Anda di halaman 1dari 23

BAB II

TINJAUAN TEORI
A; ANATOMI FISIOLOGI SISTEM PERNAFASAN

1;

Pengertian Pernafasan
Pernafasan (respirasi) adalah peristiwa menghirup udara dari luar
yang mengandung (oksigen) ke dalam tubuh serta menghembuskan udara
yang banyak mengandung CO2 (karbondioksida) sebagai sisa dari oksidasi
keluar dari tubuh. Penghisapan udara ini disebut inspirasi dan
menghembuskan disebut ekspirasi.Jadi, dalam paru-paru terjadi pertukaran
zat dan oksigen ditarik dari udara masuk ke dalam darah dan CO 2 akan
dikeluarkan dari darah secara osmose. Seterusnya CO2 akan dikeluarkan
melalui tractus respiratorius (jalan pernafasan) dan masuk ke dalam tubuh
melalui kapilerkapiler vena pulmonalis kemudian masuk ke serambi kiri
jantung (atrium sinistra) kemudian ke aorta ke seluruh tubuh disini terjadi

oksidasi sebagai ampas dari pembakaran adalah CO 2 dan zat ini


dikeluarkan melalui peredaran darah vena masuk ke jantung, ke bilik
kanan,dan keluar melalui arteri pulmonalis ke jaringan paru-paru akhirnya
dikeluarkan menembus lapisan epitel dari alveoli. Proses pengeluaran CO 2
ini adalah sebagian dari sisa metabolisme sedangkan sisa dari metabolisme
lainnya akan dikeluarkan melalui traktus urogenitalis, dan kulit.
2; Anatomi Sistem Pernafasan
Sistem pernafasan pada dasarnya dibentuk oleh saluran nafas dan
paru- paru beserta pembungkusnya (pleura) dan rongga dada yang
melindunginya. Di dalam rongga dada terdapat juga organ jantung.
Rongga dada dan rongga perut dipisahkan oleh diafragma.
a;

Hidung (Nasal)
Hidung merupakan saluran udara yang pertama, mempunyai dua
lubang (cavum nasi), dipisahkan oleh sekat hidung (septum nasi).
Didalam hidung terdapat bulu-bulu yang berguna untuk menyaring
udara, debu dan kotoran-kotoran yang masuk kedalam lubang hidung.

b; Faring
Merupakan tempat persimpangan antara jalan pernapasan dan jalan
makanan. Terdapat dibawah dasar tengkorak, dibelakang rongga
hidung dan mulut sebelah depan ruas tulang leher.

c;

Pangkal Tenggorokan (Laring)


Merupakan saluran udara dan bertindak sebagai pembentukan suara,
terletak di depan bagian faring sampai ketinggian vertebra servikalis
dan masuk ke dalam trakea dibawahnya. Pangkal tenggorokan itu
dapat ditutup oleh sebuah empang tenggorok yang disebut epiglotis,
yang terdiri dari tulang-tulang rawan yang berfungsi pada waktu kita
menelan makanan menutupi laring.

d; Batang Tenggorokan ( Trakea )


Merupakan lanjutan dari laring yang terbentuk oleh 16-20 cincin yang
terdiri dari tulang-tulang rawan yang berbentuk seperti kuku kuda.
Sebelah dalam diliputi oleh selaput lendir yang berbulu getar yang
disebut

sel

bersilia,

hanya

bergerak

kearah

luar.

Panjang trakea 9-11 cm dan yang memisahkan trakea menjadi bronkus


kiri dan kanan disebut karina.
e; Cabang Tenggorokan (Bronkus)
Bronkus terbagi menjadi bronkus kanan dan kiri, bronkus lobaris
kanan ( 3 lobus) dan bronkus lobaris kiri ( 2 bronkus). Bronkus lobaris
kanan terbagi menjadi 10 bronkus segmental dan bronkus lobaris kiri
terbagi menjadi 9 bronkus segmental. Bronkus segmentalis ini
kemudian terbagi lagi menjadi bronkus subsegmental yang dikelilingi
oleh jaringan ikat yang memiliki: arteri, limfatik dan saraf.

f; Alveoli
Merupakan tempat pertukaran oksigen dan karbondioksida.
g; Paru-paru
Merupakan organ yang elastis berbentuk kerucut. Terletak dalam
rongga dada atau toraks. Kedua paru dipisahkan oleh mediastinum
sentral yang berisi jantung dan beberapa pembuluh darah besar. Setiap
paru mempunyai apeks dan basis, paru kanan lebih besar dan terbagi
menjadi 3 lobus dan fisura interlobaris. Paru kiri lebih kecil dan
terbagi menjadi 2 lobus. Lobus-lobus tersebut terbagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronkusnya.
h; Pleura
Merupakan lapisan tipis yang mengandung kolagen dan jaringan
elastis. (http://firdadistira.blogspot.com/p/blog-page_25.html).

