Anda di halaman 1dari 13

1

VARISELA
Merlin Sari Mutma Indah, S.Ked
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin
Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya/RSUP Dr.Mohammad Hoesin Palembang 2014

PENDAHULUAN
Varisela adalah penyakit infeksi yang ringan dan sangat menular, terutama pada anakanak, ditandai secara klinis dengan erupsi vesikular generalisata kulit dan membran mukosa. 1,2
Varisela dikenal juga dengan istilah chickenpox yang berasal dari kata chiche-pois, yang
berasal dari kata chickpea, yang di Indonesia dikenal sebagai kacang garbanzo atau kacang
arab yang merujuk pada ukuran dan tekstur permukaan vesikel pada varisela yang menyerupai
kacang tersebut.3 Varisela pertama kali dikenal pada tahun 1875 oleh Steiner yang
menginokulasikan cairan dari vesikel yang terdapat pada pasien varisela. Pada saat itu varisela
menyebabkan banyak kematian, hingga akhirnya ditemukan vaksin terhadap virus herpes
zoster yang mulai diperkenalkan pada tahun 1995.2 Penyakit ini disebabkan oleh infeksi
primer virus Herpes zoster.4 Varisela menyebar dengan cepat melalui udara, baik pada saat
batuk, bersin, bersentuhan, atau bernapas, dari individu yang terinfeksi ke individu lain yang
tidak pernah menerima vaksin varisela.6
Di Eropa dan Amerika pada saat sebelum era vaksinasi, 90% kasus muncul pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5 % pada individu yang berusia lebih dari 15
tahun.7 Insiden tertinggi yaitu 39% dari semua kasus terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun.
Reaktivasi infeksi varisela laten akan menimbulkan penyakit herpes zoster, yang dapat
muncul pada 20% dewasa sehat dan 50% individu immunokompromais.3
Varisela adalah penyakit yang bersifat self-limited, namun kadang dapat menimbulkan
komplikasi yang berat dan kematian, terutama pada bayi, dewasa, dan individu dengan sistem
imun yang lemah.5,6 Sebagai dokter yang bertanggung jawab memberikan pelayanan
kesehatan tingkat 1, diperlukan kemampuan untuk mendiagnosis dan memberikan tatalaksana
yang tepat untuk menghindari timbulnya komplikasi yang tidak diinginkan tersebut.
EPIDEMIOLOGI
Varisela tersebar di seluruh bagian dunia, namun insidensi berbeda pada daerah dengan
iklim sedang dan pada daerah dengan iklim tropis, dan pada populasi yang telah menerima
vaksin varisela dan yang belum. Pada daerah iklim sedang dan tidak terdapat vaksin varisela,

