Anda di halaman 1dari 8

I.

Pendahuluan

Penetapan PP Nomor 41 Tahun 2007 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah


menggantikan PP Nomor 8 Tahun 2003 masih mendukung keberadaan sebuah lembaga yang
menangani penelitiah dan pengembangan di daerah. Senada dengan hal tersebut, Permendagri
Nomor 33 Tahun 2007 tentang Pedoman Penyelenggaraan Penelitian dan Pengembangan di
Lingkungan Depdagri dan Pemerintah Daerah khususnya pada Pasal 3 huruf (2) dinyatakan
bahwa penelitian dan pengembangan Pemerintah Daerah meliputi :
1. Bidang Kepegawaian, Kelembagaan dan Pengawasan;
2. Bidang Pembangunan Daerah;
3. Bidang Kesatuan Bangsa dan Politik;
4. Bidang Pemberdayaan Masyarakat;
5. Bidang Pemerintahan yang Menjadi Kewenangan Pemerintah Daerah;
6. Bidang Kependudukan;
7. Bidang Penerapan Ilmu Pengentahuan dan Teknologi;
8. Bidang Lain yang Diperintahkan Gubernur/Bupati/Walikota.
Untuk meningkatkan kegiatan penelitian dan pengembangan yang aktual dan berkualitas,
Permendagri Nomor 33 Tahun 2007 Pasal 17 huruf (2) menyatakan bahwa Peerintah Daerah
dapat mengalokasikan dana sekurang-kurangnya 1 % dari APBD. Meskipun sifatnya tidak
mengharuskan, Pemerintah Pusat melalui Departemen Dalam Negeri telah mengakomodir
mengenai tuntutan pentingnya kenaikan anggaran yang signifikan bagi pemberdayaan penelitian
dan pengembangan di daerah. Dengan adanya beberapa peraturan yang mendukung keberadaan
penelitian dan pengembangan khususnya di daerah, secara idealnya pembentukan sebuah
lembaga yang bergerak di bidang penelitian dan penembangan dapat mendukung jalannya proses
pembangunan.

Pada tataran praksis, yang terjadi malah sebaliknya. Sampai saat ini eksistensi sebuah
lembaga penelitian dan pengembangan (di daerah maupun pusat) secara signifikan belum
mengemuka. Produk-produk kebijakan yang seyogyanya dirumuskan melalui pertimbangan dari
hasil penelitian sebuah lembaga terkait belum diterapkan secara maksimal, sehingga ada kesan
keberadaan lembaga penelitian dan pengembangan menjadi mubazir. Lembaga penelitian dan
pengembangan kekiniannya hanya menjadi fitur tambahan dalam struktur organisasi
Pemerintah Daerah maupun Pusat.
Sedangkan mengenai ketidak-berdayaan Balitbang sendiri ditenggarai merupakan
manifesto dari belum signifikannya hasil-hasil penelitian yang dihasilkan untuk mendukung
jalannya proses pembangunan.

Beberapa faktor yang membuat belum optimalnya peran

Balitbang, salah satunya adalah faktor Sumber Daya Manusia, yang akan menjadi pokok
pembahasan kali ini. Seperti diketahui bahwa arah pembangunan SDM Aparatur adalah :

Efisiensi : yaitu mengoptimalkan output dan meminimalkan anggaran

Cerdas : meningkatkan mutu SDM

Profesionalisme : berpengetahuan, meningkatkan keahlian dan menjaga integritas.

Hampir semua lembaga yang bergerak di bidang penelitian dan pengembangan (kecuali
LIPI) memiliki kendala minimnya Sumber Daya Manusia khususnya yang menjadi tenaga
Peneliti. Secara kualitas maupun kuantitas, jumlah tenaga peneliti di Balitbang daerah belum
memadai untuk mendukung keberadaan dalam melaksanakan fungsinya. Dari data yang ada
(Balitbang Depdagri 2007) Pejabat Fungsional Peneliti daerah di seluruh Indonesia (pada
tingkatan Pemerintah Provinsi) hanya berjumlah 112 orang.

