Anda di halaman 1dari 28

TUGAS KAPITA SELEKTA FARMASI KLINIK

HEPATITIS

Disusun Oleh :
1. Anisa Widya Amelinda

1061221002

2. Totok Aria Hidayat

1061221039

3. Devi Yuliana

1061311016

4. Dian Ayu Kusumaningrum

1061311018

5. Dila Tunjungsari

1061311020

6. Remyta Aulia Sari

1061311089

7. Rima Salamah

1061311090

8. Rizky Fajar Adiputra

1061311092

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI YAYASAN PHARMASI


SEMARANG
2013

I. PENDAHULUAN
Hepatitis virus akut merupakan infeksi sistemik yang dominan dengan
menyerang hati. Hampir semua virus akut disebabkan oleh salah satu dari kelima
jenis virus yaitu : virus hepatitis A (HAV), virus hepatitis B (HBV), virus
hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), dan virus hepatitis E (HEV). Jenis
virus lain yang ditularkan paska transfusi seperti virus hepatitis G dan virus
hepatitis F telah dapat diidentifikasi namun tidak menyebabkan hepatitis
Di Indonesia berdasarkan data dari rumah sakit hepatitis A masih merupakan
bagian dari kasus-kasus hepatitis akut yang dirawat yaitu sebesar 39,6%-68,3%.
Tingkat prevalensi hepatitis B di Indonesia sangat bervariasi berkisar dari 2,55%
di Banjarmasin sampai 25,6% di Kupang. Prevalensi hepatitis C pada donor darah
menunjukkan angka diantara 0,5%-3,37% menempati urutan kedua setelah
hepatitis A akut kemudian hepatitis B.
Penyebab hepatitis A adalah virus HAV yang merupakan virus RNA
positif. Virus ini mengganggu fungsi hepar sambil terus berkembangbiak di selsel hepar. Hepatitis B disebabkan oleh virus HBV yang terbungkus oleh genoma
DNA yang melingkar. Akibat serangan ini, sistem kekebalan tubuh kemudian
memberi reaksi dan melawan. Virus hepatitis C disebabkan oleh transfusi darah
atau donor darah, virus ini menyebabkan peradangan berat dengan komplikasi
jangka panjang (Misnadiarly, 2007 : 48).
Saat ini penyakit hati masih merupakan masalah yang besar didunia.
Pengobatan dari penyakit ini masih sulit untuk dijangkau oleh sebagian besar
masyarakat karena biayanya yang sangat mahal untuk obat-obatan antivirus
tersebut.
II. PATOFISIOLOGI
Hati adalah organ terbesar dari tubuh, terletak antara sirkulasi portal dan
general, antara organ saluran pencernaan dan jantung. Fungsi utama hati adalah
untuk mengambil, menyimpan, dan memberikan nutrisi ke organ lain. Selain itu
hati juga berfungsi sebagai alat ekskresi, yaitu dengan cara memecah beberapa

senyawa yang bersifat racun dan menghasilkan amonia, urea, dan asam urat
dengan memanfaatkan nitrogen dari asam amino.
Lobus hati terbentuk dari sel parenkim dan nonparenkim. Sel parenkim
pada hati disebut juga hepatosit. Hepatosit membentuk 70-80% dari massa
sitoplasma hati. Sel-sel hepatosit terlibat dalam sintesis protein, penyimpanan
protein dan transformasi karbohidrat, sintesis kolesterol, garam empedu dan
fosfolipid, detoksifikasi, modifikasi dan ekskresi zat eksogen dan endogen.
Hepatosit juga memprakarsai pembentukan dan sekresi empedu, dengan rata-rata
rentang hidup hepatosit adalah selama 5 bulan, untuk melakukan regenerasi.
Hepatosit dipisahkan oleh saluran pembuluh darah (sinusoid). Hepatosit mampu
mensintesis hormon, seperti faktor pertumbuhan seperti insulin thrombopoietin
IGF-1m, dan juga erythropoietin. Hepatosit juga mensintesis sitokin seperti
interleukin (IL) -8, dan merespon mediator fase akut seperti IL-6, dengan
sintesis protein fase akut seperti protein C-reaktif (CRP) atau serum amiloid A
(SAA) dan banyak lainnya. (Ramadori et al, 2008 : 108)
Virus hepatitis merupakan masalah kesehatan global yang mempengaruhi
ratusan juta anak dan orang dewasa. Meskipun ada beberapa virus patogen yang
telah dikaitkan dengan hepatitis, ada tiga macam golongan hepatitis yang telah
populer dikenal oleh masyarakat yaitu hepatitis A, B, dan C. Sedangkan untuk
golongan infeksi hepatitis D dan E infeksi juga penting, meskipun tidak sering
didiagnosis. Hepatitis virus dapat ditularkan secara vertikal (dari ibu ke anak)
dan horizontal (orang ke orang) seperti dicantumkan pada tabel 1. Pencegahan
bervariasi dengan patogen virus tetapi mungkin termasuk vaksinasi, profilaksis
kekebalan tubuh, dan tidak menggunakan atau berbagi barang-barang pribadi
kepada orang yang terinfeksi hepatitis.

Tabel 1. Karakteristik infeksi hepatitis A, B, C, D, dan E secara umum

HAV

HBV

Penyebaran

Feses,oral,
peminjaman
barang
pribadi,
kontaminasi
makanan,
hubungan
seksual, darah.