B; KONSEP DASAR MEDIS

1; Pengertian

Asma merupakan gangguan inflamasi kronik jalan nafas yang


melibatkan berbagai sel inflamasi. Dasar penyakit ini adalah
hiperaktivitas bronkhus dalam berbagai tingkat, obstruksi jalan nafas,
dan gejala pernapasan (mengi dan sesak). Obstruksi jalan nafas
umumnya bersifat reversibel, namun dapat menjadi kurang reversibel
bahkan relatif nonreversibel tergantung berat dan lamanya penyakit.
(Arif Mansjour, 2004:476).
Asma adalah hiperaktivitas bronkus terhadap rangsangan yang
mengakibatkan obstruktif bronkus yang bersifat reversibel. (Erman
Somantri,2009:50).
Jadi kesimpulan dari pengertian asma di atas adalah suatu penyakit
yang disebabkan oleh alergen seperti debu, asap rokok, polusi, dan lainlain.Asma juga bisa disebabkan oleh faktor keturunan.
2; Etiologi

Menurut Irman Somantri (2009:51) asma disebabkan oleh beberapa


faktor berikut ini:
a; Faktor keturunan (genetik)
b; Faktor imunologis

Memegang peran penting pada asma alergik yang di sertai


pinngkatan kadar IGE.

c; Faktor infeksi

Infeksi virus seperti oada influenza, rhinovirus, sinusitis dan


infeksi bakteri.

d; Faktor lingkungan

Seperti udara dingin, latihan fisik,hiperventilasi, antigen-antigen,


inhalasi parfum, bulu binatang, antigen tungau, debu rumah dan
partikel yang ditemukan dalam asap.
e; Obat-obatan

Seperti aspirin dan obat anti inflamasi non steroid.


f;

Faktor psikologis dn emosional


Termasuk stress, tertawa, menangis dan marah.

g; Faktor endokrin

Hipertiroidisme.
3; Manifestasi Klinis

Riwayat pasien secara khas datang dengan mengi yang berulang,


tetapi tidak semua asma datang ditandai dengan mengi dan tidak semua
mengi menunjukkan pada asma.
Menurut Mansjoer (2004:477) gejala yang timbul biasanya
bronkus. Obstruksi jalan nafas dapat reversibel secara spontan maupun
dengan pengobatan. Gejala-gejala asma adalah sebagai berikut :
a;

Bising mengi (wheezing) yang terdengar dengan/tanpa stetoskop.

b;

Batuk produktif, sering pada malam hari.

c;

Nafas/dada seperti tertekan.

Gejalanya bersifat paroksimal yaitu membaik pada siang hari dan


memburuk pada malam hari.
Menurut Long (2004: 150) terdapat gambaran klinis dari penderita
asma, yaitu:
a;

Serangan sering kali terjadi pada malam hari, sering terbangun dan
merasa tercekik.

b;

Menggunakan otot bantu pernafasan.

c;

Sianosi.

d;

Adanya ronkhi dan wheezing.

e;

Kelelahan terjadi setelah serangan.

f;

Pasien membatukkan sputum kental.

4; Patofisiologi

Patofisiologi dari asma adalah timbul karena seseorang yang


mengalami atropi akibat pemaparan alergen. Alergen yang masuk tubuh
melalui saluran pernafasan, kulit, saluran pencernaan, dan lain-lain akan
ditangkap oleh makrofag yang bekerja sebagai antigen presenting cells
(APC). Setelah alergen diproses dalam sel APC, selanjutnya oleh sel
tersebut, alergen dipresentasikan ke sel Th. Sel APC melalui pelepasan
Interlekuin 1(II-1) oleh sel Th mengaktifkan sel Th. Sel APC melalui
pelepasan interlekuin 2 (II-2) oleh sel Th yang diaktifkan, kepada sel B
diberikan sinyal untuk berproliferasi menjadi sel plasma dan
membentuk IgE.
IgE yang terbentuk akan segera diikat oleh mastoid yang ada
didalam jaringan dan basofil yang ada didalam sirkulasi. Hal ini
dimungkinkan karena kedua sel tersebut pada permukaannya memiliki
reseptor untuk IgE. Sel eosinofil, makrofag, dan trombositjuga memiliki
reseptor untuk IgE tetapi dengan afinitas yang lemah. Orang yang sudah
memiliki sel-sel mastoid dan basofil dengan IgE pada permukaan
tersebut belumlah menunjukkan gejala. Orang tersebut sudah dianggap
desentisiasi atau baru menjadi rentan.