varisela merupakan kejadian endemik, dengan prevalensi berulang yang berlangsung secara
musiman pada musim dingin dan musim semi.7
Di Eropa dan Amerika pada saat sebelum era vaksinasi, 90% kasus muncul pada anak
berusia kurang dari 10 tahun dan kurang dari 5 % pada individu yang berusia lebih dari 15
tahun.7 Insiden tertinggi yaitu 39% dari semua kasus terdapat pada kelompok usia 1-4 tahun.
Tingginya angka kejadian pada usia ini bisa disebabkan karena paparan terhadap VZV yang
lebih cepat di tempat bermain anak atau tempat perawatan kesehatan anak-anak.8 Risiko untuk
dirawat dan meninggal lebih tinggi pada bayi dan dewasa dibandingkan dengan pada anakanak. Pada daerah tropis dan subtropis, kejadian pada dewasa lebih tinggi daripada di daerah
dengan iklim sedang.7
Adanya vaksin varisela sangat mempengaruhi angka kejadian penyakit ini. Dari 1995
hingga 2000, kasus varisela yang dilaporkan menurun sebanyak 71% hingga 84%, dan pada
2002, insiden varisela menurun dari 2.63 menjadi 0.92 kasus / 1000 orang per tahun. 7 Dan
jika dibandingkan dengan tahun 2004, kasus varisela menurun hingga 83-93 %. Kasus
menurun terutama pada anak usia 1-4 tahun dan 5-9 tahun.8
ETIOLOGI DAN PATOGENESIS
Varisela disebabkan oleh virus Varicella zoster (VZV).7 VZV merupakan virus DNA
rantai ganda yang berukuran medium (diameter 100-200 nm), merupakan bagian dari
kelompok virus herpes dan sulit dibedakan dari HSV (Gambar 1).8 Glikoprotein envelope
VZV memiliki peran penting dalam perlekatan pertama dan replikasi virion VZV di sel host.
Paling tidak terdapat enam glikoprotein yang diketahui yang dikode oleh genom VZV.
VZV menginfeksi individu saat partikel virus mencapai sel epitel mukosa pada site of
entry, yaitu traktus respiratorius dan konjungtiva. Virus bereplikasi di nasofaring. 2,9 Replikasi
lokal diikuti dengan penyebaran ke tonsil dan jaringan limfoid regional lain, tempat dimana
VZV memiliki akses ke sel T. Sel T yang terinfeksi kemudian membawa virus ke tempat
replikasi di kulit. VZV menjadi laten di ganglion sensoris setelah transport ke nukleus
neuronal sepanjang akson neuronal atau disertai viremia. Reaktivasi dari latensi menyebabkan
fase kedua replikasi muncul di kulit, yang menimbulkan lesi di dermatom yang diinervasi
oleh ganglion sensoris yang terinfeksi (Gambar 2.a).9

Gambar 1. Struktur partikel virus varicella-zoster15


Partikel enveloped VZV terikat pada membran sel, berfusi dan melepaskan berbagai
protein dalam tegumen, kemudian berlangsung proses duplikasi DNA. Nukleokapsid
terbentuk dan terkemas dalam genomik DNA yang baru, berpindah ke membran nukleus
dalam dan melintasi membran nukleus. Kapsid memasuki sitoplasma, dan glikoprotein virion
menjadi matur di region trans-golgi dan rotein tegument berkumpul di dalam vesikel; kapsid
mengalami envelopment sekunder dan ditransfer ke permukaan sel, dimana partikel virus
yang baru dilepaskan.9 (Gambar 2.b)
Setelah terjadi inokulasi dan replikasi VZV di sel epitel mukosa traktus respiratorius, sel
T tonsil terinfeksi. Sel T keluar dari tonsil melewati sel epitel skuamosa yang membatasi
kripta tonsil. Sel T yang terdapat di tonsil memiliki skin-homing marker, yang dapat
membawa virus melewati sel endotel kapiler ke kulit. Glikoprotein E VZV glycoprotein E
(gE), gI, ORF47 dan ORF66 penting dalam proses infeksi sel T. Protein yang meregulasi
ekspresi gen, yaitu STAT3 dan STAT 1 teraktivasi dan terinhibisi. Mikrovaskular yang banyak
di dasar folikel rambut merupakan tempat bagi sel T untuk berpindah ke kulit sebelum VZV
melakukan replikasi.9

Gambar 2. a. Siklus hidup VZV dalam tubuh dan b. Replikasi virus VZV9

Gambar 3. Proses viremia primer pada varisela9


VZV memiliki beberapa jenis protein yang penting dalam proses patogenesis varisela.
Yang pertama adalah protein ORF61 yang memiliki SUMO-interacting motifs yang penting

untuk dispersi promyelocytic leukaemia nuclear bodies (PML-NBs)67, dan yang kedua adalah
glycoprotein B (gB) yang memiliki immunoreceptor tyrosine-based inhibition motif yang
meregulasi fusi sel dan pembentukan polikaryosit. Replikasi VZV di kulit memicu respon
selular, diantaranya adalah perubahan pada sel yang terinfeksi dan perubahan pada sel yang
tidak terinfeksi yang berdekatan dengan sel yang terinfeksi. VZV menginduksi aktivasi
STAT3, yang memicu ekspresi protein anti-apoptosis surviving dan menghambat ekspresi
IFN dan STAT1. Berlawanan dengan sel yang terinfeksi, sel-sel yang tidak terinfeksi yang
berada di sekitar sel yang terinduksi meningkatkan aktivitas IFNs, STAT1, yang mengaktivasi
IFN-stimulated factors seperti PML, dan transaktivator sel lain serta sitokin.9 (Gambar 4)