Transmisi
perinatal,
hubungan
seksual,
penggunaan
suntikan
narkoba,
transfusi darah.

Penggunaan
suntikan
narkoba,
hubungan
seksual.

Penggunaan
narkoba
suntika,dan
hubungan
seksual.

Feses,darah.

Diagnosis

Adanya
antibodi HAV.
Imunoglobulin
M
virus
hepatitis
A
(HAV
IgG)
muncul lebih
awal.

HbsAg muncul
d awal setelah
adanya infeksi.
Sedangkan
adanya HbeAg
menunjukkan
adanya replikasi
virus
aktif
(penyakit sangat
menular), dan
adanya HbcAg
menunjukkan
penyakit akut
atau kronis.

Hasil tes HCV


DNA berfungsi
untuk
mendeteksi, dan
mngkualifikasi
virus.

HbsAg
merupakan
syarat diagnosis
infeksi
HDV.
Selain
itu,
antibodi
terhadap HDV
(IgM dan IgG)
juga diperlukan
dalam diagnosis
HDV.

Mendeteksi
HEV di serum
atau
kotoran,
dan
dengan
mendeteksi
antibodi IgM

Manifestasi
Klinis

Infeksi akut.

Dapat bersifat
akut,namun
dapat
juga
bersifat kronis.

Sebagian besar Infeksi kronis.


pasien
mengalami
infeksi
akut.
Infeksi
HCV
kronis
terjadi
pada
60-80%
pada
orang
yang terinfeksi
HCV.

Pencegahan

Imunisasi
Imunisasi
sebelum
sebelum
maupun
maupun
sesudah
sesudah
terinfeksi
terinfeksi
Menjaga
Tidak
kebersihan
mengonsumsi
(mencuci
narkoba
tangan dengan (terutama

HCV

Tidak
mengonsumsi
narkoba,
alkohol.

HDV

HEV

Infeksi akut

Imunisasi
Menghindari
sebelum
konsumsi
air
maupun
yang
sesudah
terkontaminasi
terinfeksi
dan
makanan
dengan vaksin mentah
HBV
Menjaga
Menjaga
kebersihan
kebersihan
tangan

Vaksin

benar,
menghindari
air
dan
makanan
mentah)
Ya

narkoba suntik)

Ya

Tidak

Tidak

Tidak

(Hall, 2007)
Hepatitis A
Hepatitis A adalah penyakit akut yang dapat sembuh dengan sendirinya.
Absorpsi dalam perut dan usus kecil merupakan awal mula masuknya virus
kedalam sirkulasi, hingga terserap dalam hati. Replikasi virus terjadi didalam
hepatosit dan gastrointestinal epithial. Partikel virus baru akan dilepaskan dalam
darah dan disekresi oleh hati keempedu. Virus akan tereabsorbsi kembali dalam
sirkulasi dan akan diekskresikan melalui feses. Siklus enterohepatik akan terus
berlanjut hingga antibody kembali netral. Mekanisme replikasi dan sekresi virus
hingga saat ini masih belum diketahui namun meluasnya infeksi virus hepatitis A
tidak berhubungan dengan kerusakan pada hati.
Pada

biopsi,

hepatitis

akut

ditandai

dengan

adanya

degenerasi

hepatoseluler, inflamasi, dan regenerasi hepatosit. Degenerasi hepatoseluler terjadi


karena kerusakan sel imun. Gejala klinis dari HAV (Hepatitis A Virus) biasanya
diidentifikasi dari respon imun. Sel sitolitis T memediasi lisis nya hepatosit untuk
membasmi virus dan menandai respon imun seluler dengan peningkatan level
enzim hepatik (Dipiro et al., 2008 : 676).
Hepatitis B
HBV akut menginfeksi lebih dari 2 miliar orang di seluruh dunia,
menyebabkan infeksi kronis di lebih dari 350 juta people. Infeksi kronis dengan
HBV merupakan masalah kesehatan masyarakat yang utama karena berfungsi
sebagai reservoir untuk penularan HBV lebih lanjut dan menimbulkan risiko yang
signifikan dari kematian akibat penyakit hati. Lebih dari 1 juta orang per tahun

