JANUARI 2014
DEMAM REMATIK
A. Pengertian
Demam rematik adalah suatu penyakit akut yang datang terutama dengan
gejala-gejala nyeri dan bengkak sendi dan gejala-gejala yang lain sesuai dengan
kriteria Jones. Demam rematik masih merupakan problem dinegara berkembang
karena sekuele yang ditimbulkannya berupa cacat katup jantung pada anak.
Infeksi streptokokus hemolitik grup A pada tenggorokan diketahui sebagai
pencetus penyakit ini. (1)
B. Etiologi
Infeksi streptokokus hemolitik grup A telah lama diketahui mempunyai
hubungan dengan terjadinya penyakit demam rematik. Meskipun mekanisme
patogenesis yang pasti tidak diketahui. Berbagai teori telah dikemukakan dalam
mekanisme pathogenesis demam rematik. Hipotesis yang paling popular
menyatakan adanya respon imun yang abnormal pada host yang akan
menghasilkan
antibody
terhadap
komponen
Streptokokusgrup
dan
lebih sering diisolasi daripada serotype lain pada penderita demam rematik, tetapi
kerena serotype ini tidak dapat diketahui pada saat diagnosis klinis demam
rematik ditegakkan, maka para klinis harus mengangap bahwa semua
Streptokokus hemolitik grup A dapat menyebabkan demam rematik. Oleh
karena itu seluruh episode faringitis streptokokal mesti diobati secara adekuat.(1)(2)
C. Epidemiologi
Insidensi penyakit ini dinegara maju telah jauh berkurang bila disbanding
sebelumnya dan di Amerika Serikat dilaporkan adanya kecenderungan
peningkatan penyakit ini pada pertengahan tahun1980-an dan menimbulkan
kematian 5014 orang pada tahun 1997. Dinegara sedang berkembang penyakit ini
masih merupakan problem public health dan data yang akurat tidak diperoleh
karena belum baiknya system pencatatan dan pelaporan mengeni penyakit ini.
1. Stadium I
Stadium ini berupa infeksi saluran nafas bagian atas oleh kuman beta
streptococcus hemolyticus grup A. seperti infeksi saluran nafas pada umumnya,
gejala yang terjadi termasuk demam, batuk, rasa sakit waktu menelan, tidak
jarang disertai muntah dan bahkan pada anak kecil dapat terjadi diare. Pada
pemeriksaan fisis sering didapatkan eksudat ditonsil yang menyertai tanda
peradangan lainnya. Kelenjar getah bening submandibular sering kali membesar.
Infeksi ini biasanya berlang 2-4 hari, dan dapat sembuh sendiri tanpa pengobatan.
2. Stadium II
Stadium ini disebut juga periode laten, merupakan masa antara infeksi
streptokok dengan permulaan gejala demam rematik. Biasanya periode ini
berlangsung antara 1-3 minggu, kecuali korea yang dapat timbul 6 minggu atau
bahkan berbulan-bulan kemudian.
3. Stadium III
4. Stadium IV
Stadium ini disebut stadium inaktif. Pada stadium ini pasien demam rematik
tanpa kelainan jantung, atau pasien penyakit jantung reumatik tanpa gejala sisa
katup, tidak menunjukkan gejala. Pada pasien penyakit jantung reumatik dengan
gejala sisa selain katup jantung, gejala yang timbul sesuai dengan jenis serta
beratnya penyakit.(3)
sejak publikasi aslinya, kriteria ini tetap pada dasarnya stabil dan merupakan
metode yang diterima, yang dengan metode ini diagnosis penyakit diperkuat.
Biasanya manifestasi klinik dari demam reumatik akut, yang pertama yaitu terjadi
infeksi akut Streptokokus beta hemolitikus grup A, kemudian setelah melewati
masa laten yang lamanya 2-4 minggu, akhirnya timbul tanda-tanda dari demam
reumatik akut yang sesuai rekomendasi American Heart Association untuk
mendiagnosis serangan awal demam reumatik yang dapat di golongkan sebagai
kriteria mayor dan kriteria minor.(2)(4)
Kriteria Mayor
Karditis
Poliarthritis
Eritema Marginatum
Kriteria Minor
Demam
Artralgia
Kenaikan reaktan fase akut ( LED,
Khorea
PCR)
Interval P-R memanjang pada
elektrokardiogram
1. Karditis
Penemuan penting pada demam reumatik akut adalah pankarditis yang
melibatkan perikardium, epikardium, miokardium, dan endokardium. Karditis
adalah satu-satunya sisa demam reumatik akut yang mengakibatkan perubahan
kronis. Manifestasi yang lazim adalah bukti adanya insufisiensi valvula, paling
sering mengenai katup mitral, tetapi katup mitral dan aorta mungkin terkena.