Gambar 4. Proses penyebaran VZV ke permukaan kulit yang dibawa oleh sel T
yang terinfeksi9
GAMBARAN KLINIS
Periode inkubasi VZV adalah 14 sampai 16 hari setelah paparan, dengan rentang 10-21 hari.
Gambaran klinis varisela terdiri dari stadium prodromal dan stadium ruam.

Stadium prodromal
Pada anak penyakit ini umumnya lebih ringan dibanding pada dewasa. Pada anak tidak
ada gejala prodromal, kalaupun ada sifatnya ringan, sedangkan pada dewasa lebih berat.
Stadium prodromal ditandai dengan demam selama 2-3 hari, menggigil, sakit kepala,
anoreksia, dan, pada beberapa pasien ditandai dengan sakit tenggorokan dan batuk
kering.7

Stadium ruam

Setelah stadium prodromal berlangsung selama dua atau tiga hari, muncul eritema
skarlitiformis atau morbiliformis atau makula yang dengan cepat berubah menjadi papul
yang kemudian dengan sangat cepat berubah menjadi vesikel yang jernih. Dalam beberapa
jam isi vesikel mulai berubah menjadi keruh dan terbentuk pustul yang dikelilingi oleh
dasar yang berwarna merah.11 Perubahan dari makula ke papul dan pustul terjadi selama
12 jam.7 Makula muncul pertama kali muncul di wajah dan kepala, dan menyebar ke
badan dan ekstremitas. Lesi muncul berturut-turut namun tetap berpusat di bagian sentral
sehingga penyebarannya dikenal dengan istilah sentripetal. Lesi di bagian punggung
distribusinya lebih jarang apabila dibandingkan dengan di skapula dan bokong, dan lebih
banyak di bagian medial dibandingkan bagian lateral ekstremitas. 7 Dalam 2-4 hari
terbentuk krusta kering dan dengan segera akan mengering dan lepas dengan sendirinya
dalam 1 hingga 3 minggu, yang meninggalkan bayangan depresi yang berwarna pink.10
Vesikel pada varisela memiliki ciri berukuran 2 hingga 3 mm dan berbentuk elips.
Vesikel baru terletak superfisial dan berdinding tipis, dan dikelilingi dengan area eritem
yang irregular, yang memberi gambaran dewdrop on a rose petal. Ciri khusus varisela
adalah ditemukan lesi dalam semua stadium, yaitu terdapat makula, papul, vesikel dan
krusta. Vesikel juga terbentuk di membran mukosa mulut, hidung, faring, trakea, traktus
gastrointestinal, traktus urinarius dan vagina.7

Gambar 5. Gambaran lesi polimorfik yang ditemukan pada individu yang menderita
varisela, berupa papul eritem, vesikel, yang dikenal sebagai dew drops on a rose petal,
dan krusta pada dasar yang eritem di wajah dan leher.14

