Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penerapan akuntansi pada pemerintahan sebelum dilakukan
reformasi pengelolaan keuangan negara, telah menerapkan
sistem pencatatan single entry. Pada

sistem pencatatan ini

menurut (Halim dalam Hafiz 2011:2) pencatatan transaksi


ekonomi dilakukan dengan mencatat satu kali, transaksi yang
berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada sisi penerimaan
dan transaksi ekonomi yang berakibat berkurangnya kas akan
dicatat pada sisi pengeluaran. Hasil dari sistem pencatatan ini,
pemerintah tidak memiliki catatan tentang piutang dan utang,
apalagi catatan tentang aset tetap yang dimiliki dan ekuitas.
Sehingga selama itu pemerintah tidak pernah menampilkan
neraca sebagai salah satu bentuk laporan keuangan yang umum
kita kenal guna menggambarkan posisi keuangan pemerintah.
Hal ini disebabkan juga karena basis akuntansi yang digunakan
selama ini adalah basis kas, pada basis ini menurut (Bastian,
2009: 121) hanya mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar.
Setelah pemerintah melakukan reformasi pengelolaan
keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pada
pemerintah daerah, dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah
(PP) No. 24 Tahun 2005 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan.
Pada SAP tersebut menyatakan bahwa laporan keuangan pokok

terdiri dari: a) Laporan Realisasi Anggaran, b) Neraca, c) Laporan


Arus Kas dan d) Catatan Atas Laporan Keuangan. Dalam SAP ini
sistem pencatatan single entry yang sebelumnya digunakan,
beralih ke sistem pencatatan double entry, pada sistem ini
menurut (Abdul Halim, dalam Abdul Hafiz 2011) pada dasarnya
suatu transaksi ekonomi dicatat dua kali pada sisi debet dan sisi
kredit. Tidak hanya itu saja, pada SAP ini basis pencatatan yang
digunakan adalah basis transisi yaitu basis kas menuju akrual.
Standar Akuntansi Pemerintah (SAP) berdasarkan Peraturan
Pemerintah (PP) No. 24 Tahun 2005 tersebut pada tahun 2010
disempurnakan dengan PP No. 71 Tahun 2010. Secara konseptual
kebijakan tersebut diambil dalam kerangka proses penguatan
public sector governance di Indonesia. Standar tersebut tidak
berdiri sendiri tetapi juga disokong oleh peraturan lain seperti
Undang-undang (UU) No.17 Tahun 2003 tentang keuangan
Negara dan UU No.1 Tahun 2004 mengenai perbendaharaan
Negara.
Perubahan yang sangat mendasar dalam Standar Akuntansi
Pemerintahan yang baru dibandingkan dengan SAP (2005)
adalah diterapkannya SAP full accrual basis yakni mengakui
pendapatan, beban, aset, utang, dan ekuitas dalam pelaporan
finansial berbasis akrual, serta mengakui pendapatan, belanja,
dan

pembiayaan

dalam

pelaporan

pelaksanaan

anggaran

berdasarkan basis yang telah ditetapkan dalam Anggaran

Pendapatan

dan

Belanja

Negara

(APBN)

atau

Anggaran

Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) (Titik, 2012).


SAP mengatur tiga hal, yaitu; (1) mengatur

masalah

pengakuan yang membahas kapan suatu transaksi diakui untuk


dicatat, (2) mengatur masalah pengukuran yang membahas
bagaimana menetapkan nilai uang untuk dicatat dalam pos-pos
laporan keuangan, dan (3) mengatur masalah pengungkapan
basis akuntansi yaitu masalah pengakuan transaksi. Untuk
menentukan kapan suatu transaksi dicatat, digunakan basis
akuntansi atau sistem pencatatan (Halen dan Diana, 2013)
Menurut pemerintah, melalui implementasi standar akuntansi
berbasis akrual, kualitas penyajian informasi keuangan organisasi
pemerintah dapat ditingkatkan. Kualitas laporan keuangan yang
baik bermanfaat untuk mengetahui efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik yang disediakan, manajemen dan pengendalian
aset negara, perencanaan, penyusunan program dan anggaran.
Informasi keuangan sektor yang berkualitas akan mengurangi
kesenjangan

informasi

(information

asymmetric)

antara

pemerintah dengan masyarakat dan stakeholder lain atas


penggunaan dan alokasi keuangan negara. Standar akuntansi
berbasis

akrual

diharapkan

dapat

meningkatkan

relevansi,

netralitas, ketepatan waktu, kelengkapan dan komparabilitas


laporan

keuangan

pemerintah

sebagai

bagian

dari

upaya

peningkatan tata kelola sektor publik yang lebih baik (Halim dan
Kusufi, dalam Titik 2012).
Dalam penerapan SAP 2010 tentang standar akuntansi
berbasis akrual masih banyak kendala yang dihadapi pemerintah
pusat maupun pemerintah daerah, hal ini dapat dilihat dari hasil
pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan terhadap laporan
keuangan pemerintah daerah (LKPD) pada Semester kedua
Tahun 2013. Dari hasil tersebut terlihat masih sedikit laporan
keuangan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah yang
memperoleh opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) dari Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK). Dari hasil pemeriksaan terhadap 108
LKPD Tahun 2012, BPK memberikan opini WTP atas 7 LKPD, opini
WDP atas 52 LKPD, opini TW atas 2 LKPD, dan opini TMP atas 47
LKPD.
Adapun permasalahan-permasalahan atas LKPD Tahun 2012
yang tidak memperoleh opini WTP antara lain adalah adanya
pembatasan lingkup pemeriksaan, aset tetap yang belum
dilakukan inventarisasi dan penilaian, penatausahaan kas yang
tidak sesuai dengan ketentuan, kelemahan pengelolaan yang
material pada akun aset tetap, kas, piutang, persediaan,
investasi permanen dan non permanen, aset lainnya, belanja
pegawai, belanja barang dan jasa, serta belanja modal. Selain
permasalahan diatas, salah satu yang menyebabkan terjadinya
LKPD yang tidak mendapatkan opini WTP dari BPK RI adalah

kelangkaan sumber daya manusia aparatur yang memiliki


kompetensi

yang

memadai

untuk

menyelenggarakan

administrasi keuangan negara. (Abdul Hafiz, 2011:6).


Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) kota gorontalo
pada tahun anggaran 2012 mendapatkan opini Wajar Dengan
Pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK),
menurut pendapat BPK LKPD Kota Gorontalo telah menyajikan
secara wajar dalam semua hal yang material, posisi keuangan
Pemerintah Kota Gorontalo per 31 Desember 2012, Laporan
Realisasi Anggaran (LRA), Laporan Arus Kas (LAK) dan Catatan
Atas Laporan Keuangan (CaLK) untuk tahun yang berakhir pada
tanggal tersebut sesuai dengan Standar Akuntansi Pemerintah,
Kecuali terdapat selisih lebih dan selisih kurang antara nilai pada
Neraca dengan Kartu Inventaris Barang.
Pemerintah Kota Gorontalo dalam pengelolaan keuangan
selama 5 tahun terakhir masih menggunakan basis pencatatan
transisi yaitu basis kas menuju akrual, dan sampai dengan tahun
2013, Pemerintah Kota (Pemkot) Gorontalo belum melaksanakan
P.P. Nomor 71 tahun 2010 yaitu basis akrual. Kendala yang
dihadapi Pemkot Gorontalo antara lain, kurangnya tingkat
pemahaman accrual basis, tenaga akuntan sangat terbatas,
pelatihan telah dilakukan tetapi belum maksimal karena basis
akuntansi

ini

dirasa

lebih

sulit

jika

pengakuan transaksi yang berbasis kas.

dibandingkan

dengan

Peneliti sebelumnya Halen dan Diana (2013), yang meneliti


di Kabupaten Jember, memperoleh hasil bahwa pengaruh ketiga
variabel

yakni

tingkat

pemahaman,

pelatihan,

dan

pendampingan aparatur berpengaruh positif terhadap penerapan


akuntansi berbasis akrual secara bersama-sama, dan pengaruh
ketiga variabel independen (tingkat pemahaman, pelatihan, dan
pendampingan

aparatur)

secara

parsial

adalah

signifikan

terhadap penerapan standar akuntansi berbasis akrual.


Dari penelitian diatas, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian yang berjudul

Pengaruh Tingkat Pemahaman Dan

Pelatihan Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan SAP


Berbasis Akrual Sesuai Dengan PP No. 71 Tahun 2010, dengan
lokasi penelitian yang berbeda, yakni pada Pemerintah Kota
Gorontalo. Penelitian ini hanya meneliti dua variabel independen
yaitu tingkat pemahaman dan pelatihan.
Penelitian ini diharapkan akan bermanfaat bagi dinas di
lingkungan pemerintah Kota Gorontalo dalam meningkatkan
pemahaman dan pelatihan staffnya terhadap standar akuntansi
berbasis akrual. Selain itu penelitian ini juga diharapkan menjadi
referensi bagi penelitian selanjutnya terkait dengan judul yang
sama dimasa yang akan datang.
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas,

maka

dapat

beberapa masalah penelitian, sebagai berikut :

diidentifikasi

1. Sampai dengan tahun anggaran 2013, pemerintah kota


gorontalo

masih

belum

menerapkan

standar

akuntansi

berbasis akrual dalam laporan keuangan pemerintah daerah.


2. Banyak aparatur pemerintah daerah yang masih belum
memahami standar akuntansi berbasis akrual sesuai dengan
PP No.71 Tahun 2010.
3. Pemerintah kota gorontalo masih mendapatkan opini wajar
dengan pengecualian (WDP) dari Badan Pemeriksa Keuangan
(BPK).
1.3 Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka perumusan masalah dalam
penelitian ini adalah :
1. Apakah tingkat pemahaman aparatur pemerintah daerah
berpengaruh terhadap standar akuntansi berbasis akrual ?
2. Apakah tingkat pelatihan aparatur pemerintah daerah
berpengaruh terhadap standar akuntansi berbasis akrual ?
3. Apakah tingkat pemahaman dan pelatihan aparatur
pemerintah daerah berpengaruh terhadap penerapan standar
akuntansi berbasis akrual ?
1.4 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah diatas, maka tujuan dalam
penelitian ini adalah :
1. Mengetahui apakah tingkat pemahaman aparatur pemerintah
daerah berpengaruh terhadap standar akuntansi berbasis
akrual.
2. Mengetahui apakah tingkat pelatihan aparatur pemerintah
daerah berpengaruh terhadap standar akuntansi berbasis
akrual.

3. Mengetahui

apakah

tingkat

aparatur

pemerintah

pemahaman

daerah

dan

berpengaruh

pelatihan
terhadap

penerapan standar akuntansi berbasis akrual.