Keterlibatan katup aorta murni jarang. Katup trikuspidal atau keterlibatan katup
pulmonal tidak biasa.(2)
Pada fase akut biasanya terjadi insufisiensi, dan bila terjadi stenosis
menandakan bahwa prosesnya telah berlangsung bertahun/berpuluh tahun setelah
fase akut. Tanda-tanda klinik dari karditis akut ialah takikardia dan murmur, dan
pada derajat sedang/berat dapat dijumpai kardiomegali, gagal jantung kongestif
(ditandai oleh hepatomegali, edema tepi dan paru). Regurgitasi mitral ditandai
adanya murmur holosistolik bernada tinggi di apeks jantung dan menjalar ke
aksila kanan. Regurgitasi mitral yang hebat dapat disertai oleh murmur middiastolik di apeks disebabkan oleh stenosis relatif dari katub mitral. Insufisiensi
aorta ditandai oleh adanya murmur diastolik bernada tinggi, dekresendo
terdengar di garis sternum kiri bagian atas. Konsekuensi utama dari demam
reumatik akut ialah kelainan katub yang bersifat progresif dan kronik terutama
berupa stenosis katub yang mungkin memerlukan penggantian katub dan
konsekuensi terjadinya endokarditis infektif.(2)
2. Khorea
Khorea Sydenham, suatu bagian unik sindrom demam reumatik, terjadi jauh
lebih lambat daripada manifestasi lain. Gerakan khorea athetoid ini dapat mulai
dengan sangat tidak kentara. Periode laten pasca faringitis streptokokus dapat
selamam beberapa bulan, dan gerakan sering amat sukar untuk dideteksi pada
permulaannya. Namun, pada anamnesis orang tua dan guru yang teliti biasanya
menunjukkan bukti bertambah nya kecanggungan. Khorea Sydenham terjadi
pada kurang lebih 10-15% kasus demam reumatik akut, biasanya neurobehaviour
bersifat tunggal dan berlangsung secara samar dengan ditandai oleh emosi labil,
inkoordinasi, prestasi sekolah buruk, gerakan tidak terkendali, dan ekspresi
wajah grimace yang timbul bila stres dan hilang waktu tidur. Beberapa manuver
untuk mengetahui adanya korea ialah gerakan memerah susu, bila lengan
ekstensi terjadi gerakan menyendok, bila lidah dijulurkan akan terlihat seperti
gerakan cacing, dan gangguan motorik waktu menulis. Khorea jarang
menimbulkan sekuele bersifat menetap. (2)
3. Eritema marginatum
Ruam unik yang ditemukan pada penderita demam reumatik merupakan
manifestasi mayor lain yang sukar didiagnosis. Eritema ini sangat jarang terjadi,
karenanya sedikit klinisi yang telah mempunyai pengalaman yang luas dalam
mengenalinya. Pada awal penyakit eritema ini nampak sebagai makula merah
muda non spesifik, ditengahnya terlihat pucat, menjadi lebih nyata bila terkena
panas, tidak disertai rasa gatal, terdapat ditubuh dan ekstremitas, dan tidak
terdapat di wajah. (2)
4. Nodulus subkutan
Lesi ini jarang terjadi dengan insiden 1%, nodulus ukuran kacang polong
1 cm adalah keras dan tidak sakit, serta tidak ada radang. Nodulus ini khas
ditemukan pada permukaan ekstensi sendi, seperti lutut dan siku. (2)
Manifestasi minor jauh kurang spesifik tetapi diperlukan untuk memperkuat
diagnosis demam reumatik. Kriteria minor ini meliputi tanda-tanda klinis demam
dan artralgia. Artralgia ada jika penderita merasa tidak enak pada sendi ketika
tidak ada tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat)pada pemeriksaan
fisik. (Artralgia tidak dapat dimasukkan dalam memperkuat kriteria Jones jika ada
arthtritis). Demam mungkin ada, biasanya tidak lebih tinggi daro 101F atau
102F. Demam yang tinggi 103 atau 104F memerlukan re-evaluasi yang teliti
dan pertimbangan diagnosis lain. (2)
Termasuk kriteria minor adalah beberapa uji laboratorium. Reaktan fase akut
seperti LED atau protein C-reaktif, yang mungkin naik. Uji ini dapat tetap naik
untuk masa waktu yang lama (berbulan-bulan) dan digunakan oleh beberapa
klinisi sebagai pedoman untuk mengubah dosis obat-obat anti radang.