Demam biasanya tetap ada selama masih ada vesikel baru yang muncul. Selain itu,
pruritus juga merupakan gejala yang sangat mengganggu, yang muncul dalam stadium
vesikuler.7
DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG
Diagnosis cukup dengan pemeriksaan klinis saja sangat khas yaitu adanya efloresensi
polimorfik terdiri atas vesikel di atas kulit eritem yang tersebar diskret, pustul, erosi atau
ekskoriasi, dan krusta, khususnya jika terdapat paparan dalam 2 hingga 3 minggu. Pada lesi
awal mungkin hanya ditemukan vesikel diatas kulit eritem yang tersebar diskret.7
Pada pemeriksaan laboratorium, dengan menggunakan tes Tzanck, dapat ditemukan
multinucleated giant cell dan sel epitel yang berisi badan inklusi intranuklear asidofilik pada
sediaan yang diambil dari vesikel yang baru muncul. Punch biopsy dapat dilakukan untuk
diagnosis di fase prevesikular atau pada lesi yang tidak khas seperti pada lesi verukosa kronik
karena adanya VZV yang resisten terhadap asiklovir pada pasien AIDS. Diagnosis definitif
varisela ditegakkan berdasarkan hasil isolasi virus dalam sel kultur yang diinokulasikan
dengan cairan vesikel, darah, cairan serebrospinal atau jaringan yang terinfeksi, atau dengan
identifikasi langsung antigen VZV atau asam nukleat dalam spesimen. Pewarnaan
imunofloresens atau imunoperoksida material seluler dari vesikel atau lesi prevesikular telah
diterapkan di beberapa tempat karena dapat mendeteksi VZV lebih cepat daripada kultur.
Selain itu, immunoflorensens yang merupakan antibodi terhadap membran antigen juga telah
digunakan. PCR, untuk mendeteksi DNA virus, merupakan pmeriksaan dengan spesifisitas
yang sangat tinggi. Tes serologis ELISA juga telah digunakan meskipun spesifisitas dan
sensitivitasnya rendah.7
DIAGNOSIS BANDING
Penyakit-penyakit yang sering menyerupai varisela antara lain eksantem virus
vesikuler (coxsackie, ECHO), impetigo, gigitan serangga, dermatitis kontak, urtikaria papular,
eritema multiformis, erupsi obat, skabies, dan herpes simpleks diseminata.7
KOMPLIKASI
Saat ini komplikasi paling sering adalah infeksi sekunder oleh bakteri S.Aureus atau
Streptococcus grup A yang dapat menimbulkan impetigo, furunkel, selulitis, erysipelas, dan
walaupun jarang, gangren. Pahun 1953 pernah dilakukan penelitian survei berbasis rumah
sakit ditemukan komplikasi varisela pada anak sebanyak 5.2% yang terdiri atas infeksi bakteri

kulit (57%), otitis media (28%) dan pneumonia serta ensefalitis. 4 Orang dewasa dapat
mengalami komplikasi 4 kali lipat lebih banyak dibandingkan pada anak. Pneumonia yang
ditimbulkan dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. Sebagian pasien pneumonia
asimptomatik, namun sebagian yang lain dapat memperlihatkan gejala gangguan respirasi
seprti batuk, sesak napas, takipnea, demam tinggi, nyeri dada pleuritik, sianosis dan
hemoptisis 1-6 hari setelah onset ruam. Gejala yang timbul tidak sesuai dengan temuan pada
pemeriksaan fisik, namun rontgenogram memperlihatkan densitas nodular peribronkial yang
difus di kedua lapang paru dengan kecenderungan terkonsentrasi pada region perihilar dan
pada bagian basal. Manifestasi terhadap sistem saraf pusat bisa dari meningitis aseptik hingga
ensefalitis. Keterlibatan serebelum dapat menyebabkan ataksia cerebellar. Sindroma Reye
adalah komplikasi yang jarang dari varisela dan muncul pada anak yang mengonsumsi aspirin
selama fase akut. Komplikasi yang jarang dari varisela diantaranya gastritis, pankreatitis,
vaskulitis Henoch-Schonlein, glomerulonefritis, myocarditis, arthritis, orchitis, uveitis, iritis,
dan hepatitis.2
Sekuele yang sering dari varisela ini adalah jaringan parut dan keloid. Pada praktek
sehari-hari tampaknya hiperpigmentasi paling sering terjadi akibat varisela.
TATALAKSANA