1.5 Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dengan penelitian ini adalah :
a. Manfaat Teoritis, yakni penelitian ini diharapkan dapat
menjadi pembuktian empiris tentang pengaruh pemahaman
dan

pelatihan

pemerintah

daerah

terhadap

penerapan

standar akuntansi berbasis akrual dan dapat memberikan


masukan ataupun kerangka acuan bagi peneliti lain pada
masa yang akan datang.
b. Manfaat Praktis, yakni

penelitian

ini

diharapkan

dapat

memberikan masukan bagi pemerintah Kota Gorontalo dalam


hal penerapan standar akuntansi berbasis akrual.

BAB II
KAJIAN TEORITIS DAN HIPOTESIS
2.1 Kajian Teoritis
2.1.1
Perkembangan
Daerah
Penerapan
dilakukan

Akuntansi

akuntansi

reformasi

pada

pengelolaan

Pada

Pemerintah

pemerintahan
keuangan

sebelum

negara,

menerapkan sistem pencatatan single entry. Pada

telah
sistem

pencatatan ini menurut (Halim dalam Hafiz 2011:2) pencatatan


transaksi

ekonomi

dilakukan

dengan

mencatat

satu

kali,

transaksi yang berakibat bertambahnya kas akan dicatat pada


sisi

penerimaan

dan

transaksi

ekonomi

yang

berakibat

berkurangnya kas akan dicatat pada sisi pengeluaran.


Hasil dari sistem pencatatan ini, pemerintah tidak memiliki
catatan tentang piutang dan utang, apalagi catatan tentang aset
tetap yang dimiliki dan ekuitas. Sehingga selama itu pemerintah

tidak pernah menampilkan neraca sebagai salah satu bentuk


laporan keuangan yang umum kita kenal guna menggambarkan
posisi keuangan pemerintah. Hal ini disebabkan juga karena
basis akuntansi yang digunakan selama ini adalah basis kas,
pada basis ini menurut (Indra Bastian, 2009: 121) hanya
mengakui arus kas masuk dan arus kas keluar. Rekening
keuangan akhir akan dirangkum dalam buku kas sehingga
laporan keuangan tidak bisa dihasilkan karena ketiadaan data
tentang aset dan kewajiban.
Setelah pemerintah melakukan

reformasi

pengelolaan

keuangan negara baik pada pemerintah pusat maupun pada


pemerintah daerah, terutama ditetapkannya Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara. Selanjutnya
ditetapkan

Undang-Undang

Perbendaharaan

Negara.

Nomor
Pada

Tahun

2004

Undang-Undang

tentang
tersebut

disebutkan bahwa akuntansi keuangan diselenggarakan sesuai


standar akuntansi pemerintahan. Pada pasal 57 disebutkan
bahwa menyusun standar akuntansi pemerintahan yang berlaku
baik

pada

pemerintah

pusat

maupun

pemerintah

daerah,

pemerintah membentuk Komite Standar Akuntansi Pemerintahan


(KSAP).
Sesudah Undang-undang nomor 1 Tahun 2004 tersebut
ditetapkan, selanjutnya ditetapkan Undang-Undang No. 32 Tahun
2004

tentang

Pemerintahan

Daerah.

10

Dilanjutkan

dengan

ditetapkan

Undang-Undang

No.

33

tahun

2004

tentang

Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah.


Dan pada tanggal 13 Juni 2005 Pemerintah RI menetapkan
Peraturan Pemrintah No. 24 Tahun 2005 tentang Standar
Akuntansi Pemerintahan. Pada SAP tersebut menyatakan bahwa
laporan keuangan pokok terdiri dari: a) Laporan Realisasi
Anggaran, b) Neraca, c) Laporan Arus Kas dan d) Catatan Atas
Laporan Keuangan. Dalam SAP ini sistem pencatatan single entry
yang sebelumnya digunakan, beralih ke sistem pencatatan
double entry, pada sistem ini menurut (Abdul Halim, dalam Abdul
Hafiz 2011) pada dasarnya suatu transaksi ekonomi dicatat dua
kali pada sisi debet dan sisi kredit. Tidak hanya itu saja, pada SAP
ini basis pencatatan yang digunakan adalah basis transisi yaitu
basis kas menuju akrual.
Setelah lebih kurang lima tahun berlalu, pemerintah
melalui KSAP mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 71
tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Berbasis Akrual. Pada SAP
berbasis akrual ini, beberapa isu perubahan yang perlu dipahami
menurut (Abdul Hafiz, 2011) adalah :
1. Laporan keuangan pokok yang disusun pada SAP lama (PP
No.24/2005) terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran,
b. Neraca,
c. Laporan Arus Kas, dan
d. Catatan atas Laporan Keuangan.

11

Sedangkan pada SAP baru ( PP No.71/2010), komponen


laporan keuangan terdiri dari :
a. Laporan Realisasi Anggaran (LRA),
b. Laporan Perubahan Saldo Anggaran
c.
d.
e.
f.
g.

Lebih

(Laporan

Perubahan SAL),
Neraca,
Laporan Operasional (LO),
Laporan Arus Kas (LAK),
Laporan Perubahan Ekuitas (LPE), dan
Catatan atas Laporan Keuangan (CaLK).

2. Hubungan antar Laporan Keuangan terbagi atas laporan:

Laporan Finansial

LO

LPE

Neraca

LRAyang digunakan pada SAP


Laporan
3. Basis pencatatan
lama yaitu basis
Laporan Pelaksanaan Anggaran
Perubahan SAL
kas menuju akrual. Sedangkan pada SAP baru, basis yang
digunakan yaitu basis akrual.
4. Dalam penyusunan Laporan Realisasi Anggaran, pemerintah
tetap

menggunakan

basis

kas,

sedangkan

penyusunan

Neraca dan Laporan Operasional menggunakan basis akrual.