meninggal akibat sirosis hati dan karsinoma hepatoseluler (HCC) (Dipiro, 2008 :
711).
Spektrum penyakit dan sejarah alami infeksi HBV kronis beragam dan
bervariasi, mulai dari keadaan tidak aktif pembawa virus hepatitis B kronis
(CHB), yang dapat berkembang menjadi sirosis dan karsinoma hepatoseluler
(HCC). Inang dan faktor virus, serta koinfeksi dengan virus lain, seperti virus
hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV), atau human immunodeficiency virus
(HIV) bersama dengan co-morbiditas termasuk penyalahgunaan alkohol dan
obesitas, dapat mempengaruhi perjalanan alami infeksi HBV serta sebagai
penentu efektivitas antivirus. CHB dapat berperan sebagai antigen e hepatitis B
(HBeAg) positif atau HBeAg-negatif.
HBV ditularkan secara seksual, parenteral, dan perinatal . Di daerah
prevalensi tinggi HBV, transmisi perinatal dari ibu ke bayi merupakan hal yang
paling umum, sedangkan di daerah prevalensi menengah, transmisi horisontal dari
anak ke anak merupakan hal yang paling umum. Kontak seksual, baik
homoseksual dan heteroseksual, dan penggunaan narkoba suntikan merupakan
bentuk utama penularan di negara endemik berpenghasilan rendah seperti
Amerika States.19 pada orang yang terinfeksi HBV, konsentrasi tinggi terdapat
pada darah, serum, dan luka eksudat. Virus ini terdeteksi dalam jumlah sedang
pada air mani (sperma), cairan vagina, dan air liur, dan hadir dalam konsentrasi
rendah dalam urin, feses, keringat, air mata, dan payudara. Penularan dapat terjadi
melalui kontak dengan cairan tubuh yang terinfeksi tanpa adanya darah, karena
virus dapat stabil dalam beberapa hari. Di Amerika Serikat pada tahun 2004 ,
tidak ada faktor risiko yang dapat diidentifikasi untuk sebagian besar kasus infeksi
akut dengan HBV (Dipiro, 2008 : 711).
Hepatitis C
Pada banyak kasus, infeksi akut HCV (Hepatitis C Virus) menyebabkan
infeksi kronis. Selama awal fase infeksi, sel pembunuh alami diaktifkan sebagai
HCV RNA yang levelnya meningkat cepat. Kombinasi spesifik CD4 dan CD8 T

limfosit dan interferon dapat menurunkan replikasi virus. Kerusakan hati dan dan
kanker hati berhubungan erat dengan terjadinya apoptosis hepatosit. Rendahnya
apoptosis terkait dengan kemampuan virus. Selain itu, sel CD4 T-helper dapatdan
melindungi respon imun dari dampak buruk lingkungan. Meskipun HCV
menginfeksi kurang dari 10% sel hepatosit, lebih dari 20% sel diaktifkan untuk
apoptosis.
HCV merupakan tantangan untuk sel imun karena perkembangannya yang
cepat. Mutasi genom HCV terdeteksi dalam setahun setelah terinfeksi. Pengatasan
kasus HCV dapat dilakukan dengan meningkatkan respon sel T yang aktif serta
kemampuan CD4 dan CD8 yang kuat. Kesimpulannya CD8 dapat memediasi
dalam proses melindungi kekebalan dengan bantuan CD4 untuk mempertahankan
respon selama virus bermutasi (Dipiro et al., 2008 : 685).
Hepatitis D
Hepatitis D atau hepatitis delta disebabka oleh virus hepatitis delta,yaitu
sebuah virs RNA yang rusak. Infeksi HDV merupakan infeksi berhubungan
dengan infeksi HBV. Hasil penyakit sangat tergantung pada apakah kedua virus
menginfeksi bersamaan (koinfeksi), atau apakah orang HDV-baru tertular adalah
pembawa HBV kronis terinfeksi (superinfeksi) (WHO, 2001).

Hepatitis D Co-infeksi adalah ketika seseorang mengidap hepatitis B dan


hepatitis D pada saat yang sama. Hal ini menyebabkan infeksi kronis. Kondisi
seperti ini biasanya mengarah ke perkembangan hati fibrosis, sirosis dan

meningkatkan risiko karsinoma hepatoseluler (Elham et al, 2012).


Hepatitis D Superinfeksi adalah ketika seseorang yang sudah memiliki
hepatitis B menjadi terinfeksi hepatitis D. Risiko untuk menderita infeksi
kronis dalam hal ini adalah 80-90%. Superinfeksi HBV-HDV (infeksi HDV
dari HBV pembawa kronis terinfeksi) menyebabkan hepatitis akut umumnya
parah dengan waktu inkubasi yang singkat yang mengarah ke tipe kronis
hepatitis D pada sampai dengan 80% kasus. Superinfeksi berhubungan

dengan hepatitis akut fulminan dan parah hepatitis kronis aktif, sering
progresif sirosis (WHO, 2001).
Hepatitis E
HEV dan HAV termasuk penyakit akut yang asimtomatik atau tanda
gejalanya tidak spesifik. Periode inkubasinya 14-50 hari dan gejala mulai sembuh
setelah 3 minggu. Infeksi yang disebabkan HAV dan HEV tidak dapat diketahui
secara klinis dan tidak akan berkembang menjadi kronis. HEV biasa terjadi pada
daerah endemik seperti Afrika dan Asia. HEV ditemukan ada pada domba dan
babi yang telah terkontaminasi karena kondisi lingkungan yang buruk. HEV
sangat beresiko pada wanita hamil terutama pada trimester kehamilan yang
memiliki angka kematian 20-25% serta resiko janin yang tinggi. Penggunaan obat
juga mempengaruhi perkembangan penyakit. Alkohol harus dihindari terutama
yang sudah masuk dalam fase berat. Terapi terbaik yang dapat dilakukan adalah
kebersihan, terutama setelah buang air besar. Vaksin HEV belum ada karena
belum ditemukannya kultur sel yang cocok dalam sistem HEV, namun uji coba
terus dilakukan (Greene and Harris, 2008 : 157-158).