Mirisnya di beberapa Badan

Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi (Kepulauan Riau, Bangka Belitung, Bengkulu,
Lampung, Kalimantan Tengah, Gorontalo, Sulawesi Tengah dan Tenggara, Maluku dan Maluku
Utara) sama sekali belum terdapat satu orangpun Pejabat Fungsional Peneliti. Maka dari itu
pada konteks ini perlu diperhatikan dengan mendalam permasalahan pemberdayaan Sumber
Daya Manusia (khususnya peneliti) terkait dengan masalah peningkatan dan pengadaannya pada
Badan Penelitian dan Pengembangan.

II.

Pembahasan

Sejarah telah mencatat, Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas dari suatu Negara
merupakan andalan utama untuk pembangunan Negara yang bersangkutan. Meskipun suatu
Negara memiliki Sumber Daya Alam yang melimpah, seperti minyak bumi, mineral, hutan,
kekayaan laut, obyek wisata dan lainnya, namun tanpa didukung oleh SDM yang memadai maka
Negara tersebut cenderung akan tetap saja berada pada posisi terbelakang.
Contoh konkret bagaimana Negara-negara yang memiliki SDM yang berkualitas dapat
membangun dengan cepat adalah Jerman dan Jepang. Pada akhir Perang Dunia II, kedua Negara
tersebut mengalami kekalahan dan kehancutan infrastruktur maupun perekonomiannya. Tetapi
yang cukup mencengangkan dunia adalah hanya dalam waktu dua decade saja, Jerman dan
Jepang mampu bangkit kembali, bahkan saat ini secara signifikan telah menjelma menjadi
penguasa perekonomian dunia.
Keberhasilan kedua Negara tersebut kemudian dijadikan sebuah inspirasi bagi
pembangunan Negara-negara yang sedang berkembang. Kenyataan menunjukkan bahwa ada
sebagian negara berkembang yang berhasil mengikuti jejak Jerman dan Jepang seperti Kore
Selatan, Taiwan dan Singapura. Adapula yang sedang memasuki era industrialisasi dan
menunjukkan keberhasilan seperti Malaysia dan Thailand. Sedangkan bagi Negara kita
Indonesia (yang Sumber Daya Alamnya berlimpah) masih agak tertinggal karena kualitas SDM
yang rendah.
Melihat kondisi di atas, maka wajar jika akhir-akhir ini masalah peningkatan kualitas dan
kuantitas SDM manusia Indonesia menjadi wacana yang merebak di masyarakat. Menurut
berbagai pihak proses pembangunan akan berjalan dengan kesia-siaan jika kita tidak memiliki
SDM yang berkualitas.