Dampak dari perkembangan dan perubahan-perubahan yang
terjadi tentu memerlukan kesiapan sumber daya manusia pada
pemerintah daerah, yang didukung dengan adanya keinginan
dari kepala daerah untuk mengelola keuangan secara transparan
dan akuntabel.

12

2.1.2

Pemahaman

dan

Pelatihan

Aparatur

Pemerintah Daerah sebagai Entitas Akuntansi


Pemahaman

dapat

diartikan

sebagai

usaha

untuk

menafsirkan dan mengungkapkan makna sesuatu pada simbolsimbol,

simbol-simbol

ini

dapat

dikatakan

berasal

dari

pemaknaan manusia atau sesuatu, sehingga memaknai simbol


berarti usaha untuk menyingkap dan menangkap sesuatu yang
terkandung dalam simbol itu. (Raharjo, dalam Halen dan Diana,
2013)
Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek
pada karyawan operasional untuk memperoleh keterampilan
teknis operasional secara sistemantis. Rolf P.Lynton dan Udai
Pareek,

dalam

(www.wikipedia.org)

menyatakan,

pelatihan

mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil jalur tindakan


tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat
bekerja, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam
kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan.
(Halen dan Diana,2013)
Entitas akuntansi merupakan unit pada pemerintahan yang
mengelola

anggaran,

kekayaan,

dan

kewajiban

yang

menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan laporan keuangan


atas dasar akuntansi yang diselenggarakannya. (Abdul Hafiz,
2011)

13

2.1.3

Akuntansi Berbasis Akrual

Akuntansi berbasis akrual adalah suatu basis akuntansi,


dimana transaksi ekonomi dan peristiwa lainnya diakui, dicatat
dan disajikan dalam laporan keuangan pada saat terjadinya
transaksi tersebut, tanpa memperhatikan waktu kas atau setara
kas diterima atau dibayarkan. Dalam akuntansi berbasis akrual,
waktu pencatatan (recording) sesuai dengan saat terjadinya arus
sumber daya, sehingga dapat menyediakan informasi yang
paling komprehensif karena seluruh arus sumber daya dicatat
(simanjuntak dalam Khoirul 2014).
Secara lebih mendalam, Study #14 IFAC Public Sector
Committee (Simanjuntak dalam Khoirul, 2014) menyatakan
bahwa

pelaporan

berbasis

akrual

bermanfaat

dalam

mengevaluasi kinerja pemerintah terkait biaya jasa layanan,


efisiensi, dan pencapaian tugas. Dengan pelaporan berbasis
akrual,

pengguna

dapat

pemerintah

dan

mendanai

kegiatannya

mengidentifikasi

perubahannya,

posisi

keuangan

bagaimana

pemerintah

dengan

kemampuan

sesuai

pendanaannya sehingga dapat diukur kapasitas pemerintah yang


sebenarnya. Akuntansi berbasis akrual juga memungkinkan
pemerintah
menggunakan

untuk

mengidentifikasi

sumberdaya

masa

kesempatan

depan

dan

pengelolaan yang baik atas sumber daya tersebut.


14

dalam

mewujudkan

Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 tahun 2010


Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 01 paragraf
8 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi
tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar. Sesuai dengan PP nomor 71 tentang SAP menyatakan
bahwa pendapatan, belanja, asset, kewajiban dan ekuitas dana
diakui atau dicatat berdasarkan basis akrual. Pencatatan dengan
basis ini sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya
sehingga menyediakan estimasi yang tepat atas pengaruh
kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro dan
juga menyediakan informasi yang paling komprehensif karena
seluruh arus sumber daya dicatat termasuk transaksi internal.
(Halen dan Diana, 2013)
Dalam PP. No 71 tentang kerangka konseptual paragraf 64
menjelaskan dalam hal anggaran disusun dan dilaksanakan
berdasar

basis

kas

(cash

basis),

maka

Laporan

Realisasi

Anggaran (LRA) disusun berdasarkan basis kas, berarti bahwa


pendapatan dan penerimaan pembiayaan diakui pada saat kas
diterima direkening kas umum negara/daerah atau oleh entitas
pelaporan serta belanja dan pengeluaran pembiayaan diakui
pada

saat

kas

dikeluarkan

dari

rekening

kas

umum

negara/daerah. Namun demikian, bilamana anggaran disusun

15

dan dilaksanakan berdasarkan basis akrual (accrual basis), maka


laporan realisasi anggaran disusun berdasarkan basis akrual.
Basis akrual untuk neraca berarti bahwa aset, kewajiban,
dan ekuitas diakui dan dicatat pada saat terjadinya transaksi,
atau pada saat kejadian atau kondisi lingkungan berpengaruh
pada keuangan pemerintah, tanpa memperhatikan saat kas atau
setara kas diterima atau dibayar. Pemerintah masih memberikan
kebijakan menggunakan basis kas menuju akrual (cash toward
accrual) sampai tahun 2015.
Dengan

ditetapkannya

PP

No.71

Tahun

2010

maka

penerapan sistem akuntansi pemerintahan berbasis akrual telah


mempunyai landasan hukum. Dan ini berarti juga bahwa
pemerintah

mempunyai

kewajiban

untuk

dapat

segera

menerapkan SAP yang baru yaitu SAP berbasis akrual. Hal ini
sesuai

dengan

pasal

mengamanatkan
pertanggungjawaban

32

bahwa

UU

No.17

bentuk

pelaksanaan

Tahun
dan

APBN/APBD

2003
isi

yang

laporan

disusun

dan

disajikan sesuai dengan SAP. Dan hal ini ditegaskan dalam pasal
4 ayat (1) PP No.71 Tahun 2010 menyebutkan bahwa Pemerintah
menerapkan SAP berbasis akrual. SAP tersebut disusun oleh
Komite Standar Akuntansi Pemerintahan (KSAP) yang independen
dan ditetapkan dengan PP setelah terlebih dahulu mendapat

