Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN
A.

Latar Belakang
Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu

perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah


manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.
Dalam penerapannya dimasyarakat, sanitasi meliputi penyediaan air,
pengolaan limbah, pengolaan sampah, control vector, pencegahan dan
pengontrolan pencemaran tanah, sanitasi makanan, serta pencemaran udara.
Kesehatan lingkungan di Indonesia masih memprihatinkan.

Belum

optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan masih tingginya angka


kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat. Pada saat negara
lain pola penyakit sudah bergeser menjadi penyakit degeneratif, Indonesia masih
direpotkan oleh kasus demam berdarah, Diare, Kusta, serta Hepatitis A yang
seakan tidak ada habisnya.
Kondisi sanitasi di Indonesia memang tertinggal cukup jauh dari Negaranegara tetangga.

Dengan Vietnam saja Indonesia hampir disalip, apalagi

dibandingkan dengan Malaysia atau Singapura yang memiliki komitmen tinggi


terhadap kesehatan lingkungan di negaranya. Jakarta hanya menduduki posisi
nomor 2 dari bawah setelah Laos dalam pencapaian cakupan sanitasinya.
Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan
kesehatan lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek
pencegahan dari aspek pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik,
angka kejadian penyakit yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah.
Selain itu anggaran yang diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau
daripada melakukan upaya pengobatan..
Pada masa kini pengolahan air limbah rumah tangga ( sanitasi ) menjadi
masalah serius di daerah kota kota besar ataupun daerah pendesaan. Air limbah
sanitasi yang dibuang langsung ke badan air ( sungai, selokan, dan danau ) sekitar
akan menimbulkan berbagai dampak negatif seperti peningkatan jumlah agen
1

patologis

yang

menyebabkan

penurunan

angka

kesehatan

masyarakat

disekitarnya. Di Indonesia, berdasarkan laporan Riskesdas pada tahun 2007


menunjukan diare sebagai penyebab 31 persen kematian anak usia antara 1 bulan
hingga satu tahun, dan 25 persen kematian anak usia satu sampai empat tahun.
Angka diare pada anak anak dari rumah tangga yang menggunakan sumur
terbuka untuk air minum tercatat 34 perrsen lebih tinggi dibandingkan dengan
anak anak dari rumah tangga yang menggunakan air ledeng. Selain itu, angka
diare lebih tinggi sebesar 66 persen pada anak anak dari keluarga yang
melakukan buang air besar di sungai atau selokan dibandingkan mereka pada
rumah tangga dengan fasilitas toilet pribadi dan septic tank ( Unicef Indonesia,
2012 ).
Berdasarkan hal tersebut, maka sekiranya penting dilakukan penelitian
mengenai pengaruh pengolahan sanitasi terhadap kebersihan lingkungan dan
peningkatan kesehatan masyarakat untuk dijadikan sebagai data referensi
perlakuan sanitasi diwaktu yang akan datang.
Akses terhadap air bersih dan sanitasi merupakan salah satu fondasi inti
dari masyarakat yang sehat, sejahtera dan damai. Hampir 50 persen rumah tangga
di wilayah perkotaan dan pedesaan di Indonesia kekurangan layanan-layanan
dasar seperti ini. Sistem air bersih dan sanitasi yang baik akan menghasilkan
manfaat ekonomi, melindungi lingkungan hidup, dan vital bagi kesehatan
manusia.
Masyarakat tidak selalu menyadari pentingnya kebersihan. Praktik-praktik
kebersihan yang ada seringkali tidak kondusif bagi kesehatan yang baik, dan
kakus tidak dipelihara atau digunakan dengan baik. Tingginya angka kejadian
diare, penyakit kulit, penyakit usus dan penyakit-penyakit lain yang berasal dari
air di kalangan masyarakat berpenghasilan rendah tetap menjadi halangan yang
seringkali terjadi dalam upaya meningkatkan kesehatan anak secara umum. Selain
akses yang buruk terhadap air bersih, kegagalan untuk mendorong perubahan
perilakukhususnya di kalangan keluarga berpenghasilan rendah dan penduduk
di daerah kumuhtelah memperburuk situasi air bersih dan sanitasi di Indonesia.
Sanitasi yang buruk juga menjadi penyumbang signifikan dari polusi air
yang menambah biaya air yang aman bagi rumah tangga, dan menurunkan
2

produksi perikanan di sungai dan danau Tahun 2006, Indonesia kehilangan 2,3
persen produk domestik bruto yang disebabkan oleh sanitasi dan kebersihan yang
buruk.
B.