Terapi Topikal
Pada anak, kompres dingin atau losio calamine, antihistamin oral dan mandi dengan
air hangat kuku dengan baking soda atau gandum koloid dapat mengurangi rasa gatal.
Krim dan losio yang berisi glukokortikoid dan salep yang bersifat oklusif sebaiknya tidak
digunakan. Antipiretik dan antibiotik juga diperlukan, terutama apabila terjadi selulitis
bakterial. Infeksi bakteri minor dapat diobati dengan cara mengompres dengan air hangat.7

Terapi Antiviral
Terapi antiviral digunakan pada individu dengan varisela yang memiliki kecenderungan
untuk mengalami penyakit yang lebih berat, yaitu individu yang berusia lebih dari 12
tahun, individu dengan penyakit kulit dan penyakit paru kronik, individu yang menerima
terapi steroid, dan beberapa kelompok wanita hamil. 13 Berdasarkan penelitian, pengobatan
dengan asiklovir dalam waktu 24 jam sejak timbulnya ruam dapat mengurangi jumlah lesi
yang muncul, waktu berhentinya pembentukan lesi baru, dan durasi munculnya ruam,
demam, dan gejala lain. Pengobatan yang dimulai lebih dari 24 jam setelah onset ruam

tidak efektif. Pengobatan varisela dapat dikelompokkan atas usia dan bagaimana kondisi
kesehatan pasien secara umum.
o Pada anak
Meskipun beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pemberian antivirus
pada varisela tidak memberikan hasil yang lebih baik daripada tidak diberikan apaapa, pemberian antivirus masih dilakukan karena permberian antivirus dianggap
sebagai inisiasi pengobatan yang lebih cepat sehingga menjadi lebih siap dalam
menghadapi munculnya kasus sekunder.7
o Pada dewasa
Pemberian asiklovir dapat mengurangi jumlah lesi dan waktu berhentinya
pembentukan lesi baru. 7
o Pada wanita hamil
Pada wanita hamil, pemberian asiklovir dapat digunakan pada infeksi yang terjadi
di trimester ketiga, saat teerdapat risiko tinggi terjadinya varisela pneumonia, dan saat
infeksi dapat menular ke anak.7
o Pada pasien imunikompromais
Pemberian asiklovir intravena pada pasien imunokompromais dapat mengurangi
insiden komplikasi viseral yang mengancam nyawa.7
Tabel 3. Obat dan regimen untuk pengobatan varisela7
Kelompok Pasien
Normal
Neonatus

Regimen
Asiklovir 10 mg/kg atau 500mg/m 2
setiap 8 jam selama 10 hari

Anak-anak

Pengobatan simptomatik saja, atau


Valasiklovir 20 mg/kg setiap 8 jam
untuk 5 hari (tidak lebih dari 3g/hari)
atau
Asiklovir 20 mg/hari p.o 4 kali
sehari selama 5 hari (tidak melebihi
3200 mg/hari)

Remaja (40 kg) atau dewasa,

Valasiklovir 1 g p.o setiap 8 jam

khususnya individu dengan

selama 7 hari atau Famsiklovir 500

imunokompromais ringan

mg p.o setiap 8 jam selama 7 hari

10

(misalkan. Menggunakan

atau Asiklovir 800 mg p.o setiap 8

glukokortikoid inhaled)

jam selama 7 hari

Pneumonia

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam


selama 7-10 hari

Hamil

Konsumsi asiklovir secara rutin


tidak direkomendasikan
Jika

ada

komplikasi,

(misalnya

pneumonia), obati pneumonia seperti


rekomendasi di atas
Imunokompromais
Varisela ringan atau

Valasiklovir 1 gr p.o setiap 8 jam

imunokompromais ringan

selama 7-10 hari atau Famsiklovir


500 mg p.o setiap 8 jam selama 7-10
hari atau Asiklovir 800 mg p.o lima
kali sehari selama 7-10 hari