III. TUJUAN TERAPI


A. Tujuan pengobatan
Untuk menghilangkan mortilitas dan morbilitas akibat penyakit hati tahap
akhir dengan cara menghilangkan HCV/HBV.
B. Sasaran
Meliputi meminimalisasikan infeksi lainnya, normalisasi aminotransferase
dan menghentikan transfer DNA.
C. Strategi terapi
Terapi non farmakologi dan terapi farmakologi untuk menyembuhkan infeksi
HCV dan memulihkan kondisi tubuh.
IV. TATALAKSANA TERAPI
A. Hepatitis A

Pencegahan :
Dengan mengubah pola hidup menjadi lebih sehat dan bersih. Misalnya
menjaga kebersihan dan cara makan yang sehat seperti mencuci tangan sesudah
ke toilet, sebelum menyiapkan makanan, atau sebelum makan. Selain itu perlu
diperhatikan kebersihan lingkungan dan sanitasi, pemakaian air bersih,
pembuangan tinja yang memenuhi syarat kesehatan, pembuatan sumur yang
memenuhi standar, mencegah makanan terkena lalat, memasak bahan makanan
minuman dan sebagainya.
Terapi Farmakologi :
1) Imunisasi pasif
Diberikan sebagai pencegahan kepada anggota keluarga serumah yang
kontak dengan penderita atau diberikan kepada orang-orang yang akan bepergian
ke daerah endemis. Imunisasi pasif menggunakan HBlg (human normal
immunoglobulin) dengan dosis 0,02 ml per kg berat badan. Pemberian paling lama
satu minggu setelah kontak. Kekebalan yang didapat hanya bersifat sementara.
2)

Imunisasi aktif
Menggunakan vaksin hepatitis A (Havrix). Orang dewasa diberikan satu

vial yang berisi satu ml (720 Elisa unit), sedangkan anak berusia kurang dari 10
tahun cukup setengah dosis. Jadwal penyuntikan yang dianjurkan sebanyak 3 kali,
yaitu dengan range pemberian pada 0,1, dan 6 bulan. Pada tempat suntikan
biasanya timbul pembengkakan (edema) berwarna kemerah-merahan yang terasa
nyeri bila ditekan. Kadang-kadang setelah disuntik terasa sakit kepala yang akan
hilang sendiri tanpa pengobatan. Imunisasi tidak diberikan bila sedang sakit berat
atau alergi (hipersensitif) terhadap vaksin hepatitis A. Vaksinasi hepatitis A
terutama diberikan kepada orang-orang yang mempunyai resiko tinggi untuk
tertular penyakit ini. Misalnya anggota keluarga atau orang serumah yang dekat
dengan penderita, dokter, paramedis, petugas laboratrium, anggota ABRI yang
tinggal di barak-barak, wisatawan asing yang mengunjungi daerah endemis

(foreign travel), homoseksual, dan anak-anak yang dititipkan di tempat penitipan


bayi.
Vaksin untuk hepatitis A
Rekomendasi Dosis Havrix dan Vaqta
Vaksin

Usia

Havrix

(tahun)
1-18

Vaqta

Dosis

Jumlah

Lama Waktu

720 ELISA

pemberian (bulan)
0,6-12

19

units
1.440 ELISA

0,6-12

1-18
19

units
25 units
50 units

2
2

0,6-18
0.6-18

(Dipiro et al, 2008).


B. Hepatitis B
Terapi Non Farmakologi
a. Semua pasien HBV kronis harus diberi konseling tentang pencegahan
b.
c.

penularan penyakit.
Pasangan seksual dan rumah tangga harus divaksinasi.
Untuk meminimalkan kerusakan hati lebih lanjut, semua pasien HBV kronis

d.

harus menghindari penggunaan alkohol dan diimunisasi terhadap HAV.


Pasien dianjurkan untuk berkonsultasi sebelum menggunakan baru obat,

e.

termasuk herbal dan obat-obatan nonprescription.


Pengobatan herbal tidak dianjurkan untuk pasien dengan kronis hepatitis B
(Dipiro, 2008 :716).

Terapi farmakologi
Terapi obat bertujuan untuk menekan replikasi virus, dapat dilakukan
dengan menggunakan meningkatkan kekebalan tubuh atau agen antivirus. Di
Amerika Serikat, interferon (IFN)-2b, lamivudine, telbivudine, Adefovir,
entecavir, dan pegylated IFN-2a semua disetujui sebagai lini pertama pilihan
terapi untuk HBV kronis.
a. Alogaritma terapi Hepatitis B

Keterangan : ALT (Alanine transmaminase), HbeAg (Hepatitis B e antigen),


PEG INF (Pegilateg interferon) (Dipiro, 2008 : 715).
b. Penggolongan Obat
1) Interferon alfa
Merupakan protein yang berperan sebagai sitokin (iminomodulator).
2) Lamivudine (3TC)
Merupakan suatu nukleosida reverse transcripetase inhibitor

atau

nukleosida analogue.
3) Adefovir
Adefovir dipivoxil adalah analog nukleosida asiklik dari adenosin
monofosfat. Obat bekerja dengan cara menghambat poliferase DNA HBV.
4) Entecavir
Entecavir adalah analog nukleosida guanosin yang bertindak dengan
menghambat HBV DNA polymerase, tidak hanya bekerja pada fase awal
juga pada dua fase berikutnya. kerjanya lebih kuat daripada lamivudine
(Gordon, 2001).
5) Telbivudin