Permasalahan
Berdasarkan latar belakang diatas, dapat dirumuskan menjadi beberapa

permasalahan :
1. Bagaimana hubungan keadaan sosial ekonomi masyarakat terhadap
kualitas kesehatan ?
2. Apa dampak negatif yang ditimbulkan dari sanitasi buruk pada suatu
daerah ?
3. Bagaimana

pengaruh

peningkatan

pelayanan

sanitasi

terhadap

kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarakat ?


C.

Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sistem

sanitasi yang baik terhadap kebersihan lingkungan dan kesehatan masyarkat.


D.

Manfaat
Penelitian ini diharapkan mampu meningkatkan wawasan mengenai sistem

sanitasi yang baik untuk menjaga kebersihan lingkungan dan kesehatan.


Kemudian hasil penelitian dapat dijadikan sebagai data referensi untuk perlakuan
sanitasi di waktu yang akan datang.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Air merupakan kebutuhan dasar bagi setiap manusia. Masyarakat di suatu
daerah memiliki cara tersendiri untuk memenuhi kebutuhan air bersih diantaranya
membeli dari perusahaan penyedia air bersih ataupun pengambilan air bawah
tanah (Sumur). Kedua cara tersebut mengharuskan masyarakat mengeluarkan
3

dana yang relatif tidak sedikit. Bagi masyarakat berekonomi rendah yang tinggal
di sekitar daerah aliran sungai pilihan sangat terbatas, sehingga mereka terpaksa
menggunakan air permukan seperti air sungai. Padahal kualitas sumber air dari
sungai-sungai penting di Indonesia umumnya telah tercemar sangat berat oleh
limbah yang berasal dari penduduk ataupun industri (Pusair; 2004).
Perkembangan penduduk dan kegiatan manusia telah meningkatkan
pencemaran badan perairan terutama yang berada di daerah perkotaan. Air limbah
yang dihasilkan dari kegiatan manusia dibuang ke sistem perairan tanpa adanya
pengolahan ( treatment ) terlebih dahulu. Hal ini dapat menyebabkan penurunan
kualitas badan perairan sehingga menimbulkan beberapa dampak merugikan
(Darsono, 1992).
Pada saat ini beberapa badan perairan di Indonesia telah menunjukan
penurunan kualitas, terutama sungai-sungai di beberapa kota besar. Menurut
harahap ( 2006 ) sungai cikapundung yang terletak di kota Bandung telah
mengalami penurunan kualitas yang sangat mengkhawatirkan. peningkatan
buangan limbah ke sungai ini menyebabkan juga meningkatnya kadar nitrogen
berlebih yang bersifat toksik. Kemudian Status Lingkungan Hidup Provinsi Bali
( 2009 ) menyebutkan bahwa sepuluh sungai di Provinsi Bali telah mengalami
penurunan kualitas, karena terkontaminasi limbah. Sungai sungai tersebut
terindikasi mengandung Biological Oxygen Demand ( BOD ), Chemical Oxygen
Demand ( COD ), lapisan minyak, fosfat, dan lainnya.
Badan perairan yang tercemar tentunya akan menimbulkan beberapa
dampak merugikan, salah satunya menimbulkan beberapa jenis penyakit bawaan
air (water borne diseases). Jenis penyakit bawaan air diantaranya adalah disentri,
thypus, kolera, hepatitis A, dan poliomelistis anterior akut ( Widyastuti, 2003 ).
Kualitas air di badan perairan dapat diuji dengan tiga kelompok parameter,
yaitu parameter fisika, kimia, dan biologi. Parameter fisika terdiri dari temperatur,
warna, bau, kekeruhan, dan padatan tersuspensi. Temperatur dari air buangan
biasanya sedikit lebih tinggi daripada air bersih untuk minum. Temperatur ini
dapat mempengaruhi aktifitas mikrobial, sulubilitas dari gas, dan viskositas.
Kemudian warna air buangan segar biasanya berwarna agak abu-abu, dalam
kondisi septik air buangan akan berwarna hitam. Bau air buangan segar
mempunyai bau seperti sabun atau bau lemak, dalam kondisi septik akan berbau
sulfur dan kurang sedap. Kemudian kekeruhan pada air buangan sangat tergantung
4