16

pertimbangan daari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) (Ichsan


dalam Khoirul 2014).
2.1.4
Penelitian Terdahulu
Halen dan Diana (2013) Dalam Penelitiannya Yang Berjudul
Pengaruh Tingkat Pemahaman, Pelatihan Dan Pendampingan
Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Accrual Basis
Dalam Pengelolaan Keuangan Daerah Di Kabupaten Jember,
menunjukkan

bahwa

tingkat

pendampingan

secara

simultan

pemahaman,
dan

parsial

pelatihan,
mempunyai

pengaruh yang signifikan terhadap penerapan accrual basis.


Penelitian yang dilakukan Titik (2012) yang berjudul Studi
Eksplorasi Tingkat Pemahaman Aparatur Pemerintah Daerah dan
Anggota DPRD terhadap Standar Akuntansi Berbasis Akrual,
diperoleh bahwa tingkat pemahaman aparatur pemerintah Kota
Surakarta terhadap SAP 2010 ternyata masih rendah. Penelitian
yang dilakukan oleh Khoirul (2014) yang berjudul Tingkat
Pemahaman

Akuntansi

Berbasis

Akrual

Pada

Penyusunan

Laporan Keuangan Pemerintah Daerah, menunjukkan bahwa


terdapat perbedaan tingkat pemahaman penyusunan laporan
keuangan berbasis akrual dilihat dari pendidikan, pelatihan yang
diikuti dan pengalaman kerja aparatur pemerintah daerah Kota
Salatiga.
Penelitian-penelitian tersebut dapat diringkas dalam tabel berikut
:
17

Nama
Judul
(Tahun)
Penelitian
Halen dan Pengaruh
Tingkat
Diana
Pemahaman, Pelatihan
(2013)
Dan
Pendampingan
Aparatur
Pemerintah
Daerah
Terhadap
Penerapan
Accrual
Basis
Dalam
Pengelolaan Keuangan
Daerah

Titik
Setyanings
ih
Studi Eksplorasi Tingkat
(2012)
Pemahaman Aparatur
Pemerintah Daerah dan
Anggota
DPRD
terhadap
Standar
Akuntansi
Berbasis
Akrual

Khoirul
(2014)

Variabel
penelitian
Independen
:
Tingkat
Pemahaman,
Pelatihan
Dan
Pendampingan
Aparatur
Pemerintah
Daerah
Dependen
:
Accrual
Basis
Dalam
Pengelolaan
Keuangan
Daerah

Hasil
Penelitian
Tingkat pemahaman,
pelatihan,
pendampingan
secara simultan dan
parsial mempunyai
pengaruh
yang
signifikan terhadap
penerapan
accrual
basis.

Tingkat pemahaman
aparatur pemerintah
: Kota
Surakarta
terhadap SAP 2010
ternyata
masih
rendah

Independen
Tingkat
Pemahaman
Aparatur
Pemerintah
Daerah
dan
Anggota DPRD
Dependen
:
Standar
Tingkat
Pemahaman Akuntansi
Terdapat perbedaan
Akuntansi
Berbasis Berbasis Akrual
tingkat pemahaman
Akrual
Pada
penyusunan laporan
Penyusunan
Laporan
keuangan
berbasis
Keuangan Pemerintah Independen
: akrual dilihat dari
Daerah
Tingkat
pendidikan,
Pemahaman
pelatihan
yang
Akuntansi
diikuti
dan
Berbasis Akrual
pengalaman
kerja
Dependen
: aparatur pemerintah

18

Penyusunan
Laporan
Keuangan
Pemerintah
Daerah

daerah

2.1.5
Kerangka Berfikir
Berdasarkan PP No. 71 Tahun 2010, standar akuntansi
pemerintahan
keuangan

yang

pemerintah

berlaku

dalam

daerah

penyusunan

(LKPD)

adalah

laporan

SAP

2010.

Pemahaman aparatur pemerintah daerah terhadap SAP tersebut


sangat dibutuhkan, karena tingkat pemahaman dan pelatihan
aparatur

pemerintah

daerah

akan

berkontribusi

dalam

menghasilkan laporan keuangan pemerintah daerah (LKPD) yang


berkualitas dan relevan untuk pengambilan keputusan.
Pemahaman

dapat

diartikan

sebagai

usaha

untuk

menafsirkan dan mengungkapkan makna sesuatu pada simbolsimbol,

simbol-simbol

ini

dapat

dikatakan

berasal

dari

pemaknaan manusia atau sesuatu, sehingga memaknai simbol


berarti usaha untuk menyingkap dan menangkap sesuatu yang
terkandung dalam simbol itu.
Pelatihan merupakan
pendek

pada

karyawan

suatu proses pendidikan jangka


operasional

untuk

memperoleh

keterampilan teknis operasional secara sistemantis.