Obat yang paling baru-baru ini disetujui untuk pengobatan HBV


telbivudine, analog nukleosida yang spesifik HBV. Telbivudine bertindak
sebagai kompetitif inhibitor reverse transcriptase virus dan DNA
polymerase.
C. Hepatitis C
Terapi Non Farmakologi
a. Pasien HCV kronis harus divaksinasi dengan vaksin hepatitis A dan B.
b. Perubahan gaya hidup merupakan faktor yang penting untuk mengurangi
konsekuensi pada hepatitis C.
c. Konsumsi alkohol merupakan dikenal faktor risiko dalam memperparah
perkembangan penyakit.
d. Pasien Obesitas harus didorong untuk diet dan berolahraga secara teratur
untuk mempertahankan berat badan normal.
e. Merokok dapat memperparah kondisi penyakit. Pasien harus berhenti
merokok.
f. Penggunaan terapi herbal tidak efektif
Terapi Farmakologi
Standar terapi saat ini untuk pasien HCV kronis adalah Kombinasi
terapi suntikan PEG-IFN sekali seminggu dan ribavirin dengan dosis oral
sehari. Terapi dioptimalkan berdasarkan genotipe, berat badan pasien, dan
respon terhadap terapi.

a. Alogaritma terapi HCV

(Kamps,2006: 550)

(Dipiro, 2008 :720)


b. Golongan Obat
Terapi yang dianjurkan untuk mengobati HCV kronik adalah
kombinasi pagylanted interferon alfa dan ribavirin. (JURNAL 2009).

Standar pengoatan terapi terbaru untuk HCV genotif 1 adalah kombinasi


pegylated IFN-a, ribavirin, dan telaprevir atau boceprevir, akan tetapi efek
samping dan dibutuhkan biaya yang besar. Sedangkan untuk genotif lainnya
pengobatan standar tetap pada kombinasi pagilanted Interferon alfa dan
ribavirin. (Pawlotsky, 2012).

V. KASUS DAN PENYELESAIAN


Bpk AS, 77 thn, BB 62 kg
Diagnosa

: LBP, penurunan kesadaran


Hepatitis kronis
Koma hepaticum

Riwayat pasien

:-

Keluhan utama

: Lemah, kesadaran menurun, badan panas, sesak, acites

TTV saat pertama masuk:


TD = 150/110
HR = 120
T = 38,2 C
RR = 24

Kultur cairan pleura


jamur pos
X ray : edema paru
sp efusi pleura kiri

HASIL PEMERIKSAAN LAB(satuan standard)


Hematologi
Hb = 9,3
Leukosit = 15,7
Hematokrit = 25
Trombosit = 37
Alkali fosfatase = 173,3
Monosit = 1
Neutrofil segmen = 89
LED =
Lipase 100,4
PTTK = det
ureum = 205
Trop ultra = 0,07
Terapi
Nama
Dosis

HDL kol = 11,2


SGOT = 484,5
SGPT = 394,7
bilirubin tot = 6,4
bilirubin direk = 5,45
Bilirubun indirek = 0.96
HbSAg pos
Gamma GT = 746,5
Ca = 8,1
Na = 130
K = 3,2
kreatinin 3,83
Asam urat = 12,1
16
ags

17 18 19 20 21 22 23 24 25 26

bactirom
Vit K
Nicholin 250
Livola
Ozyd
Medixon 125
Ca gluconas
Pelastin/NaCl 100
Tygacil/NaCl100
ATP/20 ws
Sotatik
Comafusin hepar

3x1 g
2 x 1 amp
3 x 2 amp
3amp/12 j
2 x 1 amp
3 x 0,5 amp
1x1 amp (3hr
2 x 1 amp
2 x 1 amp
2 x 1 amp
3 x 1 amp
12 tpm

PO:
Propanolol

3 x 40
Laxadin
2x1C
euthyrax
3 x 100
urdahex
3x1
Rantin 150
2x1
Alpentin 100
3x1
Chloramphenicol 4 x 500
Carpiaton 100
2x1
Allopurinol300
1x1
Anemolat
1x1
Cordaron
2x1
Calos
2x1
Calcit 1 mg
4 x 0,25
Glucan 5
2x2
Aspar K
3 x 2 tb

PENYELESAIAN KASUS
Kasus tersebut diselesaikan dengan metode SOAP
1. Subyektif
Bpk AS, 77 thn
BB

: 62 kg

Diagnosa

: LBP, penurunan kesadaran


Hepatitis kronis
Koma hepaticum

Riwayat pasien

:-

Keluhan utama

: Lemah, kesadaran menurun, badan panas, sesak, acites

2. Obyektif
Pemeriksaan Tanda-tanda Vital saat pertama masuk :
Pemeriksaan
Hasil
Nilai
Keterangan
HR (x/men)
RR
T
TD

120

Normal
60 - 80

Meningkat

24

x/men
18 -22

Meningkat

38,2 C
150/110

resp/men
36,7 C
120/80

Meningkat
Meningkat

mmHg
Kultur cairan pleura jamur pos
X ray : Edema paru sampai efusi pleura kiri

HASIL PEMERIKSAAN LAB (satuan lazim)


Parameter
Nilai Normal
Hb
9,3 g/dL
12-16 g/dL
Leukosit
15,7 g/dL
6-11 g/dL
Hematokrit
25
37-43%
Trombosit
37
200000 -400000/McL
Alkali fosfatase
173,3
31 -97 IU/L
Monosit
1
39%
Neutrofil segmen 89
50 70 %