sekali pada kandungan zat padat tersuspensi. Padatan tersuspensi atau SS


(suspended solids) merupakan kombinasi padatan yang dapat diendapkan dan
yang tidak dapat diendapkan. Dalam praktek yang melibatkan proses lumpur aktif,
pentingnya penghitungan akumulasi lumpur tidak hanya untuk mengetahui
produksi biomassa tetapi juga akumulasi padatan tersuspensi yang nonbiodegradable yang dikandung oleh limbah. Umumnya diasumsikan bahwa
padatan tersuspensi non-biodegradable mencakup baik VSS (volatile suspended
solids) maupun FSS (fixed suspended solids). Selanjutnya parameter kedua adalah
paramter kimia. Parameter kimia yang diuji terdiri dari pH dan alkalinitas,
kebutuhan oksigen biologis (BOD), dan kebutuhan oksigen kimiawi (COD).
Pengujian pH sangat penting dalam pengolahan air limbah karena sebagian besar
mikroorganisme tumbuh dengan sangat baik pada pH mendekati netral.
Pendekatan fisiologis menunjukkan banyak aspek struktur dan fungsi sel bakteri
yang sangat dipengaruhi oleh pH, khususnya aktivitas katalis enzim. Kemudian
kebutuhan oksigen biologis ( BOD5 atau Biological Oxygen Demand ). BOD5
mencerminkan secara tidak langsung kandungan senyawa karbon melalui
pengukuran langsung jumlah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme pada
temperatur 20C selama 5 hari. Dengan mengetahui perbedaan tingkat BOD 5 dari
pemasukkan (inlet) dan pengeluaran (outlet) akan mempermudah perhitungan
efisiensi pembersihan. Umumnya nilai BOD5 adalah sekitar 400-1000 mg/l pada
inlet dan dibawah 50 mg/l pada outlet tangki aerasi. Selanjutnya kebutuhan
oksigen kimiawi (COD atau Chemical Oxygen Demand). Nilai COD
menunjukkan konsentrasi oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi semua
senyawa karbon dalam sampel. Pengukuran COD didasarkan pada reaksi panas
pada sampel dengan senyawa-senyawa kimiawi selama periode pemanasan 2 jam
pada suhu 148oC. Nilai COD yang sering dijumpai dari inlet adalah 500-1000
mg/l dan dibawah 75 mg/l pada outlet. Parameter terakhir adalah parameter
biologi. Parameter biologi meliputi jumlah coliforms, Fecal coliforms, pathogen
spesifik dan virus. Total coliforms dan Fecal coliforms digunakan sebagai
indikator kehadiran bakteri pathogen. Pathogen yang spesifik, seperti organisme
Salmonella, mungkin akan lebih diperlukan untuk studi dampak tertentu.
(Djajadiningrat, 1992).
5

Beberapa kota besar di Indonesia telah melakukan beberapa cara alternatif


untuk mengurangi pencemaran limbah rumah tangga ( misalnya tinja ) dari
persediaan air di perkotaan. Hal tersebut salah satunya dilakukan dengan
peningkatan pelayanan pembuangan air kotor dan sanitasi. Pengolahan air kotor
dan sanitasi dapat dilakukan dengan beberapa cara seperti sewerage system
( sistem pipa limbah cair dan instalasi pengolahan terpusat ) ataupun pengolahan
air limbah secara komunal ( perkelompok ) ( World Bank Country Study, 1994 ).

BAB III
METODE PENELITIAN
A.

Tempat dan Waktu Pelaksanaan

B.

Bahan

C.

Alat

D.

Cara Kerja
1. Penentuan wilayah penelitian
Wilayah penelitian ditentukan berdasarkan adanya badan perairan dan
rencana pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah dan sanitasi.
2. Pengambilan data
6

Data kualitas kesehatan masyarakat dilakukan dengan melakukan


survey sosial ekonomi terhadap 100 responden yang tergolong dalam
masyarakat berpenghasilan rendah yang tersebar di 4 kecamatan di Kota
Bandung, yaitu Kecamatan Sukapada, Kecamatan Sukajadi, Kecamatan
Bandung Kulon, dan Kecamatan Cibeunying Kidul .
E. Analisa Data
Hasil pengambilan data kualitas kesehatan masyarakat dianalisis
secara dekskriptif komparatif. Hasil analisis data tersebut akan
menunjukan kondisi kualitas kesehatan masyarakat sekitar badan perairan
sebelum pembangunan infrastruktur pengolahan air limbah dan sanit