Indonesia dalam hal ini harus mengerahkan seluruh energinya untuk meningkatkan SDM
yang dimiliki agar mampu menunjukkan eksistensinya di era Globalisasi. Peningkatan SDM
idealnya dilakukan pada semua lini kehidupan masyarakt dan bukan merupakan usaha parsial
saja. Memudahkan akses pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan mungkin dapat
dikatakan sebagai cara termudah dalam peningkatan kualitas SDM.
Berkaitan dengan hal paparan di atas, sebuah Badan Litbang, yang seharusnya
merupakan ujung tombak dari pembangunan, tidak lepas dari usaha peningkatan SDM-nya.
Dikatakan sebagai ujung tombak bukanlah tanpa dasar. Pada tataran teori, sebuah Badan Litbang
merupakan instansi yang menghasilkan rekomendasi-rekomendasi bagi perumusan kebijakan,
dimana rekomendasi-rekomendasi tersebut berasal dari penelitian yang dilakukannya. Karena
pentingnya peran Badan Litbang maka dapat dipastikan ia harus memiliki SDM yang memadai
secara kualitas maupun kuantitas.
Peningkatan SDM Balitbang dapat dilakukan dengan memberikan kesempatan bagi
Tenaga Peneliti ataupun Calon Tenaga Peneliti untuk mengikuti berbagai pelatihan yang
berkaitan dengan penelitian. Cara lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kompetensi
SDM Balitbang adalah dengan memberi kesempatan bagi mereka untuk menjalani pendidikan di
tingkat yang lebih tinggi lagi dengan beasiswa S2 ataupun S3. Untuk mendapatkan beasiswa
tersebut ternyata tidak semudah yang dibayangkan. Banyaknya persyaratan yang tidak terkait
sama sekali dengan kapabilitas PNS yang mengajukan (seperti penetapan minimal masa kerja)
menjadi penghalang untuk mendapatkan beasiswa pendidikan. Padahal kita tahu untuk
pendidikan tinggi level S2 dan S3 memakan biaya yang amat besar, sehingga seorang PNS akan
berpikir dua kali jika harus mengikuti pendidikan S2 atau S3 dengan biaya sendiri.
Pengadaan SDM Peneliti dapat dilakukan dengan merekrut CPNS yang dikhususkan
untuk menjadi Peneliti. Setelah mendapat SK 100% maka mereka harus diikutsertakan dalam
Diklat Peneliti yang diselenggarakan oleh LIPI, dimana untuk selanjutnya dapat diusulkan untuk

menjadi Pejabat Fungsional Peneliti. Adanya keengganan dari PNS untuk menjadi Funsional
Peneliti disebabkan oleh beberapa hal, seperti panjangnya birokrasi dalam pengajuan usulan
Calon Peneliti, rumitnya pengajuan Penghitungan Angka Kredit (PAK) dan minimnya Tunjangan
Fungsional Peneliti (bandingkan dengan tunjangan tenaga fungsional lainnya seperti Jaksa
ataupun Guru).
Rumitnya usulan untuk menjadi Pejabat Fungsional Peneliti dapat dilihat pada
Kepmendagri Nomor 106 Tahun 2004 tentang Jabatan Peneliti di Lingkungan Departemen
Dalam Negeri dan Daerah Pasal 9 dan 10. Diambil contoh mengenai pengajuan usulan calon
peneliti pada Pemerintah Provinsi. Pengusulan dilakukan oleh Kepala Balitbangda Provinsi
kepada Gubernur. Lalu Gubernur meneruskan usulan tersebut kepada Menteri Dalam Negeri.
Sebelum sampai kepada Mendagri, usulan tersebut dilakukan penelitian dan penilaian angka
kreditnya oleh Balitbang Depdagri. Setelah sesuai dengan persyaratan yang ada baru diteruskan
kepada Mendagri. Usulan tersebut kemudian diminta persetujuannya dari Kepala Badan
Kepegawaian Negara (BKN), dimana setelah disetujui baru Mendagri membawa usulan tersebut
kepada Presiden RI. Jika usulan tersebut disetujui oleh Presiden RI maka Gubernur diminta
untuk menetapkan Calon Peneliti tersebut menjadi Pejabat Fungsional Peneliti di lingkungan
Provinsi yang dibawahinya.
Begitu juga dengan Penghitungan Angka Kredit Peneliti yang terkesan rumit karena
masih berada di bawah hegemoni LIPI sebagai satu-satunya instansi yang berwenang untuk
memberi penilaian dan pengesahan angka kredit Peneliti. Apakah tidak sebaiknya kewenangan
tesebut didelegasikan pada daerah itu sendiri atau pada Balitbang Depdagri yang masih satu
koordinasi dengan Pemerintah Daerah merupakan pertanyaan yang patut dikemukakan.
Adapun mengenai minimnya Tunjangan Fungsional Peneliti membuat PNS enggan
menjadi Peneliti, sedangkan oleh Peneliti yang sudah ada disikapi dengan mengambil proyek
penelitian dari pihak swasta. Peneliti dalam melaksanakan tugasnya menjadi setengah hati
sehingga kinerja yang dihasilkan tidak maksimal. Peneliti akhirnya lebih memilih untuk
mengumpulkan koin dari pada miskin karena mengumpulkan kredit.