Bila orang yang sudah rentan iti terpapar dua kali atau lebih
dengan alergen yang sama, alergen tersebut akan diikat oleh IgE yang
sudah ada dalam permukaan mastoit dan basofil.
Kadar Camp yang menurun itu akan menimbulkan degranulasi sel.
Dalam proses degranulasi sel ini yang pertama kali dikeluarkan adalah
mediator yang sudah terkandung dalam granul-granul (preformed) di
dalam sitoplasma yang mempunyai sifat biologis, yaitu histamine,
Eosinophiln chemotactic factor A (EFC-A), Neutropil chemotactic
factor(NFC), trypase dan kinin. Efek yang segera terlihat oleh mediator
tersebut ialah obstruksi oleh histamine.
Hiperreaktivitas bronkhus merupakan bronkhus yang mudah sekali
mengerut (kontraksi) bila terpapar dengan bahan atau faktor dengan
kadar yang rendah yang pada kebanyakan orang tidak menimbulkan
reaksi apa-apa misalnya allergen (inhalan dan kontraktan), polusi atau
asap rokok/dapur, bau-bauan yang tajam dan lainnya baik yang berupa
iritan maupun yang bukan iritan.
Saat

ini

telah

diketahui

bahwa

hiperreaktivitas

bronkhus

disebabkan oleh inflamasi bronkhus yang kronis. Sel-sel inflamasi


terutama eosinofil ditemukan dalam jumlah besar pada cairan bilas
bronkhus klien dengan asma sebagai bronkhitis kronik eosinofilik.
Hiperreaktivitas berhubungan dengan beratnya derajat penyakit. Secara
klinis, adanya hiperreaktivitas bronkhus dapat dibuktikan dengan
dilakukannya uji provokasi yang menggunakan metakolin atau
histamine.
Berdasarkan pada hal-hal tersebut, pada saat ini penyakit asma
secara klinis dianggap sebagai penyakit bronkhospasme yang

reversible. Secara patofisiologis, asma juga dianggap sebagai suatu


hiperreaksi bronkhus dan secara patologi sebagai suatu peradangan
saluran pernapasan.
Mukosa dan dinding bronkhus pada klien dengan asma akan terjadi
edema. Terjadinya infiltrasi pada sel radang terutama eosinofil dan
terlepasnya sel silia menyebabkan getaran silia dan mukus diatasnya.
Hal ini membuat salah satu daya pertahanan saluran pernapasan
menjadi tidak berfungsi lagi. Pada klien dengan asma juga ditemukan
adanya penyumbatan saluran pernapasan oleh mukus terutama cabangcabang bronkhus.
Akibat dari bronkhospasme, edema mukosa dan dinding bronkhus,
serta hipersekresi mukus menyebabkan terjadinya penyempitan pada
bronkhus dan percabangan, sehingga akan menimbulkan rasa sesak,
nafas bunyi (wheezing) dan batuk yang produktif.
Adanya stressor baik fisik maupun psikologis akan menyebabkan
suatu keadaan stress yang akan merangsang aksis HPA. Aksis HPA
yang terangsang akan meningkatkan adenocortictropik hormone
(ATCH) dan kadar kortisol dalam darah. Peningkatan kartisol dalam
darah akan menyupresi imunoglobil A (IgA). Penurunan IgA
menyebabkan kemampuan untuk melisiskan sel radang menurun, reaksi
tersebut direspons oleh tubuh sebagai suatu bentuk inflamasi pada
bronkhus sehingga menimbulkan asma. (Arif, 2004:172).
5; Komplikasi

Menurut Mansjour (2004:477) komplikasi dari asma yaitu:


a;

Pneumotoraks

b;

Pneumomediastium dan emfisema subkutis

c;

Atelektasis

d;

Aspergilosis bronkopulmonar alergik

e;