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka didapatkan hasil
sebagai berikut :
1. Data Sosial Ekonomi

Gambar 1. Jumlah pendapatan / bulan


Gambar 1 menjelaskan persentase jumlah pendapatan / bulan seluruh responden di
Kota Bandung. Persentase jumlah pendapatan

/ bulan terbesar adalah

Rp 1.000.000 s.d Rp 2.000.0000 dengan 43 %. Sedangkan persentase terkecil


terdapat pada nominal Rp 3.000.000 s.d Rp. 4.000.000, dan lebih dari
Rp 4.000.000 dengan 7 %.

Gambar 2. Kelompok Umur

Gambar 2 menjelaskan persentase kelompok umur anggota keluarga responden di


Kota Bandung. Kelompok umur dengan persentase tertinggi terletak pada
kelompok > 45 Tahun dengan 31 %. Sedangkan kelompok umur dengan
persentase terkecil terletak pada kelompok umur 6 10 tahun dengan 6

(a)

(b)

Gambar 3. ( a ) Sumber air minum ( b ) Permasalahan air minum


Gambar 3 menjelaskan mengenai persentase sumber air minum beserta
permasalahannya di rumah responden. Sumber air minum yang paling banyak
digunakan adalah berasal dari air kemasan dengan persentase 43 %. Sedangkan
penggunaan air minum dengan persentase terkecil berasal dari sumur pompa dan
pedagang air dengan 1 %. Berdasarkan sumber air minum yang digunakan oleh
responden, ditemukan permasalahan air seperti berbau dengan persentase 11 %,
berasa 5 %, dan berwarna 12 % .

(a)

(b)

Gambar 4. ( a ) Sumber air untuk mandi ( b ) permasalahan air untuk mandi


Gambar 4 menjelaskan mengenai persentase sumber air untuk mandi beserta
permasalahannya di rumah responden. Sumber air untuk mandi yang paling
banyak digunakan adalah berasal dari pompa / hidran umum dengan persentase
36 %. Sedangkan penggunaan air untuk mandi dengan persentase terkecil berasal
dari tangki air dengan 1 %. Berdasarkan sumber air untuk minum yang digunakan
oleh responden, ditemukan permasalahan air seperti berbau dengan persentase
13 %, berasa 5 %, dan berwarna 15 % .

10

(a)

(b)

Gambar 5. ( a ) Sumber air untuk masak ( b ) permasalahan air untuk masak


Gambar 5 menjelaskan mengenai persentase sumber air untuk masak beserta
permasalahannya di rumah responden. Sumber air untuk masak yang paling
banyak digunakan adalah berasal dari PDAM dengan persentase

36 %.

Sedangkan penggunaan air untuk masak dengan persentase terkecil berasal dari
tangki air dengan 2 %. Berdasarkan sumber air untuk minum yang digunakan oleh
responden, ditemukan permasalahan air seperti berbau dengan persentase 13 %,
berasa 5 %, dan berwarna 15 % .

(a)

11

(b)
Gambar 6. ( a ) Pembuangan air limbah ( b ) permasalahan pembuangan air limbah
Gambar 6 menjelaskan mengenai persentase sistem pembuangan air limbah pada
rumah responden. Sebagian responden membuang langsung air limbahnya ke
selokan dengan persentase sebesar 84 %. Kemudian persentase pembuangan air
limbah ke sungai sebesar 11 % dan septic tank 5 % . Terdapat beberapa
permasalahan yang terjadi dalam pembuangan air limbah seperti adanya sarang
jentik nyamuk
2.

Kualitas Kesehatan Masyarakat

Gambar 7. Gangguan Kesehatan

Gambar 7 menjelakan gangguan kesehatan yang terjadi pada anggota keluarga


responden di Kota Bandung. Gangguan Kesehatan yang paling sering terjadi
adalah diare berair / mencret dengan persentase sebesar 4,5 %. Kemudian selama
dilakukannya survei terhadap masyarakat tidak ditemukan adanya gangguan
kesehatan berupa hepatitis dan demam berdarah.
B. Pembahasan