III.

Simpulan dan Saran

Simpulan.
Salah satu faktor penentu dalam usaha peningkatan kapabilitas sebuah Lembaga Litbang
adalah faktor Sumber Daya Manusia (SDM). Pemenuhan faktor tersebut dapat dicapai dengan
peningkatan kualitas dan kuantitas dari Peneliti. Adapun penghambat dari pemenuhan faktor
tersebut adalah :
1. Minimnya anggaran di bidang penelitian dan pengembangan sehingga timbul kesulitan
untuk memberi kesempatan yang banyak bagi Calon-calon Peneliti untuk menempuh
Diklat Fungsional Peneliti;
2. Kurangnya kesempatan bagi SDM Peneliti atau Calon Peneliti untuk meningkatkan
kompetensi diri dengan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi;
3. Rumitnya birokrasi dalam proses pengusulan seorang Calon Peneliti;
4. Rumitnya Penghitungan Angka Kredit bagi Peneliti;
5. Minimnya Tunjangan Peneliti;
6. Sebagian Birokrat masih melihat sebelah mata kepada Jabatan dan Tenaga Fungsional;
7. Kurangnya pengertian Birokrat tentang arah pembangunan SDM Aparatur Pemerintah
yang meliputi :
a. Efisiensi : yaitu mengoptimalkan output dan meminimalkan anggaran
b. Cerdas : meningkatkan mutu SDM
c. Profesionalisme : berpengetahuan, meningkatkan keahlian dan menjaga integritas.
8. Kurangnya pemahaman Birokrat tentang Jabatan Fungsional dimana Jabatan Fungsional
adalah : kedudukan yang menunjukkan tugas, tanggung-jawab, wewenang dan hak
seorang PNS dalam suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan
suatu satuan organisasi yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan
atau keterampilan tertentu serta mandiri;

9. Kurangnya sarana dan prasarana untuk menunjang pelaksanaan kegiatan penelitian


seperti :
10. Minimnya hubungan Pengambil Keputusan dengan Instansi Teknis terkait.
Contoh : Bila Instansi/Dinas terkait memerlukan instruktur, nara sumber dan sebagainya
dalam suatu kegiatan teknis para tenaga peneliti/dapat dimanfaatkan.
Saran
Adapun saran yang dapat disampaikan adalah :
1. Mempermudah persyaratan pengajuan beasiswa S2 atau S3 bagi Peneliti dan Calon
Peneliti;
2. Memotong jalur birokrasi dalam proses pengusulan Calon Peneliti;
3. Menerapkan Penghitungan Angka Kredit dilingkungan Departemen dan Pemerintah
Daerah secara mandiri;
4. Meningkatkan Reward and Punishment yang tinggi bagi Peneliti dimana dengan cara
meningkatkan tunjangan dibarengi dengan mempertegas sanksi bagi penurunan kinerja;
5. Pengangkatan dan perekruitan PNS dengan formasi langsung untuk Tenaga Fungsional
dengan bidang keahliana tertentu;
6. Perlunya saran dan motivasi dari pimpinan untuk peningkatan pendidikan (beasiswa);
7. Dipenuhinya sarana dan prasarana kegiatan penelitian.

PENINGKATAN KUALITAS DAN KUANTITAS


SDM SEBAGAI USAHA PEMBERDAYAAN
LEMBAGA PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

Oleh :
KEPALA BALITBANGDA
PROVINSI LAMPUNG

PEMERINTAH PROVINSI LAMPUNG


BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN DAERAH
PROVINSI LAMPUNG
TAHUN 2008

Anda mungkin juga menyukai