Gagal nafas

f;

Bronkhitis

g;

Fraktur iga

6; Pemeriksaan Penunjang

Menurut Arita Murwani (2009:6) pemeriksaan laboratorium dan


radiologik sebagai berikut:
a; Pemeriksaan laboratorium
1; Hematologi
a; Lekosit normal, meningkat bila ada peradangan.
b; Hemoglobin normal, menurun bila anoreksia.
c; BBS normal, naik bila ada peradangan.
2; Faeses atau urine
a; Tak ada kelainan, hanya sebagai pengecekan saja.
b; Pemeriksaan Radiologi
1; Photo Torak
a; Adanya pembengkakan.
b; Adanya penyempitan bronkus.
c; Adanya hiperskresi lendir/ sumbatan.
7; Diagnosis Banding

Gangguan yang menyerupai asma secara khas termasuk dalam 1


dari 3 kategori, yaitu gangguan saluran napas atas dan bawah,
vasculitides sistematik dan gangguan psikiatri. Kondisi ini harus

dipertimbangkan secara hati-hati pada pasien asma dengan gejala atau


responden terapi yang tidak khas. (Lawrence M,2004).

8; Penatalaksaan Medis

Menurut Brunner dan Suddarth (2004: 613) tujuan penatalaksaan


terapi asma adalah:
a;

Menyembuhkan dan mengendalikan gejala asma.

b;

Mencegah kekambuhan.

c;

Mengupayakan fungsi paru seoptimal serta mempertahankannya.

d;

Mengupayakan aktivitas harian pada tingkat normal.

e;

Menghindari efek samping obat asma.

f;

Mencegah obstruksi jalan nafas yang ireversibel.


Menurut Mengel (2003: 462-467) penatalaksaan dari asma adalah:

a;

Kontrol Lingkungan
1; Menghindari alergen inhalasi tidak dapat sepenuhnya dilakukan

tetapi cukup banyak paparan mampu dihilangkan, seperti:


merokok,debu rumah,dll.
2; Menghindari latihan fisik yang berat dan paparan udara serta

kelembaban udara.
b;

Terapi obat-obatan.
Melibatkan dua kelompok obat, yaitu:
1; Bronkodilator (agonisis adrenergik beta, anti kolinergik dan

teofilin).
2; Obat-obatan anti inflamasi (kromolin dan kartikostoroid).

a; Obat simpatomimetik, seperti: Epineprin, Efedrin, Agonis

reseptor adrenergik (isoproterenol), Angonis reseptor


adrenergik (metaproterenol, terbutalin, albuterol).
b; Teofilin.
c;

Kromolin natrium.

C; KONSEP DASAR KEPERAWATAN


1; Pengkajian Keperawatan

Pengkajian adalah tahap awal dan dasar dalam proses


keperawatan.Pengkajian merupakan tahap yang paling menentukan bagi
tahap berikutnya. Kemampuan mengidentifikasi masalah keperawatan
yang terjadi pada tahap ini akan menentukan diagnosis keperawatan.
(Nikmatur,2008).
Fokus pengkajian keperawatan pada penderita asma yaitu:
a; Pemeriksaan fisik

Kadang-kadang

pemeriksaan

dada

oleh

perawat

adalah

pengkajian paling cepat dan nyata terhadap situasi. Diagnosis fisik


terhadap dada meliputi empat prosedur:
1; Inspeksi, atau melihat pasien.
2; Palpasi, atau merasakan pasien.

Palpasi dada dilakukan dengan meletakkan tumit tangan


mendatar di atas dada pasien. Seringkali kita menentukan apakah
fremitus taktil ada. Kita melakukan ini dengan meminta pasien
mengatakan sembilan-sembilan. Secara normal, bila pasien
mengikuti instruksi itu, vibrasi terasa pada luar dada di tangan
pemeriksa. Ini mirip dengan vibrasi yang terasa pada peletakan
tangan di dada kucing bila ia sedang mendengkur. Pada pasien
normal fremitus taktil ada. Ini dapat menurun atau tidak ada bila
terdapat sesuatu di antara tangan pemeriksa dan paru pasien serta
dinding dada. Sebagai contoh, bila ada efusi pleural, penebalan
pleural atau pnemotorak akan tidak mungkin merasakan vibrasi
ini atau vibrasi menurun. Bila pasien mengalami atelektasis
karena sumbatan jalan nafas, vibrasi juga tidak dapat dirasakan.
Fremitus taktil agak meningkat pada kondisi konsolidasi, tetapi

deteksi terhadap ini sulit. Hanya dengan palpasi pada dada pasien
dengan nafas perlahan, seseorang dapat merasakan ronkhi yang
dapat diraba yang berhubungan dengan gerakan mukus pada jalan
nafas besar.
3; Perkusi, mengetok pasien.