12

BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Pelayanan sanitasi di kota Bandung masih dibawah standar. Secara
tidak langsung dapat disebabkan karena kurangnya kesadaran masyarakat
dan rendahnya keadaan ekonomi masyarakat. Buruknya pelayanan sanitasi
mempunyai dampak yang negatif terhadap kesehatan masyarakat serta
menurunnya kualitas badan sungai. Penentuan kualitas badan sungai dapat
diukur menggunakan parameter fisik, kimia, dan biologis. Berdasarkan hasil
penelitian didapat bahwa sungai cicadas telah tercemar dengan kategori berat
( berdasarkan PP RI No. 82/2001. Peningkatan pelayanan sanitasi berupa

pemasangan sewerage system dapat mengurangi tingkat pencemaran pada badan


sungai dan gangguan kesehatan pada masyarakat dalam jangka waktu panjang.
B. Saran

Peningkatan pelayanan sanitasi perlu untuk terus dilakukan mengingat


kondisi badan air di Kota Bandung telah tercemar dengan kategori berat
yang salah satunya disebabkan oleh pembuangan air limbah rumah tangga
langsung ke badan sungai tanpa diolah terlebih dahulu. Karena apabila tidak
dibenahi, bukan tidak mungkin tingkat kesehatan masyarakat akan terus
menurun yang berdampak pada kondisi ekonomi akibat kurangnya
produktifitas masyarakat itu sendiri.

13

DAFTAR PUSTAKA
Akoto, O., Bruce, T. N., Darkol, G. 2008. Heavy metals pollution profiles in
streams serving the Owabi reservoir. African Journal of Environmental
Science and Technology. Vol. 2. No. 11. pp. 354-359.
Alaerts, G and S.S. Santika. 1994. Metode Penelitian Air. Penerbit Usaha
Nasional Surabaya.
Darsono, V. 1992. Pengantar Ilmu Lingkungan. Penerbit Universitas Atmajaya,
Yogyakarta, hal : 66, 68.
Djajadiningrat

dan

Azis.

1992.

Pengendalian

Pencemaran

Limbah

Industri.Jurusan Teknik Lingkungan : Fakultas Teknik Sipil dan


Perencanaan, ITB, Bandung.
Fardiaz, S. 1992. Polusi Air dan Udara. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. Hal : 2123,185.
Harahap dan Y. Herlina. 2006. Model Transport Dan Pentebaran Ammonium,
Nitrit Dan Nitrat (Penelitian Kasus Sungai Cikapundung Bandung).
Institut Teknologi Bandung. Bandung.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2003. Keputusan Menteri Lingkungan
Hidup No. 115 Tahun 2003 tentang Penetapan Status Mutu Air. Jakarta.
Kementerian Negara Lingkungan Hidup. 2009. Undang-undang Nomor 32 Tahun
2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Jakarta.
Liu, L., Fasheng, L., Xiong, D. 2006. Heavy metal contamination and their
distribution in different size fractions of the surficial sediment of Haihe
River. China Environ Geol. Vol 50. pp.431-438.
Muntalif, Barti Setiani. 2004. Kumpulan Peraturan Perundang-Undangan
Lingkungan TL-5110. Institut Teknologi Bandung. Bandung.
14

Pusair. 2004. Status Mutu Air Sungai. Pusat Litbang SDA. Jakarta
Servais, Pierre. Et al; 2007; Fecal bacteria in the rivers of the Seine
drainage network France): Sources, fate and modeling; Universit Libre
de Bruxelles; Bruxelles.
Singh, K. P., Malik, A., Sinha, S., Singh, K., Murthy, R. C. 2005. Estimation of
Source of Heavy Metal Contamination in Sediments of Gomti River (India)
Using Principal Component Analysis, Water, Air, and Soil Polution.
Springer. Vol 166. pp. 321-341.
Sugiharto, E.1987. Dasar-dasar Pengolahan Air Limbah.UI Press: Jakarta
Unicef Indonesia. 2012. Ringkasan Kajian : Air Bersih, Sanitasi, dan Kebersihan.
Unicef. Hal : 1.
Widyastuti, P. 2007. Manajemen dan Logistik Bantuan Kemanusiaan dalam
Sektor Kesehatan. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta . hal : 6.
World Bank Country. 1994. Indonesia : Environment and Development. The
World Bank. Washington, D.C. p : 35.

15

LAMPIRAN
Lampiran 1. Data Sosial Ekonomi

16

17

18

19

20

21

22

23

24

Anda mungkin juga menyukai