Varisela berat atau kompromais

Asiklovir 10 mg/kg i.v setiap 8 jam

berat

untuk 7-10 hari

Resisten terhadap asiklovir

Foscarnet 40mg/kg i.v setiap 8 jam


hingga sembuh

Varisela sebenarnya pada anak-anak dengan sistem imun yang normal dapat sembuh
sendiri dan hanya perlu diobati gejala yang muncul saja, seperti antipiretik jika pasien demam,
antihistamin, lotio calamine dan mandi dengan air hangat untuk mengurangi gejala gatal.7
PENCEGAHAN
Vaksin terhadap VZV dapat dibagi menjadi dua. Yang pertama yaitu vaksin pasif berupa
pemberian immunoglobulin Varicella zoster yang diberikan pada semua individu
imunokompromais yang terpapar varisela untuk pertama kalinya dan pada wanita hamil serta
neonatus

yang

ibunya

terinfeksi

sesaat

sebelum

melahirkan.

Pada

individu

immunokompromais, dosis yang direkomendasikan adalah 123 U/kg dan diberikan dalam 96
jam pertama sejak paparan.
Vaksin yang kedua adalah vaksin berupa VZV hidup yang telah dilemahkan. Vaksin ini
pertama kali diterima oleh FDA pada Maret 1995. Vaksin jenis kedua ini direkomendasikan

11

untuk diberikan pada semua anak ada usia 12 bulan dan 4-6 tahun, untuk meningkatkan
proteksi serta membentuk imunitas terhadap VZV.3
Di Indonesia, vaksin varicella tidak termasuk ke dalam program imunisasi rutin, namun
tersedia di tempat praktek dokter spesialis anak, serta rumah sakit (RS). Ketersediaan di
lapangan biasanya tergantung penawaran dan permintaan dari pasar. Berdasarkan informasi
dari Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), terdapat 3 (tiga) vaksin varicella yang
terdaftar di Indonesia, yaitu Varilix, Okavax, dan Varicella Vaccine KGCC. 11 Berdasarkan
rekomendasi IDAI, vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik
pada umur sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu
2 dosis dengan interval minimal 4 minggu.12
PROGNOSIS
Varisela merupakan penyakit yang bersifat self-limited disease dan prognosisnya baik,
tapi pada beberapa pasien tertentu seperti pada pasien yang imunokompromais, infeksi dapat
berkembang sehingga timbul komplikasi yang mengancam nyawa.
RINGKASAN
Varisela adalah penyakit infeksi yang ringan dan sangat menular, terutama pada anakanak, ditandai secara klinis dengan erupsi vesikular generalisata kulit dan membran mukosa. 1,2
Penyakit ini disebabkan oleh infeksi primer virus Herpes zoster.4 Varisela adalah penyakit
yang bersifat self-limited, namun kadang dapat menimbulkan komplikasi yang berat dan
kematian, terutama pada bayi, dewasa, dan individu dengan sistem imun yang lemah. 5,6 VZV
menginfeksi individu saat partikel virus mencapai sel epitel mukosa pada site of entry, yaitu
traktus respiratorius dan konjungtiva. Virus bereplikasi di nasofaring.2,9 Replikasi lokal diikuti
dengan penyebaran ke tonsil dan jaringan limfoid regional lainnya, tempat dimana VZV
memiliki akses ke sel T. Sel T yang terinfeksi kemudian membawa virus ke tempat replikasi
di kulit.9
Varisela bermanifestasi sebagai stadium prodromal ditandai dengan demam selama 2-3
hari, menggigil, sakit kepala, anoreksia, dan, pada beberapa pasien ditandai dengan sakit
tenggorokan dan batuk kering dan stadium ruam yaitu ditemukannya lesi dalam semua
stadium, yaitu terdapat makula, papul, vesikel dan krusta. Demam biasanya tetap ada selama
masih ada vesikel baru yang muncul. Pruritus juga merupakan gejala yang sangat
mengganggu, yang muncul dalam stadium vesikuler.7 Diagnosis cukup dengan pemeriksaan
klinis saja sangat khas dan sebagai tambahan pada pemeriksaan laboratorium, dengan