Pada perkusi dada pasien, kita harus menggunakan jari yang


ditekan mendatar di atas dada; ujung jari ini diketokan di atas
tulang tengah jari dengan jari dominan. Normalnya dada
mempunyai bunyi resonan atau gaung perkusi. Pada penyakit
dimana ada peningkatan udara pada dada atau paru-paru seperti
pada pnemotoraks dan emfisema dapat terjadi hiperesonan
(bahkan lebih seperti bunyi drum). Perkusi hiperesonan kadangkadang sulit dedeteksi, yang lebih penting adalah perkusi pekak
atau kempis seperti terdengar bila perkusi di atas bagian tubuh
yang berisi udara. Perkusi pekak dan kempis terdengar bila paru
di bawah tangan pemeriksa mengalami atelektasis, pnemonia,
efusi pleural, penebalan pleural atau lesi massa. Perkusi pekak
atau kempis juga terdengar pada perkusi di atas jantung.
4; Auskultasi, atau mendengar dada pasien dengan stetoskop.

Pada

auskultasi,

secara

umum

menggunakan

diafragma

stetoskop dan menekannya di atas dinding dada. Penting untuk


mendengarkan intensitas atau kenyaringan bunyi nafas dan
menyadari bahwa secara normal ada peningkatan kenyaringan
bunyi nafas bila pasien menarik nafas dalam maksimum sebagai
lawan nafas sunyi. Intensitas bunyi nafas dapat menurun karena
penurunan aliran udara melalui jalan nafas atau peningkatan

penyekat antara stetoskop dengan paru. Pada obstruksi jalan


nafas seperti penyakit paru obstruksi menahun (PPOM) atau
atelektasis, intensitas bunyi nafas menurun. Dengan nafas
dangkal ada penurunan gerakan udara melalui jalan nafas dan
bunyi nafas juga tidak keras. Pada gerakan terbatas dari
diafragma toraks, dapat menurunkan bunyi nafas pada area yang
terbatas gerakannya. Pada penebalan pleural, efusi pleural,
pnemotoraks, dan kegemukan ada substansi abnormal (jaringan
fibrosa, cairan, udara, atau lemak) diantara stetoskop dan paru di
bawahnya; substansi ini menyekat bunyi nafas dari stetoskop,
membuat bunyi nafas menjadi tidak nyaring.
b; Pemeriksaan diagnostik

Pemeriksaan diagnostik yang dilakukan perawat antara lain:


1; Pengambilan contoh darah vena campuran.
2; Pengukuran PO2 dan PCO2 Non- Invasif.
3; Analisis gas darah arteri.
4; Pengukuran pH darah.
5; Pengukuran oksigen darah.
6; Pengukuran karbon dioksida darah, dan
7; Pengukuran bikarbonat dan kelebihan basa.
c; Aktivitas dan Istirahat

Gejala :
1; Keletihan,kelelahan,malaise.
2; Ketidak mampuan untuk melakukan aktivitas sehari hari karena

sulit bernafas.
3; Ketidak mampuan untuk tidur,perlu tidur dalam posisi tinggi.

4; Dyspnea pada saat istirahat atau respon terhadap aktivitas atau

latihan.
Tanda :
Keletihan,gelisah,insomnia,kelemahan umum,atau kehilangan massa
otot.
d; Sirkulasi

Gejala :
Pembengkakan pada ekstremitas bawah.
Tanda :
1; Peningkatan

TD,peningkatan

frekwensi

jantung/takhikardia

berat,disritmia.
2; Distensi Vena leher ( penyakit berat ).
3; Edena dependen,tidak berhubungan dengan penyakit jantung.
4; Bunyi jantung redup ( yang berhubungan dengan peningkatan

diameter AP dada.)
5; Warna kulit/membran mukosa normal atau abu-abu/sianosis,kuku

tabuh dan sianosis perifer.