Entitas akuntansi (aparatur pemda) merupakan unit pada
pemerintahan

yang

mengelola

19

anggaran,

kekayaan,

dan

kewajiban yang menyelenggarakan akuntansi dan menyajikan


laporan

keuangan

atas

dasar

akuntansi

yang

diselenggarakannya.
Telah dilakukan penelitian sebelumnya oleh Halen dan
Diana (2013) tingkat pemahaman, pelatihan, pendampingan
secara

simultan

dan

parsial

mempunyai

pengaruh

yang

signifikan terhadap penerapan accrual basis. dan penelitian Titik


Setyaningsih

(2012)

bahwa

tingkat

pemahaman

aparatur

pemerintah Kota Surakarta terhadap SAP 2010 ternyata masih


rendah, sedangkan menurut Khoirul (2014) terdapat perbedaan
tingkat pemahaman penyusunan laporan keuangan berbasis
akrual dilihat dari pendidikan, pelatihan yang diikuti dan
pengalaman kerja aparatur pemerintah daerah,
Berdasarkan

masalah

dan

kesediaan

teoritis

tentang

pemahaman dan pelatihan aparatur pemerintah daerah dan


standar akuntansi berbasis akrual, maka peneliti tertarik untuk
melakukan
Pemahaman

penelitian
dan

dengan

pelatihan

judul

Pengaruh

Tingkat

Aparatur

Pemerintah

Daerah

Terhadap Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual pada


Pemerintah Kota Gorontalo.
Maka kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat
digambarkan pada gambar 1. Berikut ini.

20

Dasar Teori
Raharjo (2008:24) Pemahaman
dapat diartikan sebagai usaha untuk
menafsirkan
dan
mengungkapkan
makna sesuatu pada simbol-simbol,
simbol-simbol ini dapat dikatakan
berasal dari pemaknaan manusia atau
sesuatu, sehingga memaknai simbol
berarti usaha untuk menyingkap dan
menangkap sesuatu yang terkandung
dalam simbol itu.
Halen dan Diana () Pelatihan
merupakan suatu proses pendidikan
jangka
pendek
pada
karyawan
operasional
untuk
memperoleh
keterampilan
teknis
operasional
secara sistemantis.
Hafiz
(2011:10)
Entitas
akuntansi
merupakan
unit
pada
pemerintahan
yang
mengelola
anggaran, kekayaan, dan kewajiban
yang menyelenggarakan akuntansi
dan menyajikan laporan keuangan
atas
dasar
akuntansi
yang
21
diselenggarakannya.

Penelitian Terdahulu
Tingkat
pemahaman,
pelatihan, pendampingan secara
simultan dan parsial mempunyai
pengaruh yang signifikan terhadap
penerapan accrual basis (Halen dan
Diana)
Tingkat pemahaman aparatur
pemerintah
Kota
Surakarta
terhadap SAP 2010 ternyata masih
rendah ( Titik, 2012)
Terdapat perbedaan tingkat
pemahaman penyusunan laporan
keuangan berbasis akrual dilihat
dari pendidikan, pelatihan yang
diikuti
dan
pengalaman
kerja
aparatur
pemerintah
daerah
( Khoirul, 2014)

Pengaruh Tingkat Pemahaman


dan
Pelatihan
Aparatur
Pemerintah Daerah Terhadap
Penerapan Standar Akuntansi
Berbasis
Akrual
pada
Pemerintah Kota Gorontalo
X : Tingkat Pemahaman
Aparatur Pemerintah Daerah

X :

Standar
Akuntansi
Berbasis
Akrual

Tingkat Pelatihan Aparatur


Pemerintah Daerah

(Y)
Gambar 1 : Kerangka Berpikir
2.1.6
Hipotesis Penelitian
Menurut Sugiyono (2012:30),

Hipotesis

merupakan

jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian,


dimana rumusan penelitian telah dinyatakan dalam bentuk
kalimat pernyataan. Maka hipotesis dalam penelitian ini adalah :
H1 : Terdapat
Pemerintah

Pengaruh
Daerah

Tingkat
Terhadap

Pemahaman
Penerapan

Aparatur
Standar

Akuntansi Berbasis Akrual.


H1 : Tidak Terdapat Pengaruh Tingkat Pemahaman Aparatur
Pemerintah

Daerah

Terhadap

Akuntansi Berbasis Akrual.

22

Penerapan

Standar

H2 : Terdapat Pengaruh Tingkat Pelatihan Aparatur Pemerintah


Daerah Terhadap Penerapan Standar Akuntansi Berbasis
Akrual.
H2 : Tidak

Terdapat

Pemerintah

Pengaruh

Daerah

Tingkat

Terhadap

Pelatihan Aparatur
Penerapan

Standar

Akuntansi Berbasis Akrual.


H3 : Terdapat Pengaruh Tingkat Pemahaman dan Pelatihan
Aparatur Pemerintah Daerah Terhadap Penerapan Standar
Akuntansi Berbasis Akrual.
H3 : Tidak

Terdapat

Pelatihan

Pengaruh

Aparatur

Tingkat

Pemerintah

Pemahaman
Daerah

dan

Terhadap

Penerapan Standar Akuntansi Berbasis Akrual.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Peneliitian
jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif
yang bertujuan menjelaskan suatu fenomena empiris yang
disertai data statistik, karakteristik dan pola hubungan antar
variabel. Penelitian kuantitatif bermula dari teori menuju data,
dan

berakhir

pada

penerimaan

23

atau

penolakan

terhadap

hipotesis yang digunakan sebagai cara untuk memecahkan


masalah

yang

melukiskan

diselidiki

keadaan

dengan

subjek

atau

menggambarkan
objek

penelitian

atau
orang,

lembaga, masyarakat pada saat sekarang berdasarkan faktafakta

yang

terlihat

atau

sebagaimana

adanya.