12

menggunakan tes Tzanck, dapat ditemukan multinucleated giant cell dan sel epitel yang berisi
badan inklusi intranuklear asidofilik pada sediaan yang diambil dari vesikel yang baru
muncul.
Terapi topikal yang diberikan dapat berupa kompres dingin atau losio calamine,
antihistamin oral dan mandi dengan air hangat-hangat kuku dengan baking soda atau gandum
koloid dapat mengurangi rasa gatal. Antiviral dapat digunakan pada 24 jam pertama sejak
onset ruam pada individu yang berusia lebih dari 12 tahun, individu dengan penyakit kulit dan
penyakit paru kronik, individu yang menerima terapi steroid, dan beberapa kelompok wanita
hamil. Vaksin varisela dapat diberikan setelah umur 12 bulan, namun terbaik pada umur
sebelum masuk sekolah dasar. Bila diberikan pada umur lebih dari 12 tahun, perlu 2 dosis
dengan interval minimal 4 minggu.12

13

DAFTAR PUSTAKA

1. Brooks, GF., Carrol, KC., Butel, JS., Morse, SA. 2007. Jawetz, Melnick, & Adelbergs
Medical Microbiology, 24th Edition. Chapter 33. Herpesviruses. McGraw-Hills Access
Medicine: USA. Page: 439
2. Center for Disease Control and Prevention. Epidemiology and Prevention of Vaccine
Preventable Diseases (The Pink Book), 12th edition: Chapter 21. Varicella. Available from
http://www.cdc.gov [Last accessed on 2014 June 5]
3. Madkan, Vandana, et. Al. Human Herpes Virus. In: Bolognia, Jean L, et al. editors.
Bolognia: Dermatology. USA: Elsevier Saunders. Page: 79.1-.16
4. Kartowigno, Soenarto. 2012. Sepuluh besar kelompok penyakit kulit edisi kedua.
Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit & Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas
Sriwijaya/ RSUP Dr.M.Hoesin Palembang
5. Center for Disease Control and Prevention. Varicella Death of an Unvaccinated,
Previously Healthy Adolescent Ohio, 2009. Available from http://www.cdc.gov [Last
accessed on 2014 June 5]
6. Center for Disease Control and Prevention. Chickenpox (Varicella) Overview. Available
from http://www.cdc.gov [Last accessed on 2014 June 5]
7. Straus, Stephen E., Oxman MN, Schmader KE. Varicella and Herpes Zoster. Fitzpatricks
Dermatology In General Medicine. 8th Ed. New York: McGraw Hill. Page: 2383-400
8. Mims, Cedric, HM Dockrell, RV Goering, I Roitt. Medical Microbiology third edition.
USA: Elsevier Saunders. Page: 405
9. Zerboni L, Sen N, Oliver SL, Arvin AM. Molecular mechanisms of varicella zoster virus
pathogenesis. Nature Reviews Microbiology. 2014 (12): 197210
10. Starling JC. Virus Infection. In: Burn T et al, editors. Rooks Textbook of Dermatology.
8th Ed. Massachusetts: Blackwell Publishing. Chapter 25.22
11. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Tidak Ada Kekosongan Vaksin Cacar Air
Tersedia pada http://www.depkes.go.id/ [Diakses 6 Juni 2014]
12. IDAI. Jadwal Imunisasi IDAI 2014. Tersedia pada http://www.idai.or.id [Diakses 6 Juni
2014]
13. Center for Disease Control and Prevention. Chickenpox (Varicella) Prevention &
Treatment. Available from http://www.cdc.gov [Last accessed on 2014 June 14]
14. Wolff, Klaus, RA Johnson, D Suurmond. Color Atlas & Synopsis of Clinical
Dermatology. Section 25. Viral Infection of Skin and Mucosa: McGraw-Hill Companies.
Page: 831
15. Grose, Charles. Varicella-Zoster Virus: Less Immutable than Once Thought. Pediatrics:
Official Journal of the American Academy of paediatrics. 2014: 1027-28

Anda mungkin juga menyukai