Keterangan
Menurun
Meningkat
Menurun
Menurun
Meningkat
Menurun
Meningkat

LED
Lipase
PTTK
Ureum
Trop ultra
HDL kol
SGOT
SGPT

Normal
Meningkat
Meningkat
Meningkat
Menurun
Meningkat
Meningkat

100,4
Det
205
0,07
11,2
484,5
394,7

0-15mm/jam
0 160 Unit/L
30 -40 detik
10-50mm/jam
< 0,01 ng/mL
40 -80 mg/dL
10 - 37 IU/L
10 - 40 IU/L

Bilirubin tot
Bilirubin direk
Bilirubin indirek
HbsAg
Gama GT
Ca
Na
K
Asam urat

6,4
5,45
0,96
(+)
746,5
8,1
130
3,2
12,1

0,1 1,0 mg/dL


0,0 -0,3 mg/dL
0,1 - 1,0 mg/dL
(-)
8 37 IU/L
9,0 10,5 mg/dL
135-145 mEq/L
3,5-5,0 mEq/L
3,5 8,5 mg/dL

Meningkat
Meningkat
Normal
Hepatitis B
Meningkat
Menurun
Menurun
Menurun
Meningkat

3. Assasment
a. Kadar Hb pasien menurun, pasien mengalami anemia dan turrunnya
trombosit yang menunjukkan adanya pendarahan sehingga perlu diberi
vitamin K.
b. Pasien mengalami gejala demam, peningkatan leukosit, neutrofl segmen
dan penurunan monosit serta adanya udem pada paru berikut kultur jamur
pada sputum menunjukkan bahwa pasien mengalami infeksi sehingga
perlu diberikan antibiotik bactirom, Pelastin/NaCl, Tygacil/NaCl dan
chloramphenicol.
c. Kadar Alkali fosfotase yang meninggkat pasien menunjukkan adanya
gangguan hati.
d. Kadar PTTK yang meningkat dan HDL kol menurun menunjukkan telah
terjadi gangguan pembekuan darah.
e. Kadar trombosit menurun, menunjukkan adanya pendarahan.
f. Kadar SGOT, SGPT, bilirubin meningkat drastis dan hasil HBsAg yang
postif menunjukkan pasien mengalami hepatitis B kronik
g. Gama GT meningkat menunjukkan terjadinya gangguan hati dan ginjal.
h. Kadar Ca, Na, dan K yang menurun menunjukkan adanya gangguan
keseimbangan elektrolit.
i. Troponin ultra yang meningkat menunjukkan telah terjadinya trombolisis.

j. Kadar asam urat yanng tinggi menunjukan pasien mengalami kelebihan


purin.
4. Plan
Nama
Bactirom
Vit K

Dosis

Dosis seharusnya

PLAN

3x1 g

0,5 2 g IV/hari

Tetap digunakan

2 x 1 amp

Maksimal 30

Tetap digunakan

Mcg/hari
Nicholin 250

3 x 2 amp

100-300 mg 2x1

Tetap digunakan

Livola

3amp/12 j

10 amp/hari

Tetap digunakan

Ozyd

2 x 1 amp

20 mg sehari

Tetap digunakan

Medixon 125

3 x 0,5 amp

30 mg tiap

Tetap digunakan

Ca gluconas

1x1 amp (3hr

10-20 ml

Dipertimbangkan

Pelastin/NaCl 100

2 x 1 amp

1 2 g sehari dibagi Tetap digunakan


3-4 dosis

Tygacil/NaCl100

2 x 1 amp

25 mg/12 jam IV

Tetap digunakan

ATP/20 ws

2 x 1 amp

10 mg

Tetap digunakan

Sotatik

3 x 1 amp

Comafusin hepar

10 mg(@ampul 5 mg)Tetap digunakan

12 tpm

0,5 g/BB/hari

Tetap digunakan

Propanolol

3 x 40

80 mg 2x1

Dipertimbangkan

Laxadin

2x1C

PO:
15-30 ml 1x1 sebelum Tidak digunakan
tidur
Euthyrax

3 x 100

75-200 mcg

Tetap digunakan

Urdahex

3x1

250 mg 3x1

Tetap digunakan

Rantin 150

2x1

150 mg 2x1

Alpentin 100

3x1

300 mg tiap 2 hr

Digunakan
Tetap digunakan

sekali
Chloramphenicol
Carpiaton 100

4 x 500

250 mg PO

Dipertimbangkan

2x1

100 mg 2x1

Tetap digunakan

Allopurinol300

1x1

1-200 mg/hari

Dipertimbangkan

Anemolat

1x1

0,25-1 mg/hari

Tetap digunakan

Cordaron

2x1

0,8-1,6 g 1x1 selama Tetap digunakan


3 minggu

Calos

2x1

1-1,2 g 1x1 atau 0,5- Tidak digunakan


0,6 g 2x1

Calcit 1 mg
Glucan 5

4 x 0,25

0,25-2g/hari

Tetap digunakan

2x2

maksimal 10

Tetap digunakan

tablet/hari
Aspar K

3 x 2 tb

3x1 tablet

Tetap digunakan

Drug Related Problem (DRP)