Penelitian

kuantitatif dalam penelitian ini yakni menganalisis dan untuk


mengetahui

adanya

Pemahaman

Dan

pengaruh

Pelatihan)

antar

variabel

(Tingkat

dengan

variabel

(Standar

Akuntansi Berbasis Akrual) di Kota Gorontalo. Desain penelitian


dapat digambarkan sebagai :
X : Tingkat
Pemahaman
Aparatur Pemerintah
Daerah

Standar Akuntansi
Berbasis Akrual
(Y)

2 : Gambar Design Penelitian


TingkatGambar
Pelatihan
Aparatur
3.2 Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Pemerintah
VariabelDaerah
Independen
X :

a. Pemahaman
Pemahaman

dapat

diartikan

sebagai

usaha

untuk

menafsirkan dan mengungkapkan makna sesuatu pada simbolsimbol,

simbol-simbol

ini

dapat

dikatakan

berasal

dari

pemaknaan manusia atau sesuatu, sehingga memaknai simbol


berarti usaha untuk menyingkap dan menangkap sesuatu yang
terkandung dalam simbol itu. (Halen dan Diana, 2013)
b. Pelatihan

24

Pelatihan adalah suatu proses pendidikan jangka pendek


pada karyawan operasional untuk memperoleh keterampilan
teknis operasional secara sistemantis. Rolf P.Lynton dan Udai
Pareek,

dalam

(www.wikipedia.org)

menyatakan,

pelatihan

mempersiapkan peserta latihan untuk mengambil jalur tindakan


tertentu yang dilukiskan oleh teknologi dan organisasi tempat
bekerja, dan membantu peserta memperbaiki prestasi dalam
kegiatannya terutama mengenai pengertian dan keterampilan.
(Halen dan Diana,2013)
3.2.2
Variabel Dependen
a.
Akuntansi Berbasis Akrual
Menurut Peraturan Pemerintah (PP) nomor 71 tahun 2010
Pernyataan Standar Akuntansi Pemerintahan (PSAP) 01 paragraf
8 adalah basis akuntansi yang mengakui pengaruh transaksi dan
peristiwa lainnya pada saat transaksi dan peristiwa itu terjadi
tanpa memperhatikan saat kas atau setara kas diterima atau
dibayar. Sesuai dengan PP nomor 71 tentang SAP menyatakan
bahwa pendapatan, belanja, asset, kewajiban dan ekuitas dana
diakui atau dicatat berdasarkan basis akrual. Pencatatan dengan
basis ini sesuai dengan saat terjadinya arus sumber daya
sehingga menyediakan estimasi yang tepat atas pengaruh
kebijakan pemerintah terhadap perekonomian secara makro dan
juga menyediakan informasi yang paling komprehensif karena

25

seluruh arus sumber daya dicatat termasuk transaksi internal.


(Halen dan Diana,2013 )
3.3 Populasi dan Sampel
Populasi adalah jumlah dari keseluruhan obyek-obyek satuan
atau individu yang mempunyai karakteristik tertentu (Setiawan,
2010). Polpulasi SKPD di Kota Gorontalo sejumlah 52 yang terdiri
dari sekretariat (11), Dinas (15), Badan (9), Kantor (6), Camat (9),
RSUD (2).
Sampel

adalah

bagian

dari

populasi

yang

mempunyai

karakteristik dianggap dapat mewakili keseluruhan populasi.


Teknik sampling dalam penelitian ini adalah Purposive Sampling.
penelitian

ini

mengambil

sampel

dinas

dikarenakan

dinas

merupakan bagian dari pemerintah daerah yang memiliki


penghasilan

sebagai

berinteraksi

langsung

Penghasilan
dengan

Asli

Daerah

masyarakat

(PAD)

sebagai

yang
obyek

retribusi dan disetorkan ke rekening kasda dan diakui sebagai


pendapatan dinas yang bersangkutan. Adapun kriteria pemilihan
sampel yang akan diteliti adalah; Pejabat yang mencatat dan
melaporkan

transaksi

ditingkat

SKPD,

dan

Pejabat

yang

menyusun dan menyampaikan laporan keuangan SKPD yang


bersangkutan.
Penelitian dilakukan pada 15 sampel Dinas yaitu: Dinas Tata
Kota

Dan Pertamanan,

'Dinas
26

Perhubungan Informasi

Dan

Komunikasi, Dinas Pendidikan, Dinas Pekerjaan Umum Dan


Kimpraswil, Dinas Sosial Dan Tenaga Kerja, Loka Latihan Kerja
Usaha Kecil Menengah, Panti Sosial Tresna Werdha Ilomata, Panti
Sosial Bina Remaja Teratai Indah, Dinas Pemuda Dan Olah Raga,
Dinas Pendapatan Pengelola Keuangan Dan Aset Daerah, Dinas
Kelautan, Perikanan Pertanian Dan Ketahanan Pangan, Dinas
Perindustrian Perdagangan Koperasi, Umkm Dan Penanaman
Modal.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Teknik Pengumpulan data dilakukan melalui kuesioner dan
wawancara

terstruktur.

