu ruang secara teoritis dan normatif
biasanya dibaca dan dinyatakan dalam meter. Dalam lingkup makro ruang
kawasan /Unit Pengembangan ketentuan pemberlakuan GSB perlu
dipahami sebagai sebuah alat preventif untuk mencegah terjadinya
kerapatan bangunan dan pengamanan lingkungan di sebuah ruang
kawasan.
Penetapan garis sempadan di wilayah UP.Dharmahusada ditujukan untuk
mengatur jarak antara satu bangunan dengan yang lainnya dalam suatu
kapling/blok yang berbeda disamping dengan obyek-obyek vital lainnya,
guna mencapai :
Keseimbangan lingkungan.
Keamanan-keselamatan dan kesehatan publik.
Keberlanjutan kehidupan.
Hal-hal yang perlu dicermati dalam penentuan garis sempadan bangunan,
antara lain adalah :
1. Kondisi eksisting penggunaan lahan/tanah kawasan perencanaan.
2. Arahan kebijkasanaan pembangunan yang terkait dengan wilayah
perencanaan (lihat Bab II).
a. RTRW Kota Surabaya Tahun 2016.
b. RDTRK terkait.
c. RTRK disekitarnya.
d. Layanan Umum Dinas Tata Kota Surabaya.
e. Studi lain yang terkait.

Pada wilayah UP.Dharmahusada garis sempadan bangunan perlu


ditetapkan
untuk pendirian bangunan terhadap :
Damija jalan umum, standar perencanaan jalan perkotaan Ditjen Bina
Marga.
Jaringan saluran pematusan sekunder tersier (avuur), garis sempadan
antara
bangunan dengan saluran pematusan, perlu diperhitungkan ruang untuk
perawatan.
Telaga atau tempat penampungan air. Garis sempadan antara bangunan
dengan waduk, telaga atau tempat penampungan air sesuai dengan
Keputusan Presiden No.32 tahun 1990 tentang Pengelolaan Kawasan
Lindung.

1.6 Rencana Sistem Jaringan Transportasi


Rencana jaringan pergerakan & prasarana penunjang di kawasan
perencanaan UP. Dharmahusada bersubstansikan ; angkutan jalan raya
baik primer maupun sekunder. Serta terminal dan sistem perparkiran.
a. Sistem jaringan pergerakan.

Rencana system jaringan pergerakan di UP. Dharmahusada


disistematikakan secara terhirarki menurut undang-undang jalan yang
ada.
Berdasarkan :
Kecenderungan perkembangan
Pola jaringan jalan pada kawasan perencanaan cenderung membentuk
pola linier UtaraSelatan dan TimurBarat dengan kombinasi grid
didalamnya. Lalu lintas di jalan-jalan utama yang ada pada kawasan
perencanaan bergerak 2 (dua) arah dengan adanya jalur pemisah kecuali
pada jalan lokal : bolakbalik 2 (dua) arah tanpa ada jalur pemisah.
RTRW Kota Surabaya
RDTRK terkait
RTRK terkait
Studi Integrated Transportation Pogram
Sehubungan dengan 4 (empat) kebijakan di atas, maka pengembangan
sistem pergerakan, khususnya jalan raya di rekomendasikan dalam
klasifikasi
sebagai berikut :
Arteri Primer, meliputi : Segmen jalan Kenjeran
Kolektor Primer, meliputi ; Ruas jalan Sulawesi, Kertajaya & Kertajaya
Indah
Arteri Sekunder, meliputi ; Ruas jalan Nginden-Menur-ManyarKarangmenjangan-Dharmahusada-Kedungsroko-Pacarkeling-Residen
Sudirman-Tambaksari.

Sementara itu berkaitan dengan konsepsi perencanaan RDTRK UP.


Dharmahusada apabila perencanaan pembangunan MEER II-C telah
berjalan, maka hal tersebut berpotensi menimbulkan tarikan besar bagi
ketiga koridor utama pada kawasan perencanaan, yaitu koridor
Dharmahusada, koridor Kertajaya dan koridor Kenjeran. Ditambah dengan
pergerakan dan kondisi ruas-ruas jalan di sepanjang koridor utama pada
kawasan perencanaan menjadi tidak proporsional terutama pada jam-jam
berangkat dan pulang kerja, sehingga berimplikasi terhadap
terhambatnya kelancaran arus lalu lintas. Sehingga untuk sistem
pergerakan angkutan publik di UP Dharmahusada direkomendasikan :
Untuk tetap mengikuti sistem trayek yang telah ditetapkan oleh Dinas
Perhubungan Kota Surabaya, dengan melakukan pengendalian
(peremajaan) terhadap jumlah armada angkutan kota.
Menambah jumlah halte pemberhentian pada lintasan trayek padat.
Mengintrodusi sistem angkutan massal sejenis busway pada ruas jalan
lingkar dalam (inner ring road).
Sedangkan untuk sistem perparkiran di UP. Dharmahusada, dalam rangka
mengurangi kepadatan lalu-lintas yang semakin meningkat,
direkomendasikan untuk mengembangkan system off street terbatas pada
jalan jalan dalam klasifikasi ; arteri primer-sekunder, klokeltor primer dan
sekunder. Serta mengembangkan program pengendalian akses terbatas
keluar masuk persil (blok sistem) pada system jaringan arteri-kolektor
primer dan sekunder.

Anda mungkin juga menyukai