Pemanjangan interval P-R pada EKG juga termasuk pada kriteria minor. Ini juga
merupakan tanda non spesifik dan harus digunakan hanya sesudah pertimbangan
yang cermat. (2)
Bukti adanya infeksi Streptokokus Grup A, merupakan salah satu dari segisegi kriteria Jones yang paling penting. Harus ada bukti infeksi streptokokus grup
A yang mendahului yang tercatat dengan biakan tenggorok yang positif, riwayat
demam skarlet, atau kenaikan antibodi streptokokus seperti streptolisin O (ASO),
antideoksiribonuklease B (anti-DNAse B), atau antihialuronidase (AH). Diagnosis
demam reumatik tidak harus dipandang secara serius pada penderita tanpa adanya
bukti infeksi stretokokus grup A baru (kecuali untuk khorea dan karditis). Sekitar
80% individu dengan demam reumatik mengalami kenaikan titer ASO, tetapi jika
dua titer antibodi stretokokus tambahan juga naik atau meningkat, kenaikan
setidak-tidaknya satu antibodi terdapat lebih daripada 95% penderita demam
reumatik.(2)
Ada tiga golongan penderita yang dapa didiagnosis sebagai menderita demam
reumatik akut walaupun tidak ada dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan
dua kriteria minor, seperti yang telah disesuaikan dengan kriteria Jones. Tiga
golongan ini dengan kuat mempertimbangkan demam reumatik jika ada khorea
dan karditis yang berjalan lamban tanpa penyebab yang lain yang mungkin.
Lagipula, kumat demam reumatik harus dipikirkan pada penderita dengan demam
reumatik atau penyakit jantung reumatik sebelumnya yang mempunyai bukti
infeksi streptokokus baru dengan satu kriteria mayor atau dua kriteria minor. (2)
F. Pemeriksaan Penunjang
Tidak ada satu uji laboratorium spesifik yang dapat memperkuat diagnosis
demam reumatik akut. Bukti laboratorium adanya infeksi streptokokus
sebelumnya diperkuat oleh organisme itu sendiri (biakan) atau bukti adanya
respon imun terhadap antigen streptokokus grup A, walaupun uji deteksi antigen
cepat tersedia. Semua penderita yang dicurigai menderita demam reumatik harus
sekurang-kurangnya dilakukan satu kali biakan tenggorok sebelum mulai terapi
antibiotik. (2)
Uji antibodi streptokokus merupakan metode lain yang mendokumentasikan
adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya. Uji yang paling sering
digunakan adalah uji ASO. Uji lain yang mungkin diguanakan adala anti-DNAse
B dan uji AH. Uji skrining aglutinasi yang tersedia di pasaran kurang memuaskan
karena kesukaran tekniknya. Kenaikan titer antibodi jelas merupakan bukti
adanya infeksi streptokokus grup A sebelumnya, tetapi cara memperagakan
infeksi sebelumnya yang lebih dapat dipercaya adalah dengan menunjukkan
kenaikan titer antara serum akut dan konvalesen. Ujia ASO mencapai puncaknya
3-6 minggu sesudah infeksi, sedang uji anti-DNAse B mencapai puncaknya
sedikit lebih lambat (6-8 minggu). Jika serum akut dan konvalesen diuji, mereka
harus diuji bersamaan. Penentuan harga kenaikan titer dapat bervariasi menurut
umur penderita, interval sejak infeksi streptokokus, dan populasi. (2)
Reaktan fase akut seperti LED atau PCR biasanya naik pada permulaan
demam reumatik akut. Namun, uji ini tidak spesifik. Penentuan faktor reumatoid,
uji untuk adanya antibodi nuklear, dan penentuan kadar kompelemen jarang
membantu dalam membuat diagnosis demam reumatik akut. Kadang-kadang,
kenaikan nonspesifik gamma globulin serum dapat ditemukan. (2)
Elektrokardiogram dapat menunjukkan blokade jantung pertama
(pemanjangan interval PR), dan pada keadaan yang jarang, blokade dearajat 2
atau 3 dapat juga ada. Pada serangan pertama elektrokardiogram biasanya tidak
luar biasa. Pada penderita penyakit jantung reumatik kronis manifestasi
Pada pasien dengan artritis, aspirin (dosis 100 mg/kg/hari) diberikan untuk 2
minggu dan dosis perlahan-lahan diturunkan setelah 2-3 minggu. Gejala artritis
yang segera menghilang setelah pemberian aspirin dalam 24-36 jam, sangat
menyokong artritis yang disebabkan demam rematik.