a. DRP butuh obat : O2 karena pasien mengalami sesak nafas dan obat antivirus
untuk hepatitis berupa lamivudine dengan dosis penyesuaian untuk gangguan
ginjal adalah 100 mg PO 1x1.
b. DRP dosis terlalu tinggi : Bactirom 2x1g untuk terapi antibiotik pada
pengobatan infeksi paru. Dosis yang terlalu tinggi dapat memperbesar resiko
resistensi dan toksisitas obat. Aspar K 3x1tab untuk suplemen kalium pada
gangguan hati. Dosis yang terlalu tinggi mengakibatkan hiperkalemia.
c. DRP tidak butuh obat : Chloramfenicol tidak diperlukan karena sudah ada
antibiotik berupa Bactirom.
d. DRP salah obat : Laxadine tidak perlu digunakan karena beberapa obat
memiliki efek samping diare dan pasien tidak mengalami konstipasi.
Dianggap hanya akan memperparah kondisi pasien karena akan beresiko
menyebabkan terjadinya dehidrasi.
e. DRP interaksi obat :
Calsium carbonat + Gabapentin = Meningkatkan efek gabapentin
+Allupurinol = Menurunkan efek allopurinol
+ Propanolol = Menurunkan efek propanolol
+Levotiroxsin = Menurunkan efek levotiroksin
+kalsitriol

= Meningkatkan efek Calsium carbonas

+ Gabapentin+ Menurunkan konsentrasi gabapentin


Calsium gluconas + Sprironolacton = Menurunkan efek Calsium gluconas
+Propanolol

= Menurunkan efek propanolol

+ metiprednisolon = Menurunkan efek Calsium gluconas


+ levotiroksin= Meningkatkan konsentrasi levotiroksin
Amiodaron

+ Propanolol = Meningkatkan efek propanolo

Propanolol + Spironolacton = Akan meningkatkan potasium serum


Ranitidin + amiodaron = Meningkatkan efek ranitidin
KIE :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Vaksinasi hepatitis B untuk pencegahan terhadap bayi yang baru lahir.


Menghindari hubungan badan dengan orang yang terinfeksi.
Hindari penyalahgunaan obat.
Pemakaian bersama jarum suntik.
Menghindari pemakaian bersama sikat gigi atau alat cukur.
Diet yang seimbang
Segera istirahat bila merasa lelah
Menghindari minuman beralkohol.

TINJAUAN TENTANG OBAT


No.
1.

Nama obat
Bactirom

Komposisi

Dosis

Indikasi

Kontra Indikasi

Efek Samping

Ceftirom sulfat

0,5-1g IV/hari

Baktericoccus

Hipersensitif untuk

Pusing, sesak nafas, ruam,

anaerobic, H. influensa,

cefalosporin

muntah, demam, vaginitis

Mencegah pendarahan

Hipersensitivitas

Dyspne dan hipotensi

Infeksi Helicobactetr

Erlotinib, nelfinavir,

Pusing, sakit perut, diare,

Pylori

rilpivirine

mual, muntah,konstipasi,

S. aureus, S.
pneumonia, dll
2.

Vit K

Vitamin K

Min
30mcg/hari

3.

Ozyd

Omeprazol

20mg/hari

ruam, da batuk
4.

Nicolin

Citicolin

100-300 mg

Ganggua kesadaran

2x1
5.

Livola

L-ornitin-L-

10 amp/hari

aspartat

Hipersensitive

Syok

terhadap citicholin
Mengurangi amonia
pada hepatitis

500 mg
6.

Medixon

Metil

30 mg IV

Lupus, pneumocitis

Infeksi serius yang

Jerawat, GI perforasi,

Prednisolon

setiap 12 jam

tidak diobati

selama 5 hari

hipokalemia alkalosis,
insomnia, kejang, vertigo,
dan menambah berat
badan.

7.

8.

9.

Ca Glukonas

Pelastin

Tygacil

Calcium

1 ampul ca

glukonas

gluconas 10%

Imipenem dan

500 mg setiap

celastatin

6 jam

Tygacil

25 mg/12 jam

Hipokalemia

Infeksi pseudomonas

Infeksi intra abdominal

Kelebihan kalsium

Mual,muntah, hipotensi,

dalam darah dan urine

sakit kepala

Hipersensitif tehadap

Mual, muntah, diare,

inipenem da celastatin

anemia, pusing,demam

Hipersensitif

Mual, munta, diare,

IV

demam, anemia, ruam,


insomnia, dan sesak nafas

10.

ATP

Adenosin

10 mg

Pengobatan penunjang

Hipotensi

pada penyakit otot,

Mual, anoreksia, sakit


kepala,dan rasa gatal.

jantung
11.

Sotatik

Metoklopramid

10 mg

Antispasmodik

HCl
12.

Comafusin Hepar

Asam amino

Hipersensitif dengan
metoclopramid HCl

0,5 g/BB/hari

Kasus-kasus berat

Gagal ginjal dan

insufisiensi hati dengan

hipersensitif terhadap

Kelelahan , diare, sembelit

13.

Propanolol

Propanolol

koma eksogenus

silitol

2x 40mg/hari

Digunakan untuk

Hipersensitif terhadap

Mual, muntah, bradikardi,

(Dosis

mengobati tekanan

propanolol

hipotensi

dinaikkan tiap

darah tinggi

Hipersensitif terhadap

Alergi kulit, pruritus,

fenoftalin

perasaan terbakar,

3-7 hari)
14.

Laxadin

Fenoftalin

1-2 sdm/hari

Obat pencahar

kehilangan cairan dan


elektrolit, diare, mual,
muntah.
15.. Euthyrax

Levothyroxin

12,5-25 mcg

Hipotiroid

PO

Alergi aspirin,

Aritmia, takikardi, diare,

hipersenstif hormon

tremor

tiroid
16.