6; Pucat dapat menunjukan anemia.
e; Integritas Ego

Gejala :
1) Peningkatan fakktor resiko.
2) Perubahan Pola hidup
Tanda :
Ansietas,ketakutan,peka rangsang.
f; Makanan/Cairan

Gejala :

1; Mual/Mutah.
2; Nafsu makan buruk/anoreksia.
3; Ketidakmampuan untuk makan karena distress pernafasan.
4; Penurunan berat badan menetap
5; Peningkatan berat bdan menunjukan edema.

Tanda :
1; Turgor kulit buruk
2; Edema dependen
3; Berkeringat
4; Penurunan berat badan penurunan massa otot/lemak sub kutan.
5; Palpitasi abdominal dapat menyataka hepatomegali.
g; Pernafasan.

Gejala :
1; Nafas pendek khususnya pada saat kerja/cuaca.
2; Episode berulannya sulit nafas;ketidakmampuan untuk bernafas.
3; Batuk dengan produksi sputum banyak dan kental.
4; Faktor keluarg dan keturunan.
5; Penggunaan oksigen pada malam hari atau terus menerus.

Tanda :
1; Pernafasan biasanya cepat,fase ekspirasi memanjang.
2; Penggunaan otot Bantu pernafasan; misal :meninggikan bahu.
3; Bunyi nafas: ronkhi,menggi sepanjang area paru pada ekspirasi.
4; Kesulitan mengucapkan sebuah kalimat atau lebih dari 4-5 kata

sekaligus.
h; Keamanan

Gejala : Riwayat reaksi alergi atau sensitive terhadap zat / factor


lingkungan.
2; Diagnosa Keperawatan

Diagnosa

keperawatan

adalah

sebuah

label

singkat,

menggambarkan kondisi pasien yang diobservasi dilapangan. Kondisi ini


dapat berupa masalah- masalah actual atau potensial. (Nic Noc, 2012).

Diagnosa keperawatan yang muncul pada penyakit asma adalah:


a; Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru. (Nanda,2012:317).
Menurut Carpenito (2007:383) ketidakefektifan pola nafas adalah
keadaan ketika seseorang individu mengalami kehilangan ventilasi
yang aktual atau potensial yang berhubungan dengan perubahan pola
napas.Batasan karakteriktis meliputi perubahan dalam frekuensi atau
pola pernapasan dan perubahan pada nadi (frekuensi, irama, kualitas).
b; Ketidakefektifan

bersihan

jalan

nafas

berhubungan

dengan

peningkatan mukus yang berlebihan. (Nanda,2012:537).


Menurut Carpenito (2007:381) ketidakefektifan bersihan jalan
nafas adalah suatu keadaan ketika seseorang individu mengalami suatu
ancaman yang nyata atau potensial pada status pernapasan sehubungan
dengan ketidakmampuan untuk batuk secara efektif. Batasan
karakteristik mayor meliputi batuk takefektif atau tidak ada batuk dan
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan napas.
c; Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidak mampuan untuk mengabsorpsi nutrien. (Nanda,2012:


251)

Menurut Nanda (2012:251) ketidak seimbangan nutrisi: kurang


dari kebutuhan tubuh adalah asupan nutrisi tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan metabolik. Batasan karakteristik meliputi
kurang minat pada makanan dan penurunan berat badan dengan
asupan makanan adekuat.
d;

Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder


akibat: gangguan pernapasan. (Carpenito,2007:456)
Menurut Carpenito (2007:456) gangguan pola tidur adalah
keadaan ketika individu mengalami atau beresiko mengalami suatu
perubahan dalam kuantitas atau kualitas pola istirahatnya yang
menyebabkan rasa tidak nyaman atau mengganggu gaya hidup yang
diingini. Dengan batasan karakteristik mayor yaitu kesukaran untuk
tertidur atau tetap tidur.

3; Perencanaan Keperawatan

Perencanaan
mencegah,

adalah

mengurangi,

pengembangan
mengatasi

strategis

masalah-masalah

desain

untuk

yang

telah

didefinisikan dalam diagnosis keperawatan. (Nic-noc 2010:75).


a; Ketidakefektifan pola nafas berhubungan dengan penurunan ekspansi

paru. (Nanda,2012:317)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam
pola nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1; RR dalam batas normal 16-20 x/menit.
2; Nadi dalam batas normal 60-80 x/menit.
3; Tidak menggunakan alat bantu pernafasan.

Intervensi:
1; Kaji pola nafas.

Rasional: untuk mengetahui pola nafas pasien apakah normal atau


tidak.
2; Berikan posisi semi fowler/posisi setengah duduk.