Data

utama

dikumpulkan

dengan

kuesioner dengan menggunakan skala likert. Skala likert adalah


skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi
seseorang tentang fenomena sosial (Sugiyono,2008:107). Melalui
skala likert variabel yang diukur dijabarkan menjadi indikator
variabel, untuk selanjutnya dijadikan titik tolak dalam menyusun
item-item yang dapat berupa pertanyaan dan pernyataan. Hasil
jawaban di setiap item instrumen yang menggunakan skala
likert, akan mempunyai gradiasi sangat positif sampai sangat
negative.

3.5 Metode Analisis Data

27

Data dianalisis dengan metode Regresi Linear Berganda atau


multiple linear regression, dengan tujuan untuk mengetahui
pengaruh variabel independen yaitu tingkat pemahaman (X1),
pelatihan

(X2)

dan

pendampingan

(X3

)terhadap

variabel

dependen (Y) yaitu accrual basis. Bentuk umum dari persamaan


regresi linear berganda dalam aplikasinya adalah sebagai berikut
(Supranto, 1996:272) :
Penerapan = a + b1 (Pemahaman)+ b2 (pelatihan) + e
Y = Penerapan accrual basis
a = Konstanta
b1 = Pemahaman
b2 = Pelatihan
e = Error (kesalahan regresi)
Pernyataan hipotesis untuk penelitian ini adalah sebagai
berikut :
H = b1 = b2 = 0
H = tidak semua b1 0, ( = 1,2, ...)
Suatu

perhitungan

statistik

disebut

signifikan

secara

statistik apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis


(daerah dimana Ho ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan
bila nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana Ho
diterima. Pengujian hipotesis bertujuan untuk melihat pengaruh
variabel independen terhadap variabel dependen.

28

3.5.1
Uji Asumsi Klasisk
Model regresi linear dapat disebut sebagai model yang baik
jika model tersebut memenuhi asumsi klasik statistik yang terdiri
dari

asumsi

normalitas,

Autokorelasi,

Multikolinearitas,

Heteroskedestisitas.
1) Uji Normalitas Data
Uji normalitas berguna untuk mengetahui apakah variable
dependen dan independen berdistribusi normal, mendekati
normal atau tidak. Pengujian asumsi normalitas tersebut dengan
melakukan pengujian terhadap hipotesis sebagai berikut:
Ho: Data variabel dependen berdistribusi normal.
Hi: Data variabel dependen tidak berdistribusi normal.
: 5%
Kriteria uji: Tolak Ho jika nilai siknifikansi yang diperoleh kecil
dari , terima Hi dalam hal lainya.
Untuk

pengujian

ini

digunakan

jasa

komputer

berupa

software dengan program SPSS (Statistical Package for Social


Science) for windows version 16 dan Microsoft excel 2007.
2) Uji Multilinieritas
Multilinieritas adalah keadaan dimana variabel-variabel
independen

dalam

persamaan

regresi

mempunyai

korelasi

(hubungan) yang erat satu sama lain. Jadi pengujian ini untuk
mengetahui apakah pada model regresi ditemukan adanya
korelasi antar variabel independen. Jika terjadi korelasi maka
dinamakan terdapat problem multilinieritas.
29

3) Uji Heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi terjadi ketidaksamaan varians dari residual
satu pengamataan ke pengamatan yang lain. Jika variansnya
berbeda

maka

dikatakan

heteroskedastisitas,

namun

jika

variansnya sama disebut homokedatisitas. Suatu model regresi


yang

baik

adalah

homokedatisitas

atau

tidak

terjadi

heteroskedastisitas, (Ghozali, 2005) dalam Dama (2012).


3.5.2
Pengujian Hipotesis dengan Uji t
Uji t untuk mengetahui pengaruh variabel independen
secara parsial terhadap variabel dependen, apakah pengaruhnya
signifikan atau tidak (Priyatno, 2009:50). Rumus uji t yang
digunakan adalah sebagai berikut :

t=
S
Dimana,

S adalah standar eror dari

Tahap-tahap pengujian adalah sebagai berikut:


a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
Ho : b1 = 0 Artinya tidak terdapat pengaruh positif antar
variabel independen dan variabel dependen.
H1 : b1 0 Artinya terdapat pengaruh positif antar
variabel independen dan variabel dependen.
b. Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi adalah
0,05.
c. Pengambilan keputusan.
Pengambilan
keputusan
(signifikansi)

30

berdasarkan

probabilitas

Probabilitas > 0,05 jadi Ho diterima


Probabilitas 0,05 jadi Ho ditolak
3.5.3
Pengujian hipotesis dengan F
Untuk mengetahui bagaimana pengaruh variabel bebas
dan variabel terikat secara bersama-sama digunakan uji Fdengan
rumus sebagai berikut (Sugiyono, 2005:219) :
R2 /k
f=
( 1R2 ) ( nk 1)
Tahap-tahap pengujian dengan menggunakan uji F adalah
sebagai berikut:
a. Menentukan hipotesis nol dan hipotesis alternatif
Ho : b1 = b2 = 0 Artinya tingkat pemahaman dan pelatihan
secara simultan tidak mempunyai pengaruh
yang positif terhadap penerapan stnadar
akuntansi berbasis akrual.
H1 : b1 b2 0 Artinya tingkat pemahaman dan pelatihan
secara simultan mempunyai pengaruh yang
positif terhadap penerapan stnadar akuntansi
berbasis akrual.
Menentukan taraf signifikansi. Taraf signifikansi adalah
0,05.
b. Pengambilan keputusan.
Pengambilan
keputusan

berdasarkan

(signifikansi)
Probabilitas > 0,05 jadi Ho diterima
Probabilitas 0,05 jadi Ho ditolak

31

probabilitas

Anda mungkin juga menyukai