Urdahex

Asam
ursodeoxycholic

250 mg PO

Batu empedu, penyakit

Kolesistitis akut,

Diare, ruam kulit, mual,

hati kolestatik

obstruksi kandung

muntah, gangguan

empedu, kelainan

pencernaan makanan, sakit

pada usus halus

perut, radang mulut,


pusing, batuk

17.

18.

Rantin

Alpentine

Ranitidine

Gabapentine

150 mg

100 mg

Tukak lambung dan

Penderita gangguan

Diare, nyeri otot, pusing,

usus 12 jari

fungsi ginjal

ruam kulit, mual

Antikejang

Hipersensitif

Mual, muntah

gabapentin
19.

20.

Chloramphenicol

Carpiaton

Chloramphenico 250 mg PO

Obat pilihan untuk

Hipersensitif/

Gangguan saluran

penyakit thypuss dan

mengalami reaksi

pencernaan, reaksi

beberapa bakteri gram

toksik dengan

neurotoksik, reaksi

negatif

kloramfenicol

hipersensitif

Udema dan hipertensi

Anria, insufisiensi

Hiperkalemia dan

ginjal akut,

gangguan saluran cerna

Spironolactone

25-100 mg/hr
PO

hiperkalemia
21.

Allopurinol

Allopurinol

100 mg PO

Gout/kelebihan

Hipersensitif terhadap

Reaksi alergi pada kulit,

produksi asam urat

allopurinol

gangguan GI dan diare

22.

Anemolat

Asam folat

0,25-1 mg/hari

Menurunkan LDL

Anemia pernisiosa

Alergi

23.

Cordaron

Amiodaron HCl

0,8-1,6 g/hari

Aritmia ventricular

Toksisitas paru-paru

Tremor, mual, muntah,

dan bradikardi

hipotiroid, pusing,

PO

insomnia, nyeri perut,

CHF
24.

Calos

Kalsium

500 mg PO

karbonat

Mengurangi asam

Hiperkalciuria,

lambung

hiperkalcemia,

Anoreksia, mual, muntah

hipofosfat
25

26.

Calcit

Glucan

Calcitriol

Beta

0,25-2g/hari

Maksimal 10

glucan sebanyak tablet/hari

Meningkatkan absorpsi

Mual, muntah, sakit

Tidak boleh diberikan pada

kalsium

kepala

pasien hiperkalsemi

Agen imunomudulator-

Hipersensitif glucan

Tidak ada efek samping

imunoregulator alami

serius

27,7% atau
53,75 mg tiap
250 mg tablet
27.

Aspar K

K L-Aspartat

300 mg 3x1

Suplemen tambahan

Hipersensitif, Gagal

300mg

PO

untuk penyakit jantung

ginjal berat

& hati.

Hiperkalemia

DAFTAR PUSTAKA

Dastgerdi, Elham Shirvani, U lf Herbers, and Frank Tacke. 2012. Molecular and
Clinical Aspects of Hepatitis D Virus Infections. Germany : University
Hospital Aachen. World Journal of Virology, 1 (3) : 71-78
Dipiro, J.T., Talbert, R. L., Yee, E. C., Matzke, G. R., Wells, B. G. And Posey, L.
M., 2008, Pharmacotherapy a Pathophysiologic Approach, Seventh
Edition, 676, 685, The MCGraw-Hill Inc, United States
Gordon, Stuart. 2001. Management of Chronic Viral Hepatitis. Marcel Dekker :
Yew York
Greene, R. J. and Harris, N. D, 2008, Pathology and Therapeutics for
Pharmacist, Third Edition, 157-158, Pharmaceutical Press, London
Hall, Gairy. 2007. Hepatitis A, B, C, D, E, G : An Update. Boston :Northeastern
University. Ethnicity & Disease, Volume 17
Kee, Joyce Lefever. 2003. Pedoman Pemeriksaan Laboratorium Dan
Diagnostik. dialih bahasakan oleh Sari Kurnianingsih. Penerbit Buku
Kedokteran EGC. Jakarta
Kementrian Kesehatan.2011. Pedoman Interpretasi Data Klinik. Jakarta: Bakti
Husada
Misnadiarly. 2007. Mengenal, Menanggulangi, Mencegah & Mengobati
Penyakit Hati (LIVER). Jakarta : Pustaka Obor Populer
Pagana, Kathleen Deska and Timothy J. Pagana. 2006. Mosbys Manual Of
Diagnostic and Laboratory Tests. Third edition. Mosby Inc. United
Stated Of America
Pawlotsky, Jean Michel. 2012. New Antiviral Agents For Hepatitis C. Biology
Reports. (4) : 5
Ramadori, G., F. Moriconi, I. Malik, and J. Dudas. 2008. Physiology and
Pathophysiology of Liver Inflammation, Damage and Repair. Germany :
University Goettingen. Journal of Physiology and Pharmacology, No. 59.
Suppl 1, 107-117

Sacher, Ronald A., and Richard A.McPherson. 2004. Tinjauan Klinis Hasil
Pemeriksaan Laboratorium. Edisi 11. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jakarta
Tatro, David. S., 2008. Drug Interactions Facts. Wolter Kluwer Health. United
State Of America
World Health Organization. 2001. Hepatitis Delta. WHO. Geneva.

Anda mungkin juga menyukai