Rasional: untuk memberikan rasa nyaman saat bernapas.


3; Ajarkan pasien nafas dalam.

Rasional: untuk memberikan rasa nyaman.


b; Ketidakefektifan

bersihan

jalan

nafas

berhubungan

dengan

peningkatan mukus yang berlebihan. (Nanda,2012:537)


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam
bersihan jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil:
1; Bunyi nafas normal tidak ada bunyi tambahan
2; Pasien tidak merasa sesak nafas.
3; Pasien mampu mengeluarkan secret.

Intervensi:
1; Kaji kebersihan jalan nafas

Rasional: untuk mengetahui kebersihan jalan nafas.


2; Monitor tanda-tanda vital.

Rasional: untuk memantau keadaan umum pasien.


3; Berikan posisi semi fowler/posisi setengah duduk.

Rasional: untuk memberikan rasa nyaman saat bernapas.


4; Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian terapi.

Rasional: .untuk memberikan terapi.

c; Ketidakseimbangan nutrisi: kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidak mampuan untuk mengabsorpsi nutrien. (Nanda,2012:


251)
Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam
kebutuhan nutrisi terpenuhi.
Kriteria hasil:
1; Kebutuhan nutrisi terpenuhi
2; Tanda-tanda kekurangan nutrisi berkurang/hilang.

Intervensi:
1; Monitor untuk makan tiap hari.

Rasional: untuk mengetahui peningkatan kebutuhan nutrisi.


2; Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat.

Rasional: untuk menginformasikan pentingnya nutrisi yang


adekuat.
3; Anjurkan makan sedikit demi sedikit tapi sering.

Rasional: untuk memantau intake yang adekuat.


4; Kolaborasi dengan ahli gizi untuk pemberian diet.

Rasional: untuk memenuhi kebutuhan nutrisi.


d; Gangguan pola tidur berhubungan dengan sering terbangun sekunder

akibat: gangguan pernapasan. (Carpenito,2007:456).


Tujuan: setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3X24 jam
kebutuhan istirahat tidur terpenuhi.
Kriteria hasil: melaporkan peningkatan dalam beristirahat tidur.
Intervensi:
1; Kaji tingkat kelelahan dan kebutuhan untuk beristirahat.

Rasional: untuk mengetahui tingkatn kelelahan dan kebutuhan


untuk beristirahat.
2; Beri informasi tentang kebutuhan untuk tidur .

Rasional: untuk menginformasikan tentang kebutuhan untuk tidur.


3; Berikan informasi tentang efek-efek kelelahan.

Rasional: Untuk mengetahui efek-efek kelelahan.


4; Implementasi

Implementasi adalah realisasi rencana tindakan untuk mencapai


tujuan yang telah ditetapkan. Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi
pengumpulan dada berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama
dan sesudah pelaksanaan tindakan menilai data baru. (Nic-noc,2009:89).
5; Evaluasi

Evaluasi adalah penilaian dengan cara membandingkan perubahan


keadaan pasien (hasil yang diamati) dengan tujuan dan kriteriahasil yang
dibuat pada tahap perencanaan. (Nic-noc,2009:94).
a; Tujuan dari evaluasi ini adalah:
1; Mengakhiri rencana tindakan keperawatan.
2; Memodifikasi rencana tindakan keperawatan.
3; Meneruskan rencana tindakan keperawatan.
b; Proses evaluasi adalah:
1; Mengukur pencapaian tujuan.
2; Penentuan keputusan.
c; Komponen SOAP evaluasi meliputi:

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau


perkembangan klien, digunakan komponen SOAP. Penggunaannya

tergantung dari kebijakan setempat. Yang dimaksud dengan SOAP


adalah:
1; Subjective (S)

Perawat menuliskan keluhan pasien yang masih dirasakan setelah


dilakukan tindakan keperawatan.
2; Objective (O)

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat


secara langsung kepada klien dan yang dirasakan klien setelah
dilakukan tindakan keperawatan.
3; Assasment (A)

Interpretasi dari data subjective dan objective. Merupakan suatu


masalah atau diagnosa keperawatan yang masih terjadi, atau juga
dapat dituliskan masalah/ diagnosa baru yang terjadi akibat
perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya
dalam data subjective dan objective.

4; Planning (P)

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan,dihentikan,


dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan
keperawatan yang telah ditentukan sebelum

Anda mungkin juga menyukai