Hanya
Karditis
(1)
Karditis
artritis
minimal
sedang
Karditis berat
Prednison
0
0
2-4 minggu
2-6 minggu
Aspirin
1-2 minggu
2-4 minggu
6-8 minggu
2-4 bulan
Tabel 3. Rekomendasi penggunaan anti inflamasi pada demam rematik(1)
Ket:
seperti digitalis juga dapat digunakan, walaupun biasanya dengan dosis yang
relatif kecil. Dahulu, Tirah baring digunakan terutama pada dua kelompok
penderita. Kelompok pertama adalah kelompok yang menderita artritis, tetapi ini
biasanya bukan merupakan faktor sesudah terapi salisilat 24 jam. Tirah baring
yang ketat tidak diperlukan. Kelompok kedua adalah penderita dengan karditis,
terutama dengan gagal jantung. Kadang-kadang steroid, tirah baring dan
antikongestif tidak efektif dalam mengobati karditis demam rematik. Pada kasus
yang jarang ini, pembedahan kardiovaskular dengan penggantian katup atau
valvuloplasti mungkin diperlukan. (2)
Lamanya tirah baring tergantung kondisi penderita. Digoksin dapat
digunakan, walaupun penggunaan digoksin pada penderita demam rematik masih
kontroversi karena resiko intoksikasi dan aritmia. (1)
Pengobatan khorea Sydenham adalah kontroversial. Pada mulanya,
fenobarbital atau sedative lain digunakan, kemudian klorpromazin menjadi
popular, diresepkan pada penderita dengan khorea ringan. Pada penderita dengan
khorea berat, haloperidol telah digunakan dengan berhasil. Tidak ada terapi
spesifik untuk eritema marginatum atau nodulus subkutan demam rematik.
Penderita khorea dianjurkan mengurangi stress fisik dan emosi. Penggunaan
antiinflamasi masih kontroversi dan tidak diperlukan pada penderita dengan
khorea murni. Untuk khorea yang berat dapat digunakan fenobarbital (dosis 1530 mg tiap 6-8 jam), haloperidol (dimulai dengan dosis 0,5 mg dan ditingkatkan
sampai 2 mg setiap 8 jam). Selain itu dapat juga digunakan asam valproate,
klorpromazine dan diazepam.(2)
penyakit katup mitral dan aorta yang berarti yang menyebabkan hipertensi
pulmonal. (2)
Insufisiensi mitral berat dapat mengakibatkan gagal jantung yang dapat
dipercepat oleh penjelekan proses rematik, mulainya fibrilasi atrium dengan
respons ventrikel cepat atau endocarditis infektif. Sesudah bertahun-tahun,
pengaruh insufisiensi mitral kronis dapat menjadi nyata secara klinis tanpa
kejadian rematik baru. Gagal jantung sisi kanan dapat disertai dengan insufisiensi
katup trikuspidal atau pulmonal. Kadang-kadang tampak ekstrasistol atrium atau
ventrikel. Fibrilasi atrium lebih sering bila insufisiensi mitral disertai dengan
atrium kiri yang besar. Penderita dengan fibrilasi atrium biasanya memerlukan
antikoagulasi untuk pencegahan tromboemboli dan stroke. (2)
Lesi katup mitral paling banyak dikenai (52,9%) diikuti lesi katup multiple
(39,7%) dan lesi katup aorta (7,3%).(2)
H. Prognosis demam rematik
Pada demam rematik hanya kelainan jantung yang dapat menetap,
meninggalkan sekuele. Kelainan sendi bagaimanapun juga beratnya, selalu akan
sembuh sempurna tanpa gejala sisa. Juga tidak akan ada kelainan syaraf yang
menetap, kecuali episode serangan korea berulang. Jadi prognosis pasien terutama
ditentukan oleh kelainan jantung pada fase akut dan gejala sisi kelainan
jantungnya. Prognosis lebih buruk pada pasien yang berumur dibawah 6 tahun,
atau bila pemberian profilaksis sekunder tidak adekuat sehingga terdapat
kemungkinan terjadinya reaktivasi penyakit. (3)
Morbiditas demam reumatik akut berhubungan erat dengan derajat
keterlibatan jantung. Mortalitas sebagian besar juga akibat karditis berat,
komplikasi yang sekarang sudah jarang terlihat di negara maju (hampir 0%)
namun masih sering ditemukan di negara berkembang (1-10%). Selain
menurunkan
mortalitas,
perkembangan
penisilin
juga
mempengaruhi
DAFTAR PUSTAKA
1. Aditiawati, Bahrun, D, Herman, E, Prambudi, Editors. IDAI Palembang, Naskah
lengkap sinas nefrologi anak VIII SINAS kardiologi anak V Tema: Mendekatkan
pelayanan ginjal dan jantung anak pada masyarakat;2001.
2.
3.
(cited
2014
Jan
29).
Available
from:
URL:
http://www.scribd.com/doc/190630647/105377855-Referat-Demam-RematikWilson.
4. Widagdo. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Anak Dengan Demam, Jakarta:
Sagung Seto, 2012.
5.